Pernyataan Informan tentang Hambatan dalam Pelaksanaan POMP Filariasis

87

4.3.16 Pernyataan Informan tentang Hambatan dalam Pelaksanaan POMP Filariasis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari delapan orang informan yang diwawancarai, enam orang informan menyatakan hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan POMP Filariasis yaitu kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit filariasis serta masih banyak masyarakat yang enggan minum obat karena adanya reaksi yang timbul pasca pengobatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.22 berikut : Tabel 4.22 Matriks Pernyataan Informan tentang Hambatan dalam Pelaksanaan POMP Filariasis di Kabupaten Bengkalis No. Informan Pernyataan 1. Sekretaris Camat Kecamatan Bengkalis “Hambatan yang jelas itu sebetulnya keinginan masyarakat, masih ada masyarakat yang tidak mau atau enggan meminum obat itu… jadi memang kalau bisa petugas-petugas atau kader ini datang kerumah- rumah memberi obat kepada yang tidak mengambil obat itu, terus di data gitu siapa yang tidak mengambil obat.. dan juga kebanyakan kan kalau di Bengkalis yang PNS kan tidak ada di rumah pada saat itu.. Diharapkan peran aktif bersamalah ya, kalau pemberitahuannya itu mepet, kita kan juga agak kalang kabut menginformasikannya, tapi kalau jauh- jauh hari telah diberikan informasi, kan lebih enak, lebih enak menginformasikan ke jajaran kita yang ada di bawah.. “ 2. Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit “Mayarakat masih banyak yang menolak, kadang pas dikasi tahu yang diberikan itu obat cacing, mereka menjawab kami dah minum obat cacing, kalau sudah begitu dikasi yang DEC saja.. jadi cakupan yang paling rendah itu memang ya di Kecamatan Bengkalis ini.. Rupat Utara kemaren bagus, kendala, ee yang kedua dia agak kurang, tapi kami ditugaskan oleh Pak Kadis untuk kesana memberi sosialisasi, kami kumpul semua kepala sekolah, kepala desa, Universitas Sumatera Utara 88 tokoh masyarakat, kami beri materi kepada kepala sekolahnya. Akibat dari cakupan yang berkurang ini karena ee masyarakat banyak yang belum tahu.. tapi yang kita harapkan periode yang ketiga ni lebih berhasil karena obat DEC dan Albendazole ini tidak dijual bebas, tidak ada di apotek, itu disediakan oleh pemerintah.. Kalau pada tahap pertama, hambatan kan, itu tadi masyarakat banyak menolak. Minum obat ini kan memang kadang ada efek samping, seperti efek sampingnya dia ada mual, muntah, ada juga menimbulkan kantuk dia.. sebetulnya bagusnya minum obat ini waktu mau tidur. Jadi karena ada keluhan efek samping itu orang banyak menolak.. dan juga kenapa menolak, memang obat ini kan, orang yang gagal ginjal dia akan mempercepat dia gagal ginjal, ee apa namanya, kontraindikasi dengan penyakit tersebut” 3. Pengelola Program Filariasis Dinas Kesehatan Kab. Bengkalis “Hambatan yang dihadapi yaitu masih adanya masyarakat yang belum mengerti tentang penyakit filariasis dan kegunaan pemberian obat massal filariasis, padahal obat yang diberikan itu sejenis obat cacing, ada 2 macam yaitu DEC dan Albendazole. Yang DEC ini membunuh cacing yang di dalam darah, kita tahu mikrofilaria itu hidupnya di dalam darah. Sedangkan Albendazole membunuh cacing di dalam usus. Mungkin kurangnya sosialisasi karena itu ada juga, banyak juga masyarakat yang enggan untuk mengkonsumsi obat, tapi setelah kita kasi penyuluhan, mereka mulai mengertilah gitu, mulai mau untuk makan obat. Kita tahu penyakit filariasis ini adalah penyakit menular menahun, kebanyakan masyarakat itu malu, atau pihak keluarga malu untuk melaporkan kejadian kasus filariasis ke petugas kesehatan, artinya kesan pihak kesehatan terlambat untuk menangani kasus tersebut. Itu kasus yang ada kita terima berdasarkan hasil laporan masyarakat. Kalau di Bengkalis, ya dia menyebar di 4 kecamatan, kalau meranti itu ada pengelompokanlah, ada tempat- tempat tertentu yang kasusnya banyak, itu di Kuala Merbau. Dia ada 2 desa, tapi memang di Pulau Merbau itu. Yang jadi kendala lain itu daerah-daerah kota, mereka kebanyakan menolak. Padahal cacing filariasis ini kan ada beberapa tipe, ada tipe Universitas Sumatera Utara 89 perkotaan, ada tipe pedesaan. Dan juga adanya keterbatasan petugas, minimal satu pos itu kan satu petugas untuk melakukan pengawasan, kita tahu satu desa itu cuma satu petugas, padahal satu desa kan sampai berapa pos itu. Itulah kendala yang dihadapi oleh petugas di lapangan. Untuk tahap pertama dikasi waktu 2 bulan persiapan, ya mungkin terjadi banyak kekurangan, terutama untuk sosialisasi yang kurang maksimal, karena berkenaan dengan pengesahan APBD, tidak dimasukkannya anggaran untuk kegiatan filariasis. Tahap kedua baru masuk kegiatan yang didanai oleh APBD.” 4. Kepala Puskesmas Kec. Bengkalis “Respon dari masyarakat, hemm saya belum survei tapi yang saya dengar-dengar di lapangan, ee bisa dibilang 60 menyambut baik. Yang selebihnya, menyambut baik dengan tanda tanya, karena mereka masih awam dengan filariasis, karena sosialisasi yang kita lakukan di tingkat kecamatan hanya kepala desa beserta kader yang hadir. Kita harapkan kepala desa dan kader ini sebagai penyambung lidah di desa nantinya dan ini mereka tidak lakukan. Mungkin ini terjadi karena kurangnya, biaya tadi… tidak sampai kesana, mereka pun gak mau melakukan sosialisasinya, terus ada beberapa efek samping yang terjadi karena pemberian obat sehingga banyak juga masyarakat yang tidak mau minum, tapi mereka mengambil obat, tapi mungkin tidak minum. Jadi, ee, kita gak bisa tahu dia minum atau tidak. Hambatan terbesar adalah uang, dana. Saya pikir gak ada yang gak bisa dilakukan tanpa itu. Dana itu cuma terbagi 50 ribu untuk bagi 5 orang. Jadi 10 ribu satu orang. Kalau masalah APBD, capek ya kita cerita ya, yang katanya 15 untuk kesehatan, yang nyampe 3 paling.. Dana dari USAID sampai, tapi kecil. Yang kami rasakan kecil, saya gak tau USAID nya kasi besar atau gimana. Cuman itulah masalah dana, kita mensosialisasikan orang, orang mengharapkan dana transport, kita mensosialisasikan orang, bagaimana kita gak ngasi makan untuk dia, jadi ini yang menjadi kendala. Memang sosialisasi kan bisa ee dilakukan dari mulut ke mulut, tapi kan tidak efektif, lebih enak kita mengumpulkan masyarakat dalam bentuk yang ramai, sekali jalan, sekali cakap, informasinya sama Universitas Sumatera Utara 90 dapatnya. Memang belum pernah diadakan seminar tentang ini, gak ada.. Pertemuan ke masyarakat cuma sampai ke kader aja.. Kalau untuk komitmen, ya pasti komitmen, kalau siapapun ditanya, komitmen, mendukung, tapi bukti dukungannya appaaa… itu yang pentiingg.. yaa.. semua orang kalau ditanya komitmen paasti komit, tapi apa bukti komitmennya, oo saya sudah anggarkan duit ini sebesar ini, untuk kegiatan ini.. haaa itu baru namanya komitmen… ya kalau cuma ngomong apa susahnya..” 5. Kepala Puskesmas Kec. Bantan “Kalau hambatan di hari pelaksanaan itu kadang kondisi alam ya, hujan di hari H misalnya jadi tak banyak yang datang ke pos, abis tu kalau ada yang tak mau minum langsung di pos jadi tak bisa dipantau apakah diminumnya atau tidak.. Terus masyarakat ni ada yang cuek aja, terus ada yang tak mau minum karena takut efek samping.. Itulah paling, kalau kendala yang lain tidak ada..” 6. Kepala Desa Wonosari “Udah dua kali di tahun 2013 ini, awalnya mungkin karena masyarakat kurang mengetahui dampak penyakit kaki gajah ini, jadi kurang kepedulian masyarakat. Takutnya kemaren ada efek mual-mual, pusing-pusing. Saya rasa sebagian kecil ada masyarakat yang tidak mendapatkan obat ini..” 7. KaderTPE Desa Wonosari “Waktu tahap pertama insyaallah banyak ya, tapi yang kedua ini banyak kendala yang kami hadapi, walaupun mereka mengerti bahaya penyakit itu, penyebab penularannya, tapi alasan mereka tidak mau makan karena efek samping itu kan, ada yang demam, ada yang mual, ada yang muntah, jadi sehingga mereka ee tak mau makan. Tapi kami berinisiatif pada kader, walaupun mereka tidak datang, tetap kami bagikan ke rumah-rumah. Mau di makan atau tak di makan, tak taulah kami, kan tak mungkin kita paksakan kan.. Kalau yang tak dapat obat, banyak memang mereka yang tidak mengambil, tapi kami kader tetap kami bagikan ke rumah-rumah. Tapi itulah kebanyakan yang jadi momok mereka akibat ah, kemaren kami makan obat itu pusing buk, mual buk, muntah, ada yang demam, Udah kami bilang kalau mengalami efek samping berarti bibit itu dah ada di tubuh kita kan, tapi tulah animo Universitas Sumatera Utara 91 masyarakat ni memang kurang mungkin mengenai kesehatan ini. Dah kami terangkan juga, dampaknya, penyebabnya, tapi mana yang sadar ya mereka datang waktu pengobatan massal itu, tapi yang tak sadar ya mereka tak mau ambil-ambil.” 8. KaderTPE Desa Pedekik “Hambatannya itulah masyarakat masih banyak yang belum mengerti tentang pentingnya minum obat ni, sosialisasi pun rasanya masih kurang, harusnya dikasi baliho-baliho, poster-poster yang besar biar masyarakat bisa membaca dan mengerti.. Harusnya pun jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan dah diumumkan.. Tentang pengobatan massal mi pun orang kadang banyak tak tau, diumumkan pas wirid tentulah yang di wirid tu aja yang tau.. Tambah lagi pas di hari H yang datang kadang tak sarapan dulu, jadi tak bisa dipantau dia minum atau tidak karena tidak bisa diminum langsung depan kader, kan belum makan.. jadinya dibawa pulang, di rumah kita kan tak tau di minumnya atau tidak..” Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan POMP Filariasis adalah adanya masyarakat yang enggan minum obat karena masih kurangnya pengetahuan tentang penyakit filariasis dan adanya reaksi pengobatan. Hal tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat dan minimnya dana operasional yang disediakan. Selain itu, faktor eksternal seperti kondisi alam dan cuaca juga menjadi hambatan pada pelaksanaan POMP Filariasis.

4.3.17 Pernyataan Informan tentang Evaluasi Cakupan POMP Filariasis