Kronologi Informan “PDA” Mengidap Insomnia

75 salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia”. Hasil Wawancara 14 Agustus 2016 Mengatasi kondisi tersebut tentunya tidak mudah bagi YS. Awal mula YS tidak menyangka jika mengidap insomnia. Cara YS mengatasi kesulitan tidurnya dalah dengan mengkonsumsi obat tidur tanpa anjuran dokter. Kondisi tersebut informan YS lalukan selama kurang lebih 3 tahun. Mengingat lamanya waktu dan belum ada perubahan akhirnya informan YS memutuskan untuk berobat ke dokter syaraf. Obat yang diberikan pada dokter syaraf memang memberikan efek yang berbeda dibanding obat tidur yang digunakan sebelumnya. Waktu tidur YS relatif lebih lama akan tetapi YS hanya bisa tertidur pada dini hari. Obat tersebut juga menyebabkan YS mengalami ketergantungan dan dosis yang diminum pun lambat laun meningkat karena sudah tidak memberikan efek kepada YS. Berikut penuturannya: “Awalnya saya susah tidur lalu mengobati sendiri seperti minum obat tidur biasa yang dijual bebas. Namun sudah banyak obat yang saya coba namun tidak ada efeknya sama sekali. Itu saya lakukan selama 3 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2010. Karena tidak ada efek atau perubahan sama sekali, saya kemudian periksa ke dokter syaraf. Saya diberi obat “diasepam” . sejak diberi obat tersebut saya bisa tidur dan nyenyak tidurnya. Kuantitas tidurnya sekitar 4 – 8 jam. Namun, saya dapat memulai tidur juga pagi sekitar subuh baru bisa tidur, kadang juga bisa normal, sehabis tengah malam sudah bisa tidur. namun, semakin lama semakin ketergantungan, dosisnya yang awalnya satu obat saja sudah membuat saya tidur, lama – lama tidak berefek, saya tidak bisa tidur lagi”. Hasil Wawancara 14 Agustus 2016 Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa informan mengalami insomnia sudah 9 tahun sejak tahun 2007 sampai tahun 2016. Insomnia tersebut berawal dari kurangnya perhatian orang 76 tua karena ibunya meninggal dunia dan ayahnya menikah lagi. Ibu sambung informan “YS” dianggap “YS” sebagai masalah karena setelah menikah dengan ayahnya, ibu sambung tersebut mengatur segala hal sampai ke kehidupan pribadi “YS”. Kondisi ini membuat “YS” kurang nyaman dan merasakan kasih sayang yang berbeda dari kasih sayang ibu kandung “YS”. Setiap hari terjadi pertengkaran di rumah dan membuat YS dan adik-adik selalu disalahkan oleh ayahnya akibat pegaduan ibu sambungnya. Informan “YS” mulai mengalami stress dan melarikan diri ke pergaulan bebas hingga terjerumus narkoba dan mulai mengalami insomnia. Lambat laun insomnia informan “YS” tidak kunjung sembuh, dan menjadikan informan “YS” menjadi orang depresi, mudah panik, ragu-ragu mengambil keputusan, suka menyendiri, dan sulit berkomunikasi dengan orang baru. Informan “YS” hingga saat ini masih tercatat sebagai pasien RS Kustati di Solo. Selama pengobatan disana, informan “YS” mengobati insomnia sekaligus depresi dan diberi obat “sentralin” sebagai obat anti depresi, obat “alprazolam” sebagai obat penenang atau agar tidak panik, dan obat “clozapine” sebagai obat tidur. Sejak mengkonsumsi obat tersebut, informan “YS” bisa tidur dengan nyenyak, akan tetapi dokter yang merawat sedang mengurangi dosis yang diberikan supaya informan “YS” tidak mengalami ketegantungan terhadap obat-obatan tersebut.