Efek Neurobehavioral Dan Faktor Determinannya Pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur Dengan Pestisida Di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Zainul Fadilah

NIM: 109101000064

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M


(2)

i

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Zainul Fadilah

NIM: 109101000064

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M


(3)

(4)

iii Zainul Fadilah, NIM: 109101000064

EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA PADA PETANI PENYEMPROT TANAMAN SAYUR DENGAN PESTISIDA DI DESA PERBAWATI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2013

xx + 125 halaman, 24 tabel, 16 gambar, 7 lampiran

Abstrak

Penggunaan pestisida berdampak penting terhadap kesehatan manusia. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui sebanyak 79.7% petani di Desa Perbawati mengalami keracunan pestisida. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada populasi yang sama menyebutkan sebanyak 70% responden mengalami efek neurobehavioral. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian efek neurobehavioral dan faktor determinannya pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional yang dilakukan pada Februari-Mei 2013. Sampel penelitian sebanyak 66 petani dari total populasi 309 petani. Uji statistik menggunakan uji T-Independent dan uji chi square. Variabel yang diteliti yaitu umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida yang dihubungkan dengan efek neurobehavioral.

Hasil penelitian menunjukan bahwa petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida yang mengalami efek neurobehavioral sebanyak 60.6% responden. Dimana efek neurobehavioral terjadi pada uji digit span yaitu pada 21.2% responden, digit symbol pada 25.8%, pursuit aiming sebanyak 24.2%, dan trial making sebanyak 24.2% responden. Sementara variabel yang berhubungan dengan efek neurobehavioral adalah usia , merokok, jenis pestisida, dan masa kerja.

Berdasarkan hasil penelitian, maka untuk mengurangi petani yang mengalami efek neurobehavioral disarankan pada setiap petani untuk mengganti pestisida golongan organofosfat dengan piretroid serta mengurangi konsumsi rokok. Selain itu, dukungan pemerintah dalam menyediakan dan mendistribusikan pestisida yang lebih tidak beracun pada manusia (misal: golongan piretroid) juga diperlukan.


(5)

iv Zainul Fadilah, NIM: 109101000064

Neurobehavioral Effect and Its Determinant Factor among Farmers of Vegetable Crop Sprayer with Pesticide in The Perbawati Village, Sukabumi District in 2013.

xx + 125 pages, 24 tables, 16 images, 7 attachment.

Abstract

Usage of pesticide affect important to health of human being. Based on previous research known by counted 79.7% farmers in Perbawati Village suffer poisoned of pesticide. Result of preliminary research conducted in same population mention counted 70% respondents suffered neurobehavioral effect. While aim to describe occurrence of neurobehavioral effect and its determinant factor at farmers of vegetable crop sprayer with pesticide in the Perbawati Village, Sukabumi District in 2013

This research represent research of observational with cross sectional design. which conducted at February until May 2013. Research’s sample are 64 farmers of the total population of 309 farmers in the Perbawati Village. Statistical test uses T-test and chi square T-test for seeing any relationship between two variables. The variables studied are age, education grade, knowledge, nutritional status, stress, smoker, coffee consumption, type of pesticide, and years of service that associated with neurobehavioral effect on vegetables crop sprayer farmers in the Village of Perbawati.

The research showed that farmers of vegetable crop sprayer who using pesticide suffered neurobehavioral effect are 60.6% respondents. Where neurobehavioral effect happened at digit span test is 21.2% respondents, digit symbol is 25.8%, pursuit aiming is 24.2%, and trial making is 24.2% respondents. While variables related to neurobehavioral effect are age, smoker, pesticide type, and years of service.

Based on the result of research, henceforth to decrease amount of farmers who suffered effect of neurobehavioral suggested in each farmers to substitute the organophosphate pesticide with piretroid and lessen cigarette consumption. Besides, governmental support in providing and distributing more nontoxic pesticide at human being ( for example: faction of piretroid) is also needed.


(6)

(7)

(8)

vii PERSONAL DATA

Name : Zainul Fadilah

Sex : Male

Place/ date of birth : Banyumas 28th, 1990 Address : Puri Husada Agung,

Blok C.16 No.6

Gunung Sindur, Bogor

Religion : Islam

Citizenship : Indonesian Blood type : B

Driving lisence : C

Mobile : 08567449133

E-mail : zainul.fadilah@gmail.com GPA : 3, 44

Graduate : July 25rd 2013

References : Iting Shofwati, MKKK (085857052370/

081389115929) – Dosen K3 UIN Jakarta

: Bpk Noval, SKM (08568289248) – HSE at PT.Sibelco Lautan Minerals – Cikarang

Formal Educational Background:

Years Name school or university Place

2009 to present

State Islamic University Jakarta Public Health

Ocuupational Safety and Health Deartement

Ciputat, Banten

2006-2009

SMA N Ajibarang Ajibarang

2003-2006

SMP N 01 Wangon Wangon

1997-2003

SD N 02 Banteran Wangon

Non Formal Educational/ Workshop/ Training Background:

Years Skill on Workshop/ Training EO/ Place

2013 -Penanganan Kebakaran dan Penggunaan APAR CO dan dry chemical

-Safety work practice in the confined space - Safety work practice: bekerja di ketinggian -Environmental Monitoring – Hazard Identify

PT.Sibelco Lautan Minerals –

Cikarang dan Damkar Jababeka I

2013 Penanganan pada Kegawatdaruratan dan RJP/ CPR Damkar Jaksel 2013 Training:

-Permit to Work

-Contractor Safety Management System (CSMS)

FSK3- UIN Jakarta

2012 Management Disaster UNAND- Padang

2011 -Young Leadership Development -Advokasi dalam organisasi


(9)

vii

2012-2013

Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Dewan Ahli Bidang Public Relationship 2012 Seminar Profesi: Emergency Response Plan (ERP) Gedung

Bertingkat

Secretary 2011 Program Orientasi dan Pengenalan Almameter Kesehatan

Masyarakat Angkatan 2011

Chairman

2011 Interprofesionalisme Education Chairman of

Public Health

2010-2012

Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Staf Bidang Informasi dan komunikasi

2010 Public Health Get Talent Chairman

2009 Relawan PKPU – Program Pencegahan Dini TBC Volunteer Skill of Equipments Utilizing

Name of Equipments Utilizing Guideline

Standard

Sound Level Meter Noise (area)

Noise Dosimeter Noise (personal)

Area Heat Monitoring (WBGT) Heat Stress (area) Personal Heat Stress Heat Stress (personal) Simple reaction Timer - Lakasidaya Fatigue

Epam- 5000 Dust Monitoring (area)

Luxmeter Light (pencahayaan)

Rula & Reba Ergonomic

Portable air sampling pump SKC AirChek XR500

Particulate (dust PM10 & PM2.5) SKC 500 & 600

Gravimetri Dust concentration MDHS 14

Multi Gas Detector O2, CO2, LEL

Experiences of Research

Years Title of Research Institution/

Lecture 2011 Stres Kerja Pada Pegawai SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun

2011

UIN Jakarta- Catur Rosidati, MKM 2012 Efek Neurobehavioral dan Dosis Pb dalam darah pada

Karyawati SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2012

UIN Jakarta- Iting S, MKKK

2012 Pengembangan Masyarakat: Efektifitas Kadarzi dengan Pemodelan Budarzi, Pakdarzi, dan Radarzi Tahun 2012

UIN Jakarta- Minsarnawati, MKM

2013 Efek Neurobehavioral pada Petani penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

UIN Jakarta- Drs. Farid H, MSi dan Catur Rosidati, MKM


(10)

viii

Abdullah bin Mas'ud berkata, "Nabi saw bersabda:

Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta

oleh Allah lalu harta itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang

laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar

dengannya.

Skripsi ini hanyalah coretan kecil di atas kertas putih yang semoga bemanfaat bagi

ANDA yang membacanya. Tahukah Anda? Puluhan rim telah dipakai untuk karya ini

Semoga ALLAH SWT mengampuni kita yang telah banyak merusak bumi dan

lingkungannya karena sungguh ini dilakukan karena ILMU.


(11)

ix

sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat dalam upaya memajukan ilmu pengetahuan, pengabdian kepada bangsa, dan ibadah kepada Allah Yang Maha Memiliki Segalanya. Skripsi dengan judul ”EFEK NEUROBEHAVIORAL DAN FAKTOR DETERMINANNYA PADA PETANI PENYEMPROT TANAMAN SAYUR DENGAN PESTISIDA DI DESA PERBAWATI KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2013

telah

disusun sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat kepada : 1. Keluarga saya (Ibu, Bapak, Kakak, dan Adik), terima kasih atas kerelaannya

mendukung secara materil dan moril.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ir. Febriyanti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selaku penanggung jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Terima kasih atas bimbingan, ilmu, dan nasihatnya.


(12)

x

6. Ibu Dewi Iriani, Ph.D, Ibu Fase Badriah, Ph.D, dan dr. Satria Pratama, Sp.P selaku tim penguji. Terima kasih atas masukan dan apresiasinya.

7. Seluruh Dosen dan Staf (khususnya Bapak Gozali) Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Ibu Santi dan Ibu Rini (Lembaga Layanan Psikologi UIN Jakarta) yang telah banyak memberi masukan, bantuan, dan pengetahuannya terkait pengukuran performa neurobehavioral. Tanpa bantuannya tidak munkin skripsi ini dapat terselesaikan. Sungguh Terima kasih dengan sangat.

9. Bapak Ade Suryana, A.Md selaku Koordinator BP3K Kecamatan Sukabumi dan Bapak Ruhyana, SP selaku Penyuluh Pertanian Wilayah Binaan Perbawati. Terima kasih atas waktu dan bantuannya.

10. Bapak-Bapak Petani Desa Pebawati Kecamatan Sukabumi, Bapak H. Ajum, Pak Nur, dan yang lainnya yang tak mungkin penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuan ,waktu dan perhatiannya.

11. Terima Kasih Bang Farhan Ferdiansyah, SKM yang sudah banyak membantu dan menginspirasi penelitian ini.


(13)

xi

dan HIS-Ka.Masduki, dan HE-Ka.Anis yang sudah support saya. Terima Kasih. 13. Teman-teman seperjuangan K3 (Piqih, Defri, Ubay, Rifqy, Dio, Novan, Reza,

Mufil, Ipeh, VJ, Amel, Diana, Nia, Deniz, Heni, Lina, Sandy, Desi, Sca, dan Ex.K3 Vina) dan all angkatan 2009 Kesehatan Masyarakat, Para Senior (terutama Bang Said SKM dan Firman SKM yang banyak inspirasi saya serta Titah Wulandari yang banyak support saya) dan para Junior (khususnya Erika yang banyak bantu terjemahin jurnal2 saya), serta teman-teman FKIK, dan teman-teman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dengan caranya masing-masing.

14. Sahabat-sahabat TBC: BT, Kamal, Lukim, Tian, Ucup, Danu, Kamali, Arif, Yudiz, Mail, Beta, Wahyu, Syarif, dan Combat yang telah memberikan semangat pula. Special regard for Kamal – Mahameru is unforgettable memorial -.

Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain. Amin.

Jakarta, Mei 2013


(14)

xii

COVER ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

PANITIA SIDANG ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1 Tujuan Umum ... 8

1.5.2 Tujuan Khusus ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.5.1 Bagi Pemerintah dan Masyarakat Sukabumi ... 9

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 10

1.5.3 Bagi Peneliti ... 10

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Saraf Manusia ... 11


(15)

xiii

2.1.5 Klasifikasi bahan-bahan neurotoksik ... 15

2.1.6 Efek bahan-bahan toksik pada sistem saraf ... 20

2.1.7 Diagnosis Efek Neurobehavioral ... 21

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Efek Neurobehavioral ... 28

2.4.1 Faktor Internal ... 29

1. Usia ... 29

2. Genetik ... 29

3. Jenis kelamin ... 30

4. Pengetahuan ... 30

5. Tingkat Pendidikan ... 30

6. Cidera Kepala ... 31

7. Status Gizi ... 31

8. Status kesehatan ... 32

2.4.2 Faktor Perilaku ... 32

1. Konsumsi alkohol ... 32

2. Merokok ... 23

3. Penggunaan obat-obatan ... 33

4. Konsumsi kopi ... 33

2.4.3 Faktor Pekerjaan ... 34

1. Stres kerja ... 34

2. Riwayat pekerjaan... 34

3. Shift kerja ... 35

2.4.4 Faktor Eksternal Bahaya Fisik ... 35

1. Kebisingan ... 35

2. Getaran ... 36

3. Radiasi elektromagnetik ... 36

2.4.5 Faktor Eksternal Bahaya Biologi... 36

1. HIV ... 40


(16)

xiv

2.4 Kerangka Teori ... 39

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ... 40

3.2. Definisi Operasional ... 43

3.3. Hipotesis ... 48

BAB IV METODOLOGI PENELITIA 4.1 Desain Penelitian ... 49

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 49

4.3 Populasi dan Sampel ... 49

4.4 Instrumen Penelitian ... 52

4.5 Pengumpulan Data ... 62

4.6 Pengolahan Data ... 63

4.7 Analisis Data... 64

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Wilayah ... 66

5.2 Analisis Univariat ... 68

5.2.1 Efek Neurobehavioral ... 68

5.2.2 Usia ... 70

5.2.3 Tingkat Pendidikan ... 70

5.2.4 Pengetahuan ... 71

5.2.5 Status Gizi ... 71

5.2.6 Stres Kerja ... 72

5.2.7 Perilaku Merokok ... 72

5.2.8 Konsumsi Kopi ... 73

5.2.9 Jenis Pestisida... 74

5.2.10 Masa Kerja ... 74

5.3 Analisis Bivariat ... 75


(17)

xv

Neurobehavioral... 77

5.3.4 Hubungan antara Status Gizi dengan Efek Neurobehavioral... 78

5.3.5 Hubungan antara Stres Kerja dengan Efek Neurobehavioral... 79

5.3.6 Hubungan antara Merokok dengan Efek Neurobehavioral... 79

5.3.7 Hubungan antara Konsumsi Kopi dengan Efek Neurobehavioral... 80

5.3.8 Hubungan antara Jenis Pestisida dengan Efek Neurobehavioral... 81

5.3.9 Hubungan antara Masa Kerja dengan Efek Neurobehavioral... 82

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 84

6.2 Gambaran Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 ... 84

6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 ... 93

6.4.1 Usia ... 93

6.4.2 Tingkat Pendidikan ... 98

6.4.3 Pengetahuan ... 101

6.4.4 Status Gizi ... 103

6.4.5 Stres kerja ... 105

6.4.6 Merokok ... 108

6.4.7 Konsumsi kopi ... 112


(18)

xvi


(19)

xvii

No. Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 2.1 Neurobehavioral Core Test Battery (NCTB: WHO, 1986)

24

Tabel 4.1 Populasi Penelitian 49

Tabel 5.1 Gambaran Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

69

Tabel 5.2 Gambaran distribusi data skor standar digit span, digit symbol, pursuit aiming, dan trail making pada petani penyemptrot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

69

Tabel 5.3 Gambaran Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten SukabumiTahun 2013

70

Tabel 5.4 Gambaran Pengetahun pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

71

Tabel 5.5 Gambaran Status Gizi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

72

Tabel 5.6 Gambaran Stres Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

72

Tabel 5.7 Gambaran Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

73

Tabel 5.8 Gambaran Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

73

Gambaran Jenis Pestisida pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

74

Tabel 5.9 Gambaran Masa Kerja Petani Penyemprot

Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

75

Tabel 5.11 Gambaran Distribusi Tingkat Pendidikan dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013


(20)

xviii

Tabel 5.12 Gambaran Distribusi Pengetahuan dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

77

Tabel 5.13 Gambaran Distribusi Status Gizi dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

78

Tabel 5.14 Gambaran Distribusi Stres Kerja dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

79

Tabel 5.15 Gambaran Distribusi Perilaku Merokok dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

80

Tabel 5.16 Gambaran Distribusi Konsumsi Kopi dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

81

Tabel 5.17 Gambaran Distribusi Jenis Pestisida dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

82

Tabel 5.18 Gambaran Distribusi Masa Kerja dengan Efek Neurobehavioral pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida Di Desa Perbawati

Kabupaten Sukabumi Tahun 2013


(21)

xix

Gambar 2.1 Kerangka Teori 39

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 42

Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Performa Neurobehavioral

Abnormal (skor≤40) pada Petani Penyemprot

Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013

88

Gambar 6.2 Reduksi Sel Saraf Akibat Usia dan Pajanan Neurotoksikan

96 Gambar 6.3 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan

Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

99

Gambar 6.4 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Pengetahuan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

102

Gambar 6.5 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Status Gizi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

104

Gambar 6.6 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Stres Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

107

Gambar 6.7 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

110

Gambar 6.8 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

113

Gambar 6.9 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Jenis Pestisida pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013

118

Gambar 6.10 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan Masa Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013


(22)

xx

Lampiran 1 Surat Izin Peneltian dari Fakultas Lampiran 2 Surat Izin Peneltian dari BP4K Lampiran 3 Tabulasi Data Penelitian

Lampiran 4 Lembar Uji Performa Neurobehavioral Lampiran 5 Kuesioner Variabel Independent

Lampiran 6 Kuesioner Gejala Neurotoksik (subjective symptom) Lampiran 7 Hasil Analisis Data Menggunakan SPSS


(23)

1 1.1 Latar Belakang

Pestisida merupakan bahan kimia yang kini sangat populer digunakan untuk mengendalikan perkembangan/pertumbuhan hama, penyakit, dan gulma. Umumnya, pestisida didefinisikan sebagai senyawa kimia, jasad renik, maupun virus yang telah dilemahkan yang bertujuan mengendalikan dan membunuh hama (Starks, 2010). Penggunaan pestisida telah banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sektor pertanian merupakan pengguna utama bahan ini (Gupta, 2006).

Pada sektor pertanian, penggunaan pestisida secara tidak langsung berdampak penting pada peningkatan hasil pertanian. Namun demikian, penggunaan secara terus-menerus justru mengakibatkan pencemaran tanah pertanian dan akumulasi residual pestisida pada hasil pertanian (Yuantari, 2009). Selain lingkungan, penggunaan pestisida juga berdampak langsung pada kesehatan manusia. Salah satunya adalah dapat menimbulkan efek neurobehavioral (US. Congress, 1990).

Efek neurobehavioral didefinisikan sebagai perubahan yang merugikan atau gangguan secara fungsional pada saraf baik sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi yang diakibatkan oleh paparan suatu bahan kimia, agent fisik maupun biologis yang lebih dikenal dengan zat neurotoksik atau neurotoksikan (US. EPA, 1998). Gangguan ini mengakibatkan perubahan pada memori, attention, mood, disorientasi,


(24)

penyimpangan berfikir, serta perubahan somatik, sensorik, dan fungsi kognitif. Sementara itu, efek neurotoksik akibat penggunaan neurotoksikan jenis pestisida pertama kali dilaporkan 1890’an yaitu dari golongan organofosfat (Massaro, 2002).

Hingga kini gangguan sistem saraf seperti efek neurobehavioral telah menjadi isu kesehatan masyarakat yang sangat penting dan populer khususnya di negara-negara maju (Filley, 2011). Berbagai cara untuk mendiagnosis telah dikembangkan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah uji performa neurobehavioral. Metode ini selain mudah diaplikasikan juga dapat digunakan sebagai alat deteksi dini kejadian neurotoksik. Hal ini dikarenakan metode uji performa neurobehavioral cukup sensitif mendeteksi efek paparan pada konsentrasi kecil (WHO, 1986).

Sekitar 250 uji performa neurobehavioral telah dikembangkan diseluruh dunia bahkan beberapa telah dikelompokkan ke dalam standar yang baku (NAS, 2003). Namun demikian, penggunaan metode ini kurang mendapat perhatian di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Padahal penggunaan pestisida di dunia yang mencapai 3.5 juta ton pertahun justru konsumsi terbanyak adalah dari negara-negara berkembang khususnya untuk pestisida dengan jenis yang highly toxic (Perveen, 2011). Sementara itu, kelompok pekerja sektor pertanian di Indonesia yang mencapai 5.476.491 orang mengindikasikan masyarakat di Indonesia yang terkena dampak negatif penggunaan pestisida cukup besar (BPS, 2011). Asosiasi Industri Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) mengemukakan dari 1.000 petani, tak lebih dari 10 petani yang telah menerapkan pola pemakaian pestisida secara benar


(25)

(Afriyanto, 2008). Oleh sebab itu, efek penggunaan pestisida di Indonesia tentu menjadi penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

Pada dasarnya, neurotoksikan seperti pestisida dapat menyebabkan perubahan neuroanatomi, neurokimiawi, neurofisiologis atau neurobehavioral (Ampulembang, 2004). Selain pestisida, terdapat juga paparan yang dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf seperti pelarut organik, logam berat, kebisingan, getaran, dan radiasi elektromagnetik (WHO, 1986; Dobss, 2009). Perubahan pada sistem saraf terjadi pada rentang, tingkatan, dan respon yang beragam tergantung toksisitas dan lama paparan neurotoksikan. Pada beberapa kasus, perubahan ini akan menghasilkan gejala-gejala yang mudah diidentifikasi sebagai gangguan sistem saraf seperti lelah berlebihan, insomnia, pusing, dan sulit berkonsentrasi (Perveen, 2011). Gangguan sistem saraf ini sangat merugikan tingkat produktivitas seseorang karena bersifat irreversible dan dapat mengganggu daya kerja otak (Runia, 2008). Bahkan pada gangguan yang menetap dapat menimbulkan terganggunya irama kerja akibat semakin memburuknya hubungan interpersonal di lingkungan kerja (Ampulembang 2004).

Penggunaan pestisida di Indonesia mayoritas dihubungkan dengan dampak akut yaitu keracunan enzim kholinesterase. Ini dicontohkan melalui penelitian di Magelang yang melaporkan bahwa 34,6% petani hortikultura mengalami keracunan berat, 56,4% mengalami keracunan sedang, dan 9% mengalami keracunan ringan (Runia, 2008). Keracunan akut biasanya akan hilang dalam waktu satu sampai tiga minggu seiring dengan regenerasi plasma kholinesterase (Williams, 2000).


(26)

Selanjutnya, efek akut pada enzim kholinesterase hampir selalu diikuti oleh efek toksik yang bersifat kronik yaitu berupa gangguan sistem saraf. Hal ini terjadi jika paparan pestisida berlangsung terus-menerus. Efek kronik yang berupa gangguan sistem saraf pada hakekatnya dikarenakan terhambatnya pembentukan enzim asetilkholinesterase yang kemudian dapat menimbulkan penumpukan asetilkolin (ACh) pada proses kerja neurotransmitter (Williams, 2000). Kondisi seperti ini dilaporkan pada berbagai penelitian mengenai kejadian efek neurobehavioral berdasarkan pengukuran performa neurobehavioral (NAS, 2003).

Gambaran efek neurobehavioral dilaporkan pada penelitian Steenland (1994) di California USA pada pengguna pestisida organofosfat di sektor pertanian. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa sebanyak 128 orang yang didiagnosis keracunan pestisida mengalami gangguan neurobehavioral. Kejadian ini diketahui dari uji sustained visual attention dan symbol digit. Kedua tes ini menggambarkan kecepatan koordinasi motorik terutama pada kecepatan motorik mata dan tangan (WHO, 1986).

Sementara penelitian Wesseling (2002) di Costa Rika pada petani pisang diketahui 81 orang yang diidentifikasi keracunan akut organofosfat dan karbamat tercatat memiliki skor performa neurobehavioral yang rendah. Hal ini diketahui khususnya pada uji digit symbol dimana uji ini memperlihatkan penurunan tingkat kecepatan motorik otak (WHO, 1986).

Penelitian Farahat (2003) di Mesir pada pengguna pestisida organofosfat dilaporkan bahwa 52 responden mengalami gangguan neurobehavioral. Gangguan ini diketahui dari skor uji performa neurobehavioral yang rendah atau di bawah standar


(27)

normalitas yaitu 40 (Sahani, 2004). Uji performa neurobehavioral yang diketahui memiliki skor rendah seperti uji similarities (verbal abstraction), digit symbol, trial making a, trial making b (visuomotor speed), letter cancel (attention); digit span forward, digit span backward, BVRT, dan story recall B (memory).

Faktanya, kini mulai banyak peneliti yang menggunakan uji performa neurobehavioral untuk mendeteksi kejadian neurotoksik yang diakibatkan oleh agen toksik (NAS, 2003). Sejak tahun 1986, WHO telah menetapkan Neurobehavioral Core Test Battery (NCTB) sebagai standar dalam mendeteksi kejadian neurotoksik yang terdiri dari profile of mood states, simple reaction time, digit span, santa ana dexterity test, digit symbol, pursuit aiming, dan benton visual retention. Masing-masing tes tersebut memiliki standar skor. Sahani (2004) menuturkan jika standar skor tercatat dibawah empat puluh (skor ≤40) maka dapat dinyatakan bahwa seseorang mengalami gangguan fungsional saraf atau mengalami efek neurobehavioral. Selanjutnya efek neurotoksik juga dapat dikatakan terjadi jika gangguan sistem saraf tersebut diikuti juga dengan pajanan neurotoksikan seperti pestisida yang kini digunakan oleh petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi.

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu Daerah Tingkat II Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kabupaten Sukabumi terdiri dari 47 kecamatan yang salah satunya adalah Kecamatan Sukabumi. Kecamatan Sukabumi memiliki luas wilayah sebesar 2.393,261 Ha dan terbagi menjadi enam desa yang salah satunya adalah Desa Perbawati. Desa Perbawati memiliki luas lahan holtikultura paling luas diantara


(28)

desa-desa lainnya yaitu sebesar 120 Ha. Mayoritas penduduk Desa Perbawati bermata pencaharian sebagai petani terutama komoditi sayuran (BP3K, 2012). Pada tahun 2012, pernah dilakukan penelitian mengenai keracunan akut akibat pestisida yang dilihat dari enzim kholinesterase. Hasilnya adalah sebanyak 79,7% petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati mengalami keracunan pestisida (Fediansyah, 2012). Keracunan pada enzim kholinesterase akibat pestisida dapat menyebabkan penumpukan asetilkolin yang berakibat pada terhambatnya transmisi impuls sehingga gangguan pada sistem saraf dapat terjadi (US. Congress, 1990). Maka untuk membuktikan terjadinya gangguan sistem saraf diperlukan penelitian lanjutan mengenai efek neurotoksik atau efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati.

Studi pendahuluan dilakukan peneliti terhadap 10 orang petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi. Metode yang digunakan adalah pengukuran performa neurobehavioral dengan uji digit symbol dan digit span. Pada uji ini, seseorang dikatakan mengalam efek neurobehavioral jika skor digit symbol ≤40. Hasilnya sebanyak 70% responden mengalami efek neurobehavioral. Selanjutnya dari hasil wawancara diketahui bahwa seluruh responden (100%) mengalami gejala efek neurotoksik dengan gejala terbanyak adalah sering melupakan sesuatu hal yang baru saja dilakukan, lelah berlebihan, insomnia, sulit berkonsentrasi, dan sakit kepala terus menerus lebih dari satu minggu setelah melakukan penyemprotan. Disamping itu, rata-rata responden menggunakan 3 atau lebih macam pestisida dalam sekali penyemprotan. Macam pestisida yang digunakan seperti:


(29)

bulldog (β-siflutrin), crowen (sipermetrin), decis (deltametrin), rizotin (sipermetrin), matador (L-sihalotri), curacron (profenofos), dursban (klorpirifos), marshal (karbosulfan), antrakol (propineb), dithane M45 (mankozeb), bazoka (mankozeb), detacron (profenofos), detazep (mankozeb), revus (mandipropamid), sidamethrin (sipermetin), siodan (simoksanil), dan ziflo (ziram).

Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka diduga mayoritas petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati mengalami efek neurobehavioral. Kejadian efek neurobehavioral pada petani dapat mengakibatkan penurunan daya kognitif yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan kinerja bahkan penurunan hasil produksi pertanian. Untuk mencegah hal tersebut maka perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian sebelumnya pada petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati diketahui sebanyak 79,7% mengalami keracunan akut pestisida. Keracunan ini diketahui dari terhambatnya aktifitas enzim kholinesterase dimana kondisi tersebut selanjutnya dapat menyebabkan penumpukan asetilkolin yang berakibat pada terhambatnya transmisi impuls sehingga dapat menimbulkan efek neurobehavioral. Namun, apakah efek neurobehavioral benar-benar terjadi pada populasi tersebut. Hasil studi pendahuluan dengan uji performa neurobehavioral (digit symbol dan digit span test) mencatat 70% responden mengalami efek neurobehavioral. Gejala-gejala klinis efek neurotoksik juga dilaporkan seperti lelah


(30)

berlebihan, insomnia, sakit kepala, dan sulit berkonsentrasi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi,

merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013?

3. Apakah ada hubungan antara umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran efek neurobehavioral dan faktor determinannya pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.


(31)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.

3. Diketahuinya hubungan umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, masa kerja, dan jenis pestisida dengan efek neurobehavioral pada petani penyemprot tanaman sayur dengan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi Tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Pemerintah dan Masyarakat Sukabumi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pembuatan kebijakan program penyuluhan terhadap petani setempat mengenai penggunaan pestisida di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi. Bagi masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian dan kewaspadaan terhadap bahaya penggunaan pestisida.


(32)

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan dan keselamatan kerja mengenai efek neurobehavioral terkait pestisida pada petani.

1.5.3 Bagi Peneliti

Mengaplikasikan keilmuan kesehatan masyarakat dalam karya ilmiah serta melatih pola pikir sistematis dalam menghadapi permasalahan khususnya bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh salama di bangku kuliah.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester VIII Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada petani di Desa Perbawati Kecamatan Sukabumi Kabupaten Sukabumi pada Februari sampai Mei 2013. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Populasi penelitian adalah petani penyemprot tanaman sayur di Desa Perbawati Kabupaten Sukabumi. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner terkait variabel yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari Program Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kecamatan Sukabumi, dan Profil Kabupaten Sukabumi.


(33)

11 2.1 Sistem Saraf Manusia

2.1.1 Pegertian

Sistem saraf manusia merupakan suatu rangkaian jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain (Pearce, 2006). Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antar berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi, dan gerakan.

2.1.2 Klasifikasi Saraf

Sistem saraf manusia terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf serebrospinal dan otonom. Sistem saraf serebrospinal terdiri dari susunan saraf pusat dan tepi atau periferi. Selain itu, terdapat tiga jenis batang saraf yang dibentuk oleh saraf serebrospinal yaitu (Pearce, 2006):

a. Saraf motorik atau juga yang disebut saraf eferen merupakan saraf yang menghantarkan impuls dari otak dan sumsum tulang belakang ke saraf periferi.


(34)

yang berasal dari periferi menuju otak.

c. Batang saraf campuran merupakan saraf yang terdiri dari saraf motorik dan sensorik sehinga berfungsi menghantarkan impuls dari otak ke saraf periferi dan sebaliknya.

Sistem saraf otonom terkadang disebut saraf tidak sadar karena berfungsi mengendalikan organ-organ dalam secara tidak sadar. Berdasarkan fungsinya maka saraf otonom dibagi menjadi dua yaitu:

a. Susunan saraf simpatik yang merupakan saraf otonom yang berhubungan dan bersambung dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra.

b. Susunan saraf parasimpatik yang terbagi menjadi dua bagian yaitu saraf otonom kranial dan sakral.

2.1.3 Efek Neurobehavioral

Sistem saraf sangat penting dalam kehidupan manusia karena semua indra dan organ dikendalikan oleh saraf. Susunan dan mekanisme saraf sangat kompleks dalam mengatur gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, pernafasan, hormon, dan sistem kerja organ lainnya. Namun demikian, saraf manusia sangatlah rentan terhadap kerusakan. Selain diakibatkan oleh proses penuaan, saraf dapat mengalami gangguan akibat penetrasi bahan-bahan kimia yang bersifat toksik (U.S. Congress, 1990).

Penetrasi bahan kimia memiliki potensi pada setiap organ manusia dan tidak jarang mengakibatkan keracunan. Dibandingkan dengan organ-organ lainnya,


(35)

akibat zat toksik. Banyaknya jenis zat toksik yang dapat merusak saraf diakibatkan mudahnya penetrasi zat toksik yaitu melalui peredaran darah. Peter S. Spencer dalam buku “Neurotoxicity: Identifying and Controlling Poisons of the Nervous System” mengemukakan alasan kerentanan sistem saraf terhadap zat-zat toksik sebagai berikut (U.S. Congress, 1990):

a. Sel-sel saraf tidak dapat mengalami regenerasi ketika sudah rusak.

b. Sel saraf mati dan mengalami perkembangan mundur seiring proses penuaan. c. Pada bagian saraf tertentu, zat toksik secara langsung berinteraksi dengan

saraf akibat peredaran darah.

d. Banyak zat toksik dapat dengan mudah menembus membran saraf.

e. Tingginya kandungan lemak pada bagian tertentu dari sistem saraf seperti mielin dapat menimbulkan penumpukan dan menahan zat toksik yang bersifat lipofilik.

f. Permukaan yang luas dari sistem saraf dapat meningkatkan pajanan terhadap zat toksik.

g. Transmisi elektrokimia pada sinaps membuka peluang pada zat toksik untuk berlaku dengan cara selektif untuk merusak fungsi sinaps.

h. Saraf sensitif terhadap kekurangan oksigen dan kebutuhan energi tinggi. i. Beberapa sel saraf khusus memiliki kebutuhan energi yang unik.

Pada umumnya, efek neurobehavioral didefinisikan sebagai gangguan fungsional saraf baik sistem saraf pusat maupun saraf tepi yang diakibatkan oleh paparan suatu bahan kimia, agent fisik, maupun biologis yang lebih dikenal


(36)

merugikan pada somatik, sensorik, motorik, dan fungsi kognitif (U.S EPA, 1998). Selain itu, gangguan saraf juga dapat terjadi secara struktural yaitu berupa perubahan neuroanatomi. Selanjutnya, baik perubahan secara fungsional maupun struktural, keduanya dapat diakibatkan oleh neurotoksikan seperti pestisida, logam berat, dan pelarut organik (Ampulembang, 2004).

2.1.4 Gejala Efek Neurobehavioral

Efek neurotoksik akibat agen kimia (zat neurotoksik) ditandai oleh disfungsi neurologis atau perubahan kimiawi dan struktur sistem saraf. Umumnya bermanifestasi sebagai gejala yang berkelanjutan, tergantung dari dosis dan durasi pajanan serta faktor yang bersifat individual. Gangguan dapat terjadi pada sistem saraf baik sentral maupun perifer serta juga organ sensoris.

Secara umum sistem saraf bereaksi dengan cara yang sama terhadap pajanan bahan neurotoksik. Manifestasi yang timbul terutama adalah ensefalopati dan polineuropati. Kerusakan pada fungsi saraf motorik dan sensorik mengakibatkan kelemahan pada otot-otot, paresis di distal ekstremitas, dan parastesia. Sedangkan ensefalopati menyebabkan kegagalan difus otak sehingga terjadi gangguan memori, proses belajar, dan kemampuan berkonsentrasi. Selain itu, sering juga disertai peningkatan frekuensi sakit kepala, vertigo, perubahan pola tidur, dan berkurangnya aktifitas seksual.

Sementara WHO (1986) menyebutkan gejala-gejala gangguan saraf akibat zat toksik adalah sebagai berikut:


(37)

c. Perubahan pola tidur seperti insomnia.

d. Sering terbangun pada malam hari (diluar kebiasaan). e. Mimpi buruk.

f. Dimensia atau sulit mengingat. g. Kehilangan ide.

h. Sulit berkonsentrasi. i. Merasa tertekan atau stress. j. State mudah berubah. k. Sakit kepala dan vertigo. l. Jantung berdebar-debar. m.Berkeringat berlebihan.

n. Tremor dan mati rasa pada jemari.

2.1.5 Klasifikasi bahan-bahan neurotoksik 1. Pestisida

a. Definisi Pestisida

Pestisida didefinisikan berdasar Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/PERMENTAN/SR.140/2/2007 sebagai zat kimia atau bahan lain dan jasad renik dan virus yang dapat digunakan untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman. Penggunaan pestisida mayoritas digunakan pada sektor pertanian. Namun bahan ini juga digunakan dalam rumah tangga


(38)

memiliki beberapa efek racun seperti:

a) Racun kontak adalah membunuh sasarannya bila pestisida mengenai kulit hewan sasarannya.

b) Racun perut adalah membunuh sasarannya bila pestisida tersebut termakan oleh hewan yang bersangkutan.

c) Fumigan adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya melalui saluran pernafasan.

d) Racun sistemik adalah pestisida dapat diisap oleh tanaman, tetapi tidak merugikan tanaman itu sendiri di dalam batas waktu tertentu dapat membunuh serangga yang menghisap atau memakan tanaman tersebut.

b. Klasifikasi Pestisida

Beberapa jenis pestisida yang hingga kini banyak digunakan oleh manusia adalah: a) Insektisida berfungsi untuk membunuh atau mengendalikan serangga; b)Herbisida berfungsi untuk membunuh gulma; c) Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan; d)Algasida berfungsi untuk membunuh alga; e)Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat; f)Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu; g)Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri, dan; h)Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput (Prijatno, 2009).


(39)

menjadi (Prijatno, 2009): a) Golongan Organofosfat

Organofosfat merupakan jenis pestisida yang paling toksik. Golongan ini sering menyebabkan keracunan pada manusia jika bahan tersebut tertelan meskipun dalam jumlah sedikit. Bahan ini juga dapat menyebabkan kematian pada manusia. Cara kerja organofosfat bersifat racun kontak, racun perut, dan juga racun fumigant. Organofosfat juga menghambat aktivitas enzim kolinesterase dan dapat mengganggu sistem saraf pusat.

b) Golongan Karbamat

Pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun perut, dan racun pernapasan. Bekerja seperti golongan organofosfat. c) Golongan Organoklorin

Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari halogenated hydrocarbon, termasuk diantaranya dan terkenal sebagai penyebab masalah yaitu polyclorinated biphenyls dan dioxin. Sebagai kelompok pestisida, organoklorin merupakan racun terhadap susunan saraf (neurotoksin) yang merangsang sistem saraf baik pada serangga maupun mamalia serta menyebabkan tremor dan kejang-kejang.

d) Golongan Piretroid

Pestisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari piretrum yang menunjukkan efikasi yang lebih tinggi terhadap


(40)

rendah dibandingkan dengan pestisida lainnya. Mekanisme kerjanya secara kontak dan tidak sistemik.

Pestisida golongan organofosfat dan karbamat merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Di dunia, penggunaan pestisida sudah melebihi satu juta ton tiap tahunnya dimana 28% penggunaaannya adalah jenis organofosfat dan karbamat (FAO, 2010 dalam Perveen, 2011). Bahan ini bukan hanya menimbulkan dampak pada lingkungan namun juga pada kesehatan manusia. Beberapa pestisida yang cukup berbahaya bagi kesehatan manusia antara lain: Coroxon (LD50: 12mg/Kg), Parathion (LD50: 12mg/Kg), dan Ethion (LD50: 12mg/Kg) (Gupta, 2006).

c. Mekanisme Toksisitas

Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara. Pertama melalui kulit, absorsi melalui kulit berlangsung terus selama bahan ini masih berada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecalakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan keracunan berat hingga mengakibatkan kematian. Ketiga melalui pernapasan dapat berupa bubuk, droplet ataupun uap yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung, dan tenggorokan jika terhisap cukup banyak.

Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja sebagai berikut (Ginting, 2011):


(41)

dari protein komplek yang dalam proses kerjanya perlu adanya aktivator atau kofaktor yang biasanya berupa vitamin. Bahan racun yang masuk ke dalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja bahkan langsung non aktif. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dan berinteraksi dengan sel akan menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya menghambat hemoglobin dalam mengikat atau membawa oksigen.

b) Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotin. Ini akan menimbulkan reaksi alergi, seperti gatal-gatal dan mual.

c) Fungsi detoksikasi hati (hepar). Pestisida yang masuk ke tubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi) di dalam hati oleh fungsi hati. Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.

2. Pelarut Organik

Efek keracunan pelarut organik dapat bersifat akut dan kronik. Keracunan akut dapat mengganggu tingkat konsentrasi dan dapat bersifat depresi susunan saraf. Beberapa golongan seperti keton dapat berakibat pada gangguan sistem saraf. Beberapa pelarut organik yang dapat menyebabkan gangguan neurologi adalah acetone, benzene, carbon tetrachloride, carbon disulfide, methanol, tetrachloroethylene, toluene, n-hexane, dan trichloroethylene (Ampulembang, 2004).


(42)

Logam berat merupakan suatu bahan yang bersifat padatan yang dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia (Widowati dkk., 2008). Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim sehingga dapat mengganggu metabolisme tubuh. Selain itu, efek lainnya juga dapat berupa gangguan saraf, pencernaan, alergi, serta bersifat teratogenik, mutagen, dan karsinogenik. Beberapa logam berat yang digunakan manusia dengan tingkat toksisitas cukup berat seperti Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, As, dan Zn (Widowati dkk., 2008).

2.1.6 Efek bahan-bahan toksik pada sistem saraf 1. Perubahan Struktural

Efek neurotoksik struktural merupakan perubahan neuroanatomi yang terjadi pada sistem saraf (Amplumbang, 2004). Perubahan struktural membuat perubahan pada morfologi sel dan struktur subselular. Perubahan selular seperti akumulasi, proliferasi, dan penyusunan ulang struktur elemen (filament intermediate dan mikrotubulus) atau organelle (mitokondria). 2. Perubahan Fungsional/ Neurobehavioral

Bahan-bahan toksik dapat menyebabkan perubahan fungsional sel saraf yang meliputi modifikasi motorik dan mengganggu aktifitas sensorik. Perubahan fungsi saraf dapat mengakibatkan terganggunya sistem organ yang lain. Banyak sistem yang akan mengalami gangguan misalnya sistem endokrin dimana beberapa hormon dan enzim akan mengalami gangguan dalam proses sekresi (Williams, 2000).


(43)

baik sistem saraf pusat maupun saraf tepi yang diakibatkan oleh paparan suatu bahan kimia, agent fisik, maupun biologis yang lebih dikenal dengan zat neurotoksik. Sementara menurut NAS (2003) bahwa efek neurobehavioral diartikan sebagai perubahan pada kognisi, keadaan jiwa, dan perilaku yang dimediasi oleh sistem saraf pusat. Efek ini dapat diukur dengan melalui pengamatan timbulnya gejala yaitu dengan kuesioner maupun tes yang tervalidasi.

Perubahan perilaku mungkin menjadi indikasi pertama terjadinya kerusakan sistem saraf. Seseorang yang terpajan zat toksik biasanya akan mengalami perasaan yang tidak menentu, penurunan daya ingat, konsentrasi, dan kemampuan belajar (NAS, 2003).

2.1.7 Diagnosis Efek Neurobehavioral 1. Evaluasi Neurologi Klinis

Penilaian kemungkinan efek neurobehavioral pada individu dimulai dengan evaluasi klinik untuk menyingkirkan penyebab lain. Evaluasi klinis pada kasus yang dicurigai termasuk rincian riwayat medis serta pemeriksaan neurologis standar. Dimulai dengan wawancara dan pengumpulan riwayat medis, pasien ditanyakan mengenai kondisi medis saat ini dan sebelumnya, obat-obatan yang sedang digunakan, serta kegemaran. Rincian informasi mengenai pekerjaan seperti tugas maupun pajanan, rute dan durasi dari pajanan serta juga apakah ada rekan kerja


(44)

penting untuk mengarahkan kemungkinan penyebab.

Pemeriksaan neurologis diawali dengan penilaian status mental secara singkat, termasuk tingkat kesadaran, orientasi, gangguan bicara, konsentrasi, memori, mood, dan affect. Kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap 12 saraf kranialis untuk membuktikan hubungan keluhan dengan pajanan bahan neurotoksik (Ampulembang, 2004).

Selanjutnya, dilakukan evaluasi sistem motorik termasuk inspeksi untuk melihat adanya atrofi, gerakan yang tidak biasa, dan tremor. Analisis dilakukan terhadap koordinasi, tonus otot, tahanan terhadap regangan pasif, serta kekuatan otot. Penilaian terhadap fungsi sensorik termasuk rasa sakit, posisi, vibrasi, sentuhan ringan, dan temperatur juga dilakukan. Terakhir, dilakukan pemeriksaan reflex tendon dan plantar (Ampulembang, 2004).

2. Kuesioner Deteksi Dini

Banyak kuesioner telah dibuat untuk dapat mendeteksi secara dini efek bahan neurotoksik pada populasi pekerja atau populasi yang beresiko seperti Self Reporting Questionnaire (SRQ) 16 Swedish. Kuesioner ini bertujuan menggambarkan gejala efek neurotoksik yang diakibatkan oleh pelarut organik (Ampulembang, 2004). Selain itu, terdapat juga SRQ 20 WHO yang bertujuan untuk menggambarakan gejala neurotik (WHO, 1994).


(45)

Uji performa neurobehavioral atau dikenal juga dengan neuropsychological assessment merupakan suatu uji yang terstandarisasi yang didisain untuk mengidentifikasi gangguan sistem saraf yang berhubungan dengan paparan bahan-bahan neurotoksik. Uji ini juga dapat berguna untuk membangun hipotesis mengenai mekanisme toksisitas atau dampak yang terlokalisasi pada area otak.

Terdapat lebih dari 250 uji neurobehavioral telah dikembangkan di dunia hingga kini. Masing-masing uji neurobehavioral menggambarkan domain yang berbeda-beda seperti attention and concentration; motor skills; visuomotor coordination; visuospatial relations; memory; affect and personality. Dari sekian banyak uji, tidak terdapat uji yang dapat digunakan sendiri untuk mengidentifikasi disfungsi otak akibat paparan neurotoksikan. Penggunaannya harus disertai uji yang lain dengan tujuan agar domain yang mengalami disfungsi teridentifikasi dengan tepat (Fiedler, 1996 dalam NAS, 2003). Hasil skor dari setiap uji dapat digunakan untuk dasar menentukan kerusakan fungsional otak atau efek neurobehavioral (NAS, 2003; US. Congress, 1990).

Beberapa negara dan organisasi dunia telah mengelompokan uji-uji neurobehavioral yang ada berdasarkan domain fungsional dengan tujuan agar dapat menggambarkan disfungsi neural secara menyeluruh. Salah satunya yang dikelompokan oleh PBB melalui badan kesehatan dunia


(46)

yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1 Uji Performa Neurobehavioral pada Neurobehavioral Core Test Battery (NCTB: WHO, 1986)

No. Nama uji Domain Deskripsi/ keterangan

1. Digit Span Short term memory

Merupakan tes yang bersifat verbal dari Wechsler Adult Intellegence Scale

(WAIS) yan bertujuan untuk melihat short term auditory memory yang juga

menggambarkan fokus perhatian. 2. Digit

symbol

Visuomotor speed/ motoric speed

Merupakan sub tes dari WAIS yang bertujuan untuk melihat gambaran kecepatan perceptual motorik yang juga menggambarkan kecakapan asosiasi. 3. Pursuit

Aiming

Precision, fine control motoric

Mengukur kemampuan untuk berpindah secara akurat yaitu pada pergerakan dengan menggunakan tangan.

4. Santa-Ana manual Dexterity

Motor

coordination, Dexterity

Mengammbarkan ketangkasan manual yang membutuhkan pegerakan koordinasi antara tangan dan mata secara cepat. 5. Profile of

Mood States

Affect Mendeskripsikan mood dan perasaan dari subjek atau responden.

6. Simple Reaction Time

Attention/ Response Speed

Mengukur seberapa cepat subjek bereaksi. Hal ini sangat membutuhkan konsentrasi perhatian dari subjek.

7. Benton Visual Retention

Visual Perception/ Memory

Mengukur kemampuan untuk menyusun pola geometrikal dan menghafalkannya.


(47)

8. Trial making

Attention Merupakan tambahan tes dari California University dimana bertujuan mengukur daya konsentrasi dan fokus perhatian melalui kecepatan seseorang dalam menghubungkan angka-angka yang berurutan.

Note: *uji performa neurobehavioral dari California University dan ADNI (Steenland, 2004)

Adapun dalam penelitian ini digunakan uji digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial making yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a. Persiapan

Siapkan tempat yang nyaman dan mendukung responden untuk berkonsentrasi seperti ruangan/ tempat cukup pencahayaannya, tidak bising, dan tidak panas. Siapkan alat seperti papan untuk alas, pensil/ pena, dan lembar kerja digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial making.

b. Pengenalan

Beritahukan maksud dan tujuan instrumen ini serta langkah-langkah dalam mengerjakan uji ini. Beritahukan hal-hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan ketika mengerjakan tes ini.


(48)

Responden mengerjakan lembar kerja digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial making. Adapun penjelasan uji digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial making adalah sebagai berikut:

a) Digit symbol

Responden dituntut untuk mengisi kolom kosong dengan simbol-simbol yang telah ditentukan/ dicontohkan sesuai digit yang ada dalam waktu 90 detik. Responden tidak boleh melompat atau melakukan skip dalam mengerjakannya.

b) Digit span

Responden mengulang serangkaian digit yang disebutkan peneliti (peneliti menyebutkan 3-6-1 maka responden menyebutkan 3-6-1 dst) untuk digit span forward dan mengucapkan secara terbalk (1-6-3) untuk digit span backward.

c) Pursuit aiming

Responden memberikan titik (dot) tepat di area tengah lingkaran dimana lingkaran berdiameter 2mm. Responden diberikan waktu 2x60 detik untuk mengerjakan dengan diselingi waktu istirahat selama 30 detik.

d) Trial making

Responden menghubungkan lingkaran-lingkaran sesuai dengan urutan angka 1-2-3-4….25. Tes ini maksimal dikerjakan selama 300


(49)

maka skor 300 dianggap layak untuk responden tersebut. d. Menjumlahkan skor

a) Digit symbol

Menjumlahkan banyaknya simbol yang benar (sesuai digit) pada pengisian kolom kosong. Maksimal skor adalah 100 poin.

b) Digit span

Menjumlahkan banyaknya rangkaian digit yang berhasil diucapkan secara benar. Total skor merupakan penjumlahan dari uji digit span forward dan backward. Maksimum skor adalah 28 poin. c) Pursuit aiming

Menjumlahkan lingkaran (circle) yang telah diberi dot dengan tepat yaitu berada di tengah atau tidak menyentuh garis atau di luar lingkaran.

d) Trial making

Waktu yang dicatatkan responden dalam menyelesaikan tes ini. e. Standarisasi Skor

Setelah skor masing-masing uji diperoleh maka skor tersebut harus distandarisasikan agar dapat diinterpretasikan sesuai acuan yang ada. Berikut adalah rumus untuk menstandarkan skor digit symbol, digit span, pursuit aiming, dan trial making:


(50)

Skor – Skor Mean

X 10 + 50 = SKOR STANDAR Std. Deviasi

f. Interpretasi

Skor yang telah terstandar dapat diinterpretasikan sebagai berikut: a) Skor ≤ 40 artinya abnormal atau performa neurobehavioral buruk

atau efek neurobehavioral.

b) Skor > 40 artinya normal atau performa neurobehavioral baik atau tidak efek neurobehavioral (Sahani, 2004).

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Efek Neurobehavioral

Efek neurobehavioral atau gangguan fungsional saraf akibat zat toksik terjadi bila terdapat bahan yang bersifat neurotoksik seperti pestisida, logam berat, dan pelarut organik yang memajan dan masuk ke dalam tubuh dalam jumlah dan waktu tertentu. Berdasarkan WHO (1986), Starks (2010), U.S. Congress (1990), Ampulembang (2004), Ross (2011), dan Dobbs (2009) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efek neurobehavioral yaitu terdiri dari faktor internal, eksternal, perilaku, dan pekerjaan. Faktor internal antara lain: umur, genetik, jenis kelamin, pengetahuan, tingkat pendidikan, cidera kepala, status gizi, dan status kesehatan. Faktor perilaku antara lain alkoholik, merokok, konsumsi kafein, dan penggunaan obat-obatan. Faktor pekerjaan antara lain: shift kerja, riwayat pekerjaan, dan stres kerja. Sementara faktor eksternal berupa HIV, kebisingan, radiasi elektromagnetik, getaran, paparan pestisida, logam berat, dan pelarut organik yang diukur pada masa kerja atau lama terpapar, jenis bahan, serta alat pelindung diri.


(51)

2.3.1 Faktor Internal

Karakteristik individu berpengaruh terhadap efek neurobehavioral dikarenakan degenerasi sel saraf akibat terjadinya perubahan biologis tubuh baik fungsional maupun struktural.

1. Usia

Sel saraf mulai berdefrensiasi menjadi akson dan dendrit saat janin berumur 20 minggu. Selanjutnya sel saraf terus berkembang hingga membentuk jejaring dan sinapsis. Sel saraf terus berkembang hingga umur antara 30 sampai dengan 50 mulai mengalami degenerasi khususnya pada bagian locus ceruleus dan substantial nigra. Sedangkan, antara umur 20 hingga 80 tahun sejumlah sel cerebral cortex berkurang hingga setengahnya. Disamping itu, sintesis enzim aktifator neurotransmitter juga semakin berkurang. Hal ini menimbulkan proses impuls menjadi terganggu (U.S. Congress, 1990). Sebagai contoh pada penelitian Rohlman (2006) yang menyebutkan terdapat penurunan fungsi saraf setiap pertambahan usia 5 tahun setelah usia mencapai 28 tahun.

2. Genetik

Kelainan genetik terjadi pada ras tertentu seperti adanya kelainan aktivitas enzim dan hormon sehingga menghambat proses kerja system saraf. Kejadian ini dapat membuat sistem saraf mengalami penurunan kinerja akibat adanya hambatan sinapsis (Starks, 2010).


(52)

3. Jenis kelamin

Laki-laki mempunyai angka normal aktifitas kholinesterase yang berbeda dengan wanita. Hal ini mengakibatkan kadar kholin bebas dalam plasma laki-laki dewasa normal rata-rata sekitar 4,4μg/ml. Sedangkan pada wanita mempunyai rata-rata lebih tinggi. Sehingga jika terjadi penghambatan enzim khlinesterase maka acetylcholine dengan cepat akan meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gangguan pada sistem saraf pusat. Kemudian keadaan ini dapat berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Starks, 2010).

4. Pengetahuan

Pengetahuan yang cukup tentang zat neurotoksik sangat penting dimiliki, khususnya bagi petani penyemprot yang menggunakan pestisida. Pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik pula, sehingga risiko terjadinya keracunan hingga efek neurotoksik/ neurobehavioral dapat dihindari (Starks, 2010).

5. Tingkat Pendidikan

Pendidikan searah dengan tingkat kewaspadaan dan kemampuan mencari informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kewaspadaan cenderung meningkat. Selain itu, kemampuan mencari informasi meningkat seiring tingkat pendidikan (Rusimah, 2011). Pengetahuan yang cukup


(53)

penyemprot yang menggunakan pestisida. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan para petani penyemprot dapat melakukan pengelolaan pestisida dengan baik sehingga resiko kesehatan akan terminimalisir (Starks, 2010). 6. Cidera Kepala

Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser mengikuti arah dan gaya benturan. Gerakan geseran ini dapat menimbulkan lesi dan mengakibatkan kelambanan otak dan gangguan pada saraf. Gangguan saraf terjadi akibat terjadi kerusakan pada sejumlah dendrite dan akson sehinggahantaran impuls menjadi terhambat (Starks, 2010).

7. Status Gizi

Keadaan gizi seseorang dapat mencerminkan daya imunitas tubuh. Status gizi yang buruk dapat berakibat menurunnya daya tahan dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksik. Pada kondisi gizi yang buruk, protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas dan beberapa enzim aktifator neurotransmitter terbentuk dari protein. Jika ketersediaan protein terganggu maka pembentukan enzim aktifator juga terganggu. Terganggunya enzim dapat menghambat hantaran impuls. Hal ini dapat dicontohkan pada enzim asetilkholinesterase yang terhambat sehingga hidrolisis asetilkol terganggu hingga menimbulkan penumpukan. Penumpukan asetilkolin menyebabkan terganggunya saraf pusat dan kinerja motorik (Starks, 2010).


(54)

Seseorang yang sedang menderita suatu penyakit atau dalam kondisi kesehatan yang buruk akan mengalami penurunan kemampuan merespon terhadap suatu rangsangan. Selain disebabkan oleh proses metabolik sel yang menurun, gangguan pada saraf (gangguan sensorik dan motorik) juga diakibatkan penurunan tingkat aktifitas enzim asetilkholinesterase sehingga terjadi hambatan pada penghantaran impuls (Dobbs, 2009; Starks, 2010). 2.3.2 Faktor Perilaku

Faktor prilaku dari gaya hudup dapat mempengaruhi kejadia efek neurobehavioral yaitu seperti perilaku mengkonsumsi alcohol, kopi, rokok, dan obat-obatan.

1. Konsumsi alkohol

Alkohol atau dikenal juga ethanol merupakan suau bahan kimia yang seringkali dikonsumsi manusia. Konsumsi alkohol dapat berakibat pada gangguan kesehatan. Salah satu organ utama yang menjadi sasran bahan ini adalah otak. Otak sangat rentan terhadap gangguan saraf akibat penggunaan alkohol dalam waktu yang lama. Bahan ini merusak sistem saraf dengan sifat akut dan kronis. Sekitar 9% dari orang yang ketergantungan terhadap alkohol didiagnosis mengalami brain disorders (Eckardt, 1986; U.S. Congress, 1990).

2. Merokok

Rokok mengandung banyak bahan berbahaya seperti karbon monoksida (CO), hydrogen sianida (HCN), formaldehida, benzene, arsen,


(55)

bahaya yang ada pada rokok, seperti nikotin. Otak merespon paparan nikotin dengan memerintahkan tubuh untuk membuat zat endorphin lebih banyak dari keadaan normal. Struktur kimia endorphin hampir sama dengan obat penghilang rasa sakit seperti morphine. Kadar endorhpin yang tinggi secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadinya sakit kepala atau gangguan pada saraf (U.S. Congress, 1990). Pada umumnya, merokok diukur dengan menggunakan skala Brinkman untuk menilai suatu resiko kesehatan. Skala ini merupakan perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari dengan lama merokok dalam tahun (Hasty, 2011).

3. Penggunaan obat-obatan

Impuls dari sistem saraf pusat hanya dapat diteruskan ke ganglion dan sel efektor melalui pelepasan zat kimia yang khas yang disebut transmiter neurohumoral atau disingkat neurotransmiter.

Beberapa obat-obatan yang dapat mengaggu sistem saraf pusat adalah heroin, cocaine, morphin, dan zat psikotropika lainnya. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan halusinasi, gangguan afek, gangguan aktivitas motorik dan sensorik, serta nafsu makan berkurang (U.S. Congress,1990). 4. Konsumsi kopi

Konsumsi kopi dapat menstimultan enzim neurotransmitter berupa epinefrin. Hal ini disebabkan zat yang terkandung di dalam kopi bereaksi terhadap pengaktifan epinefrin. Penumpukan epinefrin yang tinggi dapat


(56)

menyebabkan gangguan motorik. Selain itu, kafein memiliki sifat deurutik sehingga pengguna dapat terjaga dan segar. Namun demikian, penggunaan yang terlalu sering dapat mengakibatkan gangguan pada sistem saraf berupa efek neurobehavioral. Zat kafein banyak terdapat pada kopi dan teh (Ampulembang, 2004).

2.3.3 Faktor Pekerjaan

Faktor pkerjaan yang dapat mempengaruhi efek neurobehavioral berupa stress, riwayat pekerjaan, dan shift kerja.

1. Stres kerja

Sistem respons fisiologik pada kondisi stres akut dan kronik, terdapat respon fight dan flight dimana berperan beberapa hormon. Tubuh akan bereaksi terhadap stres. Stres akan mengaktifkan sistem saraf simpatis dan sistem hormon tubuh seperti kotekolamin, epinefrin, norepinefrine, glukokortikoid, kortisol, dan kortison. Khusus untuk hormon kortisol yang dikeluarkan oleh korteks adrenal secara berlebih menyebabkan kerja saraf pusat otak menjadi sedikit terganggu (Airmayanti, 2009; Ross, 2011).

Pada beberapa hasil uji neurobehavioral diketahui terjadi inkonsisten hubungan outcame dan exposure neurotoksikan. Hal ini dikarenakan faktor eksternal seperti mood dan stres. Bisanya responden yang mengalami stress akan mengerjakan hasil tes lebih pelan dari pada peserta lainnya. Fine


(57)

2011)

2. Riwayat pekerjaan

Riwayat pekerjaan menggunakan pelarut organik, dan logam berat selama jangka waktu yang cukup lama beresiko mengalami gangguan saraf otak karena zat tersebut merupakan neurotoksikan yang dapat masuk melalui ingesti, inhalai, maupun subkutan (Starks, 2010).

3. Shift kerja

Sudah dipercaya bahwa sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada shift malam memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami kecelakaan kerja dibandingkan mereka yang bekerja pada shift satu (shift pagi). Shift dan kerja malam juga dapat menghambat kemampuan adaptasi pekerja baik secara biologis maupun sosial. Keadaan ini berdampak negatif pada kesehatan fisik, mental, dan sosial serta mengganggu homeostatis psikofisiologi seperti irama sirkardian, waktu tidur dan makan, fungsi pencernaan, saraf, dan pembuluh darah. Sementara itu, masalah kesehatan yang sering muncul berupa gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Sedangkan gangguan kesehatan tersebut ditambah dengan tekanan stres yang besar dapat secara otomatis meningkatkan resiko terjadinya kelelahan otak yang selanjutnya dapat menyebabkan efek neurobehavioral (Starks, 2010).


(58)

Bahaya dari luar seperti bahaya fisik juga dapat mempengaruhi efek neurobehavioral yaitu seperti kebisingan, getaran, dan radiasi elektromagnetik.

1. Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan. Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan. Kebisingan membuat daya konsentrasi menjadi menurun, gangguan psikologi. Selanjutnya, akibat paparan yang lama, gangguan sensorik juga akan timbul. Kebisingan selalu diukur intensitas dan lama paparan (Dobbs, 2009).

2. Getaran

Getaran merupakaan bahaya di tempat kerja. Bahaya ini dapat bersifat hand arm vibration atau whole body vibraton. Getaran memiliki dampak utama berupa kerusakan pada tulang, persendian tulang, persarafan, dan peredaran darah (Dobbs, 2009).

3. Radiasi elektromagnetik

Gelombang elektromagnetis mempunyai pengaruh terhadap gangguan faal tubuh. Perubahan fisiologis terjadi pada sistem saraf dalam jangka waktu yang berangsur-angsur atau menahun. Manifestasi dari perubahan yang ada adalah terjadinya perlambatan pada gerak reflek (Dobbs, 2009). Beberapa radiasi elektromagnetik seperti gelombang mikro, sinar infra merah, dan sinar-x sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal yang perlu diperhatikan pada bahaya fisis seperti radiasi elektromagnetik adalah intensitas dan lama terpapar (Suma’mur, 2009).


(59)

HIV

HIV merupakan lentivirus yang sangat berbahaya karena menyebabkan penyakit AIDS (Acquired imunodeficiency syndrome). Suatu penyakit infeksi yang menyebabkan rusaknya kekebalan tubuh. Akibat sistem kekebalan yang rusak maka berbagai penyakit dapat terjadi. Akibatnya, berbagai penyakit infeksi lainya dapat terjadi sehingga beberapa organ dapat mengalami kerusakan seperti saraf otak (Dobbs, 2009).

2.3.6 Faktor Eksternal Bahaya Kimia

Sudah dijelaskan diawal bahwa terdapat tiga pemajan utama yang menyebabkan efek neurotoksik yaitu: pestisida, logam berat, dan pelarut organik. Namun demikian, pada penelitian ini neurotoksian difokuskan pada pestisida. Hal ini dikarenakan alasan setting penelitian yaitu pada petani penyemprot tanaman sayur yang dominan menggunakan pestisida. Adapun karakteristik penggunaan pestisida adalah:

1. Masa kerja

Semakin lama petani menjadi penyemprot, maka semakin lama pula kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan terhadap pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan. Jika paparan berlangsung terus hingga lebih dari 10 tahun maka manifestasi gangguan saraf otak dapat menetap (U.S. Congress, 1990; Farahat, 2003).


(60)

Beberapa jenis pestisida sangat berbahaya untuk sistem organ terutama sistem saraf pusat. Pestisida yang memiliki daya racun tinggi yaitu LD50 < 25 mg/kg sangatlah berbahaya jika sampai masuk ke dalam tubuh. Banyak manifestasi akibat keracunan pestisia seperti gangguan pencernaan, rusaknya beberapa enzim, dan gangguan motorik (U.S. Congress, 1990). Beberapa jenis pestisida yang sangat beracun adalah Coroxon, Parathion, dan Ethion yang mayoritas merupakan golongan dari organoklorin dan organofosfat (US. Congress, 1990; Gupta, 2006).

3. Alat pelindung diri (APD)

Dobss (2009) menyebutkan bahwa kerentanan seseorang mengalami gangguan fungsional saraf akibat neurotoksikan seperti halnya pestisida tergantung pada genetik, alat pelindung diri, dan status kesehatan. Ada beberapa jalur masuk pestisida ke dalam tubuh, ingesti, inhalasi, dan subkutan (U.S. Congress, 1990). Dari ketiga jalur masuk tersebut, inhalasi dan ingesti merupakan jalur yang sangat rentan dan fatal (U.S. Congress, 1990). Alat pelindung masker merupakan alat paling efektif untuk mencegah paparan pestisida melalui inhalasi dan ingesti. Pada penelitian Ferdiansyah (2012), petani yang tidak menggunakan masker beresiko 25,6 kali untuk keracunan pestisida daripada petani yang menggunakan masker saat melakukan penyemprotan.


(61)

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Teori Modifikasi dari Ampulembang (2004), Dobbs (2009), Starks (2010), Ross (2011), US. Congress (1990), dan WHO (1986).

Faktor Internal: 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Genetik 4. Pengetahuan

5. Tingkat Pendidikan 6. Riwayat cidera kepala 7. Status Gizi

8. Status Kesehatan

Faktor Pekerjaan 1. Riwayat pekerjaan 2. Shift Kerja

3. Stres Kerja Efek Neurobehavioral

Faktor Eksternal Bahaya Fisik 1. Kebisingan 2. Getaran 3. Radiasi elektromagnetik Bahaya Kimia 1. Pestisida 2. Pelarut organik 3. Logam berat Bahaya Biologi 1. HIV Faktor Perilaku 1. Konsumsi alkohol 2. Merokok

3. Penggunaan obat-obatan


(62)

40 3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan, penggunaan pestisida dapat menyebabkan efek kesehatan yang bersifat akut dan kronis. Hal ini dikarenakan penetrasi zat tersebut ke dalam tubuh yang mengakibatkan terhambatnya aktifitas enzim kholinesterase yang kemudian juga akan menghambat hidrolisis asetilkolin sehingga menimbulkan gangguan pada sistem saraf.

Adapun kerangka konsep penelitian ini mengacu kepada WHO (1986), Starks (2010), Ampulembang (2004), US.Congress (1990), Ross (2011), dan Dobss (2009) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efek neurobehavioral yaitu terdiri dari faktor internal, eksternal, perilaku, dan pekerjaan. Faktor internal antara lain: umur, genetik, jenis kelamin, pengetahuan, tingkat pendidikan, cidera kepala, status gizi, dan status kesehatan. Faktor perilaku antara lain alkoholik, merokok, konsumsi kopi, dan penggunaan obat-obatan. Faktor pekerjaan antara lain: shift kerja, riwayat pekerjaan, dan stres kerja. Sementara faktor eksternal berupa HIV, kebisingan, radiasi elektromagnetik, getaran, paparan pestisida, logam berat, dan pelarut organik yang diukur pada masa kerja atau lama terpapar, jenis bahan, serta alat pelindung diri.


(63)

Pada penelitian ini, variabel independent yang akan diteliti adalah umur, pengetahuan, tingkat pendidikan, status gizi, merokok, konsumsi kopi, stres kerja, dan paparan pestisida yang diukur dari jenis pestisida serta masa kerja atau lama menggunakan. Sedangkan, variabel dependentnya adalah efek neurobehavioral yang diketahui dari performa neurobehavioral pada uji digit span, digit symbol, pursuit aiming, dan trial making.

Variabel shift kerja tidak diteliti karena sistem kerja petani tidak menggunakan shift. Jenis kelamin tidak diteliti karena hampir semua petani penyemprot tanaman sayur adalah laki-laki. Penyakit HIV/AIDS, riwayat cidera kepala, penggunaan obat-obatan, dan status kesehatan menjadi kriteria eksklusi penelitian. Variabel alkoholik tidak diteliti karena tidak cocok dengan latar belakang budaya masyarakat Sukabumi serta dikhawatirkan bias akibat faktor kejujuran. Sementara genetik tidak diteliti karena dikhawatirkan data yang diperoleh bias karena tidak didukung oleh rekam medis yang valid. Faktor eksternal berupa paparan pelarut organik dan logam berat tidak diteliti karena pada peneilitian sebelumnya petani di Desa Perbawati telah diketahui mengalami keracunan akut pestisida. Riwayat pekerjaan tidak diteliti karena hampir semua petani tidak memiliki riwayat pekerjaan lain kecuali bertani. Sedangkan faktor eksternal berupa kebisingan dan getaran tidak diteliti karena tidak terdapat alat maupun proses pekerjaan yang berpotensi menghasilkan bahaya tersebut. Sementara faktor eksternal berupa radiasi elektromagnetik tidak diteliti karena keterbatasan alat. Selain itu, penggunaan APD juga tidak disertakan pada variabel penelitian karena sulit diamati dan mayoritas petani tidak disiplin dalam


(64)

penggunaan APD atau dengan kata lain walaupun menggunakan APD namun mayoritas tidak sesuai standar yang berlaku.

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian

Efek

Neurobehavioral

Masa kerja ( lama

terpapar)

Jenis Pestisida

Konsumsi Kopi

Merokok

Stres Kerja

Status Gizi

Pengetahuan

Umur


(1)

TingkatPendidikan * EfekNeurobehavioral Crosstabulation

EfekNeurobehavioral

Total Tidak

Normal Normal

TingkatPendidikan Rendah Count 30 16 46

% within TingkatPendidikan 65.2% 34.8% 100.0%

Tinggi Count 10 10 20

% within TingkatPendidikan 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within TingkatPendidikan 60.6% 39.4% 100.0%

Status Gizi efek neurobehavioral

StatusGizi * EfekNeurobehavioral Crosstabulation

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

StatusGizi Kurus Count 7 4 11

% within StatusGizi 63.6% 36.4% 100.0%

Normal Count 33 22 55

% within StatusGizi 60.0% 40.0% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within StatusGizi 60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .051a 1 .822

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .051 1 .821


(2)

Linear-by-Linear Association .050 1 .823

N of Valid Casesb 66

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.33. b. Computed only for a 2x2 table

Merokok dan efek neurobehavioral

Crosstab

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

VAR_Merokok Perokok Count 37 19 56

% within VAR_Merokok 66.1% 33.9% 100.0%

Bukan Perokok

Count 3 7 10

% within VAR_Merokok 30.0% 70.0% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within VAR_Merokok 60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.624a 1 .032

Continuity Correctionb 3.237 1 .072

Likelihood Ratio 4.543 1 .033

Fisher's Exact Test .041 .037

Linear-by-Linear Association 4.554 1 .033

N of Valid Casesb 66

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.94. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Konsumsi Kopi dan efek neurobehavioral

Crosstab

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

Kafein_Fix Ya Count 19 18 37

% within Kafein_Fix 51.4% 48.6% 100.0%

Tidak Count 21 8 29

% within Kafein_Fix 72.4% 27.6% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within Kafein_Fix 60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.021a 1 .082

Continuity Correctionb 2.203 1 .138

Likelihood Ratio 3.075 1 .080

Fisher's Exact Test .127 .068

Linear-by-Linear Association 2.975 1 .085

N of Valid Casesb 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.42. b. Computed only for a 2x2 table

Stres Kerja dan efek neurobehavioral

Crosstab

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

StresKerja Stres Count 10 6 16

% within StresKerja 62.5% 37.5% 100.0%

Tidak Stres Count 30 20 50


(4)

Total Count 40 26 66

% within StresKerja 60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .032a 1 .859

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .032 1 .858

Fisher's Exact Test 1.000 .550

Linear-by-Linear Association .031 1 .860

N of Valid Casesb 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.30. b. Computed only for a 2x2 table

Jenis Pestisida dan efek neurobehavioral

Crosstab

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

JenisPestisida Organofosfat Count 30 12 42

% within

JenisPestisida 71.4% 28.6%

100.0%

Non-Organofosfat Count 10 14 24

% within

JenisPestisida 41.7% 58.3% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within


(5)

Masa Kerja dan efek neurobehavioral

Crosstab

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

MasaKerja >=10 tahun Count 27 9 36

% within MasaKerja 75.0% 25.0% 100.0%

<10 tahun Count 13 17 30

% within MasaKerja 43.3% 56.7% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within MasaKerja 60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.873a 1 .009

Continuity Correctionb 5.611 1 .018

Likelihood Ratio 6.961 1 .008

Fisher's Exact Test .012 .009

Linear-by-Linear Association 6.769 1 .009

N of Valid Casesb 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.82. b. Computed only for a 2x2 table

APD dan efek neurobehavioral

APDmasker * EfekNeurobehavioral Crosstabulation

EfekNeurobehavioral

Total Tidak Normal Normal

APDmasker Tidak

Menggunakan

Count 23 8 31

% within

APDmasker 74.2% 25.8% 100.0%


(6)

% within

APDmasker 48.6% 51.4% 100.0%

Total Count 40 26 66

% within

APDmasker 60.6% 39.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.520a 1 .033

Continuity Correctionb 3.511 1 .061

Likelihood Ratio 4.608 1 .032

Fisher's Exact Test .045 .030

Linear-by-Linear Association 4.452 1 .035

N of Valid Casesb 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.21. b. Computed only for a 2x2 table