Dialog atau Percakapan Latar atau

hero. Sementara untuk gaya eksternal, dikemukakan ada 2 jenis, yaitu: 1 gaya diaan, dan 2 penampilan gagasan dari luar tokoh-tokohnya. Burhan Nurgiyantoro 2007:256, membedakan sudut pandang pengarang menjadi dua macam, yaitu: persona pertama dan persona ketiga. a. Sudut pandang persona pertama Dalam pengisahan cerita menggunakan sudut pandang persona pertama, pencerita adalah seorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah mengisahkan peristiwa dan tindakan yang dialami, dilihat, didengar, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap tokoh. Sudut pandang persona pertama b.Sudut pandang persona ketiga Sudut pandang persona ketiga ini, pencerita adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama atau kata ganti ia, dia, mereka. Berpijak dari uraian tersebut diatas, bahwa sudut pandang merupakan teknik yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam suatu cerita fiksi, tokoh yang bercerita dan atau pencerita salah seorang pelaku.

5. Dialog atau Percakapan

Semua cerita fiksi menggunakan dialog untuk memperkuat watak tokoh-tokoh, secara lebih lengkap, Kenney dalam Herman J. Waluyo, commit to user 2011:25, menyatakan dua jenis fungsi dialog yaitu: 1 memperkonkret watak dan kehadiran pelaku, 2 memperhidup karakter tokoh. Dialog harus dibuat secara natural, selektif, gaya - atau tindak tutur percakapan tokoh yang satu disambut oleh tokoh lain atau lawan bicara. Dialog dalam prosa fiksi jaman Balai Pustaka dan Pujangga Baru rata-rata panjang-panjang, tidak sesuai dengan situasi percakapan pada umumnya. Novel-novel mutakir berusaha meniru percakapan dalam kehidupan sehari-hari yang dialognya relatif pendek-pendek. Bertolak dari uraian di atas, percakapan atau dialog merupakan bentuk kegiatan yang berujud dialog para pelaku, yang sesuai dengan tokoh yang diperankan atau karakter tokoh dalam suatu cerita.

6. Latar atau

Setting Setting adalah tempat kejadian cerita, tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologi, dan aspek psikis. setting juga dapat dikaitkan dengan tempat yang luas, misalnya negara, privinsi, kota, desa, di dalam rumah, di luar rumah, di jalan, di sawah, di sungai, dan sebagainya. Yang berkaitan dengan waktu, dapat dulu, sekarang, tahun, bulan, minggu, hari, jam, siang, malam, dan seterusnya. Pelukisan waktu sangat erat kaitannya dengan anakronisme, yaitu pemggambaran situasi yang tidak sesuai dengan zamannya. Lebih lanjut dikatakan oleh Hudson dalam Herman J. Waluyo: 2011 23, setting juga dikaitkan dengan keseluruan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, commit to user kebiasaan, dan pandangan hidup tokoh. Setting material adalah lingkungan alam, sedangkan yang lain disebut setting sosial. Dijelaskan bahwa setting mempunyai fungsi untuk: 1 mempertegas watak pelaku, 2 memberikan tekanan pada tema cerita, 3 memperjelas tema yang disampaikan, 4 metefora bagi situasi psikis pelaku, 5 sebagai pemberi atmosfis kesan, 6 memperkuat posisi plot. Seting berkaitan dengan pengadegan, latar belakang, waktu cerita. Pengadegan artinya penyusunan adegan-adegan di dalam cerita, tidak semua kejadian dalam kehidupan sang tokoh dilukiskan di dalam adegan-adegan. Sugihastuti dan Suharto 2010:54, menyatakan bahwa latar setting merupakan unsur yang sangat penting pada penentuan nilai astetik karya sastra, sering juga disebut atmosfer karya sastra novel yang mendukung masalah tema, alur, dan penokohan. Lebih lanjut Herman J. Waluyo, 2011:24, latar belakang ba ckground dalam menampilkan setting dapat berupa latar belakang sosial, budaya, psikis, dan fisik yang kira-kira dapat memperhidup cerita. Dengan dekripsi dan narasi, latar belakang dapat muncul, namun jika diperkaya dengan latar lain, cerita akan lebih hidup. Latar yang baik dapat mendiskripsikan secara jelas peristiwa- peristiwa, perwatakan tokoh, dan konflik yang dihadapi tokoh cerita sehingga cerita terasa hidup dan segar, seolah-olah sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan nyata, Nurgiyantoro dalam Sugihastuti dan Suharto, 2010:55. commit to user Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa setting merupakan tempat kejadian suatu peristiwa yang terjadi dan yang menonjol di dalam cerita sehingga cerita itu lebih hidup, setting dapat berupa tempat, dan waktu.

2. Hakikat Pendekatan Feminisme