2.6 Pakan dan Pemanfaatan Pakan
Vitalitas organisme adalah daya hidup untuk bertahan, tumbuh dan berperan dalam habitatnya. Vitalitas ditandai pada kemampuan memanfaatkan pakan untuk
pertumbuhan. Larva udang penaeid membutuhkan pakan untuk mempertahankan eksistensi hidup serta pertumbuhannya. Selama stadia nauplius larva udang
menggunakan kuning telur yang dibawa sejak menetas sebagai sumber pakannya. Kuning telur tersebut merupakan satu-satunya sumber materi dan energi bagi
seluruh aktivitas metabolisme larva baik untuk keperluan osmoregulasi maupun untuk metamorfosis. Kualitas dan kuantitas kuning telur yang terkandung dalam
tubuh nauplius sangat menentukan vitalitas larva. Makin besar energi yang digunakan untuk metabolisme termasuk osmoregulasi selama perkembangan
telur maka kandungan kalori di dalam nauplius makin kecil sehingga vitalitas untuk hidup makin berkurang Mathavan et al. 1986 dalam Anggoro 1992.
Larva udang mulai membutuhkan pakan dari luar pada stadia zoea, setelah kandungan kuning telurnya habis. Pada stadia zoea ini, udang mulai memakan
plankton, detritus dan nauplius udang-udang kecil Liao 1985, selanjutnya pada saat dewasa udang secara alamiah sudah bersifat omnivora, karnivora, pemakan
bangkai serta pemakan detritus.
2.7 Pertumbuhan Udang Putih
Pertumbuhan adalah perubahan bentuk atau ukuran, baik panjang, bobot atau volume dalam jangka waktu tertentu Hartnoll 1982. Secara morfologi,
pertumbuhan diwujudkan dalam perubahan bentuk metamorfosis, sedangkan secara energetik pertumbuhan dapat diwujudkan dengan perubahan kandungan
total energi kalori tubuh pada periode tertentu. Allen et al. 1984 menyatakan pertumbuhan udang umumnya bersifat diskontinyu karena hanya terjadi setelah
ganti kulit yaitu saat kulit luarnya belum mengeras sempurna. Hartnoll 1982 menyatakan pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan
antara proses perubahan struktur melalui proses metamorfosis dan ganti kulit molting, serta peningkatan biomassa sebagai proses transformasi materi dan
energi pakan menjadi massa tubuh udang. Lebih lanjut Gilles 1979 dalam Anggoro 1992 menyatakan hewan air yang pertumbuhannya ditentukan oleh
kelancaran ganti kulit, mekanisme osmoregulasinya ditentukan oleh osmoefektor
antara cairan intra sel CIS dengan cairan ekstra sel CES. Osmoefektor anorganik Na
+
dan Cl
-
berkonsentrasi tinggi di dalam cairan ekstra sel, sebaliknya osmoefektor organik asam amino bebas dan ion K
+
berkonsentrasi tinggi di cairan intra sel. Perimbangan ini sangat menentukan pH optimum dan
kemantapan osmolaritas cairan tubuh, sehingga perlu dipertahankan agar sel-sel penyusun jaringan tubuh tumbuh dengan normal.
Pertumbuhan pada udang ditandai dengan adanya pergantian kulitmolting, yang secara sederhana digambarkan sebagai berikut : a udang berganti kulit,
melepaskan dirinya dari kulit luarnya yang keraseksoskleton. b air diserap, ukuran udang bertambah besar. c kulit luar yang baru terbentuk, dan d air secara
bertahap hilang dan diganti dengan jaringan baru. Berdasarkan hal tersebut pertumbuhan panjang individu merupakan fungsi berjenjangstep function.
Tubuh udang akan bertambah panjang pada setiap ganti kulit, dan tidak bertambah panjang pada saat antara ganti kulit intermolt. Pada setiap ganti kulit integumen
membuka, pertumbuhan terjadi cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum integumen yang baru menjadi keras Hartnoll 1982; Fox 1972 dalam
Naamin 1984. Anggoro 1992 menyatakan prinsip faali dan karakteristik ganti kulit pada
udang sebagai berikut: a.
Mobilisasi dan akumulasi cadangan material metabolik seperti Ca, P dan bahan organik ke dalam hepatopankreas selama akhir periode antar ganti kulit
intermolt akhir. b.
Pembentukan kulit baru diiringi dengan reasorbsi material organik dan anorganik dari kulit lama selama periode persiapanawal ganti kulit premolt.
c. Pelepasan kulit lama pada saat ganti kulit dan diikuti dengan absorpsi air dari
media eksternal dalam jumlah besar. d.
Pembentukan dan pengerasan kulit baru dari cadangan material organik dan anorganik yang berasal dari hemolimfe darah dan hepatopankreas sebagian
kecil berasal dari media eksternal, yang terjadi pada periode setelah ganti kulit postmolt.
e. Pertumbuhan jaringan somatik selama periode setelah ganti kulit dan awal
antar ganti kulit intermolt awal.
Laju pertumbuhan udang secara internal tergantung pada kelancaran proses ganti kulit dan tingkat kerja osmotikosmoregulasi yang dialaminya Hartnoll
1982; Ferraris et al. 1987. Selama stadia larva, udang penaeid mengalami beberapa kali metamorfosis dan ganti kulit sampai stadia pascalarva PL.
Berdasarkan ciri-ciri morfologinya, tahap pertumbuhan larva udang penaeus dibedakan menjadi 4 stadia, yaitu: nauplius N, zoea Z, mysis M dan
pascalarva PL. Dari empat stadia tersebut dapat dibedakan lagi menjadi: enam sub stadia nauplius N1-N6, tiga sub stadia zoea Z1-Z3, tiga sub stadia mysis
M1-M3 sebelum mencapai PL1 Motoh 1981; Solis 1998. Pertumbuhan udang setelah substadia M3 lebih ditekankan pada perubahan biomassa, baik bobot
maupun ukuran tubuh. Pada setiap ganti kulit sebagian massa hilang sebagai eksuvia. Kehilangan massa pada setiap ganti kulit ini mengakibatkan model
pertumbuhan bobot udang menjadi diskontinyu Allen 1984. Pertumbuhan udang pada dasarnya bergantung kepada energi yang tersedia,
bagaimana energi tersebut dipergunakan di dalam tubuh dan secara teoritis hanya akan terjadi bila kebutuhan minimum untuk kehidupannya terpenuhi. Udang
memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi, dan kehilangan energi sebagai akibat metabolisme termasuk untuk keperluan osmoregulasi. Efisiensi
pemanfaatan energi pakan untuk pertumbuhan sangat bergantung pada daya dukung lingkungannya Anggoro 1992.
2.8 Reproduksi Udang Putih