Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan skor stres antara pengguna organofosfat mean=17.88
dan pengguna non organofosfat mean=20.42. Hasil ini sesuai dengan Ross 2011 yang menyebutkan pada penelitianya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata skor stres antara petani pengguna organofosfat dan tidak. Namun demikian kejadian depresi tercatat lebih
banyak terjadi pada petani yang didiagnosis mengalami keracunan pestisida.
6.3.6 Merokok
Proses pembakaran tembakau dan nikotina tabacum terjadi pada saat merokok yang kemudian mengeluarkan senyawa-senyawa toksik.
Diantaranya yang membahayakan kesehatan baik bagi perokok maupun orang disekitarnya adalah tar balangkin, nikotin, nitrogen sianida,
benzopirin, dimetil nitrosamine, N-nitroson nikotin, katekol, akrolein, karbon monoksida
CO, hydrogen sianida HCN, formaldehida, benzene, arsen, fenol
, dll. Pada dasarnya, tubuh manusia merespon bahan berbahaya yang ada pada rokok, seperti nikotin.
Tabel 5.7 menunjukan 28,8 responden merupakan perokok tingkat sedang dan dari hasil penelitian juga sebanyak 84.8 responden
merupakan perokok aktif. Fakta ini wajar mengingat Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Cina dan India, di atas Rusia dan Amerika dalam
kuantitas pengguna rokok. Jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 4,8 dari 1,3 milyar perokok di dunia Antara, 2012.
Sebanyak 84.2 responden yang merupakan perokok tingkat sedang mengalami efek neurobehavioral. Rata-rata lama merokok adalah 12
tahun dan dengan rata-rata konsumsi 9 batang perhari. Rokok akan menjadi sangat berbahaya karena mengeluarkan 4000 lebih jenis racun
berbahaya ketika dibakar. Konsumsi rokok sama halnya memasukan racun-racun tersebut pada tubuh manusia U.S. Congress, 1990.
Hasil analisis bivariat pada tabel 5.15 menunjukan pajanan rokok pada petani di Desa Perbawati berhubungan dengan efek neurobehavioral p-
value =0.027. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wesseling 2002 yang
menyebutkan ada hubungan antara performa neurobehavioral dengan perilaku merokok. Faktanya, kebiasaan merokok dapat memberikan
dampak kumulatif terhadap timbulnya gangguan kesehatan. Dampak negatif ini umumnya disebabkan zat nikotin yang sangat mempengaruhi
dan dapat mengubah fungsi otak. Nikotin membuat penggunanya merasa relaks, lebih energik, dan bersemangat, atau bahkan sebaliknya. Efek ini
biasanya dikenal sebagai biphase effect. Semakin sering seseorang
merokok maka akan semakin merasa ketagihan dan bertambah pula dosis
yang digunakan Ampulembang, 2004. Saat seseorang menghisap sebatang rokok, nikotin akan merangsang
otak dengan membuat zat endorphin lebih banyak dari keadaan normal.
Struktur kimia endorphin hampir sama dengan obat penghilang rasa sakit seperti morphine. Kadar endorhpin yang tinggi secara terus-menerus
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada saraf U.S. Congress, 1990.
Disamping itu, Ampulembang 2004 menerangkan bahwa nikotin juga dapat mempengaruhi aktivitas neuron dan sinapsis serta dapat
berikatan dengan reseptor nikotin nAChRs. Kondisi ini kemudian dapat meningkatkan pelepasan dopamin DA. Pelepasan dopamin yang
berlebih kemudian menimbulkan kekacauan pada emosi dan kontrol motorik. Hal ini disebabkan oleh penumpukan nikotin berlebih pada
prasinaps dan postsinaps.
Gambar 6.7 Diagram Performa Neurobehavioral Berdasarkan
Perilaku Merokok pada Petani Penyemprot Tanaman Sayur di Desa Perbawati Tahun 2013
50.18 49.05
49.6 51.95
49.74 51.43
50.21
48.81
47 47.5
48 48.5
49 49.5
50 50.5
51 51.5
52 52.5
Perokok Sedang Perokok Ringan
M e
a n
S k
or P
e rf
or m
a N
e ur
ob e
ha v
ior a
l
Digit Span Digit Symbol
Pursuit Aiming Trial Making
Gambar 6.7 menggambarkan rata-rata perokok tingkat sedang cenderung memiliki performa neurobehavioral yang lebih buruk
dibanding dengan perokok tingkat ringan yaitu pada performa digit symbol
dan pursuit aiming. Hasil ini sama seperti yang ditunjukan pada penelitian Chia 2012 bahwa sebanyak 76.5 responden perokok
memiliki skor yang lebih buruk pada uji digit symbol, pursuit aiming, dan trial making
. Kondisi seperti ini menggambarkan bahwa rata-rata pengkonsumsi rokok beresiko mengalami gangguan fungsional saraf
seperti gangguan kecepatan motorik dan kecakapan kontrol motorik WHO, 1986
Berdasarkan hasil observasi, kebiasaan merokok responden juga biasa dilakukan di tempat kerja bahkan ketika melakuakan penyemprotan. Hal
ini bisa dilihat bahwa 50 perokok menyatakan tidak menggunakan masker ketika melakukan penyemprotan. Hal ini dimungkinkan
responden merokok ketika menyemprot sehingga masker tidak dikenakan. Afriyanto 2008 mengemukakan bahwa alat pelindung diri berupa
masker melindungi paparan pestisida dari ingesti dan inhalasi. Jika paparan pestisida masuk melalui ingesti dan inhalasi kemungkinan akan
masuk ke pembuluh darah sehingga terjadi inaktivasi enzim kholinesterase oleh pestisida tersebut. Kondisi ini menimbulkan
penumpukan asetilkolin sehingga respon menjadi terhambat dan timbul efek neurobehavioral US. Congress, 1990; Winder, 2004.