146
C. Kajian Terhadap Anak dari Keluarga Miskin yang Tidak Bisa
Mengakses Pendidikan Dasar
Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa membicarakan masalah pendidikan bagi anak dari keluarga miskin, apalagi menanganinya, bukanlah
merupakan persoalan sederhana, apalagi diangap gampang. Dari hasil penelitian sebagaimana telah dideskripsikan dalam bab sebelumnya terungkap bahwa
begitu banyak faktor dominan saling terkait yang sekaligus menjadi alasan anak dari keluarga miskin di Kabupaten Cianjur selama ini terpaksa meninggalkan
bangku sekolah, baik karena dropout di tengah jalan, maupun karena memang tidak melanjutkan sekolah.
Beban berat ekonomi keluarga, jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah, kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan arti pentingnya
pendidikan, perasaan rendah diri atau minder dengan berbagai alasannya, lingkungan sosial dan sekolah yang kurang mendukung, rendahnya pendidikan
orang tua, kurangnya dukungan masyarakat, termasuk lingkungan internal sekolah yang kurang kondusif, adalah beberapa faktor penting yang dari hasil
penelitian terungkap sebagai penyebab anak dari keluarga miskin selama ini tidak bisa mengakses pendidikan dasar 9 tahun.
Yang menarik, dari hasil kajian pula terungkap bahwa masing-masing faktor tersebut tidak bisa diposisikan secara terpisah dari faktor yang lainnya,
melainkan melekat atau hadir tidak terpisahkan dari satu atau bahkan semua faktor yang lainnya dalam sebuah dinamika sistem sebagaimana bisa ditelaah
dalam figur di bawah ini :
147
Dari diagram diatas, paling tidak ada beberapa hal penting yang bisa diangkat
dan dibahas.
Pertama, bahwa
membahas masalah
ketidakmampuan ekonomi anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar 9 tahun pada prinsipnya merupakan masalah yang
demikian kompleks karena melibatkan banyak masalah lain yang saling yang saling terkait dan menentukan. Dan realitas kompleks itulah yang
belum banyak dipertimbangkan dalam mengimplementasikan Wajar Dikdas 9 Tahun selama ini.
Kedua, di balik faktor ”ketidakmampuan anak dari keluarga miskin” yang selama ini sering dianggap sebagai penyebab utama sekaligus menjadi isu
sentral, sesungguhnya terdapat banyak faktor yang satu sama lain saling
ANAK DARI KELUARGA MISKIN
TDK BISA MENGAKSES
PENDIDIKAN DASAR
HIMPITAN EKONOMI
KELUARGA RENDAHNYA
PENDIDIKAN ORANG TUA
– LINGKUNGAN
KELUARGA SIKAP MINDER
– RENDAH DIRI
ANAK JAUHNYA JARAK
DARI TEMPAT TINGGAL KE
SEKOLAH BEBAN
BERAT BIAYA
SEKOLAH LINGKUNGAN
SEKOLAH YANG TIDAK
MENDUKUNG RENDAHNYA
KESADARAN ORANG TUA
AKAN ARTI PENTINGNYA
PENDIDIKAN LINGKUNGAN
SOSIAL DAN KULTUR YANG
KURANG MENDUKUNG
RENDAHNYA MOTIVASI
ANAK
GAMBAR 5.6 DIAGRAM CAUSAL LOOP : FAKTOR SALING TERKAIT PENYEBAB ANAK TIDAK BISA MENGAKSES
PENDIDIKAN DASAR
148 berkaitan dalam sebuah dinamika sistem yang melibatkan banyak aktor dan
sektor. Bahkan dari sudut pemikiran sistem sebagaimana tergambar dalam
diagram, maka faktor ketidakmampuan anak dari keluarga miskin yang selama ini banyak diangkat kepermukaan, sesungguhnya hanya merupakan ”akibat
yang tidak diinginkan” unintended effect yang muncul karena banyak faktor lain yang saling berkaitan itu. Itulah pula realitas kompleks yang selama ini
belum banyak diperhitungkan dan diintervensi dalam mengimplementasikan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga
miskin Beberapa faktor ketidakberuntungan disadvantages berkait dengan
kondisi ekonomi yang serba tidak memadai, ketidakberuntungan karena kelemahan fisik dan mental yang mereka miliki, ketidakberuntungan karena
kerentanannya vulnerability, ketidakberuntungan karena ketidakberdayaannya ketika harus berhadapan dengan kelompok masyarakat mampu powerless
sampai ketidakberuntungan karena keterasingan kehidupannya dari masyarakat mampu, adalah beberapa saja yang mesti terakomodasi sekaligus terjawab
dengan kebijakan atau pelayanan program yang akan dirumuskan. Di situlah pula relavansinya untuk mengintegrasikan atau mensinergikan
pelaksanaan kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan berbagai pendekatan dan program terkait – integrated program. Keniscayaan ini
ini juga relavan dengan pemikiran Chambers dengan konsepnya yang dikenal dengan sebutan ”integrated poverty” yang intinya menegaskan bahwa
kemiskinan pada umumnya selalu melibatkan banyak faktor kemalangan atau
149 tidakberuntungan disadvantages yang satu sama lain saling terkait melingkari
kehidupan orang miskin. Itu sebabnya, apa pun bentuk atau rumusan kebijakan yang akan
dijalankan mesti dijabarkan kedalam berbagai program yang mampu menjawab dan memecahkan persoalan-persoalan kompleks yang sering dihadapi anak dari
keluarga miskin tersebut. Itulah pula yang menurut hasil penelitian dan kajian belum banyak dilakukan dalam mengimplementasikan program Wajar Dikdas 9
taun selama ini. Program peningkatan pendapatan ekonomi keluarga atau apa pun
namanya yang diharapkan bisa membantu memberdayakan sekaligus meningkatkan ekonomi keluarga miskin, adalah merupakan salah satu program
yang mesti diangkat sebagai bagian integral dari dari upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin. Fakta selama inin
menunjukan, tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang terpaksa ditarik orang tuanya dari sekolah hanya karena anaknya harus membantu kerja orang tuanya.
Bukan hanya itu, program pengendalian laju pertumbuhan penduduk melalui pelaksanaan program KB, misal lain, juga harus dijadikan salah satu
kebijakan yang keberhasilannya akan banyak berpengaruh dalam upaya untuk mempercepat penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun. Paling tidak, melalui akselerasi
pengendalian angka kelahiran ini akan membantu meringankan beban pemerintah karena laju pertumbuhan anak usia Wajar Dikdas bisa dikendalikan
sesuai dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan daya tampungnya. Bahkan dari hasil penelitian terungkap bahwa tidak jarang anak meninggalkan
150 bangku sekolah hanya karena untuk membantu orang tua mengurus anggota
keluarga yang lainnya mengasuh adik-adiknya yang memang banyak. Singkatnya, karena kemiskinan mereka tidak bisa menikmati pendidikan
dengan alasan jauhnya jarak dari tempat tinggal ke sekolah. Karena kemiskinan, mereka tidak bisa menikmati pendidikan dasar karena orang tuanya, atau bahkan
anaknya sendiri kurang memiliki kesadaran akan arti pentingnya pendidikan. Karena kemiskinan, mereka tidak bersekolah karena merasa minder dengan
teman-teman sekolah yang lainnya. Karena kemiskinan, mereka hruas meninggalkan bangku sekolah untuk membantu orang tuanya.
Karena kemiskinan, singkatnya, mereka tidak banyak memiliki peluang untuk bisa mengakses haknya untuk memperoleh pendidikan dasar sebagaimana
dialami oleh teman-teman sebayanya dari keluarga mampu. Celakanya, kondisi itu diperparah oleh lingkungan sosial dan internal sekolah yang belum kondusif
mendukung mereka bisa mengakses pendidikan dasarnya. Karena begitu kompleks, luas dan beratnya masalah yang dihadapi anak
dari keluarga miskin, adalah tidak mungkin jika penanganannya pun hanya mengandalkan intervensi berdasarkan kemampuan yang hanya dimiliki
pemerintah. Dan di situlah pula arti pentingnya pelibatan peran serta masyarakat, tentu dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya dalam
implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini bagi anak dari keluarga miskin.
Partsisipasi masyarakat di sini tidak selamanya harus dimaknai sebatas pemberian bantuan materi semata. Termasuk dalam pengertian partisipasi di sini
adalah keterlibatan masyarakat dalam memberikan pengertian, mendorong
151 sekaligus menggerakan anak dari keluarga miskin untuk bisa menamatkan
pendidikan dasar 9 tahunnya. Itulah pula yang selama ini belum banyak dilakukan. Padahal tidak sedikit anak dari keluarga miskin yang tidak bisa
mengakses pendidikan selama ini, salah satunya, diakibatkan oleh karena masyarakat, terutama tokoh masyarakat yang belum melakukan peran dan
fungsi penggerakan masyarakatnya. Intinya, apa yang tidak bisa ditangani atau dilakukan pemerintah karena
keterbatasan yang dimilikinya, atau karena kekeliruan dalam memanej dan melaksanakan program-program implementasinya, saatnya kini dan ke depan
bisa dibantu oleh masyarakat. Dan itulah pula yang saat ini belum banyak dilakukan. Padahal seperti telah banyak diungkapkan oleh para pakar, tingginya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan kebijakan yang diambil pemerintah.
D. Beberapa Issu Strategis