Pembahasan Hasil Penelitian The effect of Transformational Leadership and Quality Of Work Life on Organizational Citizenship Behavior at Universitas Terbuka

Selain kepemimpinan transformasional, OCB sendiri merupakan variabel yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya budaya lokal dimana praktek OCB itu dilakukan. Dalam penelitian ini, yang dimaksud adalah konteks global dan lokal. Budaya kolektif dan individualis menjadi faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari OCB. Budaya timur yang menganut kolektif tentu akan berbeda hasilnya bila diukur dengan konstruk budaya individual. Penelitian mengenai OCB dalam konteks barat lebih banyak daripada budaya lokal, sehingga konstruk pertanyaan masih mengadopsi budaya individual. Pada konteks penelitian yaitu di UT, perilaku keanggotaan organisasi tidak dapat dipaksakan, tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktifitas. Jika staf administrasi memiliki OCB di UT, maka pimpinan akan menurunkan perilaku untuk mengendalikan stafnya. Sebaliknya, jika karyawan tidak atau kurang menunjukkan perilaku ekstra peran, maka pekerjaan pimpinan akan bertambah salah satunya adalah memperbaiki perilaku stafnya untuk berperilaku lebih baik. Perilaku ekstra peran tersebut tidak akan mempengaruhi karyawan dari segi financial secara langsung, dan tidak mendapat sanksi jika tidak melakukan, namun pimpinan akan melihat sikap yang baik dari mereka melalui OCB sehingga hal itu akan memberikan nilai positif dari pimpinan terhadap karyawan. Hal tersebut bisa saja memberi dampak pada penambahan tugas dan tanggung jawab yang secara tidak langsung akan berhubungan dengan financial karyawan. Dalam penelitian ini, faktor ketidaktahuan karyawan atas perilaku ekstra peran dapat menjadi sebab mengapa kepemimpinan transformasional tidak terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap OCB. Bila dikaitkan antara gaya kepemimpinan transformasional dan perilaku karyawan, berikut ini pendapat dari Podsakoff et al 2000, Bahwa gaya kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan kepada pemimpin, motivasi, kepuasan kerja dan mampu mengurangi sejumlah konflik di dalam organisasi. Dari hasil penelitian terungkap bahwa karyawan akan bekerja dengan baik karena telah memahami tanggung jawab yang diembannya. Dari hasil analisis kuesioner juga diperoleh gambaran bahwa pimpinan mampu menunjukkan kharisma di hadapan seluruh karyawan. Pimpinan juga mampu memotivasi dan menginspirasi orang dengan membantu anggota kelompok untuk melihat pentingnya sebuah tugas. Secara nyata ditunjukkan oleh pimpinan dengan memberi teladan dalam melaksanakan pekerja secara efisien dan efektif. Walaupun oleh sebagian karyawan hal itu dianggap sebagai perfeksionis, namun sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Bass dan Avilio bahwa kepemimpinan transformasional memberikan keuntungan yaitu karyawan lebih kreatif, lebih tahan terhadap stres, lebih fleksibel, dan lebih terbuka terhadap perubahan. Hal itu sesuai dengan pedoman untuk kepemimpinan transformasional menurut Yukl 2001, diantaranya : • Menyatakan visi yang jelas dan menarik • Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai • Bertindak secara rahasia dan optimistis • Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut • Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai- nilai penting • Memimpin dengan memberikan contoh • Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu Dampak yang bisa terlihat di organisasi jika pemimpin menunjukkan perilaku kepemimpinan transformasional adalah adanya transformasi atau perubahan organisasi itu sendiri. Perubahan yang cepat atau drastis terjadi pada tiga faktor, yaitu struktur organisasi, proses manajemen, dan kultur organisasi. Di UT telah melakukan perombakan struktur demi efisiensi pekerjaan. Misalnya adalah penggabungan 2 unit atau lebih, contohnya unit P2M2, studio, pusat Komputer, dan pusat pengujian menjadi satu unit yaitu LPBAUSI Lembaga Pengembangan Bahan Ajar, Ujian, dan Sistem Informasi. Said 2006 menjelaskan bahwa perubahan akan terjadi pada bagian terdekat, jadi jika kepemimpinan transformasional diterapkan di perguruan tinggi misalnya rektor maka faktor terdekat bisa jadi Purek I,II,III dan IV serta pejabat struktural akan mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah transformasinya perilaku karyawan organisasi dalam berfikir dan beraktifitas. Bila kepemimpinan transformasional tinggi, dapat dilihat dari salah satu indikator seperti komitmen karyawan. Bila persepsi karyawan terhadap kepemimpinan transformasional tinggi, maka karyawan akan memiliki komitmen yang kuat, sebaliknya bila kepemimpinan transformasional rendah komitmen mereka bisa berubah menjadi rendah. Pada penelitian ini, altruism dinyatakan dengan pernyataan 67 Y 1 . Walaupun banyak yang menjawab setuju dengan respon positif, namun ada 20 tidak setuju. Dengan wawancara lanjutan, diketahui ada persepsi yang berbeda mengenai perilaku altruisme. Karyawan memandang beragam, namun pada intinya bahwa karyawan akan membantu rekan kerja yang tidak masuk kerja bila alasannya adalah bukan karena faktor kesengajaan, seperti bolos kerja. Alasan yang setuju adalah hal ini bagus karena untuk menjamin kelangsungan dan kelancaran pekerjaan, bersifat urgent. atau juga karena merupakan tugas dari atasan, maksudnya pelimpahan tugas karena sesuatu hal sudah mendapat ijin atasan. Sedangkan alasan tidak terlalu setuju karena bila masih bisa ditunda hingga rekan kerja masuk, maka hal itu tidak perlu dilakukan, dan alasan tidak berani membuka file rekan kerja. Untuk P69 Y 1 yaitu dinyatakan dengan membantu training rekan kerja walaupun tidak diperlukan, responden menjawab setuju sebesar 69.5. Tetapi respon yang tidak setuju sebesar 20. Rata-rata responden menjawab akan membantu training walau tidak diperlukan. Sedangkan kekurang setujuan responden disebabkan persepsi bahwa seseorang yang membantu training haruslah karyawan yang paham dengan bidang kerjanya atau ahli di bidangnya. Selain itu, alasannya harus jelas misalnya berapa lama training itu berlangsung, serta memahami bidang kerjanya. Bila sesuai dengan pekerjaan responden maka akan sukarela membantu karyawan baru. Sportmanship atau sikap sportif dan positif dinyatakan oleh P73 Y 3 . Pada umumnya respon karyawan adalah positif yang terlihat dari besarnya prosentase setuju yaitu 61.8. Tetapi sebagian responden tidak setuju dengan pernyataan ini. Mereka memang mendapat pujian dari atasan langsung bila pekerjaannya selesai sebelum waktunya atau lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Tetapi menurut sebagian responden bentuk pujian tersebut tidak akan mempengaruhi output mereka. Hal ini disebabkan tidak ada imbalan atau reward bila mereka menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari jadwal. Tidak semua karyawan merasa bahwa memang harus ada imbalan atas sesuatu pekerjaan yang memang seharusnya dikerjakan. Responden merasa bila pekerjaannya selesai sebelum waktunya akan mendapat perhatian pimpinan, misalnya dipuji atasan, namun hal ini tidak terkait dengan reward materi. Artinya tidak semua pekerjaan diukur dengan besaran materi. Pada P85 Y 5 merujuk pada Courtesy, responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut sebesar 60, tetapi 21 menyatakan tidak setuju. Menurut pencarian fakta lebih lanjut melalui wawancara kepada beberapa responden, sebagian menjawab bahwa mereka dapat mentolerir ketidaknyamanan di kantor, hal ini tergantung suasana hati. Karena yang harus ditolerir adalah hal- hal yang sama, maka dibutuhkan kesabaran yang lebih banyak. Dalam kasus ini lebih pada faktor individu atau rekan kerja yang menyebabkan tidak nyaman di lingkungan kerja. Ketidaknyamanan bukan disebabkan oleh lingkungan fisik semata. Penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan transformasional dan kualitas kehidupan kerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kontribusi kepemimpinan transformasional sebesar 60 terhadap kualitas kehidupan kerja. Sedangkan kualitas kehidupan kerja juga mempengaruhi OCB sebesar 19. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Kaihatu dan Rini 2007, bahwa kepemimpinan transformasional merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada penciptaan kualitas kehidupan kerja atau Quality of Work Life QWL. Semakin tinggi pimpinan menunjukkan peran dalam kepemimpinan transformasional maka kualitas kehidupan kerja akan meningkat. Indikator-indikator dari kualitas kehidupan kerja yang banyak mendapat perhatian responden adalah pengembangan karir, termasuk di dalamnya pelatihan dan pengembangan karir. Khusus pada point pelatihan, responden merasa kurang mendapat kesempatan yang sama. Namun dari hasil pendalaman informasi melalui wawancara kepada responden, ternyata faktanya adalah bahwa mereka merasa kurang mendapat pelatihan dibandingkan dengan staf akademik. Dari hasil pengumpulan informasi lebih lanjut diperoleh pula adanya responden masih merasa kurangnya perhatian kepada mereka dalam hal kesempatan yang sama melanjutkan pendidikan bagi staf administrasi. Karyawan merasa seperti tidak diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Namun data yang diperoleh peneliti dari Pusat pengembangan SDM, karyawan diberikan kebebasan untuk melanjutkan pendidikannya. Namun untuk saat ini atau sejak 2 tahun terakhir memang ada beberapa persyaratan yang harus ditempuh staf administrasi bila ingin melanjutkan pendidikannya. Salah satunya adalah lolos Tes Potensi Akademik TPA, dengan skor tertentu. Kualitas kehidupan kerja memiliki pengaruh yang positif secara signifikan terhadap Perilaku Ekstra Peran karyawan. Penerapan indikator QWL seperti partisipasi karyawan, pengembangan karir, penyelesaian konflik, komunikasi, kesehatan kerja, keselamatan kerja, kompensasi yang layak dan kebanggaan, berpengaruh kepada perilaku ekstra peran. Sebuah lingkungan kerja yang berorientasi QWL memiliki ciri-ciri seperti, kondisi kerja yang aman, sehat, nyaman, waktu kerja yang luwes, adanya relasi dan hubungan yang baik diantara rekan kerja dan atasan, dan juga fasilitas kerja yang mendukung Riady, 2007. Di UT beberapa hal yang disebutkan telah dirasakan oleh karyawan. Hal ini sejalan dengan pendapat wibowo 2009, bahwa lingkungan dengan quality of work life tinggi ditandai oleh karakteristik, salah satunya yaitu pekerja mendapatkan informasi lengkap tentang pengembangan dalam organisasi. Poin ini sejalan dengan indikator dari perilaku ekstra peran, yaitu Courtesy, karyawan mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangan dalam organisasi. Hasil akhir dari perilaku tersebut diharapkan dapat mempengaruhi keefektifan organisasi serta dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik Podsakoffet al. 2000.

5.6. Implikasi Manajerial

Dalam konteks pendidikan jarak jauh sebagaimana keberadaan UT, dimana operasionalisasinya mencakup skala nasional dan global, menuntut adanya perubahan dan ruang bagi pemimpin transformasional sebagai agen perubahan untuk mengedepankan visi yang kuat kepada karyawan. Dalam rangka menuju keberhasilan, pendidikan jarak jauh harus dengan jelas merumuskan perubahan tersebut. Hal ini merupakan tantangan bagi pemimpin transformasional tidak saja di UT, namun juga di seluruh institusi pendidikan jarak jauh distance education. Langkah tersebut dilakukan untuk memotivasi karyawan Bainbridge, 2011. Dari hasil pembahasan di atas, terangkum beberapa hal mengenai kepemimpinan transformasional, kualitas kehidupan kerja serta perilaku ekstra peran. 1. Kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional telah diterapkan di UT yang secara tersirat melalui berbagai indikatornya. Kepemimpinan transformasional bersumber pada ide ‘perubahan’. Kepemimpinan trasformasional dilakukan dengan cara menunjukkan kepada tim apa yang bisa mereka capai dengan sebuah ‘perubahan’. Karena ditekankan bahwa segala sesuatu penuh dengan ketidakpastian dan perubahan. Oleh karena itu tim yang tidak bisa berubah akan kalah Getol 2010. Seorang pemimpin transformasional akan lebih perhatian pada perubahan, perbaikan dan peningkatan kualitas dan kemampuan SDMnya sehingga akan berdampak langsung kepada prestrasi karyawan. Dari hasil penelitian dan wawancara, menunjukkan bahwa kehadiran pimpinan mampu memberi semangat dan memberi dukungan pada pencapaian pekerjaan yang sistematis serta efektif. 2. Kualitas Kehidupan Kerja Dalam rangka mencapai efektifitas sumber daya manusia, dibutuhkan suasana kerja yang mendukung karyawan. Kenyamanan serta kebutuhan akan lingkungan kerja dapat diperoleh bila kualitas kehidupan kerja pun baik. Pada prakteknya dimensi-dimensi dari kualitas kehidupan kerja telah dilaksanakan di dalam organisasi. Namun ada beberapa hal yang masih perlu mendapat perhatian pimpinan, salah satunya adalah sosialisasi pendidikan lanjut. Walaupun kesempatan untuk hal tersebut sangat terbuka bagi seluruh karyawan, namun karyawan belum memahami adanya peraturan baru tentang hal tersebut. Maka diperlukan bentuk sosialisasi atas peraturan atau informasi yang jelas kepada seluruh karyawan agar tidak terjadi salah persepsi mengenai hal tersebut.