Perumusan Masalah Kajian bioekologi udang putih (Penaeus merguiensis de Man)

distribusi udang putih. Hal ini disebabkan selain ekosistem mangrove selalu ada kaitannya dengan ketersediaan pakan alami seperti yang disebutkan di atas, juga karena karakteristik biofisik kimia lingkungannya mendukung aktifitas biota tersebut. Pramonowibowo et al. 2007 menyatakan suhu dan salinitas diduga merupakan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi spasial udang putih, demikian pula dengan fraksi substrat. Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan merupakan kawasan yang terletak di pesisir timur Sumatera Utara. Pada saat ini di beberapa bagian kawasan ini telah mengalami degradasi akibat adanya kegiatan konversi lahan menjadi peruntukan lain, seperti lahan permukiman, pertanian, dan pertambakan BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang 2008, serta adanya kegiatan penebangan kayu oleh masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga. Kondisi ini akan mengurangi luasan hutan mangrove, dan kemungkinan penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya udang putih akibat terjadinya kerusakan daerah asuhan dan mencari makan biota ini, sehingga berdampak langsung terhadap penurunan populasi udang putih di alam.

1.2 Perumusan Masalah

Produksi udang putih di Kecamatan Percut Sei Tuan pada lima tahun terakhir ini semakin mengalami penurunan. Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Deli Serdang 2009 menunjukkan sejak tahun 2004 sampai dengan 2008 telah terjadi penurunan produksi udang putih sebesar 23,39 dari 9.995,45 tontahun menjadi 7.657,51 tontahun. Semakin menurunnya produksi udang putih di alam diduga disebabkan telah terjadinya penurunan kerapatan mangrove akibat adanya konversi hutan mangrove. Martosubroto 1978 menyatakan terdapat hubungan linier positif antara kerapatan mangrove dengan produksi udang. Semakin tinggi kerapatan mangrove, produksi udang yang dihasilkan juga semakin tinggi, demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan hutan mangrove menyediakan makanan bagi udang dalam bentuk material organik yang terbentuk dari jatuhan daunserasah serta berbagai jenis plankton dan makrozoobentos. Kerapatan mangrove yang tinggi juga dapat meningkatkan tingkatan hidup udang juvenil, disebabkan perakaran mangrove yang menjulur ke dalam perairan, menjadikannya sebagai tempat persembunyian bagi udang juvenil dari serangan predator. Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan penulis pada tahun 2009 selama empat bulan pengamatan April - Juli, mendapatkan data laju mortalitas alami M udang putih di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan sebesar 3,19, laju mortalitas penangkapan F 1,76, dan laju mortalitas total Z 4,95. Berdasarkan nilai laju mortalitas penangkapan dan mortalitas total tersebut, didapatkan nilai laju eksploitasi E sebesar 0,36. Sparre dan Venema 1999 menyatakan bila nilai laju eksploitasi E 0,50, menggambarkan belum terjadinya over eksploitasi terhadap suatu biota di suatu kawasan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan penurunan populasi udang putih di Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan lebih disebabkan oleh mortalitas alami. Laju mortalitas alami terjadi selain disebabkan udang putih yang tidak tertangkap akan mati secara alami karena pemangsaan dan mencapai umur tua, juga disebabkan daya dukung lingkungan yang kurang menunjang kehidupannya. Udang putih pada semua fase hidupnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan habitatnya. Konversi hutan mangrove menjadi peruntukan lain dapat mengurangi fungsi ekosistem ini dalam menunjang kehidupan udang putih yang sebagian siklus hidupnya sangat bergantung pada ekosistem mangrove. Udang putih dalam menjalani kehidupannya selain sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, predator maupun kompetitor, juga oleh karakteristik habitat ekosistem mangrove tempat hidupnya. Perubahan kualitas habitat yang terjadi pada Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan biota ini. Kawasan Ekosistem Mangrove Percut Sei Tuan memiliki garis pantai sepanjang 65 km yang seluruhnya ditumbuhi hutan mangrove. Pada saat ini kawasan mangrove Percut Sei Tuan telah mengalami degradasi cukup parah, yaitu sekitar 2.872 ha akibat adanya konversi lahan menjadi peruntukan lain, sehingga luas hutan mangrove yang masih dalam kondisi baik hanya sekitar 728 ha, dengan panjang garis pantai yang sama BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang 2008. Kondisi ini dapat merubah fungsi ekologis ekosistem mangrove yang merupakan perpaduan antara fungsi fisik dan biologi, dan dikhawatirkan akan berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya udang putih akibat terjadinya kerusakan daerah asuhan dan mencari makan biota tersebut. Kelestarian populasi udang putih di alam dapat dijaga melalui upaya pengelolaan baik melalui tindakan konservasi habitat maupun pemulihan bagi populasi udang putih yang sudah tidak stabil. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara mendapatkan informasi mengenai aspek bioekologi udang putih secara lebih detail, baik yang mencakup struktur populasi, aspek reproduksi, sampai pada faktor-faktor biofisik kimia lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhannya.

1.3 Kerangka Pemikiran