dengan pangsa ekspornya relatif masih sangat rendah terhadap volume impor dunia, sehingga dapat dipastikan adanya perubahan impor daging ayam ras
Indonesia tidak berpengaruh banyak terhadap harga daging ayam ras dunia. Tabel 14. Perkembangan Impor Daging Ayam Ras pada Beberapa Negara
Importir Utama Dunia, Tahun 1990-2005
000 ton Negara
Tahun Cina Jepang Rusia Jerman
Saudi Arabia
Indonesia Dunia
1990 162.93 291.23
0.00 213.6 210.1 0.12 2
182.60 1991
206.32 347.31 0.00 246.9 244.2
0.17 2 326.70
1992 276.98 393.96
45.7 253.3 174.0 1.18 2
596.30 1993
339.13 390.32 73.9 213.8 168.4
0.48 2 766.00
1994 467.47 444.11
500.6 227.6 140.7 2.00 3
418.80 1995
647.15 535.96 825.4 214.1 262.8
1.48 4 277.00
1996 710.34 546.57
752.0 264.9 230.3 0.49 4
526.00 1997
772.44 496.14 759.6 239.5 209.8
0.45 4 668.70
1998 802.78 497.25
617.3 256.1 272.5 0.35 5
008.70 1999
1 061.03 551.36
131.9 203.6
362.0 8.14
5 546.90 2000
993.78 568.27 580.1 195.4 266.4
14.02 5 971.50
2001 879.85
523.09 1 219.30
232.9 290.3
14.54 6 353.00
2002 498.70
524.44 1 664.10
234.72 298.81
9.49 6 969.88
2003 565.08
466.11 2 271.16
236.55 307.56
17.55 7 646.65
2004 180.73
353.79 3 099.69
238.39 316.57
18.05 8 389.14
2005 121.86
308.74 4 230.45
240.25 325.85
18.79 9 203.73
Total 8 686.57 7 238.65
12 484.70 949.91
1 248.79 107.29
81 851.60 Rataan
542.91 452.42 1783.53 237.48 312.20 6.71 5
115.72 Share
11.26 11.10 14.76 5.57 5.71 0.06 100.00
rthn 13.62 4.76 17.27 -0.46 4.58 24.56
9.70 Sumber: FAO, 2005 diolah
2.2. Kebijakan Pemerintah dalam Kelembagaan Usaha Ternak Ayam Ras
Era sebelum diterbitkan Keppres nomor 22 Tahun 1991 telah diimplementasikan 1 Program Bimmas, 2 Pola Pembinaan Usaha melalui
Keppres 501981 dan 3 Pola PIR Perunggasan. Ketiga pola tersebut diatas ternyata perkembangannya tidak seperti apa yang diharapkan semula.
Misi dari Keppres 50 pada dasarnya hendak memberikan ruang dan peluang yang lebih baik kepada usaha ternak skala kecil yang sudah ada untuk
tetap hidup dan anggota masyarakat yang memiliki modal terbatas yang berminat
pada lapangan usaha ini, dapat memasukinya dengan nyaman karena dapat memberikan keuntungan yang memadai dalam meningkatkan pendapatan. Namun
harapan ini tidak terpenuhi karena para peternak skala kecil belum dapat mengatasi gejolak harga sarana produksi ternak terutama pakan dan gejolak
harga produk ayam ras, serta tidak dapat memperbaiki bargaining position mereka yang lemah. Di lain pihak, koperasiKUD yang diharapkan tampil untuk
mengatasi kendala yang dialami para peternak kecil, ternyata juga tidak berkembang dalam memberikan pelayanan, baik dalam hal pengadaan sapronak
maupun penyaluran produk ayam ras Pusat Penelitian Agro Ekonomi dan Fapet UNPAD, 1983.
Sebagai kelanjutan dari penataan usaha ternak ayam ras, pada tahun 1984 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan melalui Keputusan Menteri Pertanian
No. TN 330342KPTS51984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Peternakan Ayam Keppres 501981, yang lebih dikenal dengan pola usaha Perusahaan Inti
Rakyat PIR perunggasan. Dari kebijaksanaan ini diharapkan usaha ternak skala kecil akan didukung oleh pihak yang memiliki kemampuan yang lebih besar, baik
dalam permodalan, pengetahuan, teknologi serta manajemen, sehingga usaha ternak ayam ras skala kecil akan lebih berkembang dan dapat memperoleh
keuntungan yang seimbang antara unsur yang berkaitan dengan pola tersebut. Setelah tiga sampai empat tahun pola PIR dilaksanakan, ternyata masih
ditemukan berbagai kendala dan masalah yang dihadapi Inti. Poultry shop yang bertindak sebagai Inti tidak aktif dalam pembinaan plasmanya. Hal ini terjadi
karena pola PIR membawa konsekuensi perubahan pola usaha manajemen dan permodalan dari usaha dagang yang bergerak di bidang produksi, dimana mereka
belum mempunyai pengetahuan dan teknologi budidaya ayam ras. Di sisi lain, pihak pembibit kurang memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap Inti dan
peternak untuk meningkatkan keterampilan, disamping pasokan DOC yang belum kontinu baik dalam kuantitas maupun kualitas, bahkan ada yang tidak melalui Inti
Yusdja et al, 2004. Dari berbagai hasil studi, pelaksanaan Keppres 50 dan PIR Perunggasan
kurang berhasil, sehingga pada tahun 1990 pemerintah menerbitkan Keppres nomor 22 Tahun 1990 yang dilengkapi dengan Keputusan Menteri Pertanian
nomor 362KPTSTN.12051990, menggantikan Keppres 50, Keppres 2290 beserta perangkatnya merupakan titik balik dari Keppres 50. Pada hakekatnya
Keppres 50 mengatur pembatasan skala usaha budidaya ayam ras, untuk ayam ras petelur dengan skala maksimal 5 000 ekor dan ayam broiler dengan produksi
maksimum 750 ekor per minggu, sedangkan Keppres 22 mengatur penggolongan antara Perusahaan Peternakan dan Peternakan Rakyat. Bagi usaha budidaya ayam
ras yang memelihara ayam petelur di atas 10 000 10 000 ekor atau broiler diatas 15 000 15 000 ekor per siklus produksi dimasukkan ke dalam kategori
Perusahaan Peternakan, sedangkan usaha budidaya yang memelihara di bawah jumlah tersebut dikategorikan ke dalam Peternakan Rakyat. Di samping itu
Keppres 22 memberikan peluang mengizinkan kepada Perusahaan Peternakan untuk melakukan integrasi vertikal, yang artinya Perusahaan Peternakan dapat
memiliki industri pakan dan pembibitan sendiri untuk keperluan sendiri serta memiliki sarana pengolahanpemotongan ayam. Hal ini berarti Keppres 22
membawa usaha ternak ayam ras kembali pada kondisi sebelum adanya Keppres 50. Hanya saja keadaan sebelum Keppres 22 usaha ternak skala besar
tidak mempunyai kewajiban bekerjasama dengan usaha ternak skala kecil, sedangkan era Keppres 22 usaha ternak skala besar berkewajiban bekerjasama
dengan Peternakan Rakyat. Pola kerjasama antara Perusahaan Peternakan dengan Peternakan Rakyat yang dimaksud adalah Perusahaan Peternakan menyediakan
sarana produksi, membantu penyediaan modal kerja dan modal investasi serta memasarkan hasil produksi peternakan rakyat.
SK Mentan nomor 362KPTSTN.12051990 telah mengatur dengan
cermat usaha budidaya ayam ras dan usaha pembibitan breeding farm. Untuk pembibitan, menurut ketentuan dalam Pasal 1 surat keputusan ini dan Pasal 1
Keppres 221990, haruslah diselenggarakan oleh perusahaan yang tidak terintegrasi dengan usaha budidaya ayam ras. Artinya, bibit DOC yang
dihasilkan haruslah ditujukan untuk pasar dan bukan untuk keperluan sendiri. Di pihak lain, ketentuan tentang perusahaan pengolahan pakan ayam ras belum
termuat dalam Keppres 2290 maupun SK Mentan 36290. Padahal kesulitan utama dari Peternakan Rakyat ayam ras adalah rasio pakan dan hasil budidaya
ayam ras yang kurang menguntungkan. Tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter, yang kemudian
berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik. Hal ini berdampak kepada kenaikan bahan baku industri, yang mengakibatkan penurunan produk industri
ayam ras antara 50-60 persen Anonymous, 2003. Saragih 1998 mengidentifikasikan penyebabnya yakni karena faktor eksternal seperti krisis
moneter dan krisis ekonomi dan faktor internal seperti struktur dan perilaku agribisnis berbasis peternakan sangat rapuh dan diperparah oleh bias kebijakan
makro dan strategi industrialisasi yang kurang bersahabat khususnya dengan subsektor peternakan.
Tahun 2000 pemerintah mencabut Keppres No.22 dan berakhirlah secara operasional intervensi pemerintah dalam pengaturan skala usaha Yusdja et al.,
2001. Kebijakan-kebijakan masa lalu membentuk struktur pasar monopolioligopoli dalam pasar pakan dan bibit serta membentuk pasar
monopsonioligopsoni dalam pembelian produk unggas yang berasal dari usaha rakyat. Pada tahun 2002 industri ayam ras mulai meningkat di bawah kendali
perusahaan-perusahaan skala besar, karena usaha rakyat yang mandiri sudah tidak ada lagi kecuali usaha rakyat yang bermitra dengan perusahaan skala besar.
2.3. Beberapa Studi Terdahulu 2.3.1. Pasar Jagung