lainnya menyebabkan perbedaan persepsi antara mereka. b.
Set, adalah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul, misalnya pada seorang atlit lari yang siap digaris start, terdapat set bahwa akan
terdengar pistol aba-aba untuk berlari. Pada saat itu ia harus berlari. c.
Kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.
d. Sistem nilai, seperti adat istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu
masyarakat, akan mempengaruhi pula terhadap persepsi. e.
Ciri kepribadian, seperti watak, karakter, kebiasaan, akan mempengaruhi pula persepsi.
Perbedaan persepsi yang dijelaskan di atas, memperlihatkan suatu perbedaan persepsi yang sifatnya alami atau kodrati hukum Tuhan dan politik. Perbedaan
persepsi yang sifatnya alami, ditunjukkan dengan sistim nilai dan ciri kepribadian yang dimiliki seseorang. Sedangkan perbedaan yang sifatnya politik, ditunjukkan
dengan perhatian, set dan kebutuhan. Namun demikian, perbedaan persepsi semacam ini tidak bersifat permanen mutlak, tetapi memiliki sifat fleksibilitas
yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan dalam persepsi seseorang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi setiap
individu manusia dalam masyarakat, dipengaruhi oleh karakteristik setiap orang individu itu sendiri. Hubungannya dengan persepsi masyarakat terhadap manfaat
pemekaran wilayah, maka dapat dikatakan bahwa persepsi masyarakat sangat dipengaruhi oleh karakteristik setiap orang individu dalam masyarakat.
Karakteristik masyarakat dapat dikelompokkan menjadi, 1 jenis kelamin, 2 asal suku, 3 tingkat pendidikan, 4 pekerjaan utama, 5 jabatan dalam
masyarakat.
2.6 . Pembangunan Daerah dalam Otonomi dan Desentralisasi
Secara filosofi suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik Rustiadi et al. 2009. Lebih jauh Todaro dan Smith
2007 mengemukakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar
percepatan pertumbuhan
ekonomi, penanganan
ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan
ini harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat, atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar
dan keinginan individu maupun kelompok-kelompok sosial yang ada didalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi yang serba lebih baik secara material
maupun spiritual. Pengertian pembangunan tersebut jika dikaitkan dengan konsep daerah atau
wilayah region yang terdiri dari wilayah homogen, nodal, perencanaan, dan administrasi politis, maka dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
melalui pembangunan daerah pada daerah otonom baik propinsi maupun kabupaten dan kota, digunakan pengertian daerah atau wilayah yang termasuk
didalam UU No.322004. Dengan demikian, pembangunan daerah dapat dipahami sebagai proses pembangunan yang diselenggarakan di daerah baik propinsi
maupun kabupatenkota, dan pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Hadi 2001 mengemukakan bahwa pembangunan wilayah atau daerah adalah proses atau tahapan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang
dalam perwujudannya melibatkan interaksi antar sumberdaya dan lingkungannya melalui kegiatan investasi pembangunan. Anwar 1998 mengemukakan bahwa
dalam pembangunan wilayah lebih ditekankan kepada memanfaatkan sifat keadaan daerah dan lokal yang bersangkutan terutama aspek yang menyangkut
sumberdaya fisik dan sosiokultural yang hidup di masing-masing wilayah, sedangkan Rustiadi 2001 menyatakan bahwa pembangunan wilayah harus
memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spasial, serta antar pelaku pembangunan yang berada di dalam dan antar wilayah.
Pelaksanaan pembangunan pada masa lalu yang sentralistik, telah mengabaikan aspek keterpaduan dan keterintegrasian dalam pembangunan.
Sebagai akibatnya pemerintah daerah dan lokal gagal menangkap kompleksitas pembangunan diwilayahnya, dan partisipasi masyarakat lokal tidak mendapat
tempat Rustiadi, 2001. Pembangunan yang sentralistik, tujuan-tujuan
pembangunan wilayahnya menjadi sangat tergantung kepada kebijakan yang diambil pemerintah pusat Rustiadi, 2001. Implikasi dari pembangunan yang
sentralistik juga, telah mengkibatkan berbagai ketimpangan dan kesenjangan baik antar masyarakat maupun antar daerah.
Dengan diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi, memberikan peluang bagi daerah-daerah otonom untuk membenahi kekeliruan-kekeliruan pada
masa lalu. Karena proses pembangunan daerah dalam otonomi daerah dan desentralisasi, didasarkan pada prinsip demokrasi, pemerataan equity, keadilan,
pertumbuhan, dan keberlanjutan sustainable. Untuk itu, pemerintah daerah selaku penyelenggara pemerintahan, yang berkewenangan melaksanakan
pembangunan daerah harus diarahkan pada terciptanya demokrasi, pemerataan equity, pertumbuhan efficiency, dan keberlanjutan sustainable.
Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional, baik dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, maka pelaksanaan pembangunan daerah harus
dilakukan secara sistematik, terintegrasi dan terpadu. Dengan prinsip demokrasi, pemerataan equity, keadilan, pertumbuhan, dan keberlanjutan sustainable,
tujuan pembangunan yang diinginkan dapat terwujud. Tujuan pembangunan daerah secara khusus antara satu daerah dengan
daerah lainnya tentu tidak sama, karena kondisi permasalahan yang dihadapi setiap daerah berbeda-beda. Namun, apapun perbedaan permasalahan daerah,
secara hakiki pelaksanaan pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Goulet dalam Todaro dan Smith 2007 mengatakan bahwa paling tidak ada 3 tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan
pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling hakiki, diantaranya; 1 kecukupan sustenance; kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar, 2 harga diri self-esteem; menjadi manusia seutuhnya, 3 kebebasan freedom; kebebasan dari sikap menghamba,
kemampuan untuk memilih. Todaro dan Smith 2007, menyebutkan bahwa proses pembangunan di
semua masyarakat paling tidak harus memiliki 3 tiga tujuan inti sebagai berikut; 1 peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan
hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan, 2 peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultur
dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang
bersangkutan, 3 perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka
dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi
merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
2.7. Indikator Pembangunan Daerah