Gambar 4 Tingkat perkembangan dan kematangan gonad induk betina udang putih P. merguiensis de Man. Naamin dan Purnomo 1972 dalam
Naamin 1984. Croccos dan Kerr 1983 menghubungkan tingkat kematangan gonad TKG
dengan perubahan makroskopis ovari, sehingga dapat memperkirakan TKG udang tanpa harus melakukan pembedahan mikroskopis, sebagai berikut:
Tingkat 1: Ovari jernih, diameter lebih kecil dari usus. Oosit belum berkembang. Tingkat 2: Ovari buram dan diameter sama besar dengan usus. Ukuran oosit
bertambah Tingkat 3: Ovari berwarna kekuningan dan diameter lebih besar dari usus.
Vitelin terakumulasi dalam oosit. Tingkat 4: Ovari berwarna lebih gelap dan terletak di bagian dorsal tubuh. Oosit
matang Tingkat 5: Ovari telah dipijahkan, sehingga lembek dan terbelit. Ovum yang
tersisa diserap kembali reabsorbsi.
2.10 Rekruitmen Udang Putih
Rekruitmen diartikan sebagai penambahan baru ke dalam stok perikanan Effendie 1997. Stok adalah kelompok ukuran biota udang yang tersedia pada
waktu tertentu sehingga dapat tertangkap oleh alat tangkap. Masuknya sediaanstok dari luar wilayah perikanan ke dalam suatu stok perikanan berasal
dari hasil reproduksi yang telah mencapai ukuran stok. Faktor penentu besarnya penambahan barurekruitmen udang putih di alam adalah jumlah induk udang
yang siap memijah dan mortalitas pada rentang waktu antara pemijahan sampai
dengan udang mencapai ukuran stok, atau disebut juga dengan mortalitas per rekruitmen.
2.11 Preferensi Udang Putih terhadap Parameter Fisik-Kimia Air
Parameter fisik-kimia air adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keberadaan dan pertumbuhan udang putih di habitat alaminya.
Udang putih di alam menempati habitat yang berbeda-beda berdasarkan stadia daur hidupnya. Faktor fisik kimia air yang mempengaruhi keberadaan dan
pertumbuhan udang putih di alam antara lain:
2.11.1 Suhu Perairan
Suhu perairan merupakan salah satu variabel utama yang mempengaruhi pertumbuhan udang putih. Fast dan Lester 1992 menyatakan suhu perairan
sangat mempengaruhi pertumbuhan, aktifitas, maupun nafsu makan udang putih. Suhu perairan di bawah 20,00°C akan menghambat pertumbuhan udang putih.
Suhu juga sangat dibutuhkan udang putih pada saat memijah guna menjaga kelulusan hidup larva, perkembangan embrio, dan penetasan telur.
2.11.2 Kedalaman Perairan
Kedalaman suatu perairan sangat mempengaruhi distribusi udang putih terutama dalam hal memijah. Udang berukuran dewasa banyak dijumpai pada
perairan yang memiliki kedalaman lebih dari 12,00 m Kirkegaard et al. 1970. Crocos dan Kerr 1983 menyatakan P. merguiensis berukuran besar ditemukan
memijah pada kedalaman 15 m di perairan Teluk Carpentaria, Australia. Lebih lanjut Naamin 1984 menyatakan udang putih betina dewasa di Perairan Arafura
banyak ditemukan memijah pada kedalaman antara 13,00 m – 35,00 m.
2.11.3 Kecepatan Arus
Kecepatan arus berperan dalam distribusi udang-udang mudajuvenil. Pertambahan aliran sungai akibat terjadinya hujan dapat menyebabkan udang-
udang muda banyak meninggalkan sungai. Kecepatan arus dapat mempengaruhi distribusi udang secara langsung maupun tidak langsung. Dall et al. 1990
menyatakan secara tidak langsung pengaruh kecepatan arus dapat menentukan distribusi partikel-partikel sedimen dasar, dan secara langsung dapat
mempengaruhi tingkah laku udang. Arus yang cukup kuat akan menyebabkan udang membenamkan diri di dalam substrat, sedangkan bila kecepatan arus lemah
udang banyak melakukan aktifitas.
2.11.4 Salinitas
Salinitas adalah jumlah total garam-garam terlarut dinyatakan dalam gram, yang terkandung dalam 1 kg air laut. Salinitas berperan dalam mempengaruhi
proses osmoregulasi udang putih khususnya selama proses penetasan telur dan pertumbuhan larva. Tingkat salinitas yang terlalu tinggi atau rendah dan memiliki
fluktuasi lebar dapat menyebabkan kematian embrio dan larva udang. Hal ini disebabkan terganggunya keseimbangan osmolaritas antara cairan di luar tubuh
dan di dalam tubuh udang, serta berkaitan dengan perubahan daya absorbsi terhadap oksigen. Udang akan tumbuh lebih baik pada perairan dengan kisaran
salinitas 15‰ - 30‰. Salinitas yang terlalu tinggi dapat menyebabkan laju
pertumbuhan udang menurun Boyd Fast 1992. 2.11.5 Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme perairan. Perubahan konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek
langsung yang berakibat pada kematian organisme perairan termasuk udang putih.
Kandungan oksigen terlarut dapat mempengaruhi kelulusan hidup udang putih juvenil. Gaudy dan Sloane 1981 dalam Anggoro 1992 menyatakan laju
respirasi udang juvenil mengikuti ketersediaan oksigen perairan. Jika kelarutan oksigen dalam perairan tinggi, maka laju respirasi udang akan meningkat.
2.11.6 pH Air
Derajat keasaman atau pH merupakan indikator keasaman dan kebasaan air. Nilai pH merupakan fakor penting karena dapat mempengaruhi proses dan
kecepatan reaksi kimia di dalam air maupun di dalam embriotelur udang. Telur udang memiliki toleransi yang rendah terhadap pH tinggi. pH air juga berperan
dalam mendukung pertumbuhan udang. Nilai pH air yang terlalu rendah dapat menyebabkan kandungan CaCO
3
pada kulit udang akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen akan meningkat, permeabilitas tubuh menurun dan insang
udang akan mengalami kerusakan Sumeru Anna 2010.
III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama satu tahun, dari bulan Januari 2010 sampai Desember 2010 di perairan Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan Sumatera Utara.
Penentuan stasiun penelitian ditetapkan dengan melakukan pengklasifikasian wilayah berdasarkan zona alami dan zona pemanfaatan permukiman, pertambakan
dan pertanian, serta karakteristik khusus yang terdapat pada setiap stasiun mulai dari kawasan estuari hingga perairan pantai Gambar 5. Ditetapkan 6 stasiun
dengan kriteria: Stasiun 1 berada di Paluh Kebun Sayur yang berdekatan dengan permukiman penduduk dan lahan pertanian, umumnya vegetasi mangrove yang
mendominasi adalah jenis Nypa fruticans; Stasiun 2 berada di Paluh Ibus dan dijumpai lokasi pertambakan, umumnya vegetasi mangrove yang mendominasi
adalah jenis Bruguiera gymnorrhiza; Stasiun 3 berada di Paluh Lenggadai dan vegetasi mangrove yang mendominasi adalah jenis B. parviflora; Stasiun 4 berada
di Paluh Tambi dan dijumpai lokasi pertambakan, umumnya vegetasi mangrove yang mendominasi adalah jenis Rhizophora mucronata; Stasiun 5 berada di Paluh
Delapan Puluh yang merupakan kawasan alami dan umumnya vegetasi mangrove yang mendominasi adalah jenis Avicennia alba; Stasiun 6 berada di perairan
pantai yang merupakan kawasan alami dan dan berjarak ± 120 m dari garis pantai. Vegetasi mangrove yang mendominasi umumnya adalah jenis Sonneratia alba.
Pada tiap stasiun selanjutnya dibuat sub stasiun-sub stasiun pengamatan masing- masing sebanyak tiga buah.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian yang Digunakan