Tahapan perkembangan penalaran moral

30 tertentu. Peran teman sebaya juga dianggap memiliki kontribusi dalam perkembangan moral seseorang. Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa faktor yang mempegaruhi perkembangan moral individu adalah peranan dan pengasuhan orangtua terhadap anak, kesempatan pengambilan peran oleh individu, situasi moral itu sendiri, konflik moral kognitif individu dengan orang lain, dan juga interaksi individu dengan teman sebayanya.

3. Tahapan perkembangan penalaran moral

Perkembangan penalaran moral yang disampaikan Piaget Rita Eka Izzati, dkk, 2008: 144 didasarkan pada perkembangan kognitif. Kemudian Piaget membagi penalaran moral ke dalam beberapa tingkatan dan menitik beratkan pada pengertian dan pemahaman individu sesuai dengan perkembangan kognitifnya. a. Penalaran moral heteronom. Penalaran moral heteronom terjadi pada usia 2 sampai 7 tahun. Individu memandang tingkah laku baik buruk atau benar salah bukan dari niatnya tetapi lebih kepada akibatnya. Perbuatan yang berakibat buruk dianggap salah meskipun niat dari perbuatan tersebut baik. Individu berpikir bahwa peraturan berasal dari orang yang lebih tua dan bersifat mutlak. Pada tahap ini anak bertingkah laku baik untuk menjauhi hukuman dan tidak berdasarkan kesadaran. 31 b. Penalaran moral otonom. Terjadi pada individu yang berusia 10 tahun keatas. Umumnya individu pada tahap ini telah mengetahui bahwa moral ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama. Individu mematuhi peraturan yang ada sebagai hasil kesepakatan bersama dan dilakukan dengan penuh kesadaran. Mereka paham bahwa peraturan dapat diubah berdasarkan kepentingan dan kesepakatan. Berbeda dengan individu yang berada pada tahap penalaran moral heteronom, pada tahap ini individu sadar bahwa benar atau salah suatu perbuatan didasarkan pada niatnya bukan pada akibatnya. c. Penalaran moral transisi. Periode ini terjadi pada usia 7 sampai 10 tahun dimana pada tahap ini penalaran moral individu masih berubah-ubah. Pandangan individu mengenai peratura dan perbuatan terkadang masih seperti individu pada tahap penalaran moral heteronom, dan kadang-kadang sudah seperti individu padatahap penalaran moral otonom. Perkembangan moral yang disampaikan Piaget di atas pada dasarnya hanya terjadi dalam 2 dua tingkatan yaitu penalaran moral heteronom dan penalaran moral otonom. Sementara penalaran moral transisi bukan sebagai suatu tingkatan penalaran moral tersendiri tetapi hanya sebagai proses peralihan dari kedua tingkatan penalaran moral yang terjadi. Sementara itu Kohlberg 1995: 231 menjelaskan mengenai perkembangan penalaran moral dan membagi menjadi 3 tingkat yang 32 terjadi sesuai dengan perkembangan usia individu. Perkembangan tersebut meliputi penalaran prakonvensional, konvensional, dan post-konvensional. Tiga tingkat tersebut kemudian dibagi menjadi 2 tahap dalam setiap tingkatannya, yaitu: a. Penalaran Prakonvensional. Penalaran prakonvensional preconventional reasoning merupakan tingkatan terendah dalam teori perkembangan moral yang disampaikan oleh Kohlberg. Pada tingkatan ini individu tidak menunjukkan adanya internalisasi nilai-nilai moral dan penalaran dikendalikan oleh hadiah atau reward dan hukuman eksternal. Tahap 1 orientasi hukuman dan kepatuhan. Merupakan tahap pertama dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini pemikiran moral didasarkan pada hukuman. Sebagai contoh, anak-anak dan remaja mematuhi orang dewasa karena orang dewasa menyuruh mereka untuk patuh. Tahap 2 individualisme dan tujuan. Tahap kedua dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini pemikiran moral didasarkan pada hadiah atau reward dan minat pribadi. Sebagai contoh, anak-anak dan remaja bersikap patuh bila mereka mau mematuhinya dan jika apa yang harus mereka patuhi menguntungkan mereka. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang menghasilkan reward. 33 b. Penalaran Konvensional. Penalaran konvensional adalah tingkatan kedua atau menengah, dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkatan ini internalisasi sifatnya menengah. Individu mematuhi beberapa standar tertentu internal, tetapi standar tersebut merupakan standar orang lain eksternal, misalnya orangtua atau hukum yang berlaku di masyarakat. Tahap 3 norma interpersonal. Tahap ketiga dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini individu menganggap rasa percaya, rasa sayang, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar untuk melakukan penilaian moral. Anak-anak dan remaja pada tahap ini seringkali mengambil standar moral orang tua mereka, hal ini dilakukan karena mereka ingin orangtua mereka menganggap mereka sebagai anak yang baik. Tahap 4 moralitas sistem sosial. Tahap keempat dari teori perkembangan Kohlberg. Pada tahap ini penilaian moral didasarkan pada pemahaman terhadap aturan, hukum, keadilan, dan tugas sosial. Sebagai contoh, remaja dapat mengatakan bahwa supaya suatu komunitas dapat bekerja secara efektif, maka komunitas tersebut perlu dilindungi oleh hukum yang ditaati oleh seluruh anggota komunitas. 34 c. Penalaran Postkonvensional. Penalaran postkonvensional adalah tingkatan tertinggi dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkatan ini moralitas diinternalisasi sepenuhnya dan tidak lagi didasarkan pada standar orang lain. Individu mengetahui adanya pilihan moral yang lain sebagai alternatif, memperhatikan pilihan-pilihan tersebut, dan kemudian memutuskan sesuai dengan kode moral pribadinya. Tahap 5 hak komunitas vs hak individu. Tahap kelima dari teori perkembangan Kohlberg. Pada tahap ini, seorang memiliki pemahaman bahwa nilai dan hukuman adalah relatif dan standar yang dimiliki satu orang akan berbeda dengan orang lain. Ia menyadari bahwa hukum memang penting bagi suatu masyaarakat, namun hukum sendiri dapat diubah. Ia percaya bahwa beberapa nilai, seperti kebebasan lebih penting dari hukuman. Tahap 6 prinsip etis universal. Tahap keenam dan tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini seseorang sudah membentuk standar moral yang didasarkan pada hak manusia secara universal. Ketika dihadapkan pada suatu konflik antara hukum dan kata hati, ia akan mengikuti kata hatinya, walaupun keputusannya ini dapat memunculkan resiko pada dirinya. Tingkatan penalaran moral dari Kohlberg ini memiliki batasan yang jelas dari tingkat satu terhadap tingkatan yang lain. Dijelaskan juga bahwa 35 dalam setiap tingkatan tersebut terdapat tahap-tahap penalaran moral. Setiap tahapan moral menunjukkan ciri-ciri tertentu, sehingga perilaku atau tindakan yang diambil oleh seseorang dapat mencerminkan tingkatan penalaran moralnya. Berdasarkan teori mengenai perkembangan moral yang disampaikan oleh kedua ahli di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa perkembangan moral terjadi secara berurutan sesuai dengan usia. Dimulai dari penalaran moral heteronom menurut Piaget dan penalaran moral prakonvensional menurut Kohlberg, lalu bertransisi menjadi penalaran moral yang lebih matang yaitu moral otonom menurut teori Piaget atau yang menurut Kohlberg disebut dengan penalaran moral konvensional, lalu berkembang menjadi lebih matang pada penalaran post-konvensional. Penelitian ini mengacu pada teori Kohlberg, sehingga pengukuran penalaran moral subjek penelitian didasarkan pada tingkatan moral menurut Kohlberg yaitu prakonvensional, konvensional, dan postkonvensional.

4. Cara Mengukur Penalaran Moral

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25