BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertera dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
merupakan proses untuk membuat manusia Indonesia menjadi cerdas. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1991: 232 pendidikan diartikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Di dalam
pengertian pendidikan di atas, mendewasakan manusia melalui kegiatan pengajaran dan pelatihan. Pengajaran dan pelatihan dapat diperoleh dari
pendidikan formal maupun non-formal. Tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003
yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan itu diuraikan dalam bentuk yang lebih
operasional yaitu peserta didik memiliki kemampuan yang terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pencapaian tujuan pendidikan dilakukan dapat diketahui melalui kegiatan pengukuran. Kegiatan pengukuran yang dimaksudkan adalah evaluasi. Evaluasi
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dilakukan setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan sekolah melalui guru
untuk mengukur keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran pada penggalan waktu yang telah diprogramkan sehingga hasilnya dapat menjadi
bahan tindak lanjut guru dalam meneruskan, mengulang atau memberikan perbaikan baik secara klasikal maupun individual http:www.pikiran-
rakyat.comcetak050410teroponglainnya01.htm. Salah satu bentuk evaluasi dalam pembelajaran yaitu Ujian Nasional.
Ujian Nasional dilakukan setelah peserta didik menempuh proses pembelajaran di jenjang pendidikan tertentu yaitu Sekolah Dasar SD, Sekolah Menengah
Pertama SMP, dan Sekolah Menengah Atas SMA. Ujian Nasional merupakan alat ukur yang terstandar yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini
Departemen Pendidikan Nasional. Ujian Nasional merupakan salah satu fakta yang menunjukkan bahwa suatu evaluasi yang bersifat terpusat.
Evaluasi yang terstandar yang dibuat oleh pemerintah pusat tersebut banyak mengundang kontroversi. Kebijakan pemerintah tersebut telah merampas
hak guru sebagai pelaksana evaluasi belajar. Dari segi yuridis, Ujian Nasional bertentangan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 58 ayat 1 dan pasal 59 ayat 1 menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan secara berkesinambungan. Pada kenyataannya, kebijakan pemerintah tersebut telah merampas hak guru sebagai pelaksana
evaluasi belajar. Selain itu, Ujian Nasional mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses.
Dari segi pedagogis, Ujian Nasional berdampak negatif terhadap pembelajaran di sekolah, karena hanya mengukur aspek kognitif. Sedangkan
dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek yaitu kognitif pengetahuan, afektif sikap, dan psikomotorik keterampilan.
Argumentasi lain adalah kondisi mutu sekolah yang sangat beragam sehingga tidak adil jika harus diukur dengan menggunakan ukuran standar yang sama
http:www.pikiran-rakyat.comcetak1204230804.htm.
Dari segi sosial dan psikologis, mekanisme penyelenggaraan yang mematok nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2003; 4,01 pada tahun 2004;
4,26 pada tahun 2005. Hal tersebut dirasa membuat peserta didik memiliki beban psikis dan sosial
yang berat.
Dari aspek ekonomi, penyelenggaraan ujian nasional merupakan suatu pemborosan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN. Pada
tahun 2005 telah disebutkan bahwa pendanaan Ujian Nasional berasal dari pemerintah, tetapi tidak dijelaskan sumber pendanaan tersebut. Walaupun Ujian
Nasional dibiayai dari APBN, tetapi sekolah-sekolah penyelenggara tetap memungut biaya untuk Ujian Nasional. Hal tersebut memberatkan para siswa
yang tidak mampu secara ekonomi. Selain itu, sistem yang belum jelas masih sulit mencegah terjadinya penyimpangan dana Ujian Nasional.
Ujian Nasional juga tidak menguntungkan bagi pengembangan sains dan ilmu sosial karena Ujian Nasional tidak memasukkan mata pelajaran sains dan
ilmu sosial seperti Fisika, Kimia, Biologi, Sosiologi, PPKn, Geografi dll. Ketiadaan hubungan antara mata pelajaran sains dan ilmu sosial dengan Ujian
Nasional menyebabkan sekolah lebih memilih mengabaikan keberadaan beberapa mata pelajaran tersebut. Kecenderungan demikian didukung oleh anggapan bahwa
mutu sekolah seolah-olah ditentukan oleh mata pelajaran yang diUjian- Nasionalkan. Sedangkan masalah penilaian mata pelajaran sains dan ilmu sosial
yang diserahkan kepada sekolah mudah untuk diatur. Konsekuensi logis terhadap guru sains dan ilmu-ilmu sosial, secara psikologis merasa dimarjinalkan.
Pengaruhnya terhadap proses pembelajaran sangat besar karena guru merasa tidak ada tuntutan akuntabilitas. Tidak ada dukungan motif yang kuat untuk apa sains
dan ilmu sosial diajarkan, kecuali hanya sekadar untuk mengisi jadwal kelas. Masalah nilai bisa diatur. Kondisi demikian diperparah oleh perilaku permisif
oleh semua warga sekolah lantaran orientasi sekolah pada target kelulusan siswa
.
Di sisi lain, pelaksanaan Ujian Nasional juga didukung oleh berbagai pihak. Alasan-alasan yang melatarbelakangi mendukung adanya Ujian Nasional
yaitu Ujian Nasional sebagai alat kontrol sekolah pada era otonomi masih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
diperlukan sepanjang tidak digunakan sebagai penentu kelulusan namun berfungsi layaknya instrumen penelitian. Tetapi mata pelajaran Ujian Nasional perlu
diperluas. Selain itu Ujian Nasional dianggap sebagai alat untuk mengukur mutu pendidikan secara nasional dan pendorong bagi pendidik, peserta didik, dan
penyelenggara pendidikan untuk bekerja lebih keras guna meningkatkan mutu pendidikan prestasi belajar. Ujian Nasional ini bersifat mendidik agar kita tidak
menghasilkan generasi yang tidak kreatif, tidak inovatif, dengan motivasi lemah. Sebab dengan adanya patokan kelulusan, maka siswa akan lebih memiliki
motivasi, kreativitas yang tinggi serta inovatif dalam belajar.
Pro dan kontra pelaksanaan Ujian Nasional menimbulkan suatu keprihatinan bagi banyak kalangan. Ujian Nasional sebagai suatu sistem evaluasi
bagi berbagai pihak menjadi beban psikologis. Pihak yang paling merasakan dampak dari Ujian Nasional adalah siswa, guru, dan orang tua. Dengan alasan
tersebut peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan persepsi siswa, guru, dan orang tua tentang Ujian Nasional dari sekolah yang termasuk terakreditasi A,
terakreditasi B, dan terakreditasi C dengan judul penelitian “Persepsi Siswa, Guru, dan Orang Tua terhadap Ujian Nasional Ditinjau dari Status Sekolah: Studi
Kasus pada SMA-SMA di Kota Yogyakarta”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Batasan Masalah