Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Hasil TIMSS tahun 2015 untuk siswa SD masih belum menggembirakan meski posisi Indonesia tak lagi juru kunci. Indonesia menempati posisi 6 dari bawah untuk skor matematika. Sekitar 75 item yang diujikan dalam TIMSS telah diajarkan di kelas IV SD lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan yang hanya 68, namun kedalaman pemahaman masih kurang. 7 Hal ini menunjukkan rata-rata guru SD mengajarkan rumusnya saja tanpa mendalami penerapan rumus tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ketika siswa diberi soal cerita atau pemecahan masalah mereka kebingungan. Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat sebagai salah satu dari proses dan hasil belajar. Menurut wawancara dengan salah satu guru matematika SD Islam Al Syukro Universal Ciputat, hasil belajar matematika siswa kelas V SD Islam Al Syukro masih kurang memuaskan. Tingkat penguasaan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah masih rendah. Berdasarkan observasi di SD Islam Al Syukro Universal Ciputat, peneliti mendapat hasil dari nilai matematika siswa kelas V-A pada ulangan harian. Terlihat hanya 37,5 siswa yang tuntas. KKM yang ditetapkan di sekolah sebesar 70. Siswa masih kesulitan saat menuangkan ide matematika atau menerjemahkan bahasa matematika. Saat peneliti melihat jawaban ulangan siswa, mereka langsung menuliskan jawaban akhir, tanpa adanya langkah diketahui, ditanyakan dan kesimplan dari jawaban. Masalah yang sering dialami oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah menyelesaikan soal pemecahan masalah. Menyelesaikan soal pemecahan masalah tidak semudah menyelesaikan soal pilihan ganda atau uraian singkat. Soal pemecahan masalah membutuhkan kemampuan siswa dalam memahami soal, menentukan strategi, menjalankan strategi, dan mengecek kembali. 7 Nizam, Ringkasan Hasil-hasil Asesmen Belajar dari Hasil UN, PISA, TIMSS, INAP Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016, h. 27. Pada pokok bahasan tentang FPB dan KPK kemampuan memecahkan masalah matematika siswa sangat diperlukan karena pokok bahasan ini banyak menuntut siswa untuk dapat memahami soal pemecahan masalah dan menyelesaikannya. Materi ini bukan materi yang mudah untuk dihafal. Sehingga jika siswa belum memahami konsepnya maka siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yang diberikan. Selain itu materi FPB dan KPK merupakan materi yang berkaitan dengan permasalahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang sering dihadapi siswa yaitu ketika mereka diberi soal berbentuk pemecahan masalah. Dalam menyelesaikan masalah tersebut selain kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika siswa juga harus mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan konsep matematika yang lain dan dengan dunia nyata siswa. Ketidakmampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika siswa dapat dilihat ketika mereka diberi soal memecahkan masalah hanya beberapa saja dari mereka yang dapat mengerjakannya dan siswa lainnya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Menurut teori Piaget anak usia SD termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya. 8 Menghadapi kondisi seperti itu, pembelajaran harus merubah citra pembelajaran dari pembelajaran mekanistis menjadi humanistis yang menyenangkan. Pembelajaran matematika yang mendasarkan pada penerapan yaitu “Pendidikan Matematika Realistik” yang menggunakan dunia nyata dan dalam kegiatannya menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan sendiri yang diperlukan sehingga pembelajaran berpusat pada siswa. Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan matematika yang menekankan penyelesaian masalah secara informal sebelum 8 Ahmad Susanto, Op. Cit., h. 184. menggunakan cara formal. Berarti Pendidikan Matematika Realistik pembelajarannya dimulai dengan masalah yang diarahkan menuju pemecahan masalah secara formal. Pendidikan Matematika Realistik juga membawa matematika pada pembelajaran yang bermakna dengan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Melalui Pendidikan Matematika Realistik siswa dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa belum dijadikan sebagai subjek belajar. 2. Guru jarang memberi informasi mengenai penerapan matematika dalam kehidupan. 3. Rendahnya penguasaan konsep matematika siswa berimplikasi timbulnya kesulitan siswa dalam memahami matematika. 4. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kurang dikembangkan dengan baik.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah materi tentang bilangan. 2. Pemecahan masalah yang dimaksud adalah pemecahan masalah teori Polya. 3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah mencari faktor, faktorisasi prima, faktor prima, FPB dan KPK yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan tahapan memahami masalah, merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali. 4. Pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik yang dimaksud adalah berdasarkan pada ide bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran ini berdasarkan teori Freudhental.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MI. 2. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan pendidikan matematika realistik.

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

1. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk: a. Mendeskripsikan dan menganalisis pendidikan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MI. b. Mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan pendidikan matematika realistik. 2. Manfaat dari penelitian ini yaitu: a. Bagi siswa 1 Mengetahui penerapan matematika dalam kehidupan nyata. 2 Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam pembelajaran matematika. b. Bagi guru 1 Membantu guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pendidikan matematika realistik dengan memperhatikan dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2 Meningkatkan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. c. Bagi sekolah Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi sekolah bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat menggunakan pendidikan matematika realistik sebagai bahan pencapaian hasil belajar yang maksimal. d. Bagi peneliti Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan masukan pembelajaran matematika terutama peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pendidikan matematika realistik. 9

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI

TINDAKAN

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

1. Hakikat Masalah

Suatu pertanyaan akan merupakan suatu permasalahan jika kita tertantang untuk mencari jawabannya. Masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi di mana individu atau kelompok terpanggil untuk melakukan suatu tugas di mana tidak tersedia algoritma yang secara lengkap menentukan penyelesaian masalahnya. 1 Menurut Tatag masalah diartikan sebagai situasi atau pertanyaan yang dihadapi seseorang individu atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan, algoritmaprosedur tertentu atau hukum yang segera dapat digunakan untuk menentukan jawabannya. Dengan demikian ciri suatu masalah adalah individu menyadarimengenali suatu situasi pertanyaan-pertanyaan yang dihadapi, individu menyadari bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan, langkah pemecahan suatu masalah tidak harus jelas atau mudah ditangkap orang lain. 2 Menurut Uhar, masalah secara sederhana sering diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang ada Das sein dengan apa yang seharusnya Das sollen. 3 Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan keadaan seseorang yang tidak sebagaimana mestinya dan orang tersebut tertantang untuk menyelesaikannya. Keadaan tersebut tidak bisa dijawab secara langsung karena harus menyeleksi informasi yang diperoleh dan menentukan cara penyelesaiannya. 1 Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, h. 116. 2 Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Unesa University Press,

2008, h. 34.

3 Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, Bandung: PT Refika Aditama, 2012, h. 258.