Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Wuchereria bancrofti Brugia malayi Filariasis Asimptomatik

7 Adanya penemuan kasus filariasis di tahun 2012 dan 2013 serta ditetapkannya Kabupaten Bengkalis sebagai daerah endemis filariasis pada tahun 2012 oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa filariasis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Bengkalis. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bengkalis mencanangkan program eliminasi filariasis tahun 2013 di Desa Sebauk Kecamatan Bengkalis riauaksi.com, 2013. Pemerintah Kabupaten Bengkalis telah melaksanakan POMP filariasis dimulai pada tahun 2013 dan akan dilanjutkan selama lima tahun berturut-turut, bekerja sama dengan pemerintah pusat dengan harapan tercapai Kabupaten Bengkalis zero filariasis pada tahun 2017. Namun, dalam pelaksanaannya tentu masih banyak hambatan yang ditemukan. Pelaksanaan program eliminasi filariasis membutuhkan koordinasi yang strategis serta kerjasama yang baik dari berbagai pihak agar tujuan eliminasi filariasis dapat tercapai. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program eliminasi filariasis tahun 2013 di Kabupaten Bengkalis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis tahun 2013. Universitas Sumatera Utara 8

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis tahun 2013.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Bengkalis, Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis dan pihak lainnya yang terkait dengan pelaksanaan program eliminasi filariasis di Kabupaten Bengkalis tahun 2013 2. Sebagai informasi tambahan yang akan memperkaya kajian dalam ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya Universitas Sumatera Utara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filariasis

2.1.1 Definisi

Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening sistem limfatik dan dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronis. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk Depkes RI, 2005.

2.1.2 Penyebab

Filariasis di Indonesia disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu :

a. Wuchereria bancrofti

Penyakit filariasis akibat Wuchereria bancrofti disebut Wuchereriasis atau Filariasis bancrofti. Hospesnya adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk Culex pipianfatigans, di perkotaan nyamuk Aedes, dan Anopheles di daerah pedesaan. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya seperti benang, warna putih susu. Cacing jantan panjangnya 40 mm, ekor melingkar mempunyai 2 spikula, warna putih, sedangkan cacing betina panjangnya 65 – 100 mm, ekor lurus, ujung tumpul.

b. Brugia malayi

Penyakit filariasis akibat Brugia malayi disebut Brugiasis atau Filariasis malayi. Hospesnya adalah manusia, anjing, kucing dan kera. Vektornya adalah Universitas Sumatera Utara 10 nyamuk Anopheles. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya halus seperti benang, warnanya putih susu, cacing betina panjangnya 55 mm, ekor lurus, sedangkan cacing jantan ukurannya lebih kecil dari cacing betina 23 mm dan ekornya melengkung ke arah ventral.

c. Brugia timori

Penyakit filariasis akibat Brugia timori disebut Brugiasis atau Filariasis timori. Hospesnya adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk Anopheles barbirostis . Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya halus seperti benang berwarna putih susu. Cacing betina panjangnya 40 mm dan ekornya lurus sedangkan cacing jantan ukurannya lebih kecil dari cacing betina 23 mm dan ekornya melengkung ke arah ventral.

2.1.3 Daur Hidup

Gambar 2.1 Siklus Hidup Cacing Filaria Universitas Sumatera Utara 11 Daur hidup cacing filaria yaitu ketika insekta nyamuk menghisap darah yang mengandung mikrofilaria, dalam beberapa jam kemudian mikrofilaria menembus dinding usus tengah nyamuk mencari jalan ke otot toraks dan mengalami metamorfosis dari bentuk larva ke bentuk filarial. Beberapa minggu kemudian mikrofilaria memasuki tahap infeksius. Ketika nyamuk kembali menggigit manusia, terjadi pemindahan larva yang infeksius melalui kulit ke hospes yang baru. Di sini larva tumbuh jadi dewasa. Periodisitas mikrofilaria dalam darah bervariasi tergantung pada spesiesnya. Periodisitas nokturna adalah karakteristik pada mikrofilaria Wuchereria bancrofti di belahan bumi sebelah barat. Mikrofilaria umumnya ditemukan di malam hari, jumlahnya bertambah mencapai maksimum di malam hari dan kemudian bersarang sampai minimum pada tengah hari. Mikrofilaria berada pada siang hari dalam pembuluh darah paru-paru, jantung dan otot, dalam aorta dan karotid. Pada malam hari mikrofilaria bermigrasi ke saluran darah perifer.

2.1.4 Patologi dan Simptomatologi

Simptom filarial disebabkan oleh cacing dewasa, baik yang hidup, mati dan mengalami degenerasi. Mikrofilaria yang berada sekitar satu tahun setelah infeksi tidak memperlihatkan patologi atau sedikit sekali. Cacing dewasa berada dalam saluran limfe yang berdilatasi atau dalam sinus jaringan limfe. Universitas Sumatera Utara 12 Kemungkinan hasil infeksi filariasis dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk :

a. Filariasis Asimptomatik

Di daerah endemik, anak-anak mudah terserang. Mereka mempunyai mikrofilaria dalam darahnya tanpa simptom. Pada waktu cacing dewasa mati dan mikrofilaria menghilang maka pasien bebas dari infeksi.

b. Filariasis Inflammatory