Datang Terlambat Perubahan Perilaku Siswa yang Menyimpang Setelah Menerima Layanan

d. Berkelahi

P erkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja secara psikologis digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja dan merupakan penyimpangan perilaku. Penyimpangan dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik. Pada delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada delikuensi sistematik, para siswa remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Biasanya ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Tinjauan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam diri individu sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Di MAN 1 Medan terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang siswa terlibat perkelahian. 1 Faktor internal. Siswa yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Yang dimaksud dengan kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada siswa remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada siswa yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan dari orang lain. 2 Faktor keluarga. Faktor keluarga juga turut mempengaruhi siswa suka berkelahi. Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan entah antar orang tua atau pada anaknya jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman- temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang diajarkan kepadanya. 3 Faktor sekolah. Siswa yang mendapatkan pengakuan yang berbeda dari gurunya juga turut mempengaruhi perkelahian. Sebagai contoh seorang yang selalu dipuji oleh guru karena kebaikan dan kerajinan dengan siswa yang pemalas dan kurang pintar bisa berlanjut dengan ejek-mengejek dan berujung pada perkelahian. 4 Faktor lingkungan. Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi siswa berkelahi. Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari siswa remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk misalnya narkoba. Begitu pula sarana transportasi umum yang sering tidak mengahargai pelajar. Juga lingkungan yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi di kalangan siswa. 67 Akibat berkelahi itu bisa sangat fatal, ada yang luka, memar, patah dan bisa meninggal dunia. Telah banyak diberitakan baik televisi maupun cetak akibat perkelahian itu bisa menimbulkan dendam dan berujung pada kematian. Oleh kerenanya bagi siswa yang terlibat perkelahian harus cepat diselesaikan jangan dibiarkan berlarut- 67 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling Jakarta: Rineka Cipta,1999, h. 64. larut dan dipestikan tidak ada lagi dendam di antara mereka. Di MAN 1 Medan sangat jarang dijumpai siswa yang berkelahi dalam satu tahun belum tentu ada siswa yang berkelahi namun jika ada maka cepat-cepat diselesaikan oleh guru bimbingan dan konseling serta orang-orang yang terlibat di dalamnya.

e. Tidak salat berjamaah pada waktu zuhur

Di MAN 1 Medan ada masjid yang sedang dibangun. Pembangunan masjid ini dimulai sejak dua tahun yang lalu. Sebagai ketua panitia pembangunan tahap pertamanya adalah penulis sendiri. Pembangunan masjid ini dilaksanakan beberapa tahap dan saat ini ketua panitianya ditangani langsung oleh kepala MAN 1 Medan H. Ali Masran Daulay, S.Pd, MA. Posisi masjid yang sedang dibangun ini tertetak sebelah utara di bahagian depan MAN 1 Medan. ukuran masjid ini 12x16 M dengan dua lantai. Lantai pertama digunakan untuk salat laki-laki dan lantai dua untuk salat perempuan. Sebelum masjid ini berdiri MAN 1 Medan belum mempunyai masjid yang memadai, hanya ada ruangan kelas di lantai dua yang dijadikan tempat salat zuhur - ashar berjamaah dan juga salat jumat, namun terasa tidak memadai baik ukuran luasnya maupun dari segi kenyamanannya. Sejak MAN 1 Medan ini berdiri sudah diwajibkan siswa dan guru untuk salat berjaah di mushalla maupun di dalam kelas sewaktu azan zuhur berkumandang. Namun masih saja terlihat ada siswa walaupun azan berkumandang dia masih duduk-duduk bercerita dengan temannya sampai azan selesai. Padahal yang seharusnya adalah sewaktu azan berkumandang ia segera berwuduk dan salat berjaah baik di masjid maupun di kelas masing-masing. Ketika ada guru yang mengajaknya segera ke masjid dan melaksanakan salat berjamaah ia mengatakan ya pak sebentar lagi, sampailah pada akhirnya waktu istirahat selama 40 menit itu habis. Seharusnya waktu yang singkat itu dapat dipergunakan untuk salat berjamaah dan makan siang. Peraturan di MAN 1 Medan semua siswa, guru dan pegawai yang tidak mempunyai halangan wajib untuk melaksanakan salat berjamaah sewaktu azan berkumandang. Namun pada kenyataannya masih ada siswa waktu azan zuhur, siswa