Usia Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Neurobehavioral pada

Gambar 6.2 Reduksi Sel Saraf Akibat Usia dan Pajanan Neurotoksikan Sumber: Ampulembang, 2004 Ampulembang 2004 menerangkan bahwa pada titik tertentu sel saraf akan mengalami reduksi sehingga penurunan fungsi kognitif dan beberapa penyakit akan timbul. Namun akibat pajanan neurotoksikan, hal tersebut dapat berlangsung lebih cepat. Pada point a, menggambarkan gejala penyakit yang secara cepat timbul akibat pajanan akut neurotoksikan. Williams et al 2000 menerangkan kondisi tersebut dapat terjadi pada paparan seperti karbon monoksida CO. Sedangkan point b dapat digambarkan dengan hasil penelitian ini yang menunjukan dari 36 responden 54.5 yang sudah berusia lebih dari 40 tahun, 72.2 terbiasa menggunakan pestisida organofosfat sebagai pemabasi hama. Hal ini kemungkinan dikarenakan mereka sudah menggunakan pestisida jenis ini sejak dahulu sehingga sulit untuk beralih ke jenis piretroid yang lebih tidak toksik pada manusia. Prijatno 2009 Pajanan Neurotoksin: Pestisida 100 P ers en s el s ara f Ambang Gejala Penyakit Kehilangan sel saraf normal karena usia a b menyebutkan alasan pemilihan pestisida golongan organofosfat karena sifat-sifatnya yang menguntungkan bagi para petani. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resisten pada serangga. Selanjutnya, Steenland 1994 mengutarakan bahwa efek neurobehavioral dapat terjadi akibat penggunaan pestisida golongan organofosfat. Ampulembang 2004 menjelaskan bahwa efek neurotoksik dapat timbul setelah mendapatkan paparan yang lama bahkan dalam konsentrasi yang kecil sekalipun dari agen neurotoksikan. Hasil pada penelitian ini juga ekuivalen sebagaimana pada penelitian oleh National Institute on Aging NIA, sebanyak 2000 orang mengalami penurunan daya neurologikal pada rentang umur 40 tahun. Perubahan ini terjadi pada fungsi saraf berupa daya kognitif, kecepatan belajar speed of learing , dan problem solving Kandel, 2000. Penuaan juga menyebabkan seseorang mengalami kuantitas tidur yang semakin menurun dan frekuensi terbangun setelah terlelap tidur juga semakin meningkat. Kondisi ini dapat menurunkan daya konsentrasi dan kekuatan memori sehingga akan mempengaruhi performa neurobehavioral. Kandel 2000 juga menyebutkan seiring penuaan, berat otak juga akan semakin menurun bahkan beberapa mencapai pada tahap kematian sel saraf. Beberapa sintesis enzim seperti dopamine, norepinephrine, dan asetilkholinesterase juga mengalami reduksi sejalan dengan penuaan. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya abnormalitas sintesis neurotransmitter dalam saraf yang kemudian menyebabkan efek neurobehavioral . 6.3.2 Tingkat Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan berbanding lurus dengan kewaspadaan dan kesadaran terhadap sesuatu serta kemampuan mengakses informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kewaspadaan dan kesadaran terhadap sesuatu serta kemampuan mengakses informasi lebih bagus. Selain itu, kesadaran akan kebutuhan pengetahuan dan kemampuan menggali informasi juga biasanya meningkat seiring dengan tingkat pendidikan Prijatno, 2009. Pengetahuan dan informasi yang cukup tentang neurotoksikan sangat penting dimiliki khususnya bagi petani penyemprot yang menggunakan pestisida. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik sehingga resiko kesehatan akan terminimalisir Starks, 2010. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa mayoritas reponden 69.7 berpendidikan rendah. Proporsi tersebut selaras dengan proporsi pekerja berpendidikan rendah di Indonesia. BPS 2013 menyebutkan pekerja Indonesia masih didominasi pekerja dengan pendidikan rendah yaitu sebanyak 47.9 angkatan kerja berpendidikan dibawah SD dan 17.18 berpendidikan SMP. Sebanyak 30 responden 65.2 yang berpendidikan rendah mengalami efek neurobehavioral. Meskipun tingkat pendidikan tidak bermakna secara statistik terhadap efek neurobehavioral p-value= 0.374 namun hal ini perlu diperhatikan. Pendidikan formal pada dasarnya merupakan sarana untuk berbagi informasi dan meningkatkan kognitif, kemampuan memecahkan masalah, dan belajar Prijatno, 2009. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ampulembang 2004 yang menyebutkan tidak ada hubungan pada penelitiannnya mengenai tingkat pendidikan dengan efek neurotoksik pada penggguna metil etil keton. Walaupun demikian, mayoritas responden 51 yang berpendidikan rendah mengalami efek neurotoksik. Gambar 6.3 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013 49.89 50.2 49.8 50.28 50.22 49.48 49.57 50.98 48.5 49 49.5 50 50.5 51 51.5 Pendidikan-Rendah Pendidikan-Tinggi M e a n S k or P e rf or m a N e ur obe ha v ior a l Digit Span Digit Symbol Pursuit Aiming Trial Making Berdasarkan diagram di atas, responden dengan pendidikan rendah memiliki rata-rata performa neurobehavioral yang buruk pada uji digit span , digit symbol, dan trial making dibandingkan dengan responden berpendidikan tinggi. Hasil tersebut selaras dengan Wesseling 2002 yang menyebutkan bahwa 81 responden 38 dengan performa buruk pada uji digit symbol memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan responden dengan performa baik. Faktanya, sebanyak 32 responden 69.6 yang berpendidikan rendah menggunakan pestisida organofosfat dan 71.9 diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Rendahnya tingkat pendidikan membuat tingkat kewaspadaan dan kesadaran semakin buruk sehingga petani justru lebih banyak memilih menggunakan jenis pestisida organofosfat sebagai pilihan utama Prijatno, 2009. Sementara golongan pestisida ini sangat beracun dan dapat menyebabkan efek neurobehavioral U.S EPA, 1998. Selain itu, 67.4 dari responden berpendidikan rendah telah berprofesi sebagai petani penyemprot lebih dari 10 tahun dan 77.4 diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Pendidikan rendah membuat para petani sulit beralih ke profesi lain. Dengan demikian, responden mengalami paparan pestisida dalam kurun waktu yang cukup lama. Lamanya paparan tersebut kemudian menentukan efek kronis pada seseorang seperti efek neurobehavioral US. Congress, 1990.

6.3.3 Pengetahuan

Pengetahuan yang cukup tentang zat neurotoksik sangat penting dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot yang menggunakan pestisida. Berdasarkan tabel 5.4 diketahui sebanyak 57.6 responden berpengetahuan buruk. Jumlah responden berpengetahuan buruk ini berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan searah dengan tingkat pengetahuan. Semakin rendah tingkat pendidikan maka pengetahuan dan tingkat kewaspadaan cenderung menurun Prijatno, 2009. Berdasarkan tabel 5.12 sebanyak 38 responden 57.5 berpengetahuan buruk dan 55.3 diantaranya mengalami efek neurobehavioral . Pengetahuan yang dinilai adalah mengenai penanganan pestisida berisikan pengetahuan tentang memilih, menyimpan, pelaksanaan penyemprotan, penggunaan aturan sesuai label, cara mencampur, dan tindakan setelah menyemprot yang sesuai dengan ketentuan sehingga dapat mengurangi keracunan pada petani tersebut. Hasil uji bivariat menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan efek neurobehavioral p- value =0.435. Sebaliknya, Afriyanto 2008 mengemukakan bahwa petani yang menggunakan pestisida dengan kuantitas dan kualitas yang berlebih tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya pestisida dapat menimbulkan dampak yang negatif terhadap kesehatan petani tersebut. Kejadian ini biasa disebut self poisoning dimana terjadi karena kurangnya pengetahuan sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat membahayakan dirinya. Pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga risiko terjadinya keracunan hingga gangguan neurologis dapat dihindari Afriyanto, 2008; Starks, 2010. Gambar 6.4 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Pengetahuan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013 Gambar 6.4 menjelaskan bahwa responden yang berpengetahuan buruk rata-rata cenderung mengalami performa neurobehavioral yang lebih buruk dibandingkan responden yang pengetahuannya baik. Hal ini tercermin dari uji digit span dan trial making. WHO 1986 menyebutkan 49.41 50.81 50.17 49.75 51.73 47.64 49.95 50.06 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Pengetahuan-Buruk Pengetahuan-Baik M ea n S k o r P er fo rm a N eu ro b eh a v io ra l Digit Span Digit Symbol Pursuit Aiming Trial Making uji ini merepresentasikan short therm memory atau memori jangka pendek dan attention. Fakta juga menyebutkan bahwa dari 28 responden yang berpengetahuan baik, 64.3 justru menggunakan pestisida organofosfat. L.Green menjelaskan dalam Notoatmodjo 1993 bahwa pengetahuan tidak berhubungan langsung dengan status kesehatan, akan tetapi harus melalui sikap atau praktik. Oleh sebab itu, walaupun petani berpengetahuan baik, namun perilaku dalam menggunakan jenis pestisida masih buruk sehingga tetap saja dapat menjadikan petani mengalami efek neurobehavioral . 6.3.4 Status Gizi Keadaan gizi seseorang dapat mencerminkan daya imunitas tubuh. Status gizi yang tidak normal dapat menimbulkan beberapa gangguan kesehatan. Status gizi diklasifikasikan menjadi tidak normal dan normal dimana penentuannya berdaarkan IMT. Status gizi tidak normal terdidri dari IMT kurus dan IMT berlebih sedangkan status gizi normal adalah IMT normal. Sebagaimana hasil penelitian, diketahui 11 responden 17 berstatus gizi tidak normal dan sisanya 83 berstatus gizi normal. Jumlah ini dimungkinkan karena pengukuran status gizi hanya berdasar IMT. Dari 11 responden yang berstatus gizi tidak normal, 63.6 diantaranya mengalami efek neurobehavioral. Hasil analisis bivariat menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan efek neurobehavioral p-value=1.000. Ampulembang 2004 yang meneliti efek neurotoksik juga tidak menemukan hubungan status gizi dengan kejadian efek neurotoksik p-value= 1.000. Alasan rasional mengapa status gizi tidak berhubungan dengan efek neurobehavioral adalah sebanyak 55 responden berstatus gizi normal, 60 diantaranya justru mengalami efek neurobehavioral. Selain itu, dari 55 responden tersebut ternyata 60 juga menggunakan pestisida organofosfat. Jadi, meskipun status gizi normal namun penggunaa pestisida dari golongan yang sangat beracun tetap dapat menyebabkan gangguan fungsional saraf U.S EPA, 1998. Gambar 6.5 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Status Gizi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013 Sumber: Analisis performa neurobehavioral berdasarkan status gizi 44.38 51.13 52.8 49.43 45.8 50.84 52.44 49.51 40 42 44 46 48 50 52 54 Status Gizi-Tdk Normal Status Gizi-Normal M e a n S k o r P e rf o rm a N e u ro b e h a v io ra l Digit Span Digit Symbol Pursuit Aiming Trial Making