Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN
saraf merupakan bagian tubuh manusia yang paling rentan terhadap keracunan akibat zat toksik. Banyaknya jenis zat toksik yang dapat merusak saraf
diakibatkan mudahnya penetrasi zat toksik yaitu melalui peredaran darah. Peter S. Spencer dalam buku
“Neurotoxicity: Identifying and Controlling Poisons of the Nervous System
” mengemukakan alasan kerentanan sistem saraf terhadap zat-zat toksik sebagai berikut U.S. Congress, 1990:
a. Sel-sel saraf tidak dapat mengalami regenerasi ketika sudah rusak. b. Sel saraf mati dan mengalami perkembangan mundur seiring proses penuaan.
c. Pada bagian saraf tertentu, zat toksik secara langsung berinteraksi dengan saraf akibat peredaran darah.
d. Banyak zat toksik dapat dengan mudah menembus membran saraf. e. Tingginya kandungan lemak pada bagian tertentu dari sistem saraf seperti
mielin dapat menimbulkan penumpukan dan menahan zat toksik yang bersifat lipofilik.
f. Permukaan yang luas dari sistem saraf dapat meningkatkan pajanan terhadap zat toksik.
g. Transmisi elektrokimia pada sinaps membuka peluang pada zat toksik untuk berlaku dengan cara selektif untuk merusak fungsi sinaps.
h. Saraf sensitif terhadap kekurangan oksigen dan kebutuhan energi tinggi. i. Beberapa sel saraf khusus memiliki kebutuhan energi yang unik.
Pada umumnya, efek neurobehavioral didefinisikan sebagai gangguan fungsional saraf baik sistem saraf pusat maupun saraf tepi yang diakibatkan oleh
paparan suatu bahan kimia, agent fisik, maupun biologis yang lebih dikenal
dengan zat neurotoksik. Gangguan fungsional meliputi perubahan yang merugikan pada somatik, sensorik, motorik, dan fungsi kognitif U.S EPA,
1998. Selain itu, gangguan saraf juga dapat terjadi secara struktural yaitu berupa perubahan neuroanatomi. Selanjutnya, baik perubahan secara fungsional maupun
struktural, keduanya dapat diakibatkan oleh neurotoksikan seperti pestisida, logam berat, dan pelarut organik Ampulembang, 2004.