berpengaruh nyata terhadap permintaan pakan ternak adalah rasio harga pakan terhadap harga ayam ras dan populasi ayam ras.
2.3.3. Pasar Daging Ayam Ras
Simatupang et al, 1995 melakukan studi tentang respon penawaran daging ternak di Indonesia, salah satu diantaranya adalah daging ayam. Studi
tersebut menggunakan persamaan tunggal The Quantity Partial Adjustment Cum Extrapolative Price Expectation Model QPAM-EPEM. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa untuk semua peubah input dan lag produksi daging ayam mempunyai arah yang sesuai dengan harapan dan signifikan. Kemampuan dari
peubah-peubah penjelas untuk menerangkan variasi dari nilai peubah endogennya hampir sempurna yaitu sekitar 99 persen. Dalam jangka pendek penawaran daging
ayam kurang respon terhadap perubahan daging ayam itu sendiri E
SR
= 0.52, namun dalam jangka panjang cukup respon E
LR
= 1.29. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang ternyata penawaran daging ayam kurang respon
terhadap perubahan harga jagung yang ditandai oleh nilai elastisitasnya kurang dari satu.
Soedaryanto et al, 1995 dalam penelitiannya di delapan propinsi di
Sumatera dan Kalimantan dengan memanfaatkan data Susenas tahun 1990 dan menggunakan model AIDS Almost Ideal Demand System menunjukkan bahwa
elastisitas permintaan terhadap harga itu sendiri bertanda negatif dan elastisitas permintaan terhadap pendapatan bertanda positif. Artinya kenaikan harga daging
ayam menyebabkan permintaan terhadap daging tersebut menurun, sebaliknya meningkatnya pendapatan masyarakat menyebabkan meningkatnya permintaan
terhadap daging ayam, sehingga daging ayam merupakan barang normal bagi
masyarakat, bahkan untuk kasus Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, daging ayam merupakan
barang mewah yang dicirikan oleh elastisitas permintaan terhadap pendapatan masyarakat lebih besar dari satu. Sifat substitusi dan komplemen komoditas
daging ayam dengan beberapa komoditas ternak lainnya tidak khas dan berbeda untuk tiap daerah.
Kusumawardhani 1993 dalam penelitiannya di Jawa Timur menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan baik di pedesaan maupun perkotaan,
konsumsi terhadap daging sapi semakin meningkat. Hasil pendugaaan parameter permintaan daging sapi menunjukkan bahwa peubah-peubah nilai daging sapi
berpengaruh positif, nilai daging ayam buras berpengaruh negatif, pendapatan rumah tangga berpengaruh positif, dan jumlah anggota rumah tangga berpengaruh
positif terhadap permintaan daging sapi di pedesaan. Di perkotaan nilai daging sapi berpengaruh positif, pendapatan rumah tangga berpengaruh positif, jumlah
anggota rumah tangga berpengaruh positif terhadap permintaan daging sapi. Daging kambing merupakan komoditas substitusi terhadap daging sapi,
sedangkan daging ayam ras dan ayam buras bersifat komplementer baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan. Permintaan daging sapi tidak responsif
terhadap perubahan pendapatan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Soedjana
et al, 1994 dalam penelitian di Bali menunjukkan bahwa adanya sifat komplementer antara daging sapi dan daging ayam. Hal tersebut
terjadi karena perilaku kondisi masyarakat Bali, dimana terdapat berbagai upacara keagamaan yang praktis menggunakan hasil ternak terutama daging unggas dan
telur, sementara khusus untuk daging sapi ternyata sebagian masyarakat Bali masih mengkonsumsinya.
Deptan 2002 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa harga daging ayam, populasi ayam pedaging, dan penawaran daging ayam sebelumnya
berpengaruh positif terhadap penawaran daging ayam namun berpengaruh nyata terhadap populasi ayam pedaging. Penawaran daging ayam, baik jangka pendek
maupun jangka panjang tidak elastis terhadap perubahan semua penjelasnya. Harga daging ayam, daging kambingdomba, telur ayam, dan permintaan daging
ayam sebelumnya merupakan empat faktor utama yang mempengaruhi permintaan daging ayam di Indonesia. Permintaan daging ayam baik jangka
pendek maupun jangka panjang tidak elastis terhadap perubahan pendapatan dan juga mengindikasikan daging ayam sudah banyak dikonsumsi masyarakat. Oleh
karena itu, upaya meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi protein hewani akan lebih murah dan efektif dengan cara mengembangkan usaha peternakan
ayam pedaging. Fizanti
et al, 1997 melakukan studi aspek penawaran dan permintaan secara terpisah, dimana aspek penawaran tidak memisahkan antara daging
peternakan rakyat dan industri peternakan. Hasil penelitian menunjukkan penawaran daging sapi dipengaruhi oleh harga daging, harga sapi bakalan, suku
bunga dan teknologi. Konsumsi daging sapi dipengaruhi oleh harga daging, pendapatan masyarakat dan harga daging ayam. Sedangkan harga daging sapi
dipengaruhi oleh jumlah penawaran dan tarif impor. Ilham
et al, 2001 melakukan penelitian tentang analisis penawaran dan permintaan komoditas peternakan unggulan menggunakan data periode
1970-1999 dengan sistem persamaan tunggal dengan menggunakan metode OLS menghasilkan beberapa kesimpulan. Dari aspek penawaran menunjukkan bahwa
harga daging ayam dan populasi ternak ayam mempunyai pengaruh positif terhadap penawaran daging ayam, sebaliknya harga pakan dan harga impor daging
ayam mempunyai pengaruh negatif. Baik jangka pendek maupun panjang penawaran daging ayam kurang respon terhadap perubahan keempat peubah
penjelas tersebut. Sementara dari aspek permintaan menunjukkan bahwa harga daging ayam mempunyai pengaruh yang negatif terhadap permintaannya. Baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang daging ayam merupakan barang normal, tapi bukan termasuk barang mewah bagi masyarakat Indonesia. Daging
sapi merupakan barang substitusi dari daging ayam, sebaliknya telur dan ikan tongkol merupakan barang komplementer bagi daging ayam. Baik jangka pendek
maupun jangka panjang permintaan ayam sangat respon terhadap perubahan harganya sendiri, harga daging sapi dan harga telur sebaliknya kurang respon
terhadap perubahan harga ikan tongkol dan pendapatan.
III. KERANGKA TEORI
Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,
keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat ditunjukkan oleh adanya permintaan input dan penawaran output. Permintaan input pada masing-masing pasar merupakan
permintaan turunan dari pasar lainnya. Permintaan input jagung merupakan permintaan turunan dari pasar pakan dan permintaan input pakan merupakan
permintaan turunan dari pasar daging ayam. Adanya perubahan pada pasar daging ayam akan menyebabkan perubahan permintaan input pakan di pasar pakan akan
menyebabkan perubahan permintaan input jagung di pasar jagung. Begitu sebaliknya jika terjadi perubahan pada pasar jagung akan menyebabkan terjadinya
perubahan penawaran output pakan di pasar pakan akan menyebabkan terjadinya perubahan penawaran output daging ayam di pasar daging ayam. Dari sisi pasar,
keterkaitan ketiga pasar tersebut ditunjukkan oleh adanya pengaruh yang dihubungkan oleh harga, yaitu harga jagung domestik, harga jagung dunia, harga
pakan domestik, harga komponen pakan impor, harga daging ayam domestik dan impor, dan harga daging ayam dunia.
Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia mulai dari petani sampai konsumen akhir melalui beberapa tahapan. Pertama, petani jagung sebagai
produsen menggunakan input berupa lahan, tenaga kerja dan pupuk sebagai faktor produksi. Kedua, jagung yang dihasilkan petani merupakan input utama dari
industri pakan ternak ayam ras dalam memproduksi pakan, dimana kontribusi jagung sebagai bahan baku pakan mencapai 51.4 persen.