Deskripsi Data DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN

1 Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2016, pada jam ke-1 dan ke-2 dengan alokasi waktu 2x35 menit. 2 Pertemuan kedua dialaksanakan pada hari Selasa tanggal 23 Agustus 2016, pada jam ke-3 dan ke-4 dengan alokasi waktu 2x35 menit. 3 Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 25 Agustus 2016 pada jam ke-7 dan ke-8 dengan alokasi waktu 2x35 menit. 4 Tes akhir siklus dilaksanakan pada hari Senin tanggal 29 Agustus 2016, pada jam ke-1 dan ke-2 dengan alokasi waktu 60 menit. b. Tahan Pelaksanaan Tahap pelaksanaan pembelajaran siklus I dilakukan dalam tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x35 menit setiap pertemuan. Tahap pelaksanaan tindakan bersamaan dengan tahap pengamatanobservasi, hal ini dilakukan oleh guru kolaborator. Pada tahap ini peneliti melaksanakan RPP yang telah direncanakan dalam proses pembelajaran. Berikut ini adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus I pada setiap pertemuan: 1 Pertemuan ke-1 Senin, 22 Agustus 2016 Pertemuan pertama berlangsung selama 2 jam pelajaran 2x35 menit yang dimulai pada pukul 07.45 WIB sampai dengan pukul 08.55 WIB dengan jumlah siswa yang hadir 20 siswa dari 24 siswa seluruhnya. Sub pokok bahasan yang diajarkan adalah menentukan faktor bilangan, foktor prima, dan faktorisasi prima. Pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan salam, mengucapkan basmallah, dan mengabsen kehadiran siswa. Pada awal pertemuan ada 4 siswa yang tidak hadir karena sakit dan ada yang izin. Hal ini ditandai dengan adanya surat keterangan dari orang tua murid. Guru kolaborator hadir di dalam kelas sebagai observer untuk mengamati aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung, dan melakukan penilaian pada lembar observasi yang telah diberikan oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi bagi perbaikan pembelajaran pada pertemuan selanjutnya. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memberikan apersepsi kepada siswa. Peneliti mengelompokkan siswa ke dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dan memberikan media kancing sebanyak 10 kepada masing-masing kelompok. Saat pembagian kelompok seisi kelas ramai. Mereka maunya menentukan kelompok sendiri dan siswa laki-laki dan perempuan tidak mau dicampur. Peneliti memberikan penjelasan kepada mereka bahwa untuk sekarang tidak apa-apa dicampur dan agar mereka tidak membedakan gender dalam memilih teman. Pada kegiatan inti peneliti memberikan masalah kontekstual kepada siswa “Jika kalian mempunyai 1 teman, berapa banyak kancing yang didapatkan temanmu? Jika kalian mempunyai 2 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 3 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 5 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 10 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? ”. Pada awalnya siswa kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan peneliti. Peneliti mengulang kembali sampai beberapa kali dan akhirnya sampai pengulangan yang ketiga siswa mulai paham dan peneliti meminta siswa untuk memanfaatkan kancing yang telah disediakan. Gambar 4.1 Aktivitas Diskusi Kelompok Setelah selesai, peneliti memberikan umpan balik terkait jawaban siswa dan memberikan sedikit penjelasan tentang faktor bilangan, faktor prima, dan faktorisasi prima. Selanjutnya peneliti memberikan LKK kepada masing-masing kelompok dan menambahkan beberapa kancing yang berbeda kepada masing-masing kelompok. Didalam LKK 1 siswa bersama kelompoknya diminta membagi kancing-kancing kepada beberapa siswa. Siswa diajak untuk memecahkan masalah yang ada di dalam LKK 1. Siswa bersama kelompoknya berdiskusi menentukan kancing yang telah diberikan terbagi sama rata jika siswanya berapa saja. Untuk kelompok 1 peneliti melihat mereka dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK. Mereka tahu jika kancing tidak habis terbagi rata oleh suatu angka maka angka tersebut bukan merupakan faktor dari 15. Mereka dapat menentukan faktor dari 15 adalah 1, 3, 5, dan 15. Mereka dapat menentukan faktor prima dan faktorisasi prima dari 24. Untuk kelompok 2 peneliti melihat mereka juga dapat dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK. Mereka tahu jika kancing tidak habis terbagi rata oleh suatu angka maka angka tersebut bukan merupakan faktor dari 24. Mereka dapat menentukan faktor dari 24 adalah 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24. Mereka dapat menentukan faktor prima dan faktorisasi prima dari 24. Untuk kelompok 3 peneliti melihat mereka dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK. Mereka menuliskan lengkap penjabaran pembagiannya. Mereka tahu jika kancing tidak habis terbagi rata oleh suatu angka maka angka tersebut bukan merupkan faktor dari 30. Mereka dapat menentukan faktor prima dari 30 namun untuk faktorisasi primanya mereka belum menjawab. Untuk kelompok 4 peneliti melihat mereka dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK. Mereka juga tahu jika kancing tidak habis terbagi rata oleh suatu angka maka angka tersebut bukan merupakan faktor dari 35. Mereka juga dapat menentukan faktor prima dan faktorisasi prima dari 35. Untuk kelompok 5 sama seperti kelompok lainnya. Mereka dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK. Mereka dapat menentukan faktor bilangan, faktor prima, dan faktorisasi prima dari 45. Peneliti melihat untuk pertemuan pertama sebagian besar mereka dapat memecahkan masalah namun kadang-kadang mereka masih bertanya dengan peneliti atau temannya. Dalam proses diskusi, hanya sebagian kecil siswa yang ikut mengerjakan. Ada yang hanya berdiam diri, ada yang bercanda dengan teman sekelompoknya ataupun kelompok lain, dan ada juga yang mainan kancing. Setelah proses diskusi selesai peneliti memanggil dua kelompok pertama yang sudah menyelesaikan tugas untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Peneliti mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi atau bertanya kepada kelompok yang sedang presentasi namun tidak ada yang mau bertanya. Setelah presentasi selesai, peneliti meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat dan memperkuat jawaban siswa yang tepat. Untuk memperkuat pemahaman siswa tentang materi ajar peneliti memberikan LKS. Karena waktunya habis dan masih ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS maka peneliti menyarankan untuk dikerjakan di rumah masing-masing sebagai PR. Pada kegiatan akhir peneliti bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung dan mengakhiri dengan mengucapkan hamdalah kemudian salam. 2 Pertemuan ke-2 Selasa, 23 Agustus 2016 Pada pertemuan kedua berlangsung selama 2 jam pelajaran 2x35 menit yang dimulai pada pukul 08.55 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB dan dilanjutkan lagi pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 10.35 WIB. Pada pertemuan ini terpisah karena pukul 09.30 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB waktu istirahat. Siswa yang hadir 18 siswa dari 24 siswa seluruhnya. Sub pokok bahasan yang diajarkan adalah menentuakan FPB 2 bilangan. Dengan berdiskusi dan mendengarkan penjelasan guru siswa diharapkan mampu menentukan FPB dari 2 bilangan. Pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan salam, mengucapkan basmallah, dan mengabsen kehadiran siswa. Sebelum masuk ke pembelajaran selanjutnya, peneliti mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu tentang faktor bilangan, faktor prima, dan faktorisasi prima. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memberikan apersepsi kepada siswa. Selanjutnya peneliti mengelompokkan siswa ke dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dan memberikan media kancing sebanyak 20 kancing berwarna coklat dan 24 kancing berwarna putih kepada masing-masing kelompok. Masuk ke kegiatan inti peneliti memberikan masalah kontekstual kepada siswa “Jika kalian mempunyai 1 teman, berapa banyak kancing yang didapatkan temanmu? Jika kalian mempunyai 2 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 3 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 4 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 6 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? Jika kalian mempunyai 10 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan kancing? ”. Karena pada pembelajarannya sebelumnya siswa diarahkan untuk membagi kancing secara sama banyak dan untuk pembelajaran ini hanya menambahkan satu jenis kancing yang berbeda maka siswa tidak mengalami kebingungan seperti pada pembelajaran sebelumnya. Hanya ada beberapa siswa yang memang harus mendapatkan penjelasan lebih. Dengan menggunakan kancing siswa bersama kelompoknya dapat menjawab pertanyaan peneliti. Selanjutnya peneliti memberikan umpan balik terkait jawaban siswa dan memberikan sedikit penjelasan tentang FPB 2 bilangan. Setelah itu peneliti memberikan LKK kepada masing-masing kelompok dan menambahkan beberapa kancing yang berbeda kepada masing-masing kelompok. Didalam LKK 2 siswa bersama kelompoknya diminta menghitung dan mencatat jumlah siswa dikelompoknya masing- masing dan membagi kancing-kancing kepada semua siswa dikelompoknya secara sama rata. Di dalam LKK 2, siswa diajak untuk memecahkan masalah tentang FPB 2 bilangan melalui kancing berwarna coklat dan kancing berwarna putih. Beberapa kelompok terlihat antusias membagi kancing-kancing kepada semua anggota kelompok. Namun masih ada siswa yang kurang aktif dalam kelompok. Mereka hanya melihat temannya berdiskusi dan masih ada yang bercanda dengan teman kelompok lain. Untuk kelompok 1 peneliti melihat mereka dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK 2. Kelompok 1 ada 4 orang, kancing yang diberikan yaitu 20 biji berwarna coklat dan 24 biji berwarna putih. Dengan menggunakan kancing mereka membagikan secara sama banyak dan tidak bersisa. Mereka menyimpulkan 4 adalah FPB dari 20 dan 24. Untuk kelompok 2 peneliti juga melihat mereka dapat memecahkan masalah. Kelompok 2 ada 4 orang, kancing yang diberikan yaitu 15 biji berwarna coklat dan 20 biji berwarna putih. Mereka berpendapat masih ada kancing yang tersisa yaitu kancing yang berwarna coklat tersisa 3 biji. Mereka menyimpulkan 4 bukan merupakan FPB dari 15 dan 20. Untuk kelompok 3 peneliti mereka dapat memecahkan masalah yang ada di dalam LKK 2. Kelompok 3 ada 4 orang, kancing yang diberikan yaitu 16 biji berwarna coklat dan 20 biji berwarna putih. Mereka membagi sama rata dan tidak bersisa. Mereka menyimpulkan 4 adalah FPB dari 16 dan 20. Untuk kelompok 4 mereka dapat memecahkan masalah yang ada di LKK 2. Kelompok 4 terdiri dari 3 orang, kancing yang diberikan yaitu 14 kancing berwarna coklat dan 16 kancing berwarna putih. Mereka berpendapat semua kancing sisa, kancing yang berwarna coklat sisa 2 biji dan kancing yang berwarna putih sisa 1 biji. Mereka berkesimpulan 3 bukan merupakan FPB dari 14 dan 16. Untuk kelompok 5 peneliti melihat mereka dapat memecahkan masalah yang ada di LKK 2 juga. Kelompok 5 terdiri dari 3 orang, kancing yang diberikan yaitu 12 kancing berwarna coklat dan 15 kancing berwarna putih. Mereka membagi kancing sama rata tanpa sisa. Mereka menyimpulkan 3 merupakan FPB dari 12 dan 15. Setelah proses diskusi selesai peneliti memanggil dua kelompok pertama yang menyelesaikan tugas untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Namun ada satu kelompok yang dipersilahkan untuk mempresentasikan tetapi tidak mau kedepan. Akhirnya peneliti menunjuk 2 siswa untuk maju presentasi dikelompok tersebut. Peneliti mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi atau bertanya kepada kelompok yang presentasi. Saat kelompok pertama selesai presentasi, kelompok empat menanggapi, katanya caranya ko beda, kelompok pertama dengan gaya keanak-anakannya menjawab tanggapan dari kelompok empat. Setelah presentasi selesai, peneliti meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat dan memperkuat jawaban siswa yang tepat. Setelah itu guru mempersilahkan siswa untuk bertanya terkait materi yang belum dipahami namun tidak ada yang mau bertanya. Setelah itu, peneliti memberikan LKS kepada masing- masing siswa untuk dikerjakan secara individu agar melatih kemampuannya masing-masing. Gambar 4.2 Presentasi Hasil Diskusi di Depan Kelas Berdasarkan pengamatan, masih banyak siswa yang merasa kesulitan dalam menjawab LKS. Mereka terlihat bingung dan akhirnya mereka bekerja sama dengan temannya. Karena waktunya habis dan masih ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS maka peneliti menyarankan untuk dikerjakan di rumah masing-masing sebagai PR lagi. Pada kegiatan akhir peneliti bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung dan mengakhiri dengan mengucapkan hamdalah kemudian salam. 3 Pertemuan ke-3 Kamis, 25 Agustus 2016 Pada pertemuan ketiga berlangsung selama 2 jam pelajaran 2x35 menit yang dimulai pada pukul 12.45 WIB sampai dengan pukul 13.55 WIB. Siswa yang hadir 22 siswa dari 24 siswa seluruhnya. Sub pokok bahasan yang diajarkan adalah menentuakan KPK 2 bilangan. Dengan berdiskusi dan mendengarkan penjelasan guru siswa diharapkan mampu menentukan KPK dari 2 bilangan. Pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan salam, mengucapkan basmallah, dan mengabsen kehadiran siswa. Sebelum masuk ke pembelajaran selanjutnya, peneliti mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu tentang FPB 2 bilangan. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memberikan apersepsi kepada siswa. Selanjutnya peneliti menjelaskan aktivitas yang akan dilakukan, yaitu bermain tepuk tangan gembira. Pada kegiatan inti peneliti menjelaskan aturan permainannya. Peneliti akan menghitung bilangan asli, selanjutnya anak-anak diarahkan untuk bertepuk tangan ketika peneliti menyebutkan angka 2 dan kelipatannya. Anak-anak antusias dan mereka terlihat senang. Ada yang bukan kelipatan 2 tapi malah tepuk dan siswa yang lain menyorakinya. Setelah semua siswa berhasil tepuk tangan ketika peneliti menyebutkan angka 2 dan keliptannya selanjutnya peneliti membagi mereka menjadi 2 kelompok besar. Kelompok pertama tepuk tangan ketika peneliti menyebutkan angka 2 dan kelipatannya dan kelompok kedua tepuk tangan ketika peneliti menyebutkan angka 3 dan kelipatannya. Pada putaran pertama masih ada beberapa siswa yang kebingungan dan siswa yang lain malah menyorakinya. Peneliti mengulang kembali dan pada putaran kedua mereka tidak ada yang salah tepuk. Gambar 4.3 Permainan Tepuk Gembira Selanjutnya peneliti memberikan umpan balik terkait permainan tepuk tangan gembira dan menghubungkannya dengan materi yang akan diajarkan yaitu KPK 2 bilangan. Setelah itu peneliti membagi mereka menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Peneliti membagikan LKK 3 dan media berupa gambar kalender animasi. Pada LKK 3 siswa diarahkan untuk menentukan tanggal bertemunya lagi Aisyah dan Hidayah untuk kedua kalinya. Dalam berdiskusi mereka ada yang menggunakan faktorisasi prima dan ada juga yang menggunakan cara mencorat coret kalender. Setelah selesai berdiskusi peneliti menujuk 2 kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Saat kelompok pertama diminta maju, tidak ada perwakilan yang mau maju, ditunjuk pun mereka tetap tidak mau. Akhirnya peneliti meminta semua anggota kelompok pertama untuk maju bersama-sama. Peneliti mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi atau bertanya kepada kelompok yang presentasi namun tidak ada yang menanggapi karena memang semua kelompok jawabannya sama dan semuanya benar. Setelah itu, peneliti memberikan LKS 3 kepada masing- masing siswa untuk dikerjakan secara individu agar melatih kemampuannya masing-masing. Berdasarkan pengamatan, kelompok 1 dapat memecahkan masalah LKK 3. Siswa dapat menentukan kapan Aisyah dan Hidayah betemu kembali di perpustakaan. Kelompok 1 memecahkan masalah LKK 3 menggunakan cara faktorisasi prima. Kelompok 2 dapat memecahkan masalah LKK 3. Namun berbeda dengan kelompok 1, kelompok ini memecahkan masalah dengan menggunakan cara ditulis terlebih dahulu tanggal Aisyah pergi ke perpustakaan dan tanggal Hidayah pergi ke perpustakaan. Setelah itu mereka mencari tanggal berapa saja yang sama jadwalnya pergi ke perpustakaan. Kelompok 3 kurang dapat memecahkan masalah LKK 3. Mereka menggunakan cara seperti kelompok 2 dan menggunakan faktorisasi juga. Namun, dalam menyimpulkan mereka masih keliru karena dalam melakukan pengerjaan mereka tidak menambahkan angka 1, karena itu berhubungan langsung dengan tanggal seharusnya menambahkan tanggal pertama dimulainya. Kelompok 4 dapat memecahkan masalah LKK 3. Mereka memecahkan masalah LKK 3 menggunakan cara seperti kelompok 1 yaitu faktorisasi prima. Kelompok 5 dapat memecahkan masalah LKK 3. Cara mereka sama dengan kelompok 1 dan kelompok 4 yaitu menggunakan faktorisasi. Berdasarkan hasil diskusi semua kelompok cara apapun yang mereka gunakan sebenarnya tidak masalah. Yang penting proses dan hasilnya benar. Untuk memperkuat pemahaman siswa tentang materi ajar peneliti memberikan LKS. Karena waktunya habis dan masih ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS maka peneliti menyarankan untuk dikerjakan di rumah masing-masing sebagai PR lagi. Pada kegiatan akhir peneliti bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung dan mengakhiri dengan mengucapkan hamdalah kemudian salam. 4 Pertemuan ke-4 Senin, 29 Agustus 2016 Pada pertemuan keempat ini dilakukan tes siklus I yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa bahasan faktor bilangan, faktor prima, faktorisasi prima, FPB 2 bilangan, dan KPK 2 bilangan yang terdiri dari 6 soal uraian. Tes berlangsung selama 2 jam pelajaran. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Pada saat memasuki kelas, masih ada beberapa siswa yang belum siap untuk mengikuti tes yang akan diberikan. Pelaksanaan tes siklus I ini beralan lancar meskipun masih banyak siswa yang sering menanyakan untuk memastikan jawaban mereka tetapi peneliti selalu mencoba membimbing siswa untuk mandiri dalam menemukan hasil jawaban yang benar. Setelah selesai pelaksanaan tes siklus I, peneliti kemudian mengajak siswa wawancara dengan siswa untuk mengungkapkan pendapat mereka tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan pendidikan matematika realistik. c. Tahap Pengamatan Observasi Tahap observasi pada dasarnya dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan tindakan siklus I, karena kedua tahapan ini dilakukan dalam waktu yang sama. Pengamatan dilakukan oleh guru matematika kelas V sebagai observer untuk menilai aktivitas siswa yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung melalui instrumen observasi. Berikut hasil observasi pada siklus I dapat terlihat tabel berikut. Tabel 4.3 Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I NO ASPEK YANG DIAMATI Presentase Pertemuan Rata- rata 1 2 3 1. Menyiapkan buku matematika di atas meja 25 25 25 25 2. Mendengarkan penjelasan guru 50 75 75 67 3. Merespon pertanyaan yang diberikan guru 50 50 75 58 4. Berdiskusi menyelesaikan masalah 75 75 75 75 5. Menggunakan alat peraga yang sudah disiapkan 75 75 75 75 6. Mempresentasikan hasil kerja kelompoknya 50 50 75 58 7. Mengemukakan pendapat 25 50 50 42 8. Bertanya kepada mengenai masalah yang dihadapi 25 25 50 33 9. Mengumpulkan tugas sebelum waktunya habis 50 50 75 58 10. Menggunakan cara sendiri dalam menyelesaikan soal 50 50 75 58 Rata-rata 55 Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I sebesar 55. Terlihat aktivitas berdiskusi menyelesaikan masalah dan menggunakan alat peraga memperoleh rata-rata paling tinggi diantara aktivitas yang lain. Aktivitas berdiskusi dan menggunakan alat peraga memperoleh rata-rata paling tinggi dibandingkan dengan aktivitas lain, hal ini dikarenakan menurut mereka kegitan diskusi merupakan kegitan yang bagus, apalagi ditambah dengan alat peraga akan membuat mereka mudah memecahkan masalah yang dihadapi. Sedangkan aktivitas bertanya mengenai masalah yang dihadapi masih tampak rendah karena mereka ragu-ragu untuk menanyakan masalah yang dihadapi, tetapi ada beberapa siswa yang berani. Pada setiap pertemuan terlihat adanya peningkatan rata-rata aktivitas siswa. Namun belum mengalami peningkatan secara keseluruhan, sehingga peneliti menganggap masih ada beberapa kekurangan yang dapat terlihat dari setiap pertemuan serta persentase yang diharapkan belum mencapai indikator keberhasilan kinerja yaitu aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pada tiap siklus mencapai ≥ 70. Hal ini mungkin dikarenakan masih banyak siswa yang belum bisa beradaptasi dengan penerapan pendidikan matematika realistik yang mengarahkan siswa memecahkan masalah dengan teman sekelompoknya atas pemahamannya menggunakan media. Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa untuk memperkuat data observasi. Hasil wawancara yang dilakukan pada siklus I adalah sebagai berikut: 1 Siswa mulai menyukai pembelajaran matematika dengan pendidikan matematika reaslistik. 2 Sebagian dari siswa antusias dalam berdiskusi memecahkan masalah yang ada didalam LKK dengan kemampuan mereka, namun sebagian yang lain lebih sering bercanda dan mengganggu temannya. 3 Dalam pendidikan matematika realistik, alat peraga dapat membantu siswa memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi. 4 Dengan pendidikan matematika realistik, siswa menjadi dilatih kemampuan memecahkan masalah secara individu maupun kooperatif. 5 Siswa memberi saran agar penjelasan dan bimbingan yang diberikan peneliti harus lebih jelas dan tidak terlalu cepat. Penelitian ini juga menggunakan angket siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap pendidikan matematika realistik pada siklus I. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata persentase siswa yang memberi respon positif selama 3 kali pertemuan sebesar 50, siswa yang memberi respon netral sebesar 18, dan siswa yang memberi respon negatif sebesar 32. Rakapitulasi persentasi respon siswa terhadap pembelajaran selama siklus I dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Respon Siswa pada Siklus I No Kategori Pertemuan Rata-rata 1 2 3 1. Positif 41,7 50 58,3 50 2. Netral 20,8 16,7 16,7 18 3. Negatif 37,5 33,3 25 32 Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa respon positif siswa selama pembelajaran siklus I lebih besar dibandingkan dengan respon yang netral dan negatif. Hal ini berarti sebagian besar siswa menyatakan respon yang positif terhadap pendidikan matematika realistik. Pendapat-pendapat siswa yang positif, netral, maupun negatif akan dijadikan bahan refleksi untuk tindakan pembelajaran selanjutnya. Beberapa siswa yang menyatakan respon negatif adalah siswa yang tidak aktif selama pembelajaran. Hal inilah yang akan dijadikan bahan acuan refleksi untuk tindakan pembelajaran selanjutnya. Adapun hasil kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika siswa siklus I dalam penelitian ini akan terlihat melalui hasil tes siklus I. Sebagaimana yang tersaji pada tabel berikut: Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Memecahkan Masalah Siklus I Nilai Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Kumulatif 37 – 46 6 6 25 47 – 56 2 8 33,34 57 – 66 2 10 41,67 67 – 76 4 14 58,34 77 – 86 7 21 87,5 87 - 96 3 24 100 Jumlah 24 Rata-rata 66,84 Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I Siswa yang tuntas 13 Siswa yang tidak tuntas 11 Persentase siswa yang tuntas 54,1 Persentase siswa yang tidak tuntas 45,9 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa terdapat sekitar 45,9 yang belum tuntas dan 54,1 yang telah tuntas. Hal ini mengalami kenaikan dibandingkan sebelum diberi tindakanpra penelitian. Dari hasil tes kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, diperoleh nilai terendah 37,5 dan nilai tertinggi 95,83 rata-rata 66,84. Sedangkan masing-masing indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat berdasarkan hasil persentase skor yang diperoleh pada siklus I, sebagai berikut: Tabel 4.7 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Persentase Kategori Memahami masalah 38,89 Kurang Merencanakan penyelesaian 90,27 Sangat baik Melakukan pengerjaan 79,86 Baik Mengecek kembali 58,34 Cukup Rata-rata 66,84 Baik Berdasarkan Tabel 4.7 dilihat bahwa dari keempat indikator kemampuan memecahkan masalah matematika siswa hanya pada indikator merencanakan penyelesaian mencapai kategori sangat baik dan indikator melakukan pengerjaan yang mencapai kategori baik. Untuk indikator memahami masalah mencapai kategori kurang, indikator mengecek kembali mencapai kategori cukup. Rata-rata skor dari keempat indikator adalah 66,84 mencapai kategori baik. Indikator yang perlu ditingkatkan adalah indikator memahami masalah dan mengecek kembali. Namun, tidak menutup kemungkinan indikator yang sudah baik juga perlu ditingkatkan agar kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat maksimal. Hasil kerja siswa pada tes kemampuan pemecahan masalah siklus I dapat dilihat pada gambar berikut a b Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Kerja Siswa Siklus I Berdasarkan Gambar 4.4 a siswa terlihat tidak mampu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, dan melakukan pengerjaan. Siswa langsung ke tahap melakukan kesimpulan dari permasalahan. Berbeda dengan Gambar 4.4 b siswa mampu menyelesaikan masalah melalui beberapa tahap secara lengkap Hal ini menunjukkan bahwa umumnya siswa kelas V-A belum menguasai semua kemampuan pemecahan masalah. Pada kemampuan memahami masalah secara algoritma masih kurang, dikarenakan siswa sudah pesimis melihat soal kemampuan pemecahan masalah, sehingga diperlukan perbaikan proses untuk membiasakan siswa lebih sering berhadapan dengan soal pemecahan masalah dan mampu menuliskan informasi yang terdapat pada soal tersebut sehingga tidak mengandalkan teman yang lain atau gurunya. Selanjutnya mayoritas siswa memahami tahap merencanakan masalah, pada tahap tersebut mencapai kategori sangat baik. Pada tahap melakukan pengerjaan mencapai kategori baik, namun masih ada beberapa siswa yang masih keliru dalam menghitung hasil perhitungannya. Pada tahap mengecek kembali mencapai kategori cukup, hal ini dikarenakan siswa tidak terbiasa dilatih untuk menyampaikan kesimpulan dengan menggunakan kalimat dari hasil proses penyelesaian hitung mereka. Selain hasil dari observasi, wawancara, dan jurnal harian siswa terdapat pula hasil LKK 1, LKK 2, dan LKK 3 pada siklus I. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.8 Hasil Lembar Kerja Kelompok Siklus I Kelompok Pertemuan Rata-rata 1 2 3 1 100 100 95 98,34 2 95 95 100 96,67 3 75 95 90 86,67 4 100 90 100 96,67 5 90 90 95 91,67 Berdasarkan Tabel 4.8 semua kelompok mendapatkan nilai rata-rata yang memuaskan. Namun dalam proses diskusi masih ada beberapa siswa yang kurang aktif. Mereka hanya diam saja dan mendengarkan temannya berdiskusi. d. Tahap Refleksi Proses pembelajaran selama siklus I berakhir maka dilakukan tes akhir siklus. Berdasarkan hasil tes tersebut diperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas V-A sebesar 66,84 Berdasarkan hasil analisis dan diskusi bersama kolaborator serta dosen pembimbing ditemukan beberapa kekurangankendala pada siklus I sebagai berikut: 1 Proses diskusi yang dilakukan siswa masih kurang optimal Hal ini dikarenakan masih ada siswa yang terlihat tidak serius dalam berdiskusi. Selain itu, siswa yang berkemampuan tinggi masih belum bisa diandalkan untuk mengajarkan kepada teman lainnya. Siswa masih terlihat bingung dalam menanggapi pertanyaan. Peneliti mengamati bahwa ada beberapa tindakan perbaikan di siklus II agar proses diskusi berjalan dengan baik. Faktor-faktor yang harus diperbaiki adalah: a Pengelompokkan siswa berdasarkan jenis kelamin dan kedekatan masing-masing siswa sehingga mereka merasa cocok dan saling membantu. b Siswa berkemampuan tinggi lebih peduli dengan teman sekelompoknya dan menjadi tutor sebaya. 2 Proses presentasi siswa terlihat monoton Proses ini masih terlihat monoton. Siswa yang maju kedepan hanya membacakan hasil diskusinya dan volumenya hanya bisa didengar oleh sebagian kelas. Hal ini dikarenakan ketika peneliti menyuruh siswa untuk menjelaskan hasil diskusi kelompoknya, siswa yang selalu menjelaskan adalah siswa yang sama yaitu siswa yang berkemampuan akademik tinggi, bagi siswa berkemampuan akademik sedang dan rendah tidak mau melakukannya. Maka peneliti akan menunjuk siswa yang bertugas untuk mempresentasikan hasil diskusinya. 3 Kemampuan menyelesaikan soal pemecahan masalah yang masih rendah Hal ini terlihat dari hasil tes kemampuan menyelesaikan soal pemecahan masalah diperoleh rata-rata sebesar 66,84 dengan rataan pada tiap indikator baik. Indikator dalam pemecahan masalah yang diamati yaitu pada indikator memahami masalah mencapai kategori kurang. Pada indikator merencanakan pemecahan masalah mencapai kategori sangat baik. Pada indikator melakukan pengerjaan mencapai kategori baik. Pada indikator melakukan pengecekan kembali mencapai kategori cukup. Terlihat dari keempat indikator operasional pemecahan masalah tersebut masih ada indikator yang perlu ditingkatkan. Penyebab kekurangan ini adalah masih kurangnya siswa menggunakan kemampuan matematis dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan pada proses pembelajaran. Dengan adanya kekurangan ini, peneliti harus lebih dapat membimbing siswa agar dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 4 Perbedaan soal FPB dengan KPK Siswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan strategi untuk meyelesaikan soal pemecahan masalah FPB atau KPK. Hal ini terlihat pada pertemuan ketiga, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam membedakan soal FPB dan KPK. Sehingga dalam menentukan strategi untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah mengalami kekeliruan. Oleh karena itu, peneliti memberikan cara dalam membedakan soal FPB dan KPK. Cara yang peneliti berikan yaitu jika soalnya yang berhubungan dengan benda maka itu adalah soal tentang FPB. Sedangkan soal yang berhubungan dengan waktu maka itu adalah soal tentang KPK. 5 Respon Siswa Pada siklus I bahwa respon siswa selama pembelajaran sudah cukup baik. Hal ini terlihat dari respon siswa yang menunjukkan bahwa respon positif selama pembelajaran lebih tinggi dibanding respon netral dan respon negatif. Tetapi dalam hal ini masih banyak siswa yang memberikan respon negatif sebesar 32. Hal ini membuat peneliti melakukan perbaikan selama proses pembelajaran siklus II agar respon siswa terhadap pembelajaran matematika menjadi lebih baik. 3. Penelitian Siklus II Tindakan pembelajaran pada siklus II merupakan perbaikan dari pembelajaran siklus I, peneliti akan melakukan perubahan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus I. a. Tahan Perencanaan Tahap perencanaan pada siklus II diantaranya menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran RPP, lembar kerja kelompok LKK, lembar kerja siswa LKS, lembar observasi, lembar observasi, jurnla harian dan instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. RPP, LKK, dan LKS disusun oleh peneliti berdasarkan diskusi dengan dosen pembimbing dan guru kolabolator. Hal tersebut bertujuan untuk menyempurnakan proses pembelajaran pada siklus I. Pelaksanaan pada siklus II ini dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I sehingga proses pembelajaran pada siklus I lebih baik dan optimal. Alokasi waktu dalam proses pembelajaran sama seperti pada siklus I, tetapi penjelasan yang dijelaskan lebih mendalam, soal-soal pada LKS lebih sedikit mengingat waktu yang diberikan saat mengerjakan LKS terbatas. Materi yang diberikan pada siklus II yaitu menentukan FPB dari 3 bilangan, menentukan KPK dari 3 bilangan, dan menyelesaikan masalah tentang konsep FPB dan KPK. b. Tahan Pelaksanaan Tahap pelaksanaan pembelajaran siklus I dilakukan dalam tiga kali pertemuan dengan alokasi waktu 2x35 menit setiap pertemuan. Tahap pelaksanaan tindakan bersamaan dengan tahap pengamatanobservasi, hal ini dilakukan oleh guru kolaborator. Pada tahap ini peneliti melaksanakan RPP yang telah direncanakan dalam proses pembelajaran. Berikut ini adalah deskripsi data hasil intervensi tindakan siklus I pada setiap pertemuan: 1 Pertemuan ke-5 Selasa, 30 Agustus 2016 Pertemuan kelima berlangsung selama 2 jam pelajaran 2x35 menit yang dimulai pada pukul 07.45 WIB sampai dengan pukul 08.55 WIB dengan jumlah siswa yang hadir 22 siswa dari 24 siswa seluruhnya. Sub pokok bahasan yang diajarkan adalah menentuakan FPB dari 3 bilangan. Pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan salam, mengucapkan basmallah, dan mengabsen kehadiran siswa. Pada awal pertemuan ada 2 siswa yang tidak hadir karena sakit dan ada yang izin. Hal ini ditandai dengan adanya surat keterangan dari orang tua murid. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memberikan apersepsi kepada siswa dengan mengingatkan kembali kegiatan dan materi tentang FPB 2 bilangan. Kegiatan selanjutnya peneliti mengelompokkan siswa ke dalam 5 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan menggunakan kertas origami yang diberi nomor dan memberikan media sedotan sebanyak 10 sedotan berwarna merah, 15 sedotan berwarna kuning, dan 20 sedotan berwarna biru kepada masing- masing kelompok. Masuk ke kegiatan inti peneliti memberikan masalah kontekstual kepada siswa “Jika kalian mempunyai 1 teman, berapa banyak sedotan yang didapatkan temanmu? Jika kalian mempunyai 2 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan sedotan? Jika kalian mempunyai 3 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan sedotan? Jika kalian mempunyai 5 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan sedotan? Jika kalian mempunyai 10 teman, berapa banyak masing-masing temanmu mendapatkan sedotan ?”. Dengan menggunakan sedotan siswa bersama kelompoknya menjawab pertanyaan peneliti. Peneliti memberikan umpan balik terkait jawaban siswa dan memberikan sedikit penjelasan tentang FPB 3 bilangan. Selanjutnya peneliti memberikan LKK kepada masing-masing kelompok dan menambahkan beberapa sedotan yang berbeda kepada masing-masing kelompok. Didalam LKK 5 siswa bersama kelompoknya diminta membagi sedotan-sedotan kepada beberapa siswa. Siswa diajak untuk memecahkan masalah yang ada di dalam LKK 5. Siswa bersama kelompoknya berdiskusi menentukan berapa sedotan yang telah diberikan terbagi sama rata jika siswanya berapa saja. Gambar 4.5 Siswa Berdiskusi Memecahkan Masalah LKK 5 Ada dua kelompok yang masih kebingungan dalam mengerjakan LKK 5 yang diberikan. Peneliti mengarahkan dua kelompok tersebut dan membimbing kelompok lain berdiskusi. Berdasarkan pengamatan, kelompok 1 dapat memecahkan masalah LKK 5. Kelompok 1 terdapat 4 siswa, mereka mendapatkan 20 sedotan berwarna merah, 24 sedotan berwarna kuning, dan 28 sedotan berwarna biru. Masing-masing dari mereka mendapatkan 5 sedotan berwarna merah, 6 sedotan berwarna kuning, dan 7 sedotan berwarna biru tanpa ada sedotan yang tersisa. Mereka menyimpulkan 4 adalah FPB dari 20, 24, dan 28. Kelompok 2 dapat memecahkan masalah LKK 5. Kelompok 2 terdapat 5 siswa, mereka mendapatkan 16 sedotan berwarna merah, 24 sedotan berwarna kuning, dan 20 sedotan berwarna biru. Mereka menyimpulkan 5 bukan FPB dari 16, 24, dan 20 karena masih ada sisa 1 sedotan berwarna merah dan 3 sedotan berwarna kuning. Kelompok 3 dapat memecahkan masalah LKK 5. Kelompok 3 terdapat 5 siswa. Mereka mendapatkan 15 sedotan berwarna merah, 35 sedotan berwarna kuning, dan 25 sedotan berwarna biru. Masing- masing dari mereka mendapatkan 3 sedotan berwarna merah, 7 sedotan berwarna kuning, dan 5 sedotan berwarna biru tanpa ada sedotan yang tersisa. Mereka menyimpulkan 5 adalah FPB dari 15, 35, dan 25. Kelompok 4 dapat memecahkan masalah LKK 5. Kelompok 4 terdapat 4 siswa. Mereka mendapatkan 15 sedotan berwarna merah, 28 sedotan berwarna kuning, dan 20 sedotan berwarna biru. Mereka menyimpulkan 4 bukan FPB dari 15, 28, dan 20 karena pada sedotan berwarna merah tidak dapat habis membagi rata, sedotan berwarna merah masih tersisa 3. Kelompok 5 terdapat 4 siswa. Mereka mendapatkan 20 sedotan berwarna merah, 30 sedotan berwarna kuning, dan 40 sedotan berwarna biru. Mereka menyimpulkan 4 bukan FPB dari 20, 30, dan 40 karena masih ada sedotan yang tersisa yaitu sedotan berwarna kuning sebanyak 2. Setelah proses diskusi kelompok peneliti memanggil dua kelompok pertama yang selesai terlebih dahulu untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Peneliti mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi atau bertanya kepada kelompok yang sedang presentasi namun tidak ada yang mau bertanya. Setelah presentasi selesai, peneliti meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat dan memperkuat jawaban siswa yang tepat. Peneliti mengamati ada beberapa anak yang masih bercanda dengan teman sekelompoknya dalam berdiskusi. Mereka memainkan media yang peneliti siapkan. Ada juga beberapa anak yang pasif dalam berdiskusi hanya 2 orang yang mengerjakan. Untuk memperkuat pemahaman siswa tentang materi ajar peneliti memberikan LKS. Karena waktunya habis dan ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS maka peneliti menyarankan untuk dikerjakan di rumah masing-masing sebagai PR. Pada kegiatan akhir peneliti bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung dan mengakhiri dengan mengucapkan hamdalah kemudian salam. 2 Pertemuan ke-6 Kamis, 01 September 2016 Pada pertemuan keenam berlangsung selama 2 jam pelajaran 2x35 menit yang dimulai pada pukul 12.45 WIB sampai dengan pukul 13.55 WIB. Siswa yang hadir 21 siswa dari 24 siswa seluruhnya. Sub pokok bahasan yang diajarkan adalah menentuakan KPK 3 bilangan. Dengan berdiskusi dan mendengarkan penjelasan guru siswa diharapkan mampu menentukan KPK dari 3 bilangan. Pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan salam, mengucapkan basmallah, dan mengabsen kehadiran siswa. Sebelum masuk ke pembelajaran selanjutnya, peneliti mengingatkan kembali materi sebelumnya yaitu tentang menentukan FPB dari 3 bilangan. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memberikan apersepsi kepada siswa. Pada kegiatan inti peneliti mengingatkan tentang permainan tepuk gembira “happy clap”. Peneliti menghitung bilangan asli, kelompok pertama tepuk tangan ketika peneliti menyebutkan angka 2 dan kelipatannya dan kelompok kedua tepuk tangan ketika peneliti menyebutkan angka 3 dan kelipatannya. Mereka terlihat antusias dan gembira. Setelah itu peneliti membagi kelas menjadi 3 kelompok besar. Kelompok 1 tetap tepuk setiap angka 2 dan kelipatannya, kelompok 2 tetap tepuk setiap angka 3 dan kelipatannya, dan kelompok 3 tepuk setiap angka 4 dan kelipatannya. Karena permainan ini sudah dilakukan pada pertemuan ke-3 dalam penelitian ini, mereka semua kompak tidak ada yang salah. Selanjutnya peneliti memberikan umpan balik terkait permainan tepuk tangan gembira dan menghubungkannya dengan materi yanng akan diajarkan yaitu KPK 3 bilangan. Setelah itu peneliti mengelompokkan siswa ke dalam 5 kelompok menggunakan kertas origami yang sudah diberi nomor dan memberikan LKK 6 beserta media kalender, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Berdasarkan pengamatan, semua kelompok dapat memecahkan masalah LKK 6. Semua kelompok dapat menentukan kapan Aisyah, Hidayah, dan Fatimah betemu kembali di perpustakaan. Kelompok 1 memecahkan masalah LKK 6 menggunakan cara faktorisasi prima. Kelompok 2 memecahkan masalah dengan menggunakan cara ditulis terlebih dahulu tanggal Aisyah pergi ke perpustakaan dan tanggal Hidayah pergi ke perpustakaan. Setelah itu mereka mencari tanggal yang sama jadwalnya pergi ke perpustakaan. Kelompok 3, kelompok 4, dan kelompok 5 menggunakan cara seperti kelompok 1 yaitu menggunakan faktorisasi juga. Setelah proses diskusi selesai peneliti memanggil dua kelompok pertama yang selesai terlebih dahulu untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Namun peneliti menunjuk salah satu anggota kelompok. Peneliti memilih siswa yang tidak pernah maju ke depan dengan cara memanggil nomor dan warna kertas origami. Peneliti mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi atau bertanya kepada kelompok yang presentasi namun tidak ada yang bertanya karena semua jawaban mereka sama. Setelah itu guru mempersilahkan siswa untuk bertanya terkait materi yang belum dipahami dengan cara membagi mereka masing-masing kertas kecil dan siswa diarahkan untuk menuliskan hal yang tidak dimengerti terkait pembelajaran yang telah dilakukan dan dikumpulkan. Selanjutnya peneliti memanggil 2 orang yang sama sekali pasif di dalam kelas untuk maju ke depan mambacakan salah satu pertanyaan yang telah dikumpulkan. Setelah itu peneliti menjawab pertanyaan dari siswa. Berdasarkan kertas pertanyaan yang dikumpulkan ada yang merasa paham dengan semua materi dan ada juga yang bertanya tentang cara membedakan FPB dan KPK. Untuk memperkuat pemahaman siswa tentang materi ajar peneliti memberikan LKS. Karena waktunya habis dan ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS maka peneliti menyarankan untuk dikerjakan di rumah masing-masing sebagai PR. Pada kegiatan akhir peneliti bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung dan mengakhiri dengan mengucapkan hamdalah kemudian salam. 3 Pertemuan ke-7 Senin, 5 September 2016 Pada pertemuan ketujuh berlangsung selama 2 jam pelajaran 2x35 menit yang dimulai pada pukul 07.45 WIB sampai dengan pukul 08.55 WIB. Semua siswa hadir di dalam kelas. Sub pokok bahasan yang diajarkan adalah menyelesaikan masalah menggunakan konsep FPB dan KPK. Dengan berdiskusi dan mendengarkan penjelasan guru siswa diharapkan mampu menyelesaikan masalah menggunakan konsep FPB dan KPK. Pada kegiatan awal pembelajaran diawali dengan salam, mengucapkan basmallah, dan mengabsen kehadiran siswa. Sebelum masuk ke pembelajaran selanjutnya, peneliti mengingatkan kembali materi yaitu tentang FPB dan KPK. Proses pembelajaran dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan memberikan apersepsi kepada siswa. Selanjutnya peneliti menjelaskan aktivitas yang akan dilakukan, yaitu siswa akan membuat pertanyaan secara berkelompok dan akan dijawab oleh kelompok lain. Setelah itu peneliti membagi mereka menjadi 5 kelompok menggunakan kertas origami yang sudah diberi nomor dan masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Peneliti juga membagikan kertas origami kosong kepada masing-masing kelompok sesuai warna kelompoknya untuk menuliskan pertanyaan. Pada kegiatan inti peneliti menjelaskan aturannya. Masing-masing kelompok ditentukan oleh peneliti soal apa yang harus dibuat. Peneliti memberi waktu 15 menit untuk mendiskusikan pertanyaan apa yang akan ditulis. Disamping membuat pertanyaan, siswa juga menjawab pertanyaan sendiri di kertas lain sebagai kunci jawaban. Setelah semua kelompok selesai, peneliti meroling kertas pertanyaan. Peneliti memberikan waktu 15 menit lagi untuk menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Setelah proses diskusi selesai peneliti memanggil dua kelompok pertama yang selesai terlebih dahulu untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Namun peneliti menunjuk salah satu anggota kelompok. Peneliti memilih siswa yang tidak pernah maju ke depan dengan cara memanggil nomor dan warna kertas origami. Gambar 4.6 Siswa Menuliskan Hasil Diskusi Kelompok di Papan Tulis Peneliti mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi atau bertanya kepada kelompok yang presentasi namun tidak ada yang bertanya. Setelah itu guru mempersilahkan siswa untuk bertanya terkait materi yang belum dipahami dengan cara membagi mereka masing-masing kertas kecil dan siswa diarahkan untuk menuliskan hal yang tidak dimengerti terkait pembelajaran yang telah dilakukan dan dikumpulkan. Setelah itu peneliti memanggil 2 orang yang sama sekali pasif di dalam kelas untuk maju ke depan mambacakan salah satu pertanyaan yang telah dikumpulkan. Setelah itu peneliti menjawab pertanyaan dari siswa. Selanjutnya peneliti memberikan lembar kerja siswa yang dikerjakan secara individu. Didalam lembar kerja ini ada 2 masalah yang harus dikerjakan siswa. Masalah yang pertama yaitu tentang FPB dan masalah yang kedua yaitu tentang KPK. Berdasarkan pengamatan, semua kelompok dapat menjawab pertanyaan kelompok lain. dan semua siswa dapat menyelesaikan pertanyaan yang dibuat peneliti. Untuk memperkuat pemahaman siswa tentang materi ajar peneliti memberikan LKS. Karena waktunya habis dan ada beberapa siswa yang belum selesai mengerjakan LKS maka peneliti menyarankan untuk dikerjakan di rumah masing-masing sebagai PR. Pada kegiatan akhir peneliti bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah berlangsung dan mengakhiri dengan mengucapkan hamdalah kemudian salam. 4 Pertemuan ke-8 Selasa, 04 Oktober 2016 Pada pertemuan keempat ini dilakukan tes siklus II yaitu tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa bahasan FPB 3 bilangan, KPK 3 bilangan, dan menyelesaikan masalah menggunakan konsep FPB dan KPK yang terdiri dari 4 soal uraian. Tes berlangsung selama 2 jam pelajaran. Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Pada saat memasuki kelas, ada beberapa siswa yang belum siap untuk mengikuti tes yang akan diberikan. Pelaksanaan tes siklus II ini berjalan lancar meskipun masih ada beberapa siswa yang sering menanyakan soal tetapi peneliti selalu mencoba membimbing siswa untuk mandiri dalam memberi semangat untuk mengerjakan. Setelah selesai pelaksanaan tes siklus II, peneliti kemudian mengajak siswa wawancara dengan siswa untuk mengungkapkan pendapat mereka tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan pendidikan matematika realistik. c. Tahap Pengamatan Observasi Selama kegiatan siklus II peneliti dibantu observer yang juga melakukan pengamatan pada saat pelaksanaan siklus I. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.9 Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II N O ASPEK YANG DIAMATI Persentase Pertemuan Rata -rata 5 6 7 1. Menyiapkan buku matematika di atas meja 25 25 25 25 2. Mendengarkan penjelasan guru 100 100 100 100 3. Merespon pertanyaan yang diberikan guru 75 75 100 83 4. Berdiskusi menyelesaikan masalah 100 75 100 92 5. Menggunakan alat peraga yang sudah disiapkan 100 100 100 100 6. Mempresentasikan hasil kerja kelompoknya 75 75 75 75 7. Mengemukakan pendapat 50 75 75 67 8. Bertanya kepada mengenai masalah yang dihadapi 50 75 75 67 9. Mengumpulkan tugas sebelum waktunya habis 75 75 75 75 10. Menggunakan cara sendiri dalam menyelesaikan soal 75 75 75 75 Rata-rata 76 Berdasarkan Tabel 4.9 terlihat bahwa rataan total aktivitas siswa pada proses pembelajaran mengalami peningkatan dari 55 menjadi 76 dan telah masuk dalam kategori aktivitas baik. Pada setiap pertemuan terlihat adanya peningkatan rata-rata aktivitas siswa. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa telah terbiasa memecahkan masalah matematika dalam proses penerapan pendidikan matematika realistik. Seperti pada siklus I, skor lembar observasi ini digunakan sebagai bahan refleksi terhadap proses pembelajaran yang berlangsung dan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas siswa dalam meningkatkan kemampun memecahkan masalah matematika. Selain menggunakan lembar observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa untuk memperkuat data observasi. Hasil wawancara yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut: 1 Siswa menyukai pembelajaran matematika dengan pendidikan matematika realistik karena membiasakan siswa dalam melatih kemampuannya pada waktu mengerjakan soal dan juga membuat pelajaran matematika menjadi pelajaran yang lebih menarik dan tidak membosankan. 2 Siswa tidak kesulitan ketika menyelesaikan masalah yang diberikan, karena terbiasa berpikir sendiri mencari polaaturan untuk menyelesaikan masalah. Sekalipun ada kesulitan siswa dapat mendiskusikan dengan kelompoknya. 3 Pembelajaran matematika dengan pendidikan matematika realistik membuat siswa lebih aktif dan semangat dalam belajar matematika. Disamping lembar observasi, peneliti juga menggunakan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata persentase siswa yang memberi respon positif selama 3 kali pertemuan sebesar 66,67, yang memberi respon netral sebesar 15,28, dan yang memberi respon negatif sebesar 18,05. Rakapitulasi persentase respon siswa terhadap pembelajaran matematika selama siklus II dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 4.10 Respon Siswa pada Siklus II No Kategori Pertemuan Rata-rata 5 6 7 1. Positif 62,5 66,67 70,83 66,67 2. Netral 12,5 16,67 16,67 15,28 3. Negatif 25 16,67 12,5 18,05 Berdasarkan Tabel 4.10 menunjukkan bahwa respon positif siswa selama pembelajaran siklus II lebih besar dibandingkan pada siklus I. Hal ini berarti sebagian besar siswa menyatakan respon positif terhadap pendidikan matematika realistik terus meningkat. Pada akhir siklus II pertemuan ke-8 siswa diberikan tes akhir siklus II untuk mengetahui kemampuan memecahkan masalah matematika siswa dengan indikator keberhasilan kinerja siklus II adalah ≥ 70. Berikut data nilai tes formatif akhir siklus II dalam tabel distribusi frekuensi sebagai berikut Tabel 4.11 Kemampuan Memecahkan Masalah Siklus II Nilai Frekuensi Frekuensi Kumulatif Frekuensi Kumulatif 50-58 1 1 4,16 59-67 2 3 12,5 68-76 2 5 20,83 77-85 5 10 41,67 86-94 4 14 58,34 95-103 10 24 100 Jumlah 24 Rata-rata 88,19 Tabel 4.12 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II Siswa yang tuntas 19 Siswa yang tidak tuntas 5 Persentase siswa yang tuntas 79,17 Persentase siswa yang tidak tuntas 20,83 Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa persentase siswa yang memiliki nilai dibawah 70 kurang lebih sebanyak 20,83 dan siswa yang memiliki nilai diatas 70 kurang lebih sebanyak 79,17. Dari hasil tes tersebut didapat nilai tertinggi siswa 100, nilai terendah 50 dan rata-rata 88,19. Sedangkan kemampuan masing-masing indikator operasional kemampuan menyelesaikan soal pemecahan masalah dapat dilihat berdasarkan hasil persentase skor yang diperoleh dari tiap soal. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hasil skor siswa dalam menggunakan indikator operasional kemampuan memecahkan masalah matematika siswa. Tabel 4.13 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Persentase Kategori Memahami masalah 97,22 Sangat baik Merencanakan Penyelesaian 94,44 Sangat baik Melakukan pengerjaan 84,72 Baik Mengecek kembali 76,38 Baik Rata-rata 88,19 Sangat baik Berdasarkan Tabel 4.13 dilihat bahwa kemampuan memecahkan masalah masing-masing indikator pada siklus II sudah mencapai kategori sangat baik. Pada indikator memahami masalah naik drastis mencapai kategori sangat baik. Hal ini terjadi karena pada lembar jawab peneliti sudah menyiapkan pertanyaan yang merujuk kepada indikator memecahkan masalah. Pada indikator melakukan pengerjaan dan mengecek kembali mencapai kategori baik. Pada indikator mengecek kembali mengalami peningkatan sebesar 18,05. Hal ini dikarenakan siswa sudah terbiasa untuk menyampaikan kesimpulan dengan menggunakan kalimat dari hasil proses melakukan pengerjaan mereka. a b Gambar 4.7 Hasil Kerja Siswa Siklus II Berdasarkan Gambar 4.5 a dan Gambar 4.5 b terlihat siswa mampu memecahkan masalah melalui tahap memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan pengerjaan, dan membuat kesimpulan. Peneliti menyiapkan pertanyaan yang mengarah ke indikator pemecahan masalah. Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan memecahkan masalah matematika siswa telah mencapai kriteria keberhasilan yang telah diinginkan yaitu mencapai rata-rata nilai tes sebesar 88,19. Sedangkan untuk keempat indikator kemampuan memecahkan masalah matematika siswa mengalami peningkatan sebesar 21,35 dengan rata-rata indikator 88,19. Selain hasil dari observasi, wawancara, dan jurnal harian siswa terdapat pula hasil LKK 1, LKK 2, dan LKK 3 pada siklus I. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.14 Hasil Lembar Kerja Kelompok Siklus II Kelompok Pertemuan Rata-rata 5 6 7 1 100 100 100 100 2 100 100 100 100 3 100 100 100 100 4 75 75 100 83,34 5 100 100 100 100 Berdasarkan Tabel 4.14 semua kelompok mendapatkan nilai rata-rata yang memuaskan. Jika dibandingkan dengan siklus I, pada siklus II ini mengalami peningkatan. d. Tahap Refleksi Berdasarkan hasil analisis dan diskusi bersama guru kolaborator setelah melakukan analisis pada siklus II. Berdasarkan hasil analisis pada observasi, wawancara dan tes akhir siklus II yaitu tes kemampuan memecahkan masalah matematika ditemukan berbagai peningkatan data, diantaranya sebagai berikut: 1 Siswa merasa pembelajaran berlangsung lebih menarik melalui pendidikan matematika realistik Berdasarkan hasil wawancara siswa, hal ini dikarenakan karena siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran yang diterapkan, dimana peneliti tidak memberikan materi secara langsung menggunakan rumus namun hanya memberikan bimbingan dan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep atau rumus. Sehingga siswa harus menggunakan kemampuan pemahamnnya sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 2 Proses diskusi yang dilakukan siswa cukup optimal Hal ini terlihat saat proses diskusi tidak ada siswa yang bercanda dengan temannya. Banyak siswa yang mengemukakan pendapat dan menanyakan permasalahan yang dihadapi. Siswa yang berkemampuan tinggi mau mengajarkan temannya yang belum paham. 3 Proses presentasi yang terlihat menyenangkan Pada saat presentasi, banyak siswa yang mengajukan diri untuk maju. Namun peneliti lebih memilh siswa yang belum pernah maju untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. 4 Hasil tes kemampuan memecahkan masalah matematika siswa mengalami peningkatan Perolehan rata-rata tes akhir kemampuan memecahkan masalah sebesar 88,19 telah mencapai batas yang ditetapkan yaitu 70. Adapun persentase hasil skor tiap indikator kemampuan memecahkan masalah matematika siswa mencapai kategori sangat baik. 5 Respon siswa Respon siswa pada siklus II sudah baik. Hal ini terlihat dari respon siswa yang menunjukkan bahwa respon positif selama pembelajaran lebih dan terus meningkat setiap pertemuan. Peneliti membuat perbaikan selama proses pembelajaran siklus II agar siswa merasa senang dan lebih memberikan respon positifnya. Berdasarkan hasil refleksi siklus II dapat diketahui bahwa data-data yang dikumpukan telah mengalami peningkatan. Sehingga menyebabkan indikator keberhasilan tercapai. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas ini dihentikan sampai dengan siklus II.

B. Analisis Data

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Adapun peningkatan hasil rata-rata pada tes kemampuan memecahkan masalah tiap siklus dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.15 Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II Siklus Rata-rata Peningkatan II 66,84 21,35 II 88,19 Berdasarkan Tabel 4.17 diperoleh informasi bahwa hasil tes kemampuan memecahkan masalah matematika siswa mengalami peningkatan rata-rata dari siklus I sebesar 66,84 menjadi 88,19 pada siklus II. Sedangkan rekapitulasi peningkatan persentase kemampuan meyelesaikan soal cerita matematika pada tiap indikator siklus I dan siklus II dapat terlihat pada tabel berikut Tabel 4.16 Rakapitulasi Persentase Kemampuan Memecahkan Masalah Tiap Indikator Siklus I dan Siklus II Indikator Kemampuan Memecahkan Masalah Siklus I Siklus II Persentase Kategori Persentase Kategori Memahami masalah 38,89 Kurang 97,22 Sangat baik Merencanakan Penyelesaian 90,27 Sangat baik 94,44 Sangat baik Melakukan pengerjaan 79,86 Baik 84,72 Baik Mengecek kembali 58,34 Cukup 76,38 Baik Berdasarkan Tabel 4.16 menunjukkan bahwa pembelajaran matematika melalui pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika siswa. Kegiatan belajar juga menjadi lebih kondusif karena siswa dibiasakan untuk menggunakan kemampuan matematisnya dalam menemukan suatu rumus menyelesaikan masalah kontekstual yang diberikan. 2. Aktivitas Pembelajaran a. Lembar Observasi Data mengenai aktivitas belajar matematika siswa salah satunya diperoleh dari lembar observasi siswa. Rata-rata persentase aktivitas belajar matematika siswa siklus I dan siklus II penulis sajikan pada tabel berikut Tabel 4.17 Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II Siklus I II Peningkatan Persantase 55 76 21 Kategori Cukup Baik Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan pada Tabel 4.17 doperoleh data bahwa aktivitas siswa telah mengalami peningkatan yang cukup baik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya aktivitas siklus I ke siklus II. Berdasarkan observasi pada siklus I sebesar 55 dan termasuk dalam kategori aktivitas cukup, kemudian pada siklus II sebesar 76 termasuk dalam kategori baik. Berdasarkan Tabel 4.17 diketahui bahwa persentase aktivitas belajar matematika siswa pada siklus II mengalami peningkatan 21 dari siklus I, hal ini menunjukkan bahwa tindakan perbaikan yang dilakukan pada siklus II dapat memperbaiki dan meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa. Data aktivitas belajar matematika pada siklus I lebih memfokuskan pada aktivitas berdikusi yang belum maksimal. Jika aktivitas diskusi berjalan dengan baik, maka aktivitas yang lainnya akan terpengaruh dengan baik pula. Faktor-faktor yang diuraikan oleh guru kolaborator mengenai ketidakatifan siswa dalam berdiskusi diantaranya adalah penempatan kelompok belum maksimal, siswa cenderung mengerjakan sendiri-sendiri karena teman yang sekelompoknya kurang aktif. Secara umum pada siklus I keaktifan siswa dalam pembelajaran sudah kelihatan, namun kurang maksimal dan perlu diperbaiki pada siklus berikutnya. Pada siklus II keaktifan siswa dalam pembelajaran lebih baik daripada siklus sebelumnya, dimana ada beberapa siswa yang mengalami kesulitan belajar mengalami kemajuan dengan sering memperhatikan dan mengerjakan tugas dengan baik, kegiatan diskusi sudah menunjukkan perbaikan pada siklus I. b. Wawancara Hasil wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian bahwa pada siklus I dalam proses pembelajaran siswa mulai melatih kemampuan berpikirnya secara kelompok untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematika. Pada siklus II wawancara yang diperoleh bahwa dalam proses pembelajaran siswa berkemampuan tinggi dan rata-rata mereka menjawab pertanyaan penulis dan mendengarkan penjelasan yang diampaikan temanguru. Antusiasme mereka dalam pembelajaran rata-rata sudah tinggi dengan berbagai alasan diantaranya tertarik dengan pembelajaran matematika. c. Respon Siswa Rata-rata persentase respon positif siswa terhadap pendidikan matematika realistik meningkat yaitu dari 50 menjadi 66,67. Berikut adalah tabel rata-rata persentase respon siswa. Tabel 4.18 Persentase Respon Siswa Siklus I dan Siklus II Siklus I II Peningkatan Positif 50 66,67 16,7 Netral 18 15,28 Negatif 32 18,05 3. Proses Pembelajaran Proses pembelajaran pada siklus I belum rapih, saat proses pembelajaran berlangsung sebagian siswa belum siap. Ada yang menggambar, mainan, bercanda, dan ngobrol dengan temannya. Hal ini membuat mereka saat mengerjakan soal tidak paham dan bingung. Pada siklus II peneliti mengajak siswa lebih tertib lagi. Peneliti menggunakan kertas origami yang diberi nomor dan memanggil siswa yang membuat suasana kelas tidak tertib untuk mengerjakan soal di depan kelas. Proses pembelajaran pada siklus II berlangsung tertib. Siswa lebih aktif dibandingkan dengan siklus I. Ada beberapa siswa pada siklus I hanya diam saja, pada siklus II mereka berani bertanya kepada peneliti tentang materi yanng belum dimengerti. Proses diskusi juga terlihat berbeda. Pada saat peneliti meminta kelompok untuk maju mempresentasikan hasil diskusinya, semua kelompok antusias ingin maju.