Mūsā bin ‘Ubaydah.

Oleh karena Mūsā bin ‘Ubaydah dikatakan sebagai periwayat yang berpredikat ḍa’īf, maka menjadikan pula sanad yang diteliti berkualitas ḍa’īf. Dengan demikan, kegiatan penelitian sanad dipindahkan ke jalur yang lain. Urutan periwayat, sanad, dan hasil penelitian mengenai kualitas dan kapasitasnya masing- msing adalah: a. Abū Rāfi’ Periwayat I, sanad V; b. Sa’īd bin Abī Sa’īd Periwayat II, sanad IV; c. Mūsābin ‘Ubaydah Periwayat III, sanad III; d. Zayd bin al- Hubbāb Periwayat IV, sanad II; e. Mūsā bin ‘Abd al-Rahmān Periwayat V, sanad I; f. Ibnu Mājah Periwayat VI, mukharrij. 1. Ibnu Mājah. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Yazīd al-Rabā’ī, Abū ‘Abdullāh ibn Mājah al-Qazwinī. 77 Dia meriwayatkan hadīs dari ‘Alī bin Muhammad al-Tanāfisī, Ibrāhīm bin Munzir, Muhammad bin ‘Abdullāh bin Numayr, dan yang lainnya. 78 Di sini tidak dicantumkan bahwa Mūsābin ‘Abd al-Rahmān adalah gurunya. Akan tetapi dikatakan bahwa untuk mengumpulkan hadīs beliau merantau ke beberapa negeri, antara lain Irak, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah, dan kota- kota lain untuk mendapatkan hadīs dari ulama setempat. 79 Dengan demikian dapat diyakini bahwa Ibnu Mājah telah 77 Al- Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, jilid IX h 457. Al-Zahābī, Siyar A’lam al-Nubalā juz XIII, h. 277-278. 78 Al- Zahābī, juz XIII, h. 277-278. 79 ‘Ajjāj al-Khatīb, Ushūl al-Hadīs, h. 326. berguru kepada Mūsābin ‘Abd al-Rahmān. Sedangkan murid yang menerima hadīsnya antara lain Abū Ya’lā al-Khalīlī, Abū al-Hasan al-Qattān, dan Abū al- Thayyib al- Bagdadī. 80 Ibnu Mājah adalah periwayat hadīs yang terpuji integritas pribadi dan kemampuan intelektualnya, terbukti dari pernyataan para kritikus hadīs tentang dirinya. Abū Ya’lā al-Khalīlī mengatakan bahwa Ibnu Mājah shiqah kAbīr, muttafaq ‘alayh, dan pendapatnya menjadi hujjah. Dia memiliki pengetahuan luas dan penghafal hadīs. 81 Al- Zahabī mengatakan bahwa Ibnu Mājah itu ahli hadīs dan ahli tafsir, penyusun kitab al-Sunan, al-Tafs īr, dan al-Tārīkh. Sedangkan Ibnu Kasīr mengatakan bahwa Ibnu Mājah adalah penyusun kitab sunan yang termashur, dan kitab itu merupakan bukti amal dan ilmunya yang luas. 82 Tidak seorangpun yang mencela pribadi Ibnu Mājah. Puji-pujian yang ditujukan kepadanya berperingkat tinggi dan tertinggi. Oleh karena itu, pernyataannya bahwa dia menerima riwayat tersebut dari Mūsa bin ‘Abd al-Rahmān dengan lambang haddasanā dapat dipercaya, dan keduanya terjadi persambungan sanad. Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa Ibnu Mājah adalah periwayat yang sahih karena telah memenuhi kaidah kesahihan sanad hadīs. 80 Al- Zahābī, juz XIII, h. 277-278. 81 Al- Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz XVII h. 355. 82 Al- Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz XVII h. 355.

2. Mūsā bin ‘Abd al-Rahmān.

Nama lengkapnya Mūsābin ‘Abd al-Rahmān bin Sa’īd bin Masrūq bin Ma’dān bin al-Marzubāni al-Masrūqī, Abū ‘I al-Kūfī. 83 Dia meriwayatkan hadīs antara lain dari Zayd al-Hubāb, sedangkan yang meriwayatkan hadīs darinya antara lain Tirmizī, al-Nasāī, dan Ibnu Mājah. 84 Al- Nasāi mengatakan bahwa Mūsa bin ‘Abd al-Rahman siqah, dan di tempat lain al- Nasāī mengatakan lā ba’sa bih. Ibnu Abī Hātim mengatakan shaduq shiqaṯ, dan Ibnu Hibbān menyebutnya di dalam al-Shiqāṯ. Sedangkan menurut Abū al-Qāsim bin ‘Asākir, Mūsā meninggal pada tahun 258 H. 85 Tidak seorang pun yang mencela pr ibadi Mūsā bin Abd al-Rahmān, oleh karena itu pernyataan bahwa dia menerima riwayat Zayd al- Hubbāb dengan lambang haddasanā dapat dipercaya, dan keduanya terjadi persambungan sanad. Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa Mūsā bin ‘Abd al- Rahmān adalah periwayat yang sahih karena telah memenuhi kaidah kesahihan sanad hadīs. 83 Al- Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz X h. 317. Al-Rāzī, Kitāb al-Jarh wa al-Ta’dīl jilid VIII h. 91. 84 Al- Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz X h. 317. 85 Al- Asqalānī, Tahzīb al-Tahzīb, juz X h. 318. Jalur yang dilewati oleh Ibnu Mājah melalui sanad Mūsa bin ‘Abd al- Rahmān, juga melewati sanad Zayd bin al-Hubbāb, Mūsa bin ‘Ubaydah, Sa’īd bin Abī Sa’īd, dan Abū Rāfi. Sedangkan pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa Mūsā bin ‘Ubaydah dikatakan sebagai periwayat yang berpredikat ḍa’īf, maka menjadikan pula sanad yang diteliti berkualitas ḍa’īf. Dengan begitu, kegiatan penelitian sanad dipindahkan ke jalur yang lain. Kualitas dan kapasitas intelektual para periwayat hadīs yang dimaksud adalah: a. Ibnu ‘Abbās periwayat I, sanad V; b. ‘Ikrimah periwayat II, sanad IV; c. al- Hakam bin Abān periwayat III, sanad III; d. Mūsa bin ‘Abd al-‘Azīz periwayat IV, sanad I I; e. ‘Abd al-Rahmān bin Bisyr periwayat V, sanad I; f. Ibnu Mājah periwayat VI, mukharrij.

1. Ibnu Mājah.

Telah disebutkan pada halaman 64.

2. ‘Abd al-Rahmān bin Bisyrī.

Telah disebutkan pada halaman 56. Akan tetapi, karena hadīs tersebut diterima dari Mūsa bin ‘Abd al-‘Azīz, sedangkan pada penelitian sanad terdahulu yakni pada sanad Abū Dāwud ditemukan bahwa Mūsa bin ‘Abd al-‘Azīz berkualitas ḍa’īf sehingga menjadikan sanad yang diteliti berkualitas ḍa’īf. Dan karena sanad Ibnu Mājah merupakan sanad dan jalur terakhir yang diteliti dan ditemukan berkualitas ḍa’īf, sehingga seluruh sanad hadīs tentang Ṣalāt tasbīh juga berkualitas ḍa’īf.

B. KRITIK MATAN HADIS

Dilihat dari segi obyek penelitian, matan dan sana d hadīs memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan kualitas hadīs. Oleh karena itu, menurut ulama hadīs bahwa suatu hadīs barulah dinyatakan berkualitas sahih, dalam hal ini shahīh lizātih, apabila sanad dan matan hadīs itu sama-sama berkualitas sahih. Jadi, hadīs yang sanadnya sahih tetapi matannya tidak sahih, tidak dapat dinyatakan sebagai hadīs sahih. Meski begitu, dalam prakteknya, kegiatan penelitian sanad didahulukan atas penelitian matan. Itu berarti bahwa penelitian matan dianggap penting setelah sanad bagi matan tersebut diketahui kualitasnya, dalam hal ini memiliki kualitas sahih, atau minimal tidak termasuk parah berat keḍa’īfannya. Bagi sanad yang berat keḍa’īfannya maka matan yang sahih tidak akan menjadikan hadīs yang bersangkutan berkualitas sahih. Terhindar dari syāz. dan ‘illat merupakan dua unsur yang harus dipenuhi untuk kesahihan matan. Meski begitu, dalam melakukan penelitian matan tidak secara ketat ditempuh langkah-langkah dengan membagi kegiatan penelitian menurut kedua unsur tersebut. Maksudnya, tidak menekankan bahwa langkah pertama harus meneliti syāz. dan langkah berikutnya meneliti ‘illat. Akan tetapi,