xix
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Bagan
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori
39 Gambar 3.1
Kerangka Konsep Penelitian 42
Gambar 6.1 Distribusi Frekuensi Performa Neurobehavioral
Abnormal skor≤40 pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur dengan Pestisida di Desa Perbawati
Kabupaten Sukabumi Tahun 2013 88
Gambar 6.2 Reduksi Sel Saraf Akibat Usia dan Pajanan
Neurotoksikan 96
Gambar 6.3 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Tingkat Pendidikan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
99
Gambar 6.4 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Pengetahuan pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
102
Gambar 6.5 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Status Gizi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
104
Gambar 6.6 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Stres Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
107
Gambar 6.7 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
110
Gambar 6.8 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Konsumsi Kopi pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
113
Gambar 6.9 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Jenis Pestisida pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
118
Gambar 6.10 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Masa Kerja pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
121
xx
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Lampiran
Lampiran 1 Surat Izin Peneltian dari Fakultas
Lampiran 2 Surat Izin Peneltian dari BP4K
Lampiran 3 Tabulasi Data Penelitian
Lampiran 4 Lembar Uji Performa Neurobehavioral
Lampiran 5 Kuesioner Variabel Independent
Lampiran 6 Kuesioner Gejala Neurotoksik subjective symptom
Lampiran 7 Hasil Analisis Data Menggunakan SPSS
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pestisida merupakan bahan kimia yang kini sangat populer digunakan untuk mengendalikan perkembanganpertumbuhan hama, penyakit, dan gulma. Umumnya,
pestisida didefinisikan sebagai senyawa kimia, jasad renik, maupun virus yang telah dilemahkan yang bertujuan mengendalikan dan membunuh hama Starks, 2010.
Penggunaan pestisida telah banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sektor pertanian merupakan pengguna utama bahan ini Gupta, 2006.
Pada sektor pertanian, penggunaan pestisida secara tidak langsung berdampak penting pada peningkatan hasil pertanian. Namun demikian, penggunaan secara terus-
menerus justru mengakibatkan pencemaran tanah pertanian dan akumulasi residual pestisida pada hasil pertanian Yuantari, 2009. Selain lingkungan, penggunaan
pestisida juga berdampak langsung pada kesehatan manusia. Salah satunya adalah dapat menimbulkan efek neurobehavioral US. Congress, 1990.
Efek neurobehavioral didefinisikan sebagai perubahan yang merugikan atau gangguan secara fungsional pada saraf baik sistem saraf pusat maupun sistem saraf
tepi yang diakibatkan oleh paparan suatu bahan kimia, agent fisik maupun biologis yang lebih dikenal dengan zat neurotoksik atau neurotoksikan US. EPA, 1998.
Gangguan ini mengakibatkan perubahan pada memori, attention, mood, disorientasi,
penyimpangan berfikir, serta perubahan somatik, sensorik, dan fungsi kognitif. Sementara itu, efek neurotoksik akibat penggunaan neurotoksikan jenis pestisida
pertama kali dilaporkan 1890 ’an yaitu dari golongan organofosfat Massaro, 2002.
Hingga kini gangguan sistem saraf seperti efek neurobehavioral telah menjadi isu kesehatan masyarakat yang sangat penting dan populer khususnya di negara-
negara maju Filley, 2011. Berbagai cara untuk mendiagnosis telah dikembangkan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah uji performa neurobehavioral.
Metode ini selain mudah diaplikasikan juga dapat digunakan sebagai alat deteksi dini kejadian neurotoksik. Hal ini dikarenakan metode uji performa neurobehavioral
cukup sensitif mendeteksi efek paparan pada konsentrasi kecil WHO, 1986. Sekitar 250 uji performa neurobehavioral telah dikembangkan diseluruh dunia
bahkan beberapa telah dikelompokkan ke dalam standar yang baku NAS, 2003. Namun demikian, penggunaan metode ini kurang mendapat perhatian di negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Padahal penggunaan pestisida di dunia yang mencapai 3.5 juta ton pertahun justru konsumsi terbanyak adalah dari negara-negara
berkembang khususnya untuk pestisida dengan jenis yang highly toxic Perveen, 2011. Sementara itu, kelompok pekerja sektor pertanian di Indonesia yang mencapai
5.476.491 orang mengindikasikan masyarakat di Indonesia yang terkena dampak negatif penggunaan pestisida cukup besar BPS, 2011. Asosiasi Industri
Perlindungan Tanaman Indonesia AIPTI mengemukakan dari 1.000 petani, tak lebih dari 10 petani yang telah menerapkan pola pemakaian pestisida secara benar
Afriyanto, 2008. Oleh sebab itu, efek penggunaan pestisida di Indonesia tentu menjadi penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Pada dasarnya, neurotoksikan seperti pestisida dapat menyebabkan perubahan neuroanatomi, neurokimiawi, neurofisiologis atau neurobehavioral Ampulembang,
2004. Selain pestisida, terdapat juga paparan yang dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf seperti pelarut organik, logam berat, kebisingan, getaran, dan
radiasi elektromagnetik WHO, 1986; Dobss, 2009. Perubahan pada sistem saraf terjadi pada rentang, tingkatan, dan respon yang beragam tergantung toksisitas dan
lama paparan neurotoksikan. Pada beberapa kasus, perubahan ini akan menghasilkan gejala-gejala yang mudah diidentifikasi sebagai gangguan sistem saraf seperti lelah
berlebihan, insomnia, pusing, dan sulit berkonsentrasi Perveen, 2011. Gangguan sistem saraf ini sangat merugikan tingkat produktivitas seseorang karena bersifat
irreversible dan dapat mengganggu daya kerja otak Runia, 2008. Bahkan pada
gangguan yang menetap dapat menimbulkan terganggunya irama kerja akibat semakin memburuknya hubungan interpersonal di lingkungan kerja Ampulembang
2004. Penggunaan pestisida di Indonesia mayoritas dihubungkan dengan dampak akut
yaitu keracunan enzim kholinesterase. Ini dicontohkan melalui penelitian di Magelang yang melaporkan bahwa 34,6 petani hortikultura mengalami keracunan
berat, 56,4 mengalami keracunan sedang, dan 9 mengalami keracunan ringan Runia, 2008. Keracunan akut biasanya akan hilang dalam waktu satu sampai tiga
minggu seiring dengan regenerasi plasma kholinesterase Williams, 2000.
Selanjutnya, efek akut pada enzim kholinesterase hampir selalu diikuti oleh efek toksik yang bersifat kronik yaitu berupa gangguan sistem saraf. Hal ini terjadi jika
paparan pestisida berlangsung terus-menerus. Efek kronik yang berupa gangguan sistem saraf pada hakekatnya dikarenakan terhambatnya pembentukan enzim
asetilkholinesterase yang kemudian dapat menimbulkan penumpukan asetilkolin ACh pada proses kerja neurotransmitter Williams, 2000. Kondisi seperti ini
dilaporkan pada berbagai penelitian mengenai kejadian efek neurobehavioral berdasarkan pengukuran performa neurobehavioral NAS, 2003.
Gambaran efek neurobehavioral dilaporkan pada penelitian Steenland 1994 di California USA pada pengguna pestisida organofosfat di sektor pertanian. Pada
penelitian tersebut diketahui bahwa sebanyak 128 orang yang didiagnosis keracunan pestisida mengalami gangguan neurobehavioral. Kejadian ini diketahui dari uji
sustained visual attention dan symbol digit. Kedua tes ini menggambarkan kecepatan
koordinasi motorik terutama pada kecepatan motorik mata dan tangan WHO, 1986. Sementara penelitian Wesseling 2002 di Costa Rika pada petani pisang
diketahui 81 orang yang diidentifikasi keracunan akut organofosfat dan karbamat tercatat memiliki skor performa neurobehavioral yang rendah. Hal ini diketahui
khususnya pada uji digit symbol dimana uji ini memperlihatkan penurunan tingkat kecepatan motorik otak WHO, 1986.
Penelitian Farahat 2003 di Mesir pada pengguna pestisida organofosfat dilaporkan bahwa 52 responden mengalami gangguan neurobehavioral. Gangguan ini
diketahui dari skor uji performa neurobehavioral yang rendah atau di bawah standar