98 42.029 anak lulusan SDMI, hanya sekitar 36.237 anak yang melanjutkan,
Dengan demikian, rata-rata setiap tahunnya masih ada sejumlah anak yang tidak melanjutkan ke jenjang SLTP sebanyak 5.792 anak. Itu semua menjadi isyarat
kuat bahwa meskipun prosentase yang melanjutkan sekolah cenderung meningkat setiap tahunnya, tetapi sesungguhnya masih begitu berat tantangan
yang dihadapi dalam program akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten Cianjur ini. Dan hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar –
kalaupun tidak seluruhnya – yang tida melanjutkan sekolah itu adalah anak dari kelaurga miskin dengan karakteristiknya yang begitu kompleks.
3. Peningkatan Angka Partsisipasi
Merujuk kepada salah satu ukuran yang secara umum sering digunakan dalam mengevaluasi pembangunan di bidang pendidikan, inilah indikator
penting lain yang bisa diangkat untuk mengambarkan keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun bagi anak dari
keluarga miskin selama ini. Persisnya, di bawah ini adalah trend angka partisipasi sekolah, baik angka partisipasi kasar APK maupun angka
partisipasi murni APM yang bisa diangkat untuk menjelaskan keberhasilan implementasi Wajar Dikdas pada jenjang SDMI sebagai berikut :
99
20 40
60 80
100 120
2004 2005
2006 2007
2008 APK
APM
Figur 4.26 : Tren Peningkatan Angka Partisipasi Sekolah pada Jenjang Pendidikan SDMI Sederajat
, ,
, -,
, ,-
, 1
2 ,
, ,
, - ,
, 1
2 ,
, , -
, ,
Dari tabel di atas nampak bahwa meskipun pernah mengalami penurunan pada tahun 2007, namun secara umum angka partisipasi kasar APK
untuk jenjang pendidikan dasar SDMI sederajat menunjukan tren peningkatan yang cukup berarti dari 109,67 persen pada tahun 2004 menjadi 111,63 persen
pada tahun 2008, atau peningkatan sebesar 1,96 point persen dalam kurun waktu lima tahun.
Itu semua mengandung arti bahwa implementasi Wajar Dikdas pada jenjang SDMI sederajat yang dilaksanakan selama ini cukup efektif dalam
meningkatkan angka partisipasi sekolah, termasuk partisipasi dari mereka yang usianya di atas 12 tahun, di atas usia SD, namun belum mampu menyelesaikan
pendidikan dasarnya. Seperti dijelaskan Kasubdin PLSPO, Drs Imam Haris, MM, sebagian besar mereka yang mengikuti program Paket A, pendidikan
setara SD, adalah mereka yang umumnya berusia di atas 13 tahun, bahkan ada
Persen
100 yang berusia 16 tahun. Pernyataan itu juga sekaligus menegaskan bahwa
kegiatan pendidikan non-formal yang digulirkan pemerintah cukup efektif dalam program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.
Tren yang sama juga terjadi pada angka partsisipasi murni APM yang mengalami peningkatan dari 87,94 persen pada posisi 2004 menjadi 97,10 pada
tahun 2008, atau peningkatan sebesar 9,16 point persen dalam kurun waktu lima tahun. Itu semua menunjukan bahwa pelaksanaan Wajar Dikdas untuk jenjang
pendidikan dasar 6 tahun, jenjang pendidikan SDMI sederajat, sudah menunjukan keberhasilan yang cukup meyakinkan, meskipun ada sekitar 2,80
persen anak usia 7-12 tahun, atau sekitar 7.380 anak, yang karena drop out atau alasan lainnya ternyata tidak berhasil menamatkan pendidikannya. Dan dari
hasil pengamatan menunjukan bahwa sebagian besar - kalaupun tidak seluruhnya - dari mereka yang terpaksa tidak bisa menamatkan sekolah itu
adalah merupakan anak dari keluarga miskin yang secara khusus akan dibahas lebih jauh dalam bagian berikutnya.
Namun untuk tingkat partisipasi pada tingkat SLTP, jenjang pendidikan dasar 9 tahun, angka pencapaiannya ternyata masih menunjukan trend yang
masih jauh dari yang diharapkan, bahkan masih sangat memprihatinkan seperti bisa ditelaah dalam figur di bawah ini :
101
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2004 2005
2006 2007
2008
APK APM
Figur 4.27 : Tren Peningkatan Angka Partisipasi pada Jenjang Pendidikan SLTP Sederajat
Dari tabel di atas nampak bahwa implementasi Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten Cianjur telah menunjukan hasil yang cukup berarti karena telah
mampu meningkatkan angka partsisipasi. Angka partisipasi kasar APK, misalnya, meningkat dari 76,03 persen pada tahun 2004 menjadi 87,67 persen
pada tahun 2008, atau peningkatan sebesar 11,64 point persen dalam kurun waktu lima tahun.
Absolutnya, angka anak yang ada dibangku sekolah jejang SLTP meningkat dari 100.893 anak pada tahun 2004 menjadi 120.130 pada tahun
2008, atau penambahan sebanyak 19.237 anak dalam periode lima tahun.
, ,
, -,
,- ,
, 1
2 ,-
, ,
, ,
, 1
2 - ,
-, , -
, ,-
Persen
102 Padahal dalam kurun waktu yang sama, jumlah penduduk usia 7-15 tahun
bertambah sebanyak 4.328 jiwa, termasuk didalamnya adalah anak yang kendati usianya sudah melebihi 15 tahun tetapi masih duduk dibangku sekolah jenjang
SLTP. Hal yang sama juga terjadi pada peningkatan angka partisipasi murninya
APM. Persisnya, jumlah anak usia 13-15 tahun yang sedang berada pada bangku sekolah SLTP meningkat dari 91.547 anak pada tahun 2004 menjadi
114.913 anak pada tahun 2008, atau naik 23.366 anak selama periode lima tahun, atau naik dari 68,99 persen pada tahun 2004 menjadi 83,87 persen pada
tahun 2008, atau naik sebesar 14,88 persen dalam kurun waktu lima tahun. Seperti juga terlihat pada angka partisipasi tingkat SDMI, terdapat
perbedaan antara pencapaian angka partisipasi kasar APK yang lebih tinggi dengan angka partisipasi murni APM yang lebih rendah. Itu semua
menunjukan bahwa sebagian diantara anak yang selama ini aktif berada pada bangku SLTP, adalah mereka yang umurnya di atas 15 tahun. Itulah pula anak-
anak yang selama ini banyak ditampung dalam pendidikan jalur nom formal seperti paket B dalam wadah PKBM. Tidak berlebihan pula jika implementasi
kebijakan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun selama ini cukup besar sumbangannya
dalam membantu
meningkatkan pencapaian
Indeks Pembangunan Manusia IPM sebagimana bisa ditelaah dalam dalam tebel
berikut ini :
103 Figure... Sumbangan kinerja Wajar Dikdas 9 tahun terhadap Peningkatan
IPM Kabupaten Cianjur Tahun
RLS Melek Huruf
Indeks Pendidikan
IPM 2004
6,42 96,51
78,61 66,18
2005 6,47
96,67 78,82
66,79 2006
6,60 96,79
79,19 67,44
2007 6,88
97,46 80,26
68,28 2008
6,92 92,66
80,48 68,72
Sumber : Bappeda Kabupaten Cianjur 2008
Namun kendatipun setiap tahunnya terjadi peningkatan yang cukup
signifikan, namun posisi APK maupun APM Kabupaten Cianjur untuk tingkat SLTP ini ternyata masih menunjukan angka yang jauh dari yang diharapkan,
lebih-lebih jika dikaitkan dengan target yang telah ditetapkan sebagaimana bisa ditelaah dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.27 : Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah SLTP dibanding Target yang Telah ditetapkan
NO INDIKATOR
POSISI 2004
TARGET 2008
PENCAPAIAN 2008
KETERANGAN
1 Angka
Partisipasi Kasar
APK 76,03
104 87,67
Minus 16,33 point persen dibanding
target
2 Angka
Partisipasi Murni
APM 68,99
96,40 83,87
Minus 12,53 point persen dibanding
target
Apa yang bisa ditegaskan dari figur di atas adalah bahwa meskipun implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun selama ini telah menunjukan
hasil yang efektif yang antara lain ditandai dengan adanya peningkatan angka partisipasi, baik angka partisipasi kasar APK atau angka partisipasi murninya
APM, namun jika dibandingkan dengan target yang telah ditentukan sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka angka
104 pencapaiannya ternyata masih menunjukan angka yang jauh dari yang
diharapkan. Meminjam istilahnya Andrew Dunsire, dalam Wahab 1997:61, masih ada “Implementation gap” atau kesenjangan antara kinerja yang
diharapkan dengan realitas hasil yang dicapai sebagai akibat dari adanya “implementation capacity” dari para pelaku kebijakan.
Persisnya, dari target APK tahun 2008 sebesar 104 persen, ternyata hanya bisa dicapai sebesar 87,67 persen, atau masih terdapat kesenjangan atau
kekurangan sebesar 16,33 poin persen. Hal yang sama terjadi pada pencapaian APM. Dari target tahun 2008 sebesar 96,40 persen, ternyata hanya bisa dicapai
angka 83,87 persen, atau masih kekurangan sebesar 12,53 point persen. Fakta di atas sekaligus memperkuat apa yang dikatakan Eugene Bardach
1991 dalam Leo Agustino 2006 yang mengatakan “adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas
kertas. Namun yang paling sulit adalah melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan semua orang”
Singkatnya, meskipun implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun melaui berbagai bentuk programnya telah berhasil menyentuh dan sekaligus
membantu meningkatkan akses anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar sebagai bagian dari haknya, termasuk sangat membantu dalam
meningkatkan rata-rata lama sekolah RLS sebagai salah satu indikator peningkatan IPM, namun masih banyak diantara mereka yang karena
kemiskinan dengan karakteristiknya yang begitu kompleks itu ternyata belum tersentuh. Karenanya, efektivitas implementasi kebijakan percepatan Wajar
Dikdas 9 tahun selama ini layak dipersoalkan, atau paling tidak dipertanyakan.
105 Tegasnya, dari dimensi equality-nya, selama ini pemerintah, melalui
kebijakan-kebijakannya, telah memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh anak, termasuk anak dari keluarga miskin untuk memperoleh
kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan dasarnya. Namun karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, pemerintah belum mampu
memenuhi semua tuntutan dan kebutuhan pendidikan mereka sehingga aspek efektivitas kinerja kebijakan dilihat dari dimensi “equity”-nya masih
menyisakan banyak beban dan garapan.
G. Potret Anak dari Keluarga Miskin yang Belum Tersentuh Kebijakan