Kronologi Informan “RA” Mengidap Insomnia

70 “Saya melakukan kegiatan malam saya setiap hari. Hal itu menjadi kebiasaan. Karena waktu itu masih sekolah dan sekolahnya dekat dengan rumah jadi saya tidak kos, sehingga orang tua masih mengurus saya, misalkan dibangunkan pagi untuk ke sekolah, walau mengantuk dan di kelas suka tidur, saya masih bisa mengikuti pelajarannya, meskipun dengan menyontek teman misalkan. Setelah kuliah pergaulan semakin tidak terkendali, semakin bebas juga karena jauh dari orang tua”. Hasil Wawancara 18 Juli 2016 Kebiasaan baru informan semenjak tidak tinggal satu atap dengan orang tua tanpa disadari membawa dampak negatif tersendiri. Informan “RA” mulai mengkonsumsi narkoba dan pada akhirnya kecanduan. Dampak negatif lainnya selain kecanduan adalah informan “RA” merasa jika kecanduannya mengkonsumsi narkoba membuat informan kesulitan untuk tidur karena jenis narkoba yang dikonsumsi justru mampu membuat informan bertahan atau terjaga hingga berhari-hari. Berikut penuturannya: “Saya mulai kenal dengan obat- obatan dan memakai narkoba. Saya hanya penasaran awalnya, dan saya juga ingin menghilangkan stress. Namun saya menjadi ketagihan, dan saya memakai narkoba sangat sering, bisa seminggu dua atau tiga kali. Dan karena narkoba tersebut saya semakin tidak bisa tidur. Saya tidak punya rasa kantuk, bahkan saya tidak tidur selama tiga hari, sama sekali tidak tidur. Pernah juga karena terlalu banyak dosis, saya malah tidak tidur selama dua minggu, bisa tidur mungkin hanya 5 menit atau 10 menit. Saya mengkonsumsi obat-obatan selama 1,5 tahun. Saya mendapatkannya dari teman saya yang juga pemakai sekaligus pengedar”. Hasil Wawancara 18 Juli 2016 Informan “RA” mengalami insomnia selain karena pergaulan bebas juga disebabkan kekurangan perhatian dari keluarga. Informan merasa kekurangan kasih sayang dari keluarga dan orang tua. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi informan yang kos sehingga membuat orang 71 tua dan keluarga jarang memberikan perhatian kepada informan meskipun hanya sekedar untuk menelepon, mengirim pesan singkat, mengunjungi informan atau sekedar menyakan kabar kapan informan pulang kerumah. Orang tua informan mempunyai anggapan bahwa anak laki-laki tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena mampu menjaga dirinya sendiri. Persepsi tersebut ternyata dimaknai lain oleh informan “RA”. Informan merasa diabaikan dan tidak diperhatian karena informan sebagai anak laki-laki dianggap mampu menjaga diri dibandingkan dengan saudara perempuannya. Berikut penuturannya: “Selain pergaulan bebas, saya juga ada masalah keluarga yang membuat saya depresi dan menjadikan saya gelisah, tidak tenang, banyak pikiram, sehingga insomnia saya semakin menjadi-jadi. Jadi, orang tua saya tidak begitu peduli dengan saya, karena saya anak laki –laki dan dianggap sudah dewasa maka mereka semakin acuh. Padahal sebagai anak, saya juga ingin diperhatiikan orang tua walau saya sudah dewasa dan sebagai laki-laki. Minimal orang tua menanyakan bagaimana keadaan saya, kapan pulang kerumah, seperti itu saja saya sudah senang, namun orang tua saya tidak pernah menanyakan seperti itu. Apalagi ketika saya kos, orang tua semakin tidak peduli semakin saya merasa tidak disayangi dan hal itu menjadi pikiran saya. Orang tua saya seperti itu bukan karena sibuk, ibu saya guru SD ayah saya wiraswasta, jadi kesibukan mereka masih wajar, namun orang tua saya itu punya persepsi bahwa anak laki- laki bisa menjaga diri”. Hasil Wawancara 18 Juli 2016 Hal ini sejalan dengan hasil wawancara pada berikut penuturan informan “KA” yang menyatakan bahwa: “RA sangat kasihan karena tidak dapat tidur meskipun dia merasa mengantuk. RA mengalami semua itu sebetulnya hanya karena kurang kasih sayang saja. RA mencoba mencari kasih sayang di luar rumah dengan mengikuti pergaulan bebas dan terjerumus narkoba. Kondisi ini tidak membuat RA sembuh justru memperparah insomnia RA. RA pernah terjaga selama 2 sampai 3 hari”. Hasil Wawancara 26 Juli 2016 72 Informan “KA” diketahui sebagai teman kos informan “RA”. Diantara seluruh teman kos informan “KA” merupakan teman yang paling dekat dengan RA. Selain itu, informan “KA” juga merupakan teman sekampus dan sekelas informan “RA”. “KA” merupakan orang yang paling dekat dengan RA dari awal perkuliahan hingga semester 9. Dalam wawancaranya informan “KA” juga menjelaskan bahwa: “RA itu insomnianya sudah parah dan sangat mengganggu aktivitas belajarnya. Seluruh kegiatan belajarnya berantakan dan menjadi tidak termotivasi untuk melanjutkan perkuliahan. RA bisa insomnia karena pergaulan bebas dan kurang kasih sayang dari orang tu anya”. Hasil Wawancara 28 Juli 2016 Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa informan “RA” mengalami insomnia sejak kelas 2 SMA dan berlanjut saat informan memasuki jenjang perkuliahan hingga semester 9 saat ini. Awal mulanya kondisi ini terjadi ketika informan mulai merasa stress diabaikan oleh orang tua dan munculnya anggapan orang tua informan bahwa sebagai anak laki-laki mampu menjaga diri sendiri sehingga tidak perlu lagi perhatian dari orang tua. Kondisi ini membuat informan stress dan mencoba mencari pengalihan kasih sayang melalui pergaulan bebas informan. Pergaulan bebas tersebut dilakukan pada sore hari dan pulang pagi hari. Kondisi ini diperparah dengan kondisi informan yang tidak tinggal satu atap dengan orang tua sehingga pergaulan bebas pun menjadi-jadi. Tidak hanya sekedar nongkrong akan tetapi informan sudah berani mencoba mengkonsumsi narkoba dan akhirnya kecanduan. Kondisi ini justru memperburuk insomnia informan karena narkoba 73 tersebut justru mampu membuat informan bertahan hingga berhari-hari tanpa tertidur.

b. Kronologi Informan “PDA” Mengidap Insomnia

Insomnia yang dialami PDA semenjak perkuliahan dimulai, akan tetapi PDA belum pernah melakukan pemeriksaan secara langsung ke dokter hanya berkonsultasi saja ke teman kuliahnya yang tercatat sebagai mahasiswa kedokteran dan masih Koas. Gejala yang dialami oleh PDA adalah kesulitan tidur dimalam hari dan dapat tertidur menjelang pagi hari serta tidur yang dirasakan tidak berkualitas. Hal yang dirasakan PDA adalah ketika tidurnya tidak nyenyak sehingga setelah bangun badan terasa pegal-pegal dan lemas. Hasil wawancara dengan informan “PDA” menuturkan bahwa: “Saya mengalami insomnia sejak perkuliahan di mulai”. Hasil Wawancara 01 Agustus 2016 Informan “PDA” menambahkan dalam wawancaranya bahwa: “Saya susah tidur di malam hari, dan jika bisa tidur itu di pagi hari, itupun tidurnya tidak berkualitas, karena sering terbangun dan tidak nyenyak. Kalaupun bisa tidur, tetap saja saya merasa kurang tidur, masih tidak enak badannya, pegal- pegal, dan lemas”. Hasil Wawancara 01 Agustus 2016 Lebih lanjut informan “PDA” menjelaskan bahwa: “Saya belum pernah periksa, namun saya pernah konsultasi dengan teman saya di fakultas psikologi tentang hal-hal yang saya alami dan dia mengatakan jika saya termasuk seseorang yang mengalami insomnia”. Hasil Wawancara 01 Agustus 2016 Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa informan “PDA” mengalami insomnia semenjak memasuki bangku 74 perkuliahan. Informan “PDA” mengidap insomnia dikarenakan faktor pergaulan yang membiasakan diri keluar pada malam hari bersama teman-temannya. Informan “PDA” bisa tertidur setiap harinya akan tetapi ketika sudah pagi hari dan hanya 2-3 jam setiap harinya. Informan “PDA” belum pernah memeriksakan diri ke dokter dan belum pernah juga mencoba mengobati insomnia yang di alami karena takut ketergantungan.

c. Kronologi Informan “YS” Mengidap Insomnia

YS adalah mahasiswa S2 jurusan ekonomi. Berbeda dengan kedua informan lainnya informan YS merupakan informan yang paling lama mengidap insomnia dan akut. Informan YS mengalami insomnia semenjak 9 tahun lalu dikarenakan faktor keluarga. Berikut penuturannya: “Saya mengalami insomnia sudah 9 tahun sejak tahun 2007 sampai tahun 2016 ”. Hasil Wawancara, 14 Agustus 2016 YS mengalami insomnia setelah ibu YS meninggal dunia dan ayah YS menikah kembali. Sebetulnya ini bukan menjadi permasalahan bagi YS. Permasalahan muncul ketika ibu sambung YS mulai mengatur YS dan selalu melaporkan ke ayahnya dan membuat ayah YS marah sehingga memicu pertengkaran dirumah. Kondisi ini membuat YS stress, sedih tertekan, dan komunikasi dengan ayah YS juga berjalan tidak baik. Berikut penuturannya: “Saya mengalami insomnia setelah ibu meninggal dunia dan ayah menikah kembali. Stres, tekanan, emosi dan depresi merupakan 75 salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia”. Hasil Wawancara 14 Agustus 2016 Mengatasi kondisi tersebut tentunya tidak mudah bagi YS. Awal mula YS tidak menyangka jika mengidap insomnia. Cara YS mengatasi kesulitan tidurnya dalah dengan mengkonsumsi obat tidur tanpa anjuran dokter. Kondisi tersebut informan YS lalukan selama kurang lebih 3 tahun. Mengingat lamanya waktu dan belum ada perubahan akhirnya informan YS memutuskan untuk berobat ke dokter syaraf. Obat yang diberikan pada dokter syaraf memang memberikan efek yang berbeda dibanding obat tidur yang digunakan sebelumnya. Waktu tidur YS relatif lebih lama akan tetapi YS hanya bisa tertidur pada dini hari. Obat tersebut juga menyebabkan YS mengalami ketergantungan dan dosis yang diminum pun lambat laun meningkat karena sudah tidak memberikan efek kepada YS. Berikut penuturannya: “Awalnya saya susah tidur lalu mengobati sendiri seperti minum obat tidur biasa yang dijual bebas. Namun sudah banyak obat yang saya coba namun tidak ada efeknya sama sekali. Itu saya lakukan selama 3 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2010. Karena tidak ada efek atau perubahan sama sekali, saya kemudian periksa ke dokter syaraf. Saya diberi obat “diasepam” . sejak diberi obat tersebut saya bisa tidur dan nyenyak tidurnya. Kuantitas tidurnya sekitar 4 – 8 jam. Namun, saya dapat memulai tidur juga pagi sekitar subuh baru bisa tidur, kadang juga bisa normal, sehabis tengah malam sudah bisa tidur. namun, semakin lama semakin ketergantungan, dosisnya yang awalnya satu obat saja sudah membuat saya tidur, lama – lama tidak berefek, saya tidak bisa tidur lagi”. Hasil Wawancara 14 Agustus 2016 Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa informan mengalami insomnia sudah 9 tahun sejak tahun 2007 sampai tahun 2016. Insomnia tersebut berawal dari kurangnya perhatian orang