Melawan Kepada Guru Penerapan Konseling Islami Terhadap Perilaku Menyimpang Dikalangan Siswa MAN 1 Medan?
Kasus
Siswa dan siswi MAN 1 Medan yang berpacaran setelah mendapatkan layanan konseling Islami dari guru BK di MAN 1 Medan mengalami perubahan perilaku yang
positif yaitu tidak lagi berduaan di tempat yang sunyi atau pacaran. Hal ini dikarenakan mereka menyadari bahwa pacaran itu haram hukumnya karena dekat dengan zina.
Mereka menyadari diusia sekolah mereka harus memfokuskan waktu untuk belajar bukan untuk pacaran.
Mereka ingat apa yang disampaikan oleh guru BK selama masih muda harus pandai menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya untuk menuntut ilmu pengetahuan,
mengejar cita-cita yang terbentang luas di masa depan, jika sudah sarjana dan sudah punya penghasilan barulah boleh mencari pasangan untuk pendamping hidup.
Siswa yang berpacaran, dapat terselamatkan berkat bimbingan dan konseling Islami dari guru BK yang ada di MAN 1 Medan, sehingga mereka keluar dari
permasalahannya, mereka tidak pernah lagi kelihatan “mojok” atau berduan di tempat
yang sunyi. Kelihatan mereka lebih fokus dalam belajar dan tidak pernah ada lagi pengaduan yang kurang baik dari teman sekelasnya maupun dari guru-guru.
Pacaran sesungguhnya tidak dikenal dalam konsep Islam. Dalam Islam ketika seseorang yang sudah mampu untuk menikah, baik lahir maupun batin dibolehkan
ta’arruf kenalan atau saling kenal dengan pasangan lawan jenis yang disukai, namun ada batas-batas tertentu seperti tidak dibolehkan berduaan dan saling berdekatan,
bersentuhan dan harus saling menutup dan menjaga aurat. Pacaran yang diartikan oleh kebanyakan generasi muda saat ini telah jauh
menyimpang dari ajaran Islam. Dimana kebanyakan gaya berpacaran anak muda secara umum saat ini berduaan ditempat yang sunyi, seperti dipojok pojok gedung atau ruangan,
di warnet, warung kafe-kafe, diskotik dan tempat-tempat hiburan lainnya. Sedangkan yang mereka lakukan ditempat tersebut di atas sudah mendekati kepada zina bahkan tidak
sedikit yang terjerumus kepada perzinahan, dan ini adalah suatu penyimpangan perilaku dikalangan remaja.
Banyak faktor mulai dari perkembangan dan kemudahan IPTEK sampai kurangnya pengetahuan remaja menyebabkan perilaku penyimpanagan seksual merajalela
di lingkungan kita. Namun begitu, banyak remaja tidak mengindahkan bahkan tidak tahu
dampak dari perilaku seksual mereka terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu yang lebih panjang. Berikut dampak perilaku seksual
remaja pranikah. 1
Hamil yang tidak dikehendaki Unwanted pregnancy 2
Penyakit menular seksual PMS – HIVAIDS 3
Konsekuensi psikologis yang disebabkan oleh penghakiman atas perilaku atau aib yang telah ia lakukan.
4 Terputusnya cita-cita
5 Kurangnya kesejahteraan dari keluarga baru yang ia bangun
6 Kurang dapat mengoptimalkan potensi dan kemmapuan yang dimiliki.
95
Usia remaja merupakan masa-masa bergejolaknya rasa ingin tahu terhadap lawan jenis, nafsu biologis yang mulai matang, sehingga tontonan yang berhubungan pornografi
dari televisi, Koran, majalah, novel, internet jika tidak dibendung maka bisa terjerumus kepada hal-hal yang tidak diinginkan seperti pacaran, hamil diluar nikah, sek bebas yang
dapat menghancurkan masa depan remaja. Oleh karena itu kesadaran segenap pihak untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya pornografi dan seks bebas diperlukan,
mulai dari keluarga di rumah, guru bimbingan dan konseling dan semua pihak di sekolah, dan seluruh unsur masyarakat.
Kedua orangtua perlu memantau perkembangan anaknya dan menaruh perhatian seksama. Ada tanggung jawab orangtua yang tidak boleh
dilalaikan untuk mendidik anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan yang salah, mana perilaku yang susila dan yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang
disaksikan anak juga perlu dilakukan jika perlu orang tua duduk di samping anak agar dapat memberikan arahan kepadanya.
Semestinya orang tua memberikan pemahaman dan menjelaskan kepada anak terkait apa yang disaksikan di layar kaca. Kasih sayang dan perhatian orangtua yang
proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah anak dari perilaku menyimpang. Pendidikan akhlak, budi pekerti, moral, dan semacamnya selayaknya mulai
disosialisasikan sejak dari lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan terkecil. Demikian juga pihak sekolah, nilai-nilai moral dan kesusilaan perlu ditanamkan
kepada peserta didik. Pendidikan agama yang tercakup dalam kurikulum pendidikan
95
Sarlito, Psikologi, h. 189.