caranya sendiri. Karena itu guru harus menjadikan semua siswa nomor satu dalam diri guru.
3 Dengan Kekerasan
Mendidik dengan kekerasan adalah sesuatu yang tidak baik. Banyak siswa yang semakin sadar tentang pentingnya penghargaan atas dirinya sendiri, salah satunya dengan
bersikap tegas ketika guru melakukan tindak kekerasan umumnya secara fisik kepadanya. Mungkin awalnya siswa akan mencoba bertahan, tapi bila guru kembali
mengulangi tindakan itu, siswa akan meninggalkan guru. Mereka yakin, masih banyak guru lain yang bisa menghargainya jauh lebih baik daripada guru yang penuh kekerasan.
Oleh karenanya didiklah siswa itu dengan penuh kasih sayang dan berilah penghargaan setiap prestasi yang dilakukannya.
4 Mengabaikan Hal-Hal Yang Dianggap Penting
Jangan suka mengabaikan sesuatu yang penting walau itu kecil nilainya. Siswa menyukai hal-hal detail, misal dipuji karena rambutnya, bajunya, senyumnya, hari ulang
tahunnya, atau hal-hal istimewa lainnya. Hati-hati bila guru menganggap semua ini sebagai hal remeh, apalagi bila selama ini siswa selalu perhatian terhadap guru. Bila guru
tidak pernah menghargai apa yang sudah dilakukan siswa untuk guru dan mengabaikan hal-hal yang dianggapnya penting, bersiaplah menghadapi pemberontakan hebat dari
siswa. Siswa adalah juga manusia yang mempunyai hati nurani. 5
Tidak Sesuai dengan Kenyataan Bila seorang guru tidak sesuai memberikan nilai harian dengan nilai rapotnya
siswa mungkin akan berontak, apalagi nilai yang diberikan itu merugikannya. Siswa akan berontak ketika nilai pelajaran yang diperolehnya tidak sesuai antara yang tertulis
diraport dan kenyataan sehari-hari di kelas. Apalagi, siswa mengetahui bahwa temannya yang dianggap lebih kurang pintar di kelas malah mendapatkan nilai baik di raport.
6 Berawal dari Julukan
Memberikan julukan dengan gelar yang tidak baik itu dilarang dalam agama Islam. Dalam dunia pendidikan, siswa akan berontak jika terus-menerus dijuluki sesuatu
yang tidak cocok dengan hatinya, misal, guru memanggil siswa dengan Si kurus, Si
Kribo, Si Hitam, Si Gendut. Siswa lebih senang dipanggil dengan namanya dan panggilan yang bersifat positif atau dengan nama atau gelar yang baik.
7 Digunjingkan dengan Orang Lain
Menggunjing atau menceritakan kejelekan orang lain itu adalah suatu perbuatan yang buruk. Dalam Islam diistilahkan sama dengan memakan daging saudaranya sendiri.
Pemberontakan siswa bisa terjadi jika guru menggunjingkan siswa kepada siswa lain atau guru lain tentang sesuatu yang buruk. Siswa akan marah saat mendengar bahwa guru
berbicara atas namanya berkaitan dengan ketidakmampuan, keboborokkan, dan kejelekkan dirinya kepada orang lain.
8 Dipermalukan di Depan Kelas
Mempermalukan siswa didepan kelas adalah suatu tindakan yang kurang baik. Mungkin maksud guru agar siswa lain juga tidak berbuat negatif seperti yang sedang
disetrap atau dimarahi. Namun bagi siswa, perbuatan guru itu terasa menyayat hati. Suatu saat siswa akan menarik diri dari ikatan wibawa guru dan dapat berubah menjadi
pemberontakan.
70
h. Menyontek dalam Ujian
Telah kita ketahui bersama bahwa budaya mencontek di kalangan pelajar sudah hal yang wajar bahkan seolah-olah sudah menjadi tradisi. Bahkan ketika Ujian Nasional
pun tradisi contek-mencontek tidak penah ditinggalkan. Dengan alasan standar kelulusan semakin tinggi sehingga perbuatan contek-mencontek di halalkan. Mencontek sering kali
diartikan sebagai bentuk solidaritas. Tapi solidaritas ini sering disalahartikan yaitu bagaimana kita membantu teman, baik dalam hal positif maupun negatif. Jika solidaritas
diartikan sebagai solidaritas yang positif maka akan berdampak poositif juga, yaitu semakin eratnya rasa persatuan. Tapi jika solidaritas disalah artikan dengan memberikan
contekan kepada teman tentu saja ini akan menyimpang arti dari solidaritas yang sebenarnya. Biasanya mereka beranggapan jika tidak memberikan contekan maka akan di
anggap pelit dan tidak mempunyai teman. Hal ini yang membuat kita serba salah sehingga kita tetap mencontek meskipun kita tahu bahwa apa yang kita lakukan adalah
hal yang salah.
70
Prayitno, Dasar-Dasar, h. 59-60.
Sadar atau tidak mencontek dapat mendatangkan bahaya baik jangka pendek maupun jangka panjang, baik bagi penyontek maupun yang dicontek Bila seorang siswa
terbiasa mencontek, maka kebiasaan itulah yang akan membentuk dirinya. Beberapa karakter yang dapat dihasilkan dari kegiatan mencontek antara lain mengambil milik
orang lain tanpa ijin, menyepelekan, senang jalan pintas dan malas berusaha keras. Bisa dipastikan, saat siswa sudah dewasa dan hidup sendiri, tabiat-tabiat hasil perilaku
mencontek mulai diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti mencuri, korupsi, manajemen buruk, pemalas tapi ingin jabatan dan pedapatan tinggi.
Menurut Muhammad Abduh Tuasikal, menyontek adalah suatu perbuatan atau cara-cara yang tidak jujur, curang, dan menghalalkan segala cara yang dilakukan
seseorang untuk mencapai nilai yang terbaik dalam menyelesaikan tugas terutama pada ulangan atau ujian ini hukumnya haram dan berdosa.
71
Mencontek dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu mencontek dengan usaha sendiri dengan membuka buku catatan atau membuat berbagai catatan kecil yang
ditulis pada kertas kecil, menulis di tangan atau di tempat lain yang dianggap aman dan tidak diketahui oleh guru atau pengawas. Dan yang kedua yaitu dengan meminta bantuan
teman. Misalnya dengan meniru jawaban dari teman atau dengan berkompromi menggunakan berbagai macam kode tertentu, member dan menerima jawaban dari pihak
luar serta mencari bocoran soal. Seiring perkembangan saat ini mencontek dapat ditemukan dalam bentuk
perjokian seperti kasus yang sering terjadi dalam Ujian Nasional, UMPTNSMPTN, memberi lilin atau pelumas pada lembar jawaban komputer atau menebarkan atom
magnet dengan maksud agar mesin scanner komputer dapat terkecoh ketika membaca lembar jawaban sehingga gagal mendeteksi jawaban yang salah atau menganggap semua
jawaban benar. Dan banyak cara-cara yang sifatnya spekulatif maupun rasional. Kenyataannya praktik mencontek banyak macamnya, dimulai dari bentuk yang
sederhana sampai dalam bentuk yang canggih. Teknik mencontek tampaknya mengikuti pula perkembangan teknologi, artinya semakin canggih teknologi yang dilibatkan dalam
pendidikan semakin canggih pula bentuk mencontek yang bakal menyertainya. Bervariasi
71
Dody Hartanto, Bimbingan Konseling Menyontek: Mengungkap Akar Masalah dan Solusinya, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, h. 20.
dan beragamnya bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai mencontek maka sekilas dapat diduga bahwa hampir semua pelajar pernah melakukan mencontek
meskipun mungkin wujudnya sangat sederhana dan sudah dalam kategori yang dapat ditolerir atau dimaklumi.
Mencontek walaupun dapat dikatakan cara sederhana ataupun dengan cara yang canggih, dari sesuatu yang sangat tercela sampai yang mungkin dapat ditolerir, tetap
dianggap oleh masyarakat umum sebagai perbuatan ketidakjujuran, perbuatan curang yang bertentangan dengan moral dan etika serta tercela untuk dilakukan oleh seseorang
yang terpelajar. Tinjauan Pskologi Tentang Mencontek, pada saat dorongan tingkah laku
mencontek muncul, terjadilah proses atensi, yaitu muncul ketertarikan terhadap dorongan karena adanya harapan mengenai hasil yang akan dicapai jika ia mencontek. Pada proses
retensi, faktor-faktor yang memberikan atensi terhadap stimulus perilaku mencontek itu menjadi sebuah informasi baru atau digunakan untuk mengingat kembali pengetahuan
maupun pengalaman mengenai perilaku mencontek, baik secara maya imaginary maupun nyata.
72
Sering digunakan pertimbangan-pertimbangan adalah nilai-nilai agama yang akan memunculkan perasaan bersalah dan perasaan berdosa, kepuasan diri terhadap prestasi
akademik yang dimilikinya, dan juga karena sistem pengawasan ujian, kondusif atau tidak untuk mencontek. Masalah kepuasan prestasi akademik juga akan menjadi sebuah
konsekuensi yang mungkin menjadi pertimbangan bagi seseorang untuk mencontek. Bila ia mencontek, maka ia menjadi tidak puas dengan hasil yang diperolehnya karena dia
merasa tetap bersalah karena hasil nilai yang diperolehnya bukan dari jawaban dirinya sendiri.
Sesungguhnya nilai hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan sejatinya adalah sebuah
proses manusia mencari pencerahan dari ketidaktahuan. Saat ini mencontek terlanjur dianggap sepele oleh masyarakat. Padahal, bahayanya sangat luar biasa. Bahaya buat
anak didik sekaligus untuk masa depan pendidikan Indonesia.
72
Ibid, h. 22