17
1. Cianjur Bagian Utara
Merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede yang sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi
merupakan areal perkebunan dan persawahan, dengan ketinggian sekitar 2.962 m di atas permukaan laut. Termasuk dalam wilayah ini adalah daerah Puncak
dengan ketinggian sekitar 1.450 m, Wilayah perkotaan Cipanas Kecamatan Pacet dan Sukaresmi dengan ketinggian sekitar 1.110 m, serta Kota Cianjur
dengan ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut. Sebagian daerah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan perkebunan
dan persawahan. Di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor terdapat Gunung Salak yang merupakan gunung api termuda dan sebagian besar
permukaannya ditutupi bahan vulkanik. Kecamatan yang termasuk wilayah Utara dan relatif memiliki infra
struktur dan sarana pendidikan yang memadai ini adalah Kecamatan Cibeber, Bojongpicung, Ciranjang, Karangtengah, Cianjur, Warungkondang, Cugenang,
Pacet, Mande, Cikalongkulon, Sukaluyu, Cilaku, Sukaresmi, Gekbrong dan Cipanas.
2. Cianjur Bagian Tengah
Merupakan daerah perbukitan, tetapi juga terdapat dataran rendah berupa persawahan, perkebunan yang dikelilingi oleh bukit-bukit kecil yang
tersebar dengan keadaan struktur tanahnya yang labil sehingga sering terjadi tanah longsor, dataran lainnya terdiri dan areal perkebunan dan persawahan.
Kecamatan Wilayah Tengah yang sarana pendidikannya relatif lebih baik ini
18 terdiri dari Kecamatan Tanggeung Pagelaran, Kadupandak, Takokak,
Sukanagara, Campaka dan Campaka Mulya.
3. Cianjur Bagian Selatan
Merupakan dataran rendah yang terdiri dari bukit bukit kecil diselingi oleh pegunungan yang melebar ke Samudra Indonesia, di antara bukit-bukit dan
pegunungan tersebut terdapat pula persawahan dan ladang huma. Dataran terendah di selatan Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 m di atas
permukaan laut. Seperti halnya daerah Cianjur bagian Tengah, bagian Cianjur Selatan pun tanahnya labil dan sering terjadi longsor. Di wilayah pembangunan
ini terdapat juga areal perkebunan dan pesawahan tetapi tidak begitu luas. Kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan ini adalah Agrabinta,
Leles, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cibinong, Cikadu dan Cijati. Di kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan inilah pula banyak
desa yang karena keterisolasiannya tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Masalah jarak antara tempat tinggal anak dengan lokasi sekolah,
adalah merupakan persoalan berat tersendiri yang sering dihadapi anak diwilayah Cianjur selatan ini. Bahkan kondisinya menjadi tambah parah ketika
sarana jalan dan transformasinya pun sering jauh dari keadaan yang memadai. Secara demografis, kabupaten Cianjur yang memiliki luas sebanyak
3.501,46 km2 dan secara administratif dibagi ke dalam 30 kecamatan, 340 desa dan 6 kelurahan ini memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yakni sekitar
2.125.023 jiwa BPS, 2006. Rincian menurut pembagian jenis seksnya, 1.100.412 jiwa merupakan penduduk laki-laki, dan 1.024.611 jiwa merupakan
penduduk perempuan. Dengan demikian, sex ratio penduduk kabupaten yang
19 memiliki potensi pertanian ini jatuh pada angka 107,40. Arti demografisnya,
jumlah penduduk laki-laki di kabupaten yang banyak mengirim tenaga kerja perempuan TKI ke luar negeri ini lebih besar dibanding jumlah penduduk
perempuan. Persisnya, 100 penduduk perempuan berbanding 107 penduduk laki-laki. Karakteristik demografis ini sengaja diangkat di sini karena ada
kecenderungan bahwa keutuhan sebuah keluarga akan sangat mempengaruhi dan menentukan kelangsungan pendidikan anak-anaknya.
Dibanding dengan luas daerahnya, maka tingkat kepadatan penduduk densitas kabupaten ini sudah mencapai angka 598,14 jiwa km2 dengan
sebaran penduduk yang relatif kurang merata sehingga dalam beberapa aspeknya
kurang menguntungkan,
termasuk jika
dikaitkan dengan
penyelenggaraan pembangunan dibidang pendidikan Menurut persebarannya, kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan
yang berlokasi di wilayah Cianjur utara jauh lebih tinggi dibanding kecamatan yang berada di wilayah Cianjur tengah dan Cianjur bagian selatan. Hal ini
terjadi karena sangat berkaitan erat dengan faktor daya tarik daerah, terutama dengan faktor ekonomi dan kondisi sarana atau infrastruktur yang tersedia,
termasuk tentunya sarana pendidikan. Umumnya di wilayah pembangunan ini, masalah jarak dan ketersediaan sarana pendidikan, termasuk tenaga pendidikan
relatif lebih memadai dibanding daerah yang ada diwilayah pembangunan yang lainnya.
Sebaliknya, karena keterbatasan dalam beberapa faktor strategis itulah pula, terutama infra struktur seperti jalan, maka kepadatan penduduk di wilayah
Cianjur selatan relatif masih cukup rendah. Di daearah-daerah yang termasuk
20 wilayah pembangunan inilah pula, masalah transportasi dan ketersediaan sarana
pendidikan, termasuk tenaga pendidikan sering menjadi masalah. Itulah pula beberapa faktor yang selama ini sering hadir menjadi salah satu penghambat
dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun. Beberapa kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi
adalah kecamatan Cianjur dengan kepadatan sebesar 6.275,98 jiwakm2, disusul kecamatan Karangtengah 3.073,68km2, kecamatan Ciranjang 2.276,98km2,
kecamatan Cipanas 1.834,47 jiwakm2, kecamatan Pacet 1.496,18 jiwakm2, kecamatan Sukaluyu 1.546,98 jiwakm2, dan kecamatan Cugenang sebesar
1.424,14 jiwakm2. Sementara kecamatan dengan tingkat kepadatannya yang relatif rendah adalah kecamatan Naringgul sebesar 180,75 jiwakm2 disusul
kecamatan Agrabinta sebanyak 184,80 jiwakm2. Dilihat dari aspek pertumbuhannya, Susenas 2005 mengungkap bahwa
laju pertumbuhan penduduk LPP di kabupaten Cianjur ini mencatat angka 1,86 persen pertahun, atau naik dari posisi hasil Sensus penduduk tahun 2000 sebesar
1,57 persen. Ini semua menunjukan bahwa tren kependudukan di kabupaten ini masih menjadi ancaman karena akan besar pengaruhnya terhadap kelancaran
pembangunan hampir seluruh sektor pembangunan, termasuk pembangunan di sektor pendidikan. Logika demografisnya, semakin tinggi laju pertumbuhan
penduduk, maka akan semakin tinggi pula pertambahan jumlah absolutnya, termasuk pertambahan penduduk usia sekolah yang menjadi sasaran Wajar
Dikdas 9 Tahun. Dari sumber data yang ada juga terungkap bahwa tingginya laju
pertumbuhan penduduk tersebut tidak semata diakibatkan oleh faktor migrasi,
21 melainkan justeru oleh faktor fertilitas yang trennya masih cukup
mengkhawatirkan. Masih menurut sumber BPS yang diambil dari hasil Suseda tahun 2005, angka kelahiran total Total Fertility Rate-TFR untuk kabupaten
Cianjur selama ini masih bertengger pada angka 2.45 anak. Artinya, setiap wanita usia subur di Kabupaten Cianjur saat ini masih berpotensi memiliki anak
antara 2-3 orang, tentu dengan segala implikasi demografisnya terhadap struktur penduduk Kabupaten Cianjur.
Bandingkan dengan angka kelahiran atau TFR Jawa Barat yang posisinya sudah mendekati angka 2.3. Itulah pula fakta demografis yang akan
menghambat upaya akselerasi pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun. Di sini berlakuk kaidah demografis sebagai berikut : semakin tinggi angka kelahiran,
maka akan semakin muda struktur umur penduduknya, dan pada gilirannya akan semakin besar pula peningkatan penduduk usia sekolahnya, termasuk struktur
umur dalam kelompok usia 7-15 tahun yang menjadi sasaran Wajar Dikdas 9 tahun.
Di bawah ini adalah tren peningkatan jumlah penduduk usia 7-15 tahun, penduduk usia SDSLTP di kabupaten Cianjur, diambil dari sumber hasil
Pendataan Keluarga yang setiap tahun dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional BKKBN Kabupaten Cianjur :
22
Tabel 4:2. Tren Peningkatan Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun
TAHUN JUMLAH
PENDUDUK PENDUDUK USIA
7-15 TAHUN DARI TOTAL
PENDUDUK
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 1.877.650
1.932.204 2.009.785
2.035.122 2.070.123
2.094.365 2.122.756
357.400 372.666
376.152 388.773
393.365 398.365
402.918 19,03
19,29 18,82
18,56 19,00
19,03 18,98
Sumber : Hasil Pendataan Keluarga BKKBN Dari tabel di atas terungkap bahwa dalam periode enam tahun sejak
tahun 2001 sampai dengan 2007, telah terjadi peningkatan jumlah penduduk usia 7-15 tahun dari 357.400 jiwa pada tahun 2001 menjadi 402.918 jiwa pada
akhir tahun 2007, atau bertambah sebanyak 52.504 jiwa, atau sekitar 7.586 anak untuk tambahan setiap tahunnya.
Dalam pandangan peneliti, itulah salah satu tantangan berat pelaksanaan Wajar Dikdas dilihat dari aspek kependudukan. Disebut tantangan berat karena
dengan itu berarti bahwa setiap tahunnya diperlukan tambahan sarana dan prasarana pendidikan dasar untuk bisa menampung sekaligus menjamin akses
tidak kurang dari 7.000 tambahan sasaran anak usia SDSLTP, disamping menjamin kelangsungan pendidikan dasar bagi anak yang telah ada. Bayangkan,
jika setiap tambahan 40 orang siswa saja membutuhkan tambahan satu ruang kelas baru RKB, maka di Kabupaten Cianjur ini setiap tahunnya dibutuhkan
tidak kurang dari 190 ruang kelas baru RKB. Itu belum termasuk tambahan yang dibutuhkan untuk penyediaan tenaga guru dan prasarana pendidikan yang
lainnya.
23 Itulah fenomena demografis yang dalam pandangan peneliti sangat tidak
menguntungkan anak dari keluarga miskin. Alasannya, semakin terbatas sarana pendidikan yang tersedia, maka akan semakin kecil kesempatan yang dimiliki
anak dari keluarga miskin untuk bisa menikmatinya. Dan di situlah pula letak strategisnya upaya pengendalian kelahiran melalui intensifikasi program
Keluarga Berencana KB dalam menunjang sukses Wajar Dikdas 9 Tahun. Sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka sektor pertanian menjadi
mata pencaharian pokok penduduk kabupaten Cianjur, yakni mencapai angka 59,18 persen, disusul sektor jasa sebesar 7,20 persen, sektor transportasi dan
kominikasi sebesar 7,17 persen, sektor perdagangan 6,03 persen, sektor industri 5,0 persen, dan sektor keuangan sebesar 0,61 persen. Itulah pula gambaran
mengenai potensi ekonomi kabupaten Cianjur yang dalam banyak aspeknya akan berpengaruh dalam melihat potensi pembangunan di kabupaten ini,
termasuk potensi pembangunan di bidang pendidikan. Namun perlu dicatat, meskipun mayoritas penduduknya banyak
berkiprah pada sektor pertanian, namun dilihat menurut kepemilikan lahan dan statusnya ternyata menunjukan kondisi yang tidak menggembirakan.
Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 2003, sebesar 14,54 persen dari rumah tangga yang bergerak dibidang pertanian adalah merupakan rumah tangga
penggarap lahan pertanian yang dimiliki orang lain, dan hanya 4,07 persen rumah tangga yang mengolah tanah sendiri.
Bahkan menurut sumber data dari Bappeda, sebagaian besar dari mereka yang mengolah tanah sendiri, sebanyak 76,69 persen, hanya memiliki lahan
pertanian kurang dari 0,5 hektar, dan hanya 23,31 persen petani yang memiliki
24 lahan di atas 0,5 hektar. Tidak mengherankan kalau tingkat kesejahteraan petani
di kabupaten Cianjur ini relatif sulit ditingkatkan karena sebagain besar diantara mereka itu statusnya justeru hanya sebagai buruh tani. Itulah pula fakta yang ada
di balik besarnya angka kemiskinan di Kabupaten Cianjur ini. Bahkan dalam pandangan peneliti, itulah pula salah satu kendala utama dalam mensuskseskan
implementasi pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten berbasis pertanian ini.
Berkait dengan itu, masalah partisipasi angkatan kerja yang berdampak terhadap angka pengangguran, merupakan persoalan pelik tersendiri yang
dihadapi kabupaten Cianjur. Sebagai gambaran, dari jumlah angkatan kerja yang ada pada tahun 2004, hanya 55,57 persen mereka yang bekerja. Bahkan kondisi
ini turun dari tingkat partisipasi angkatan kerja TPAK tahun 2000 sebesar 57,37 persen, bahkan jauh lebih rendah lagi jika dibanding dengan partisipasi
angkatan kerja tahun 1995 yang sudah mencapai angka 59,31 persen. Tidak mengherankan jika laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Cianjur
pada tahun 2006 ini masih berkutat pada angka 3,82 persen, sebuah angka yang menurut kajian Bappeda masih sangat tidak memadai. Disebut tidak memadai,
karena dengan LPE sebesar itu diperkirakan hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak sekitar 600.000 orang. Bahkan masih menurut hasil kajian
Bappeda, dengan LPE yang tidak memadai itu kini diperkirakan bakal ada penganggur sebanyak sekitar 210.000 orang.
Itulah pula faktor yang selama ini banyak menyebabkan tingginya kemiskinan. Sebagai gambaran, sumber BPS Kabupaten Cianjur mengungkap
bahwa jumlah penduduk kurang beruntung alias miskin di kabupaten yang
25 memiliki basis pertanian dan pariwisata ini masih mencapai angka 651.329 jiwa,
atau mencapai 30,6 persen dari total jumlah penduduk kabupaten Cainjur BPS Cianjur, 2006. Di bawah ini adalah daftar jumlah penduduk miskin menurut
sumber paling akhir, tahun 2006, yang dikeluarkan Kantor Badan Pusat Statistik
BPS Kabupaten Cianjur.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Cianjur Menurut Kecamatan
No Kecamatan
Jumlah Total Penduduk
Jumlah Penduduk
Miskin Prosentase
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
22 23
24 25
26 27
28 29
30 Agrabinta
Leles Sindangbarang
Cidaun Naringgul
Cibinong Cikadu
Tanggeung Kadupandak
Cijati Takokak
Sukanagara Pagelaran
Campaka Campakamulya
Cibeber Warungkondang
Gekbrong Cilaku
Sukaluyu Bojongpicung
Ciranjang Mande
Karangtengah Cianjur
Cugenang Pacet
Cipanas Sukaresmi
Cikalongkulon 38.158
34.600 50.221
63.323 45.436
59.251 36.212
64.430 49.119
32.539 50.661
47.311 86.458
62.650 24.318
117.651 64.701
47.430 90.866
69.004
104.886 88.109
64.654 124.855
151.981 94.325
98.422 91.405
78.006 94.040
13.763 10.590
12.589 15.844
13.540 17.854
12.770 20.464
15.854
9.198 13.893
16.515 27.544
.19.707 6.021
38.167 21.655
15.134 26.098
23.107 29.596
34.327 25.729
35.085 44.456
26.256 23.655
21.507 24.710
35.597 35,94
30,06 25,06
25,02 29,80
30,13 35,26
31,76 32,27
28,26 27,42
34,90 31,85
31,45 24,75
32,44 33,46
31,90 28,72
33,48 28,21
38,95 39,79
28,07 29,25
17,23 24,03
23,52 31,67
37,85
Jumlah 2.125.023
651.239 30,6
Sumber : BPS Cianjur 2006
26 Dari tabel di atas nampak jelas bahwa beberapa kecamatan di Kabupaten
Cianjur ternyata masih memiliki jumlah penduduk miskin dengan proporsinya yang mencolok dibanding kecamatan yang lainnya. Lima kecamatan, yaitu
Mande, Ciranjang, Cikalongkolon, Agrabinta dan Cikadu, merupakan beberapa kecamatan yang cukup parah karena prosentase jumlah penduduk miskinnya
masih berada di atas 35 persen. Itulah pula salah satu tantangan yang akan menjadi penghambat dalam
implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun. Dalam pandangan Robert Chambers
sebagaimana dikutip
Soetrisno 1997,
misalnya, karena
kemiskinannya, mereka sering terpaksa tinggal di daerah yang secara geografis terisolasi dari akses berbagai informasi, termasuk akses kepada pendidikan.
Karena kemiskinannya, mereka sering tidak berdaya ketrika berhadapan dengan mereka yang tidak miskin.
Sebagai bahan perbandingan, di bawah ini adalah potret kemiskinan yang bersumber dari hasil Pendataan keluarga yang setiap tahun dilakukan BKKBN
dan sekaligus merupakan gambaran penduduk dilihat dari tahapan kesejahteraannya sebagai berikut :
Tabel 4.3 Perkembangan Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 Hasil Pendataan Keluarga BKKBN 2001-2007
TAHUN JUMLAH KEPALA
KELAURGA JUMLAH
PRA S DAN KS I 2001
504.927 255.738
50,65 2002
519.734 270.921
52,13 2003
536.805 271.453
50,57 2004
547.426 269.309
49,20 2005
570.047 283.528
49,74 2006
597.792 261.021
45,02
27 Dari tabel di atas nampak bahwa jumlah maupun prosentase keluarga
yang masih tergolong Pra Sejahtera Pra S dan Keluarga Sejahtera 1 KS 1 dengan enam indikatornya, termasuk di dalamnya satu indikator pendidikan,
dari tahun ke tahun masih menunjukan angka yang cukup memprihatinkan. Itulah pula bukti sekaligus tantangan berat lain dalam pelaksanaan Wajar
Dikdas 9 Tahun di kabupaten Cianjur. Disebut tantangan berat, karena salah satu indikator penting sebuah keluarga masuk dalam kategori KS 1 berkait
dengan ketidakmampuannya untuk mengakses pendidikan dasar dengan berbagai alasannya. Sebaginnya tidak bisa mengakses sekolah karena berkait
dengan persoalan ekonomi keluarga mereka, sebagian yang lainnya berkaut dengan persoalan tempat tinggal yang jauh dari lokasi sekolah, dan sebagian
yang lainnya karena persoalan kesadaran atau motivasinya yang kurang, atau memang karena gabungan antara banyak faktor kemiskinan yang memang
melekat pada diri mereka. Seperti kata Amartya Sen 1997, dalam kemiskinan ekonomi selalu melekat kemiskinan secara total; miskin pengetahuan, miskin
kesehatan dan miskin kesadaran. Di situlah kompleksnya menyoal dan mengatasi masalah kemiskinan
Dilihat menurut rincian per kecamatannya, maka potret untuk masing- masing daerah memiliki angka yang satu sama lain berbeda seperti terlihat
dalam tabel di berikut ini:
28
Tabel 4.4 Tabel Keluarga Pra Sejahtera Pra S dan Keluarga Sejahtera I KS 1
Menurut kondisi tiap kecamatan tahun 2006
NO KECAMATAN
JUMLAH KK
PRA S DAN KS I
1 SINDANGBARANG
15,330 4,918
32.08 2
CIDAUN 19,009
6,411 33.73
3 CIBINONG
18,548 6,110
32.94 4
PAGELARAN 24,959
12,651 50.69
5 KADUPANDAK
13,433 5,257
39.13 6
SUKANAGARA 13,313
7,359 55.28
7 CAMPAKA
17,340 7,393
42.64 8
CIBEBER 32,699
12,271 37.53
9 BOJONGPICUNG
29,150 16,324
56.00 10
CIANJUR 37,827
13,749 36.35
11 WARUNGKONDANG
17,364 7,426
42.77 12
CUGENANG 25,481
12,868 50.50
13 KARANGTENGAH
32,343 16,536
51.13 14
CIRANJANG 23,320
13,167 56.46
15 MANDE
18,079 9,458
52.31 16
CIKALONGKULON 23,587
13,688 58.03
17 PACET
22,256 7,711
34.65 18
CILAKU 22,913
8,822 38.50
19 SUKALUYU
18,234 7,717
42.32 20
SUKARESMI 19,741
10,365 52.50
21 TAKOKAK
15,371 6,995
45.51 22
TANGGEUNG 18,610
7,476 40.17
23 CAMPAKAMULYA
7,364 3,750
50.92 24
AGRABINTA 11,946
4,074 34.10
25 NARINGGUL
13,096 4,312
32.93 26
CIKADU 10,028
5,166 51.52
27 GEKBRONG
13,169 6,614
50.22 28
CIPANAS 24,104
9,955 41.30
29 CIJATI
9,742 6,072
62.33 30
LELES 11,436
6,406 56.02
KABUPATEN 579,792
261,021 45.02
29 Melihat angka kemiskinan seperti bisa dilihat dalam tabel di atas nampak
bahwa betapa masih berat beban pembangunan yang harus dihadapi Kabupaten Cianjur saat ini. Beberapa kecamatan seperti Cijati, Cikalongkulon, Leles dan
Ciranjang, merupakan kecamatan yang memiliki beban paling berat karena masih memilki jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I di atas 55, jauh
lebih tinggi di atas rata-rata tingkat kabupaten, 40,02. Sebagai dampaknya, tidak mengherankan jika masalah pendidikan di
Kabupaten Cianjur ini masih berada dalam kondisi yang relatif masih cukup memprihatinkan. Salah satu indikatornya, sumber BPS Cianjur 2006
mengungkapkan bahwa 50 lebih penduduk Cianjur hanya mampu menamatkan pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar atau MI, dan hanya 1,8
yang mampu menamatkan jenjang pendidikan setingkat D1 atau S1. Bahkan yang sangat memprihatinkan, masih ada sekitar 2,3 penduduk
usia 10 tahun ke atas, atau sebanyak 39.820 oang dari sekitar 1.704.488 orang penduduk Cianjur yang diketahui tidak atau belum pernah sekolah. Tidak
mengherankan pula jika di Kabupaten Cianjur ini masih ada penduduk yang berstatus butu huruf, yakni sekitar 3,29. Lengkapnya, berikut ini adalah potret
pencapaian pendidikan penduduk Kabupaten Cianjur usia 10 tahun ke atas, dilihat menurut jenjangnya.
30
Tabel 4.5 Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Status Pendidikan yang ditamatkan dan Jenis Kelamin
Pendidikan yang ditamatkan
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
TidakBelum pernah sekolah
11.528 28.292
39.820 2,33
Tidakbelum tamat 225.119
225.876 450.995
26,45 SDMI
467.157 425.830
892.987 52,39
SLTPMTs 97.342
77.536 174.878
10,26 SLTASMK
66.262 48.746
115.008 6,74
D1S1 18.088
12.712 30.800
1,80 Jumlah
885.496 818.992
1.704.488 100.00
Sumber : BPS Cianjur, Suseda 2006 Bukan hanya itu, dalam bidang kesehatan yang merupakan salah satu
faktor penting yang akan menentukan Indeks Pembangunan Manusia IPM ini juga ternyata masih menunjukan angka yang relatif rendah. Sebagai gambaran,
data terakhir yang dikeluarkan BPS kabupaten Cianjur mengungkap bahwa angka harapan hidup life expectancy at birth yang merupakan indikator
penting pencapaian kesehatan di kabupaten Cianjur ini masih bertengger pada angka 66,0 tahun. Sementara rata-rata lama sekolah rate of year schooling
baru mencapai angka 6,6 tahun. Bahkan jika melihat satu indikator penting yang lainnya, yakni indikator
daya beli, posisi kabupaten Cianjur masih sangat memprhatinkan karena masih bertengger pada angka 54,81. Itu didasarkan kepada komponen daya beli
masyarakat kabupaten Cianjur yang menurut sumber BPS Cianjur 2006 baru mencapai angka Rp.537.160,- perkapita. Inilah pula yang menjadi penyebab
kenapa posisi Indeks Pembangunan Manusia IPM di kabupaten Cianjur
31 sampai dengan tahun 2006 ini baru mencapai angka 67,44 dari target 76 untuk
mendukung pencapaian IPM Jawa Barat sebesar 80 pada tahun 2010. Tabel berikut di bawah ini adalah posisi pencapaian IPM kabupaten
Cianjur hasil Survey BPS yang diselenggarakan pada tahun 2006, diperinci menurut pencapaian tiga indikator penentunya :
Tabel 4.6 : Posisi Pencapaian IPM Kabupeten Cianjur 2006
KOMPONEN ANGKA
INDEKS KOMPONEN
Pendidikan : a. Melek Huruf
b. Rata-rata lama
sekolah 96,79
6,60 79,19
Kesehatan a. Rata-rata Usia
Harapan hidup Waktu lahir
66,0 68,33
Ekonomi – Daya beli a. Kemampuan Daya
beli 537.190
54,81 Indeks Pembangunan
Manusia IPM -
67,44
Sumber: BPS Cianjur 2007 Dengan memperhatikan kondisi obyektif permasalahan dan tantangan
yang dihadapi kabupaten Cianjur itulah, juga mempertimbangkan nilai-nilai yang ada, maka Kabupaten Cianjur telah menetapkan visi dan misi, termasuk
didalamnya strategi pokok sebagai berikut:
1. Visi