80
6. Penduduk Desa
Kelapapati “Pas pembagian yang Bulan Februari tu, kan saya
ambil obat ke kantor kepala desa, saya ambillah untuk sekeluarga, cuma itulah yang minum cuma saya sama
anak saya yang bungsu, suami sama anak pertama dan anak kedua tak mau minum, saya pun nak menjelaskan
tentang obat ni pun tak paham betul, jadi itulah cuma kami bedua lah nya yang minum..”
7. Penduduk Desa
Senggoro “Mmm, kami satu rumah tak ada yang minum do,
karena kan tidak tahu jelas obat itu untuk apa, cara kerjanya seperti apa, takut juga, soalnya keluarga
kakak saya minum obat itu sampai ada yang muntah- muntah gitu, kakak saya saja sampai dibawa ke
puskesmas, makanya saya heran, obat kok malah bikin sakit..”
8. Penduduk Kel.
Damon “Saya sekeluarga tak minum obat tu do, masih ada tu
di rumah, soalnya gini, dulukan saya sebelum kerja jadi pegawai honor saya kerja di apotek tempat praktek
dokter, jadi pas pembagian obat tu kami tengok dokter aja tak ada minum obat tu do, jadi malaslah kami
minum..”
9. Penduduk Kel.
Kota “Di rumah cuma saya sama bapak saya yang minum,
ibu sama adik-adik tak mau minum, saya pun cuma yang pas pertama kali dapat aja yang saya minum,
yang pas pemberian kedua tak saya minum”
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa Sekretaris Camat, TPEkader dan Kepala Desa Wonosari telah minum obat pencegahan filariasis selama dua kali
pemberian. Namun, informan penduduk masih ada yang tidak patuh untuk minum obat pencegahan filariasis karena masih kurangnya pemahaman tentang penyakit
filariasis dan cara kerja obat.
4.3.13 Pernyataan Informan tentang Monitoring Reaksi Pengobatan dalam Pelaksanaan POMP Filariasis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima orang informan yang diwawancarai, seluruh informan menyatakan banyak terjadi reaksi pengobatan dalam
Universitas Sumatera Utara
81
pelaksanaan POMP Filariasis. Satu orang informan menyatakan bahwa pernah terjadi kasus berat karena obat diberikan kepada penderita gagal ginjal sehingga harus
dirujuk ke rumah sakit. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.19 berikut :
Tabel 4.19 Matriks Pernyataan
Informan tentang
Monitoring Reaksi
Pengobatan dalam Pelaksanaan POMP Filariasis di Kabupaten Bengkalis
No. Informan
Pernyataan
1. Pengelola Program
Filariasis Dinas Kesehatan
Kabupaten Bengkalis
“Itu pernah terjadi kasus berat karena kader tersebut tidak mengetahui orang tersebut ada penyakit berat
yaitu gagal ginjal, kita tahu, pemberian obat massal filariasis itu kan ditunda pemberian obatnya untuk
yang punya sakit berat, anak dibawah 2 tahun, ibu hamil, kalau ibu menyusui, tahun 2004 tidak boleh,
tapi untuk pengobatan massal terakhir ini boleh. Kemudian gejala lain yang timbul itu mual, muntah,
keluar cacing, itulah biasa gejala efek samping yang timbul akibat pemberian obat. Di tahap pertama
kemaren banyak yang mengalami reaksi, reaksi ringan, tapi di tahap kedua mengalami kekurangan… Dia
memang gitu, semakin lama nanti semakin berkurang reaksinya, tahap pertama banyak, yang mengalami,
tahap
kedua nanti berkurang, tahap
berikutmya semakin berkurang lagi. Makanya harus minimal lima
tahun berturut-turut karena dia tak bisa sekali minum obat, langsung habis sekaligus semua cacingnya.”
2. Pengelola Program
Eliminasi Filariasis Puskesmas Kec.
Bengkalis “Di hari H sampai beberapa hari setelah hari H kita
banyak ya menerima pasien dengan keluhan ringan pasca pengobatan, tapi keluhan ringan aja, kayak
pusing, mual, kalau yang berat gitu tak ada, sama pasiennya kita kasi obat sesuai keluhan. Setelah itu
kita jelaskan juga, oo itu gak apa-apa bu, berarti obatnya bekerja mematikan cacing di dalam tubuh”
3. Pengelola Program
Eliminasi Filariasis Puskesmas Kec.
Bantan “Oo banyak juga ya yang kena efek samping setelah
minum obat, berarti kan kalau dah gitu berarti dah ada cacing itu dalam tubuh.. jadi kemaren petugas
kesehatan yang dari puskesmas juga ikut memantau, sekaligus kami jelaskan, jangan heran kalau ada reaksi
setelah minum obat, kalau memang ada reaksi yang sangat mengganggu segera ke puskesmas atau ke
Universitas Sumatera Utara
82
pelayanan kesehatan..” 4.
KaderTPE Desa Wonosari
“Kemaren pernah memang penyakit ini, tapi kami tidak disosialisasikan secara umum, ya, cuma misalnya
dari ee puskesmas memerintahkan kepada kader untuk memberikan obat kaki gajah ini ke masyarakat tapi
tidak disosialisasikan, jadi setelah diberikan obat itu kan efek sampingnya banyak kan, ada yang muntah-
muntah, ada yang pusing, ada yang mual, jadi masyarakat itu istilahnya tidak terimalah kan, kok apa
yang dikasikan obat dari kader ini, katanya kan, jadi waktu pemberian pertama dari program ini diadakan di
Bengkalis kami minta sama aparat setempat sebelum pengobatan ini diberikan, kami minta dikumpulkan di
kantor lurah untuk disosialisasikan ke masyarakat yang didampingi oleh RT, RW dan lurah setempat, jadi efek
sampingnya kami kasi tau, jadi masyarakat itu tidak kaget lagi. Jadi kalau masalah reaksi pengobatan itu,
kami minta kepada masyarakat kalau ada yang mengalami
reaksi pengobatan
misalnya muntah,
pusing atau demam, segera melapor ke kader dan kader akan membawa mereka ke polindes terdekat,
kan, tapi kalau misalnya reaksinya itu lebih parah nanti akan dirujuk ke rumah sakit. Kalau di daerah Wonosari
ini insyaallah nggak, sekedar muntah, langsung nanti di bawa ke polindes aja. Kalau daerah wonosari ya,
kalau daerah lain katanya ada kan..”
5. KaderTPE Desa
Pedekik “Kalau tentang reaksi pengobatan, di tahap pertama
banyak yang mengalami reaksi pengobatan, ada yang pening, ada yang muntah, jadi lantaran di tahun
pertama banyak yang kayak gitu, yang tahun kedua ini dianjurkan kalau mau minum pas sebelum tidur, harus
istirahat jangan berjalan, memang kalau orang yang kondisinya bagus, biasanya tidak ada efek samping..
yang pertama itulah karena kan mungkin kan kaget, ni kan dah kedua, kalau di Pedekik ini udah 3 kali lah,
kami sebelum ada program pengobatan massal ini kami dulu dah pernah bagikan obat ini di Desa Pedekik
aja.. tapi waktu itu memang tidak ada pakai sosialisasi- sosialisasi dari kecamatan, jadi dulu tu stok obat ada,
jadi terserah aja siapa yang mau ngambil.. tahap pertama ada kemaren sampai yang pingsan-pingsan
gitu, dan dibawa ke rumah sakit juga kok.. lantaran dia
Universitas Sumatera Utara
83
itu punya penyakit maag, pokoknya kalau yang punya maag, memang tak bisa.. yang anu cuma pening,
memang kan keluar cacing, muntah-muntah, biasalah itu.. tapi bagus tu bagi anak-anak kan, bisa keluar
cacing sekalian.. ada reaksi itu berarti memang sudah ada bibit filariasis itu.. kalau yang tak ada apa-apa
berarti tak adalah.. anak saya minum, saya minum Alhamdulillah tak ada apa-apa kami.. haa itulah jadi
orang ni kan banyak yang takut, kita kasi informasi, nanti buk kalau mau bepergian, ibuk jangan minum
ini, kadang kan mencret orang tu, jadi kalau mau bepergian ditunda dulu minumnya..”
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa reaksi pasca pengobatan massal filariasis terjadi karena reaksi tubuh akibat matinya cacing filaria dan mikrofilaria.
Puskesmas bertanggungjawab terhadap pengawasan pelaksanaan POMP Filariasis. Adapun reaksi yang banyak terjadi yaitu reaksi ringan berupa pusing, mual, muntah,
dan sebagainya. Penduduk yang mengalami reaksi pengobatan dapat dibawa ke polindes, puskesmas, dan tempat pelayanan kesehatan lainnya.
4.3.14 Pernyataan Informan tentang Pemberian Obat Kepada Penduduk yang Tidak Hadir dalam Pelaksanaan POMP Filariasis
Hasil penelitian
menunjukkan dari
delapan orang
informan yang
diwawancarai, lima orang informan menyatakan bahwa bagi penduduk yang tidak hadir dalam pelaksanaan POMP Filariasis dilakukan sweeping atau mendatangi
penduduk tersebut ke rumah-rumah. Satu orang informan menyatakan tidak hadir dalam pelaksanaan POMP Filariasis tahap pertama dan mengambil obat ke kantor
kepala desa. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.20 berikut :
Universitas Sumatera Utara
84
Tabel 4.20 Matriks Pernyataan Informan tentang Pemberian Obat Kepada Penduduk yang Tidak Hadir dalam Pelaksanaan POMP Filariasis
No. Informan
Pernyataan
1. Sekretaris Camat
“Setahu saya kalau yang tidak mengambil obat itu tidak ada yang antar ke rumah-rumah, itulah
makanya bagusnya
kan gitu,
petugasnya ngantar obat ke penduduk yang tidak hadir,
mana tau di tak tahu ada program itu” 2.
Pengelola Program Filariasis Dinas Kesehatan
Kab. Bengkalis “Kalau kami mengharapkan bagi yang tidak
mengambil obat di pos, kader nya yang aktif membagikan
obatnya ke
rumah-rumah, istilahnya melakukan sweeping ke rumah-
rumah biar obat dapat disalurkan ke masyarakat sehingga cakupannya tinggi.. Sebagian desa
ada melakukan itu, tapi sebagian lagi tidak ada memang.. Ataupun bisa juga masyarakat yang
datang ke kita, kemaren kepala pengadilan negeri minta obat itu ke kita, mungkin beliau
tidak mendapatkan atau tidak bisa datang ke pos, yaudah kita antarkan.”
3. Pengelola Program
Eliminasi Filariasis Puskesmas Kec. Bengkalis
“Setelah hari H, bagi yang tidak ke pos, mereka dapat
mengambilnya di
unit pelayanan
kesehatan. Yang tidak datang ke pos kita tunggu dulu beberapa hari, 4 hari, atau
seminggu dia
gak datang,
kita lakukan
sweeping ,
kadernya yang
sweeping memberitahukan ke rumah-rumah”
4. Pengelola Program
Filariasis Puskesmas Kec. Bantan
“Bagi yang tidak mengambil obat di pos, kita lakukan sweeping ya, itu dilaksanakan oleh
kader, kadernya datang ke rumah penduduk yang tidak hadir dan tidak mendapatkan obat
tersebut”
5. Kepala Desa Wonosari
“Masyarakat yang tidak datang ke pos bisa mengambil obatnya di puskesmas, dan ada juga
kadernya yang
datang ke
rumah-rumah, memberikan obat sama yang tidak hadir sesuai
dengan data” 6.
Ketua RT 04 Desa Kelapapati
“Setahu saya tidak ada ya yang datang ke rumah-rumah bagikan obat, pas di pos itu
ajalah, tapi bagi yang mau dan belum dapat, bisa ambil di puskesmas..”
7. Penduduk Desa Senggoro
“Ya, karena saya tak datang ke pos, jadi ada
Universitas Sumatera Utara
85
petugas yang ngantar obat itu ke rumah.. Adalah pas beberapa hari setelah pembagian
massal obat itu” 8.
Penduduk Desa Kelapapati “Yang tahap pertama kan saya tak datang, jadi
saya sendiri inisiatif ambil obatnya ke kantor kepala desa, kalau yang kedua saya tak tahu,
dan tak ada pulak yang datang ke rumah ngasitahu ataupun ngasi obatnya.”
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa penduduk yang tidak hadir dalam pelaksanaan POMP Filariasis dapat mengambil obat di kantor kepala desa, di
puskesmas atau di dinas kesehatan beberapa hari setelah pelaksanaan POMP Filariasis. Namun jika dalam beberapa hari penduduk yang bersangkutan tidak datang
untuk mengambil obat, maka kader melakukan sweeping atau mendatangi penduduk ke rumah-rumah.
4.3.15 Pernyataan Informan