Indikator Pembangunan Daerah TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemekaran Wilayah Pembentukan Daerah Otonom

hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan, 2 peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultur dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan, 3 perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

2.7. Indikator Pembangunan Daerah

Menurut Rustiadi et al. 2009 indikator adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat capaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Kemudian dalam PP No.62008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, indikator kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif danatau kualitatif yang terdiri dari unsur masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, danatau dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja suatu kegiatan. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi untuk, 1 memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, 2 meciptakan konsensu yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakanprogramkegiatan dan dalam menilai kinerjanya, dan 3 membangun dasar bagi pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja organisasiunit kerja Rustiadi et al. 2009. Berdasarkan fungsi indikator yang dikemukakan tersebut, maka dalam mengukur dan menilai keberhasilan atau kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam pelaksanaan pembangunan daerah sangat diperlukan adanya indikator yang relevan dan komprehensif. Kekeliruan dalam memahami dan menerapkan indikator dapat menyebabkan tujuan dari pelaksanaan pembangunan tidak akan tercapai. Todaro dan Smith 2007 mengemukakan bahwa sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu negara hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GNI, baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan memberikan efek penetesan ke bawah trikle down effect. Akibatnya timbul berbagai permasalahan kemiskinan, pengganguran, ketimpangan serta berbagai permasalahan pembangunan lainnya. Oleh karena itu, ukuran pembangunan tidak saja dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi tetapi perlu secara utuh mencakup multidimensional. Arsyad 1999 mengemukakan indikator-indikator keberhasilan pembangunan yang secara garis besar; 1 indikator moneter, 2 indikator non moneter, 3 indikator campuran. Indikator pembangunan moneter meliputi; 1 pendapatan per kapita, 2 indikator kesejahteraan ekonomi bersih. Kemudian indikator pembangunan non moneter meliputi; 1 indikator sosial, 2 indeks kualitas hidup dan indeks pembangunan manusia IPM. Menurut Rustiadi et al. 2009 dari berbagai pendekatan yang ada, setidaknya terdapat 3 tiga kelompok dalam menetapkan indikator pembangunan, yakni 1 indikator berbasis tujuan pembangunan, 2 indikator berbasis kapasitas sumberdaya, dan 3 indikator berbasis proses pembangunan. Sejalan dengan itu, Bappenas 2008 dalam studinya mengenai evaluasi terhadap kinerja pembangunan pada daerah otonom baru, juga didasarkan pada tujuan pemekaran daerah sesuai PP No. 1292000, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui; 1 peningkatan pelayanan masyarakat, 2 percepatan pertumbuhan demokrasi, 3 percepatan pelaksanaan pembangunan ekonomi daerah, 4 percepatan penggelolaan potensi daerah, 5 peningkatan keamanan dan ketertiban, 6 peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Fokus dan indikator yang digunakan Bappenas dalam melakukan evaluasi daerah pemekaran lebih lengkap disajikan dalam Tabel 2. Evaluasi untuk mengukur dan penilaian kinerja pembangunan daerah khususnya dalam upaya mencapai tujuan otonomi daerah, saat ini pemerintah telah menerbitkan PP No.62008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, yang didalamnya memuat aspek-aspek dan indikator-indikator kinerja pembangunan daerah. Dalam peraturan pemerintah tersebut, selain mengukur kinerja penyelenggaraan pemerintah sekaligus mengukur tingkat kemampuan daerah otonom melaksanakan tujuan otonomi daerah melalui pelaksanaan pembangunan daerah. Dengan PP No.62008, pemerintah sejak tahun 2008 akan melakukan evaluasi pada seluruh daerah otonom baik propinsi maupun kabupaten dan kota di Indonesia. Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah EKPOD dilakukan untuk menilai kemampuan daerah dalam mencapai tujuan otonomi daerah. Tujuan akhir pelaksanaan otonomi daerah ditujukan dengan parameter tinggi kualitas manusia yang secara internasional diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia IPM. Oleh karena itu, dalam melakukan Evaluasi Kemampuan Penyelenggaraan Otonomi Daerah, IPM digunakan untuk mengecek apakah aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah dapat dipertanggungjawabkan. Aspek-aspek yang digunakan dalam mengevaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah terdiri dari, 1 kesejahteraan masyarakat, 2 pelayanan umum, 3 daya saing daerah. Tabel 2. Indikator-indikator Kinerja Pembangunan Daerah AspekFokus Indikator Ekonomi Daerah 1. Pertumbuhan PDRB Non Migas 2. PDRB per Kapita 3. Rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB Propinsi 4. Angka Kemiskinan Keuangan Daerah 1. Dependensi fiskal 2. Kapasitas penciptaan pendapatan 3. Proporsi belanja modal 4. Kontribusi sektor pemerintah Pelayanan Publik 1. Jumlah siswa per sekolah 2. Jumlah siswa per guru 3. Ketersediaan fasilitas kesehatan 4. Ketersediaan tenaga kesehatan 5. Kualitas infrastruktur Aparatur Daerah 1. Kualitas aparatur yang berstatus PNS 2. Persentase aparatur pendidik 3. Persentase aparatur paramedic tenaga kesehatan Sumber: Bappenas, 2008. Berdasarkan pengertian dan indikator kinerja yang dikemukakan diatas, baik menurut Rustiadi et al. 2009, maupun yang digunakan Bappenas 2008 dalam melakukan evaluasi kinerja pembangunan pada daerah pemekaran menurut tujuan pemekaran yang diisyaratkan dalam PP No.1292000, serta PP No.62008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, maka dalam menganalisis kinerja pembangunan daerah pemekaran di Kabupaten Halmahera Timur Propinsi Maluku Utara digunakan aspekfokus dan indikator kinerja yang secara lengkap ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Indikator-indikator Kinerja Pembangunan Daerah AspekFokus Indikator Ekonomi Daerah 1. Pertumbuhan PDRB Non Migas 2. PDRB per Kapita 3. Rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB Propinsi 4. Angka Kemiskinan Keuangan Daerah 1. Dependensi fiskal 2. Kapasitas penciptaan pendapatan 3. Proporsi belanja modal 4. Kontribusi sektor pemerintah Pelayanan Publik 1. Jumlah siswa per sekolah 2. Jumlah siswa per guru 3. Ketersediaan fasilitas kesehatan 4. Ketersediaan tenaga kesehatan 5. Kualitas infrastruktur Aparatur Daerah 1. Kualitas aparatur yang berstatus PNS 2. Persentase aparatur pendidik 3. Persentase aparatur paramedik tenaga kesehatan Kesejahteraan Masyarakat Indeks Pembangunan Manusia IPM III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran