Konseptualisasi Analisis Framing KAJIAN TEORI
akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu
yang disajikan secara menonjol oleh media. aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak
diperhatikan oleh khalayak.
14
Analisis framing adalah salah satu metode analisa media. Seperti halnya analisis isi dan semiotik. Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah
peristiwa. Sobur mengatakan bahwa analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi
isu dan menulis berita.
15
Cara pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak
dibawa kemana berita tersebut. Framing adalah metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu
realitas tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-
istilah yang mempunyai koneksi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya, dengan kata lain dibingkai, dikonstruksi dan dimaknai oleh media.
16
Framing juga dapat dimaknai sebagai tindakan penyeleksi aspek-aspek realitas yang tergambar dalam teks komunikasinya dan membuatnya lebih menonjol dari aspek-
aspek yang lain, sambil memperkenalkan definisi problem tertentu, interpretasi kausal, dan rekomendasi penanganan terhadap masalah yang dibicarakan.
14
Eriyanto, Analisis Framing. h. 76-77
15
Rachmat Kriyanto, “Teknik Praktik: Riset Komunikasi”, Jakarta : Kencana, 2006, h. 253
16
Ibid, h. 253
Penonjolan merupakan proses agar membuat informasi lebih bermakna. Sebuah realitas yang disajikan secara menonjol akan membuat pembaca memiliki
sebuah perhatian yang lebih terhadap informasi tersebut. Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh sebuah media massa dengan menyeleksi isu tertentu dan
mengabaikan isu lain; serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan pelbagai strategi wacana-penempatan yang mencolok menempatkan di headline,
halaman depan, atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika
menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan.
17
Kata penonjolan salience didefinisikan sebagai membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan. Suatu peningkatan dalam penonjolan
mempertinggi probabilitas penerima akan lebih memahami informasi, melihat makna lebih tajam, lalu memprosesnya dan menyimpannya dalam ingatan, bagian informasi
dari teks dapat dibuat lebih menonjol dengan cara penempatannya atau pengulangan atau mengasosiasikan dengan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal.
18
Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan? Mengapa peristiwa yang lain tidak diberitakan? Mengapa suatu tempat dan pihak terlibat?
Mengapa realitas didefinisikan dengan cara tertentu? Mengapa sisi atau angle tertentu ditonjolkan sedangkan yang lain tidak? Mengapa fakta tertentu ditonjolkan sedangkan
17
Alex Sobur, Analisis Teks Media. h. 164
18
Ibid, h. 164
yang lain tidak? Mengapa menampilkan sumber X dan mengapa bukan sumber berita yang lain yang diwawancarai?.
19
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa
tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilh included dan apa yang dibuang excluded. Bagian mana yang
ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang tidak diberitakan? Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta
tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan
konstruksi atau suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan melahirkan
berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau perisitwa yang lain.
20
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata,
kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekan-kan dengan
pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok menempatkan di headline depan, atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk
mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika meng-
19
Rachmat Kriyanto, “Teknik Praktik: Riset Komunikasi”, h. 252
20
Eriyanto, Analisis Framing. h. 81
gambarkan orangperistiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan
sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek
tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek lain. Semua
aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau
mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.
Framing ini pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya
tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Framing dapat
mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pendangannya
dalam berita. Apa yang dilaporkan oleh media seringkali merupakan hasil dari pandangan mereka prediposisi perseptuil wartawan ketika melihat dan meliput
peristiwa.
21
21
Ibid, h. 97