112
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya diketahui bahwa dari total keseluruhan responden yang berjumlah 69 siswa kelas XI SMKN
1 Kasihan, tidak ditemukan siswa dengan kategori interaksi teman sebaya pada tingkat rendah 0, semetara itu sebanyak 30 siswa 43,5 memiliki tingkat
interaksi teman sebaya yang tinggi, dan sebanyak 39 56,5 siswa memiliki tingkat interaksi teman sebaya yang sedang. Dari hasil yang diperoleh tersebut
diketahui bahwa tingkat interaksi teman sebaya pada siswa kelas XI di SMKN 1 Kasihan mayoritas berada pada kategori sedang. Tingkat interaksi teman sebaya
pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan ini menunjukkan bahwa siswa memiliki cukup ketertarikan dengan teman sebayanya. Ditambah dengan tidak adanya
siswa yang masuk dalam kategori rendah, hal tersebut menunjukkan bahwa ketrampilan interaksi sosial siswa di sekolah ini sudah cukup baik.
Mayoritas siswa yang interaksi teman sebayanya masih berada pada kategori sedang tersebut mendukung hasil wawancara yang dilakukan sebelum
penelitian. Hal ini berarti siswa telah memiliki ketrampilan dalam bergaul yang cukup baik, tetapi tidak menutup kemungkinan siswa mengalami masalah seputar
interaksi dengan teman sebayanya. Sebelumnya didapatkan keterangan dari guru BK bahwa masih sering terjadi permasalahan seputar interaksi siswa dengan
teman sebayanya. Masalah tersebut terjadi karena masih sering terjadi “klik” diantara para siswa tersebut, sehingga ketika berada pada satu kelompok dengan
teman yang tidak disukai, siswa cenderung kurang dapat bekerjasama.
113
Siswa kelas XI pada umumnya telah memasuki usia remaja dimana mereka mengalami perubahan struktur sosial yang menyebabkan kebutuhan akan
interaksi sosial dengan teman sebayanya menjadi meningkat. Kebutuhan akan interaksi tersebut tidak lepas dari tugas perkembangan yang harus dicapai pada
usia remaja. Hal tersebut ditunjukkan dalam penelitian ini sesuai dengan butir aitem nomor 1 yaitu “saya memiliki banyak teman” dan aitem nomor 18 “tidak
memilih- milih dalam berteman” yang paling sering dipilih oleh siswa. Hal
tersebut sesuai dengan salah satu tugas perkembangan yang disampaikan Havighurst Hendrianti Agustiani, 2006: 62 yaitu mencapai relasi baru dan lebih
matang bergaul dengan teman seusia dari kedua jenis kelamin. Berdasarkan hasil analisis dari jawaban siswa pada skala yang telah
disebar, menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan memberikan pengaruh yang besar baik secara psikologis maupun
secara perilaku. Pengaruh secara psikologis ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang memilih aitem pernyataan nomor 5 yaitu “dukungan dari teman-teman
sangat penting bagi saya”. Sementara yang menunjukkan pengaruh terhadap perilaku yaitu butir aitem nomor 32 yang sering menjadi pilihan siswa yaitu
“menerima peraturan kelompok sebagai kesepakatan bersama yang harus ditaati”. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa interaski tersebut memiliki peran yang
penting dalam perkembangan remaja. Hal tersebut didukung pernyataan yang disampaikan oleh Geldard 2011: 72 bahwa remaja menjadi bagian dari
kelompok teman sebaya umumnya mengalami tekanan untuk menyesuaikan diri
114
dengan aktivitas kelompok dimana hal tersebut menyebabkan tingkah laku, minat, sikap, dan pikiran remaja banyak dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya.
Kemudian pada variabel penalaran moral, sesuai dengan hasil penelitian yang sudah didapat. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 34 siswa 49,3
memiliki tingkat penalaran moral yang tinggi, dan sebanyak 35 50,7 siswa memiliki tingkat penalaran moral yang sedang. Sementara siswa dengan tingkat
penalaran moral rendah tidak ada 0. Dapatlah disimpulkan dari hasil yang diperoleh tersebut bahwa tingkat penalaran moral pada siswa kelas XI di SMKN 1
Kasihan mayoritas berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan telah memiliki
pemahaman mengenai baik atau buruk suatu hal atau tindakan dengan cukup baik. Pemahaman mengenai suatu perbuatan, tingkah laku, atau tindakan dapat
dikatakan baik atau buruk ini dapat mengarahkan siswa kepada perilaku yang baik. Meski demikian tidak menutup kemungkinan siswa yang memiliki
pemahaman yang cukup baik mengenai suatu hal dapat dikatakan baik atau buruk tersebut untuk melakukan suatu perilaku yang negatif. Hal tersebut sesuai dengan
apa yang disampaikan Kohlberg Duska dan Whelan, 1984: 57 yang menyatakan bahwa penalaran moral bukan merupakan satu-satunya penentu perilaku. Artinya
kematangan penalaran moral seseorang tidak dapat hanya dilihat dari perilaku yang ditunjukkan orang tersebut.
Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain, penalaran moral siswa berkembang menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan ketika berada pada
masa anak-anak. Penalaran moral yang lebih baik ini salah satunya ditunjukkan
115
dengan pemahaman siswa mengenai prinsip moralitas sistem sosial sehingga remaja tidak lagi egosentris, ini ditunjukkan dengan butir aitem nomor 14 yang
menjadi aitem paling sering dipilih ol eh siswa yaitu “senang mendapat masukan
dari orang lain”, dan butir aitem nomor 12 yaitu “dapat menerima pendapat orang lain”. Pernyataan tersebut didukung dengan pendapat Kohlberg 1995: 143 yang
menyatakan bahwa situasi yang menstimulasi seseorang untuk menunjukkan nilai dan norma moral menjadi pendorong berkembangnya penalaran moral.
Selain itu penalaran moral yang semakin meningkat ini juga membuat siswa paham lebih memahami baik atau buruk suatu hal atau tindakan. Seperti
butir aitem nomor 9 yaitu “menolak ajakan teman untuk merokok atau minum- minuman beralkohol” yang juga menjadi aitem paling sering dipilih. Dengan
demikian, panalaran moral yang baik akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memikirkan suatu tindakan dengan berbagai berbagai pertimbangan dari
berbagai sisi sehingga siswa lebih dapat mengarahkan tindakan atau perilakunya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rita Eka Izzati, dkk 2008: 143 yang
memaknakan penalaran moral sebagai kendali atau kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai kehidupan seperti norma dan prinsip hidup
bermasyarakat. Sementara untuk variabel kontrol diri, tidak ada siswa yang memiliki
kategori kontrol diri rendah. Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditunjukkan sebelumnya sebanyak 14 siswa 20,3 memiliki tingkat kontrol diri yang tinggi,
dan sebanyak 55 79,7 siswa memiliki tingkat kontrol diri yang sedang. Dapatlah disimpulkan dari hasil yang diperoleh tersebut bahwa tingkat kontrol diri
116
pada siswa kelas XI di SMKN 1 Kasihan mayoritas berada pada kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kontrol diri
pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan sudah cukup baik. Siswa telah mampu mengendalikan perilaku dan tindakan dengan cukup baik.
Hasil penelitian yang menunjukkan mayoritas siswa berada pada kategori kontrol diri sedang tersebut cukup mendukung hasil observasi yang dilakukan
sebelum penelitian. Artinya siswa telah memiliki kontrol diri yang cukup baik, tetapi tidak menutup kemungkinan masih sering mengalami masalah terkait
kontrol diri. Pada observasi yang telah dilakukan, ditemukan beberapa siswa yang melakukan beberapa penyimpangan yang menyangkut permasalahan kontrol diri.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Kartono Taufik Aji Permono, 2014: 1 yang menyatakan bahwa perilaku delinkuen remaja pada dasarnya merupakan
kegagalan sistem pengontrolan diri remaja terhadap dorongan instingnya, akibatnya remaja tidak dapat menyalurkan dorongan tersebut pada perbuatan yang
bermanfaat. Siswa yang memiliki kontrol diri baik, akan menunjukkan perilaku yang
teratur serta dapat mengambil keputusan secara matang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan terterntu. Hal tersebut berarti kecil kemungkinan
siswa melakukan perilaku-perilaku yang oleh orang dewasa disebut dengan perilaku maladaptif. Sesuai dengan salah satu fungsi kontrol diri yang
disampaikan oleh Messina Messina Singgih D. Gunarsa, 2006:225 yaitu membatasi individu untuk bertingkah laku negatif.
117
1. Pengaruh interaksi teman sebaya dan penalaran moral terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan, Bantul Tahun Ajaran 20142015.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan teknik regresi berganda, diketahui bahwa nilai signifikansi variabel interaksi teman sebaya dan
penalaran moral sebesar 0,000
a
yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Kemudian nilai F
hitung
diketahui sebesar 27,738 yang mana nilai tersebut lebih besar dari nilai F
tabel
yaitu 3,128. Oleh karena nilai p,0,05 dan nilai F
hitung
F
tabel
maka hal tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan dengan menggunakan regresi berganda
tersebut maka hipotesis alternatif Ha mayor yang diajukan diterima yaitu terdapat pengaruh positif antara interaksi teman sebaya dan penalaran moral
terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya dan penalaran moral
dapat secara bersama-sama memprediksikan kontrol diri pada remaja. Pengaruh interaksi teman sebaya dan penalaran moral terhadap kontrol diri
pada siswa dapat terlihat dari hasil analisis kuesioner yang telah diisi oleh siswa. Siswa telah memiliki pemahaman mengenai norma moral seperti aturan
dan nilai ketika hidup berdampingan dengan orang lain khususnya teman sebaya. Siswa telah paham apa yang kurang lebih diharapkan oleh teman
sebaya dari dirinya. Perilaku negatif yang melanggar atau menyimpang dari norma moral tersebut dapat menimbulkan penolakan dari teman sebaya.
Sehingga dari pemahaman mengenai norma moral serta harapan sosial pada dirinya tersebut, siswa berusaha membentuk, mengatur, dan mengarahkan
118
perilakunya agar tidak menyimpang dari norma tersebut. Hal tersebut ditunjukkan pada banyaknya siswa yang menyatakan mereka dapat menerima
kritik dan saran dari teman-temannya. Siswa juga menunjukkan ketidaksetujuannya pada pernyataan bahwa mereka dapat melakukan apa saja
tanpa peduli teman disekitarnya. Hal ini dikarenakan dalam suatu kelompok teman sebaya terdapat suatu aturan tersendiri yang secara sukarela harus
dipatuhi oleh remaja, Horrocks dan Benimoff Hurlock, 1996: 214. Hasil analisis tersebut mendukung beberapa hasil dari penelitian terdahulu
yang mengaitkan variabel kontrol diri dengan beberapa variabel lain seperti agresivitas remaja dan konflik sebaya Santi Praptiani, 2013, kenakalan
remaja Iga Serpianing Aroma dan Dewi Retno Suminar, 2012, serta penelitian yang dilakukan Tangney, dkk 2004 yang mengaitkan kontrol diri
dengan nilai dengan keberhasilan hubungan interpersonal. Berdasarkan hasil analisis tersebut, meski telah disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh antara interaksi teman sebaya dan penalaran moral terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan, tetapi kedua variabel bebas
tersebut bukan sepenuhnya yang mempengaruhi siswa dalam melakukan kontrol diri. Artinya, kontrol diri yang dilakukan siswa tidak hanya
disebabkan oleh penalaran moral yang dimilikinya ataupun karena lingkungan teman sebayanya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penghitungan yang
menunjukkan bahwa besarnya sumbangan efektif variabel interaksi teman sebaya dan penalaran moral terhadap kontrol diri siswa kelas XI SMKN 1
Kasihan sebesar 45,7. Maka dapatlah disimpulkan bahwa masih ada sekitar
119
54,3 faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini yang dapat mempengaruhi kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan misalnya
faktor usia, faktor eksternal seperti pengaruh keluarga, dan faktor lain M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S., 2014.
2. Pengaruh interaksi sosial teman sebaya terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan, Bantul Tahun Ajaran 20142015.
Hasil uji hipotesis minor yang pertama menunjukkan bahwa variabel interaksi teman sebaya terhadap kontrol diri memiliki nilai signifikansi
sebesar 0,007 yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Kemudian nilai
t
hitung
diketahui sebesar 2,786 yang mana nilai tersebut lebih besar dari nilai F
tabel
yaitu 1,994, dan koefisien regresi bernilai positif. Dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 tersebut menunjukkan adanya pengaruh
yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan dengan menggunakan regresi sederhana tersebut maka hipotesis alternatif Ha minor 1 yang
diajukan diterima yaitu ada pengaruh positif interaksi teman sebaya terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa variabel interaksi teman sebaya dapat memprediksikan kontrol diri pada remaja.
Berdasarkan hasil penghitungan tersebut, meski telah diketahui adanya pengaruh positif interaksi teman sebaya terhadap kontrol diri pada siswa kelas
XI SMKN 1 Kasihan, tetapi variabel interaksi teman sebaya tersebut bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan siswa melakukan kontrol
diri. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya sumbangan efektif variabel
120
interaksi teman sebaya terhadap variabel kontrol diri yang hanya sebesar 18,16. Hal ini berarti bahwa masih ada sekitar 81,84 dari faktor lain yang
dapat mempengaruhi kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan salah satunya adalah faktor penalaran moral.
Hasil uji hipotesis tersebut sejalan dengan pendapat yang disampaikan Syamsu Yusuf 2011: 71 yang menyatakan bahwa faktor sosio-emosional
utama yang mempengaruhi kontrol diri adalah keluarga dan teman sebaya. Teman sebaya berfungsi sebagai kontrol eksternal apabila remaja atau siswa
tidak mampu mengontrol dirinya dengan kontrol internal. Hal tersebut bersifat seolah-olah bahwa teman sebaya merupakan sumber hukuman sosial bagi
remaja apabila dirinya melakukan penyimpangan perilaku. Sehingga remaja atau siswa menjadikan sumber eksternal tersebut sebagai dasar melakukan
kontrol diri. Sesuai dengan salah satu aspek kontrol diri yang disampaikan Averill M. Nur Ghufron dan Rini Risnawita S., 2014: 29 yaitu kontrol
perilaku pada komponen mengatur pelaksanaan dimana seseorang dapat mengontrol situasi dengan dirinya sendiri, dan menggunakan sumber eksternal
apabila orang tersebut tidak mampu mengendalikan situasi. 3. Pengaruh penalaran moral terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1
Kasihan, Bantul Tahun Ajaran 20142015. Hasil uji hipotesis minor kedua menunjukkan bahwa pengaruh variabel
penalaran moral terhadap kontrol diri memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 yang mana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Kemudian nilai t
hitung
diketahui sebesar 3,889 yang mana nilai tersebut lebih besar dari nilai F
tabel
yaitu 1,994,
121
dan koefisien regresi bernilai positif. Dengan nilai signifikansi yang lebih kecil
dari 0,05 tersebut menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan dengan menggunakan regresi
sederhana tersebut maka hipotesis alternatif Ha minor 2 yang diajukan diterima yaitu ada pengaruh positif penalaran moral terhadap kontrol diri pada
siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel penalaran moral dapat memprediksikan kontrol diri pada
remaja. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut, meski telah diketahui adanya
pengaruh positif penalaran moral terhadap kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan, tetapi variabel penalaran moral tersebut bukan merupakan
satu-satunya faktor yang menyebabkan siswa melakukan kontrol diri. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya sumbangan efektif variabel penalaran
moral terhadap variabel kontrol diri yang hanya sebesar 27,55. Hal ini berarti bahwa masih ada sekitar 72,45 dari faktor lain yang dapat
mempengaruhi kontrol diri pada siswa kelas XI SMKN 1 Kasihan salah satunya adalah faktor interaksi teman sebaya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kohlberg Duska dan Whelan, 1984: 57 yang menyatakan bahwa penalaran moral bukan merupakan satu-satunya penentu perilaku dan kematangan
penalaran moral seseorang tidak dapat hanya dilihat dari perilaku yang ditunjukkan orang tersebut.
Penalaran moral merupakan pemahaman seseorang mengenai jawaban atas suatu hal dapat dianggap benar atau salah, baik atau buruk, aturan yang harus
122
dipatuhi, dan lain sebagainya. Ketika seorang siswa telah mampu memahami suatu hal dapat dikatakan baik atau buruk, salah atau benar yang didasarkan
pada norma sosial, maka siswa tersebut akan berusaha mengatur dan mengarahkan perilakunya agar sesuai dengan norma sosial tersebut. Semakin
pemahaman tersebut diinternalisasi ke dalam dirinya, maka kemampuan siswa untuk mengatur dan mengarahkan perilakunya juga semakin baik. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Sunarto dan Agung Hartono 2002: 168 yang mengatakan bahwa moral berkaitan dengan kemampuan untuk memahami
konsep benar atau salah dan dimaknakan sebagai kendali dalam tingkah laku. Sebagai contoh, seorang siswa yang penalaran moralnya masih berada
dalam tingkatan prakonvensional rendah yang penalaran moralnya berorientasi pada hukuman dan kepatuhan. Siswa mungkin mematuhi
peraturan sekolah karena dia takut terkena hukuman sehingga ia mentaati peraturan tersebut. Dengan demikian, bukan berarti siswa tersebut tidak
memiliki kontrol diri, tetapi siswa tersebut melakukan kontrol diri hanya saja yang mengontrol dirinya adalah faktor dari luar dirinya.
E. Keterbatasan Penelitian