Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pendidikan Matematika Realistik Pada Konsep FPB Dan KPK

(1)

Universal Ciputat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan (S. Pd.)

oleh

Rohayatun

NIM 1112018300062

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN (UNIVERSITAS ISLAM NEGERI)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2016 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i Universal Ciputat)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui Pendidikan Matematika Realistik. Subjek penelitian adalah siswa kelas V-A yang berjumlah 24 anak. Terdiri dari 14 anak laki-laki dan 9 anak perempuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK), penelitian dilaksanakan dengan dua siklus. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas siswa, jurnal harian, pedoman wawancara, tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, catatan lapangan, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pendidikan matematika realistik mengalami peningkatan. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat dilihat pada siklus I diperoleh nilai rata-rata sebesar 66,84 dan meningkat pada siklus II menjadi 88,19. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga ditandai dengan peningkatan aktivitas siswa, pada siklus I rata-rata aktivitas siswa sebbesar 55% meningkat sebesar 21% pada siklus II menjadi 76%. Respon positif siswa terhadap pendidikan matematika realistik pada siklus I sebesar 50% juga mengalami peningkatan sebesar 16,67% dari siklus I menjadi 66,67% pada siklus II.


(6)

ii ABSTRACT

Rohayatun (NIM: 1112018300062): Increasing students mathematical problem solving skills through realistic mathematics education on the concept of FPB dan KPK. (Clasroom Action Research in Islamic Elementary School Al Syukro Universal Ciputat).

This study to improve the ability to students mathematical problem solving skills through realistic mathematics education on the concept of FPB and KPK. The subjects were students of class V-A by 24 students consisted of 14 male students and 9 female students. The method used in this study is action research method, the study was conducted in two cycles. The instrument used in this study is the observation sheets, daily journals, interviews, test the ability to students mathematical problem solving, field notes, and documentation.

The results showed that students' ability to students mathematical problem solving skills through realistic mathematics education on the concept of FPB and KPK has increased. Increase students' ability to students mathematical problem solving can be seen in the first cycle obtained 66,84 and an average increase in cycle II to 88,19. Increased ability to students mathematical problem solving are also characterized by increased activity of the students, the average of the first cycle of 55 % of the student activity increased by 21 % in the second cycle becomes 76 %. The positive response of students towards learning realistic mathematics education in the first cycle of 50 %, also an increase of 16,67 % from 66,67 % in the first cycle to the second cycle.


(7)

iii

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa melalui Pendidikan Matematika Reaslitik pada Konsep FPB dan KPK. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah dan terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat Islam yang telah memberikan qudwah hasanah untuk ummatnya guna mencapai insan kamil. Semoga kita senantiasa mendapatkan

syafa’atnya di yaumil akhir. Aamiin.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tak semudah membalikan telapak tangan, penulis membutuhkan perjuangan serta pengorbanan baik moril maupun materil. Butuh tekad serta kemauan yang kuat dalam menghadapi segala halangan dan rintangan. Namun atas bantuan, motivasi, serta bimbingan dari semua pihak.

Pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. 2. Dr. Khalimi, MA selaku ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan saran-sarannya.

3. Asep Ediana Latip, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan saran-sarannya.

4. Dr. Fauzan, MA selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan saran-sarannya.


(8)

iv

5. Maifalinda Fatra, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran serta keikhlasan telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta motivasi dalam membimbing penulis.

6. Dr. Sita Ratnaningsih, M. Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang juga penuh kesabaran dan keihklasan telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta motivasi dalam membimbing penulis.

7. Seluruh Dosen PGMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingannya kepda penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

8. Teristimewa dan yang paling utama untuk orang tua tercinta, Bapak Saapi dan Ibu Kusnaeni yang selalu sabar mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis selalu termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepala sekolah SD Islam Al Syukro Universal Ciputat Ade Shodikin, S.Sos.I. yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut. Rusmayana, S.Pd. selaku guru matematika kelas V yang telah membantu penulis selama penelitian. Suwandi, SE, Siti Khumairoh, S.Pd. I dan semua guru-guru SD Islam Alyukro beserta staf, karyawan, dan siswa-siswi yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis.

10. Maslih yang selalu setia memotivasi, mendampingi, dan membantu penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi.

11. Seluruh siswa-siswi kelas V-A SD Islam Alsyukro Universal Ciputat yang membuat penulis termotivasi agar memberikan pembelajaran yang terbaik untuk mereka, membantu peneliti dalam penelitian.

12. N2R2 yanga terdari dari Nur Hidayah, Nur Atikah, Rohayatun, dan Rosi Lestari, terima kasih atas saran dan masukannya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

v

14. Kakakku Asrori, Saefudin, Adikku Muzaki, dan semua keponakan penulis yang membuat penulis semangat dan termotivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

15. Bapak Afrizal Ecky selaku owner Ecky Lamos Group yang memberikan izin kepada penulis menggunakan fasilitas kantor untuk keperluan skripsi.

16. Seluruh staf dan karyawan Ecky Lamos Group terutama Mb. Yeni, Nurul, Mb, Santi, Ms Eko yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi .

17. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

Ungkapan rasa syukur dan ikhlas rasanya tepat untuk penulis ucapkan atas terselesaikannya skripsi ini. Penulis hanya bisa berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang sepadan kepada semua pihak atas jasa dan bantuan yang telah mereka berikan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bemanfaat bagi semua pembacanya dan dapat memberika kontribusi bagi peningkatan kualitas pendidikan, khususnya bidang studi matematika.

Jakarta, November 2016 Penulis


(10)

vi

MOTTO

Ojo Keminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak

Ciloko


(11)

vii

KATA PENGANTAR ... iii

MOTTO ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR DIAGRAM ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 6

C. Pembatasan Fokus Penelitian ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 9

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 9

1. Hakikat Masalah ... 9

2. Jenis-jenis Masalah ... 10

3. Pemecahan Masalah ... 12

4. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 13

5. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah Matematika ... 15


(12)

viii

7. Keterampilan untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah ... 16

8. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 18

B. Pendidikan Matematika Realistik ... 18

1. Pengertian dan Sejarah Pendidikan Matematika Realistik ... 18

2. Prinsip Utama Pendidikan Matematika Realistik ... 21

3. Langkah-langkah Pendidikan Matematika Realistik ... 23

4. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Matematika Realistik ... 25

C. FPB dan KPK ... 25

1. Faktor Persekutuan Terbesar ... 25

2. Kelipatan Persekutuan Terkecil ... 28

3. Bilangan Prima ... 31

D. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

E. Kerangka Berpikir ... 34

F. Hiptesis Tindakan ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 37

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 37

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 41

E. Desain Intervensi Tindakan ... 41

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 45

G. Data dan Sumber Data ... 45

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 45

I. Teknik Pengumpulan Data ... 47

J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan ... 47

K. Analisis Data dan Intepretasi Data ... 54


(13)

ix

B. Analisis Data ... 95

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(14)

x

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Matematika Sebagai Cara Memecahkan Masalah ... 17 Diagram 2.2 Kerangka Berpikir ... 35 Diagram 3.1 Alur PTK ... 40 Diagram 4.1 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa dan


(15)

xi

Gambar 4.3 Permainan Tepuk Gembira ... 68

Gambar 4.4 Perbandingan Hasil Kerja Siswa Siklus I ... 75

Gambar 4.5 Siswa Berdiskusi Memecahkan Masalah LKK 5 ... 81

Gambar 4.6 Siswa Menuliskan Hasil Diskusi Kelompok di Papan Tulis ... 86


(16)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Siklus I ... 48

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Siklus II ... 49

Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas ... 50

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Siklus I ... 50

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Siklus II ... 50

Tabel 3.6 Kategori Taraf Kesukaran ... 51

Tabel 3.7 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Siklus I ... 52

Tabel 3.8 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Siklus II ... 52

Tabel 3.9 Kategori Daya Pembeda ... 53

Tabel 3.10 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Siklus I ... 54

Tabel 3.11 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Siklus II ... 54

Tabel 3.12 Kategori Indikator ... 55

Tabel 4.1 Daftar Nilai Ulangan Harian Matematika Siswa ... 58

Tabel 4.2 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa ... 59

Tabel 4.3 Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I ... 70

Tabel 4.4 Respon Siswa Pada Siklus I ... 72

Tabel 4.5 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 73

Tabel 4.6 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 73

Tabel 4.7 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siswa Siklus I ... 74

Tabel 4.8 Hasil Lembar Kerja Kelompok Siklus I ... 77

Tabel 4.9 Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II ... 88

Tabel 4.10 Respon Siswa Pada Siklus II ... 89

Tabel 4.11 Kemampuan Memecahkan Masalah Siklus II ... 90

Tabel 4.12 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 90

Tabel 4.13 Persentase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siswa Siklus II ... 91

Tabel 4.14 Hasil Lembar Kerja Kelompok Siklus II ... 93

Tabel 4.15 Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Siklus I dan Siklus II ... 95

Tabel 4.16 Rekapitulasi Persentase Kemampuan Memecahkan Masalah Tiap Indikator Siklus I dan Siklus II ... 96


(17)

(18)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ... 109

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sikluls II ... 123

Lampiran 3 Lembar Kerja Kelompok (LKK) Siklus I ... 138

Lampiran 4 Skor Hasil LKK Siklus I ... 145

Lampiran 5 Lembar Kerja Kelompok (LKK) Siklus II ... 146

Lampiran 6 Skor Hasil LKK Siklus II ... 151

Lampiran 7 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Siklus I ... 152

Lampiran 8 Uji Instrumen Tes Siklus I ... 153

Lampiran 9 Hasil Uji Instrumen Tes Siklus I ... 155

Lampiran 10 Kisi-kisi Uji Instrumen Tes Siklus II ... 159

Lampiran 11 Uji Instrumen Tes Siklus II ... 160

Lampiran 12 Hasil Uji Instrumen Tes Siklus II ... 162

Lampiran 13 Kisi-kisi Instrumen Tes Siklus I ... 166

Lampiran 14 Instrumen Tes Siklus I ... 167

Lampiran 15 Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus I ... 168

Lampiran 16 Hasil Tes Siklus I ... 171

Lampiran 17 Kisi-kisi Instrumen Tes Siklus II ... 176

Lampiran 18 Instrumen Tes Siklus II ... 177

Lampiran 19 Kunci Jawaban Instrumen Tes Siklus II ... 179

Lampiran 20 Hasil Tes Siklus II ... 181

Lampiran 21 Pedoman Penskoran Tes ... 186

Lampiran 22 Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 187

Lampiran 23 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 188

Lampiran 24 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 190


(19)

xv

Lampiran 29 Hasil Wawancara Siswa Sebelum Penelitian ... 204

Lampiran 30 Hasil Wawancara Guru Setelah Penelitian ... 205

Lampiran 31 Hasil Wawancara Siswa Setelah Penelitian ... 206

Lampiran 32 Lembar Catatan Lapangan ... 208

Lampiran 33 Surat Bimbingan Skripsi ... 211

Lampiran 34 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 213

Lampiran 35 Surat Keterangan Penelitian ... 214

Lampiran 36 Profil Sekolah ... 215

Lampiran 37 Lembar Uji Referensi ... 218


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dan pengajaran adalah suatu proses yang sadar tujuan. Maksudnya tidak lain bahwa kagiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil yang diharapkan dari siswa/subjek belajar, setelah menyelesaikan atau memperoleh pengalaman belajar. Winarno Surakhmad memberikan keterangan bahwa rumusan dan taraf pencapaian tujuan pengajaran merupakan petunjuk praktis tentang seajuh manakah interaksi edukatif adalah harus dibawa untuk mencapai tujuan akhir.1 Dalam hal ini siswa sebagai subjek belajar diharapkan berperan aktif dalam proses pembelajaran karena pengetahuan yang akan didapat lebih mudah dipahami dari pada siswa yang hanya pasif. Dengan demikian keberhasilan proses pembelajaran akan berbanding lurus dengan tujuan pendidikan, terutama matematika.

Proses pembelajaran hendaknya dikondisikan agar mampu mendorong kemampuan pemecahan masalah anak secara keseluruhan, membuat siswa aktif, mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam kondisi yang menyenangkan. Karena kemampuan pemecahan masalah mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu untuk membekali siswa ketika berada di kehidupan masyarakat agar terbiasa memecahkan masalah dengan tepat.

Program pengajaran dari Pra-TK sampai kelas 12 harus memungkinkan semua siswa untuk:

1. Mengenal pemahaman dan bukti sebagai aspek yang mendasar dalam matematika.

1

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), cet. XII, h. 57.


(21)

2. Membuat dan menyelidiki dugaan-dugaan matematis.

3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematis.

4. Memilih dan menggunakan berbagai macam pemahaman dan metode pembuktian.2

Matematika merupakan mata pelajaran yang penting untuk diajarkan di MI karena matematika sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari siswa-siswi dan diperlukan sebagai dasar untuk mempelajari matematika lanjut dan mata pelajaran lain.3 Selain berhubungan dengan bilangan-bilangan dan operasinya, matematika juga berhubungan dengan unsur ruang sebagai sasarannya. Namun penunjukkan kuantitas seperti ini belum memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu ditunjukkan dengan hubungan, pola, bentuk, dan struktur. Sasaran objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip.

Hakikat pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan oleh guru kepada siswa-siswi untuk membangun pemahaman terhadap matematika. Proses pembangunan pemahaman inilah yang lebih penting dari hasil belajar sebab pemahaman akan lebih bermakna kepada materi yang akan dipelajari. 4 Mulyasa menjelaskan standar kompetensi lulusan satuan pendidikan untuk jenang SD/MI/SDLB*/Paket A pada point 8 yaitu menunjukkan kemampuan pemecahan masalah matematika sederhana dalam kehidupan sehari-hari.5

Dalam kurikulum Depdiknas 2006 disebutkan bahwa standar kompetensi matematika di sekolah dasar pada point 3 yang harus dimiliki siswa yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Standar kompetensi yang dirumuskan dalam kurikulum sebelumnya juga mencakup pemahaman konsep

2

John A. Van de Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 5.

3

Esti Yuli Widayanti dkk, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Aprinta, 2009), h. 1-6

4

Ibid., h. 1-9.

5

E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. III, h. 92.


(22)

3

matematika, komunikasi matematis, koneksi matematis, penalaran dan pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap matematika.6

Dalam QS Al Balad ayat 4 membahas tentang masalah

دقل ان قلخ ناس نِ ْا يِف دقلدبك ان قلخ ناس نِ ْا يِف دقلدبك ان قلخ ناس نِ ْا يِف دقلدبك ان قلخ

ف

َ َك يِف َن َسْنِ ْْا َنْقَلَخدَقَل

ناس نِ ْا

Artinya: “Susungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam

susah payah”.

Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia itu tidak pernah lepas dengan yang namanya kesusahan dan permasalahan.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti saat pra-penelitian, mayoritas siswa tidak menyukai matematika karena menurut mereka matematika tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena mereka selama menempuh pendidikan guru jarang memberi informasi mengenai penerapan matematika dalam kehidupan nyata. Padahal dalam pendidikan matematika siswa tidak hanya dilatih terampil dalam berhitung melainkan diasah juga untuk menerapkan konsep-konsep matematika dalam memecahkan masalah dikehidupan nyata.

Matematika merupakan salah satu bagian yang penting dalam kehidupan. Matematika memerlukan pemahaman dari pada hapalan. Nah, memahaminya siswa harus menguasai konsep dan mampu menerapkan konsep-konsep tersebut untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Banyak siswa-siswi yang belajar matematika bagian yang sederhana pun masih belum dapat dipahami, ada beberapa guru di Indonesia masih keliru dalam menyampaikan konsep matematika. Hal ini dapat dibuktikan banyak anak yang kesulitan dalam belajar matematika, karena rata-rata siswa-siswi yang belajar matematika bukan memahami konsepnya malah menghapalnya sehingga ketika mendapat masalah matematika yang lain mereka kebingungan.

6

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), h. 184.


(23)

Hasil TIMSS tahun 2015 untuk siswa SD masih belum menggembirakan (meski posisi Indonesia tak lagi juru kunci). Indonesia menempati posisi 6 dari bawah untuk skor matematika. Sekitar 75% item yang diujikan dalam TIMSS telah diajarkan di kelas IV SD (lebih tinggi dibandingkan Korea Selatan yang hanya 68%), namun kedalaman pemahaman masih kurang. 7 Hal ini menunjukkan rata-rata guru SD mengajarkan rumusnya saja tanpa mendalami penerapan rumus tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ketika siswa diberi soal cerita atau pemecahan masalah mereka kebingungan.

Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat sebagai salah satu dari proses dan hasil belajar. Menurut wawancara dengan salah satu guru matematika SD Islam Al Syukro Universal Ciputat, hasil belajar matematika siswa kelas V SD Islam Al Syukro masih kurang memuaskan. Tingkat penguasaan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah masih rendah.

Berdasarkan observasi di SD Islam Al Syukro Universal Ciputat, peneliti mendapat hasil dari nilai matematika siswa kelas V-A pada ulangan harian. Terlihat hanya 37,5% siswa yang tuntas. KKM yang ditetapkan di sekolah sebesar 70. Siswa masih kesulitan saat menuangkan ide matematika atau menerjemahkan bahasa matematika. Saat peneliti melihat jawaban ulangan siswa, mereka langsung menuliskan jawaban akhir, tanpa adanya langkah diketahui, ditanyakan dan kesimplan dari jawaban.

Masalah yang sering dialami oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah menyelesaikan soal pemecahan masalah. Menyelesaikan soal pemecahan masalah tidak semudah menyelesaikan soal pilihan ganda atau uraian singkat. Soal pemecahan masalah membutuhkan kemampuan siswa dalam memahami soal, menentukan strategi, menjalankan strategi, dan mengecek kembali.

7

Nizam, Ringkasan Hasil-hasil Asesmen Belajar dari Hasil UN, PISA, TIMSS, INAP (Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016), h. 27.


(24)

5

Pada pokok bahasan tentang FPB dan KPK kemampuan memecahkan masalah matematika siswa sangat diperlukan karena pokok bahasan ini banyak menuntut siswa untuk dapat memahami soal pemecahan masalah dan menyelesaikannya. Materi ini bukan materi yang mudah untuk dihafal. Sehingga jika siswa belum memahami konsepnya maka siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah yang diberikan. Selain itu materi FPB dan KPK merupakan materi yang berkaitan dengan permasalahan yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Masalah yang sering dihadapi siswa yaitu ketika mereka diberi soal berbentuk pemecahan masalah. Dalam menyelesaikan masalah tersebut selain kemampuan siswa dalam menerapkan konsep-konsep matematika siswa juga harus mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan konsep matematika yang lain dan dengan dunia nyata siswa. Ketidakmampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika siswa dapat dilihat ketika mereka diberi soal memecahkan masalah hanya beberapa saja dari mereka yang dapat mengerjakannya dan siswa lainnya tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Menurut teori Piaget anak usia SD termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya.8

Menghadapi kondisi seperti itu, pembelajaran harus merubah citra pembelajaran dari pembelajaran mekanistis menjadi humanistis yang menyenangkan. Pembelajaran matematika yang mendasarkan pada penerapan

yaitu “Pendidikan Matematika Realistik” yang menggunakan dunia nyata dan

dalam kegiatannya menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan sendiri yang diperlukan sehingga pembelajaran berpusat pada siswa.

Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan matematika yang menekankan penyelesaian masalah secara informal sebelum

8


(25)

menggunakan cara formal. Berarti Pendidikan Matematika Realistik pembelajarannya dimulai dengan masalah yang diarahkan menuju pemecahan masalah secara formal.

Pendidikan Matematika Realistik juga membawa matematika pada pembelajaran yang bermakna dengan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Melalui Pendidikan Matematika Realistik siswa dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran masih berpusat pada guru, siswa belum dijadikan sebagai subjek belajar.

2. Guru jarang memberi informasi mengenai penerapan matematika dalam kehidupan.

3. Rendahnya penguasaan konsep matematika siswa berimplikasi timbulnya kesulitan siswa dalam memahami matematika.

4. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kurang dikembangkan dengan baik.

C. Pembatasan Fokus Penelitian

Agar penelitian ini dapat terarah dan tidak terlalu luas jangkauannya maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pokok bahasan yang akan dijadikan penelitian adalah materi tentang bilangan.

2. Pemecahan masalah yang dimaksud adalah pemecahan masalah teori Polya.

3. Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud adalah kemampuan yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan masalah mencari faktor, faktorisasi prima, faktor prima, FPB dan KPK yang memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan tahapan memahami masalah,


(26)

7

merencanakan pemecahan, menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali.

4. Pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik yang dimaksud adalah berdasarkan pada ide bahwa matematika merupakan aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran ini berdasarkan teori Freudhental.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MI.

2. Bagaimana aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan pendidikan matematika realistik.

E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian

1. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:

a. Mendeskripsikan dan menganalisis pendidikan matematika realistik dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa MI.

b. Mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran menggunakan pendidikan matematika realistik.

2. Manfaat dari penelitian ini yaitu: a. Bagi siswa

1) Mengetahui penerapan matematika dalam kehidupan nyata. 2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa dalam pembelajaran matematika. b. Bagi guru

1) Membantu guru dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pendidikan matematika


(27)

realistik dengan memperhatikan dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2) Meningkatkan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

c. Bagi sekolah

Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi sekolah bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat menggunakan pendidikan matematika realistik sebagai bahan pencapaian hasil belajar yang maksimal.

d. Bagi peneliti

Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan dapat memberikan masukan pembelajaran matematika terutama peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa melalui pendidikan matematika realistik.


(28)

9

BAB II

KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 1. Hakikat Masalah

Suatu pertanyaan akan merupakan suatu permasalahan jika kita tertantang untuk mencari jawabannya. Masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi di mana individu atau kelompok terpanggil untuk melakukan suatu tugas di mana tidak tersedia algoritma yang secara lengkap menentukan penyelesaian masalahnya.1

Menurut Tatag masalah diartikan sebagai situasi atau pertanyaan yang dihadapi seseorang individu atau kelompok ketika mereka tidak mempunyai aturan, algoritma/prosedur tertentu atau hukum yang segera dapat digunakan untuk menentukan jawabannya. Dengan demikian ciri suatu masalah adalah individu menyadari/mengenali suatu situasi (pertanyaan-pertanyaan) yang dihadapi, individu menyadari bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan, langkah pemecahan suatu masalah tidak harus jelas atau mudah ditangkap orang lain.2 Menurut Uhar, masalah secara sederhana sering diartikan sebagai kesenjangan antara apa yang ada (Das sein) dengan apa yang seharusnya (Das sollen).3

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan keadaan seseorang yang tidak sebagaimana mestinya dan orang tersebut tertantang untuk menyelesaikannya. Keadaan tersebut tidak bisa dijawab secara langsung karena harus menyeleksi informasi yang diperoleh dan menentukan cara penyelesaiannya.

1

Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), h. 116.

2

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. (Unesa University Press, 2008), h. 34.

3

Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h. 258.


(29)

2. Jenis-jenis Masalah

Masalah dalam matematika dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Polya mengelompokkan masalah ditinjau dari cara menganalisis masalah tersebut menjadi dua macam, yaitu:4

a. Masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, konkret atau abstrak, termasuk teka-teki.

b. Masalah yang berkaitan dengan membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah dan tidak keduanya.

Lebih lanjut polya mengemukakan bahwa masalah untuk menemukan lebih penting dalam matematika elementer, sedangkan masalah untuk membuktikan lebih penting dalam matematika lanjut.

Kata masalah mengandung arti yang komprehensif, oleh karenanya akan terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melakukan aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan yang membutuhkan suatu cara untuk melakukannya membutuhkan penalaran yang melibatkan ilmu matematika. Karena memang ilmu matematika tumbuh dan berkembang berdasarkan kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan/hidup. Oleh karena itu permasalahan yang kita hadapi dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan masalah translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki.5

Nahrowi Adjie juga membedakan masalah menjadi empat macam, yaitu:

a. Masalah Translasi (Perpindahan)6. Masalah translasi merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk menyelesaikannya perlu

4

Endang, Op. Cit., h. 116-117.

5

Nahrowi Adjie dan R. Deti Rostika, Konsep dasar Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 255.

6


(30)

11

adanya translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke bentuk matematika.

b. Masalah Aplikasi (Penerapan). Masalah aplikasi merupakan penerapan berbagai teori/konsep yang dipelajari pada matematika. Sebagai guru perlu memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan bermacam-macam keterampilan dan prosedur matematik.

c. Masalah Proses. Masalah proses biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan kesempatan pada siswa sehingga dalam diri siswa terbentuk keterampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai situasi.

d. Masalah Teka-Teki. Masalah teka-teki dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan afektif dalam pengajaran matematika.

Dengan contoh-contoh permasalahan yang telah dikemukakan, perlu

kita bedakan antara “masalah” dengan “soal latihan”. Apabila kita

mengajarkan keterampilan matematika, misalnya menuliskan algoritma penjumlahan bilangan bulat dan pecahan desimal, maka siswa berlatih algoritma dalam bentuk simbol. Kegiatan semacam ini lebih baik dikatakan mengerjakan latihan soal. Dalam kegiatan menyelesaikan masalah siswa tidak sekedar mengerjakan algoritma, tetapi mereka menyusun strategi terlebih dahulu sehingga masalah itu dapat diselesaikan. Ariyadi Wijaya mengelompokkan masalah menjadi dua jenis, yaitu:7

a. Masalah rutin (rutin problem)

Masalah rutin (rutin problem) adalah masalah yang cenderung melibatkan hafalan serta pemahaman algoritma dan

7

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h. 58.


(31)

prosedur sehingga masalah rutin dianggap sebagai soal level rendah. Masalah rutin (rutin problem) biasanya merujuk pada soal satu atau dua tahap (one or two-step problem) yang hanya membutuhkan proses reproduksi (yaitu mengulang suatu prosedur) dan menerapkan suatu konsep dan prosedur yang sudah pasti. b. Masalah tidak rutin (non-routine problem)

Masalah tidak rutin dikategorikan sebagai soal level tinggi karena membutuhkan penguasaan ide konseptual yang rumit dan tidak menitikberatkan pada algoritma. Masalah tidak rutin ( non-routine problem) membutuhkan pemikiran kreatif dan produktif serta cara penyelesaian yang kompleks.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, masalah dibedakan berdasakan sudut pandang masing-masing. Pemecahan masalah pada penelitian ini fokus ke masalah teka-teki/non rutin yang penyelesaiannya tidak dapat langsung karena harus melalui proses agar mendapatkan kesimpulan dari permasalahan yang ada.

3. Pemecahan Masalah

Menurut Made hakikat pemecahan masalah adalah melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sebagai seorang pemula (novice) memecahkan suatu masalah.8 Menurut Tatag pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. 9 Menurut Endang pemecahan masalah merupakan suatu proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.10 Sedangkan menurut Robert L. Solso dkk pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/ jalan keluar untuk suatu masalah

8

Made Wena, Startegi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 52.

9

Tatag Yuli Eko, Op. Cit., h. 35.

10


(32)

13

yang spesifik.11 Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan pemecahan masalah adalah usaha seseorang untuk mencari jalan keluar dari situasi yang tidak sebagaimana mestinya.

Penyelesaian masalah secara matematis dapat membantu para siswa meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong mereka dalam menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi. Memperhatikan apa yang akan diperoleh siswa dengan belajar memecahkan masalah, maka wajarlah jika pemecahan masalah adalah bagian yang sangat penting, bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini karena pada dasarnya salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar ia mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-soal matematika, sebagai sarana baginya untuk mengasah penalaran yang cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif.

Beberapa riset mengemukakan bahwa pemecahan masalah itu bagi otak sama seperti latihan aerobik bagi tubuh. Ia menciptakan eksplosi virtual dari aktivitas, menyebabkan hubungan-hubungan terbentuk, neurotransmiters diaktifkan, dan aliran darah meningkat.12 Hal ini berarti pemecahan masalah merupak kemampuan tingkat tinggi karena membutuhkan analisis, logis, dan kritis untuk menyelesaikannya.

4. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kata mampu merupakan kata sifat yang berarti bisa, sanggup melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan.

Kemampuan adalah dapat melakukan sesuatu dengan baik dan terampil. Kemampuan merupakan kesanggupan seseorang dalam melakukan sesuatu usaha atau tindakan sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan juga merupakan perwujudan dari bakat yang telah dilatih melalui proses pembelajaran berupa tindakan yang terencana dan

11

Robert L. Solso, dkk., Psikologi Kognitif. (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 434.

12


(33)

dapat dilakukan pada saat diperlukan. Kemampuan yang dimaksud pada penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

Kemampuan memecahkan masalah matematika siswa dapat diukur menggunakan tes yang berbentuk uraian. Tes ini dapat berupa soal pemecahan masalah yang berfungsi untuk meningkatkan daya pikir atau nalar siswa dalam menginterpretasikan konsep dan ide matematika yang dimiliki siswa. Hal ini penting diberikan dalam pembelajaran matematika, karena pada umumnya soal pemecahan masalah juga dapat digunakan untuk melatih siswa dalam menyelesaikan masalah di kehidupan sehari-hari. Menurut Eka kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dapat ditingkatkan jika peserta didik terbiasa mengerjakan soal-soal nonrutin, soa-soal yang tidak hanya mengandalkan ingatan yang baik saja, tetapi peserta didik juga diharapkan dapat mengaitkan dengan topik lain dalam matematika itu sendiri, dengan mata pelajaran lain dan situasi nyata yang pernah dialaminya atau yang pernah dipikirkannya.13

Seperti yang dikemukakan oleh Fimatesa dkk pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna, yaitu: 14

a. Pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan kembali dalam menemukan kembali dan memahami materi konsep dan prinsip matematika.

b. Pemecahan masalah sebagai suatu kegiatan yang terdiri atas: mengidentifikasikan data untuk memecahkan masalah, membuat model matematika dari suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari, memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah, menginterpretasikan hasil sesuai dengan permasalahan asal, menerapkan matematika secara bermakna.

13Eka Kasag Gordah, “Upaya Guru Meningkatkan Kemampuan K

oneksi dan Pemecahan

Masalah Matematis Peserta Didik melalui Pendekatan Open Ended”, Jurnal Pendidikan dan

Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18 2012 h. 265.

14

Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, Suherman, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas Viii Smpn 8 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 Dengan

Menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri”, Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Vol. 3 No. 2 2014, h. 25.


(34)

15

5. Langkah-langkah dalam Pemecahan Masalah Matematika15

Menurut Polya solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu:

a. Memahami masalah

Langkah ini sangat penting dilakukan sebagai tahap awal dari pemecahan masalah agar siswa dapat dengan mudah mencari penyelesaian masalah yang diajukan. Siswa diharapkan dapat memahami kondisi soal atau masalah yang meliputi mengenali soal, menganalisis soal, dan menterjemahkan informasi yang diketahui dan ditanyakan pada soal tersebut.

b. Merencanakan penyelesaian

Masalah perencanaan ini penting untuk dilakukan karena pada saat siswa mampu membuat suatu hubungan dari data yang diketahui dan tidak diketahui, siswa dapat menyelesaikannya dari pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Langkah perhitungan ini penting dilakukan karena pada langkah ini pemahaman siswa terhadap permasalahan dapat terlihat. Pada tahap ini siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam yang diperlukan termasuk konsep dan rumus yang sesuai. d. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah

dikerjakan

Pada tahap ini siswa diharapkan berusaha untuk mengecek kembali dengan teliti setiap tahap yang telah ia lakukan. Dengan demikian, kesalahan dan kekeliruan dalam penyelesaian soal dapat ditemukan.

15


(35)

6. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Pemecahan Masalah

Tatag menjelaskan faktor yang mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah, yaitu:16

a. Pengalaman awal. Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa memecahkan masalah

b. Latar belakang matematika. Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah

c. Keinginan dari motivasi. Dorongan yang kuat dari dalam diri

(internal), seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA”, maupun

eksternal, seperti diberikan soal-soal yang menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah

d. Struktur masalah. Struktur masalah yang diberikan kepada siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan siswa memecahkan masalah.

7. Keterampilan untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah

Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah antara lain:17

a. Memahami soal, kita harus memahmi dan mengidentifikasi apa fakta atau informasi yang diberikan, apa yang ditanyakan, diminta untuk dicari, atau dibuktikan.

16

Ibid., h. 35-36.

17


(36)

17

SITUASI MASALAH ATAU SOAL NYATA

b. Memilih pendekatan atau strategi pemecahan, dalam memilih pendekatan atau strategi pemecahan, misalkan menggambarkan masalah dalam bentuk diagram, memilih dan menggunakan pengetahuan aljabar yang diketahui dan konsep yang relevan untuk membentuk model atau kalimat metematika.

c. Menyelesaikan model, kita melakukan operasi hitung secara benar dalam menerapkan strategi, untuk mendapatkan solusi dari masalah.

d. Menafsirkan solusi, yaitu kita harus memperkirakan dan memeriksa kebenaran jawaban, masuk akalnya jawaban, dan apakah memberikan pemecahan terhadap masalah semula.

Berikut adalah diagram alur matematika sebagai cara memcahkan masalah yang dikutip dari Pusat Kurikulum Depdiknas seperti berikut ini:

NYATA

ABSTRAK

Penyederhanaan pemeriksaan intrepretasi transformasi

hasil

matematis

Diagram 2.1

Matematika Sebagai Cara Memecahkan Masalah PERUMUSAN

MASALAH

SOLUSI

MODEL MATEMATIKA


(37)

8. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Indikator dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah dalam pemecahan masalah matematika teori polya. Ada 4 indikator yaitu:18

a. Memahami masalah

Siswa dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

b. Merencanakan masalah

Siswa dapat merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika dan juga siswa dapat menerapkan strategi untuk menyelasaikan berbagai masalah.

c. Menyelesaikan masalah

Siswa dapat menyelesaikan perencanaan dengan baik. d. Mengambil kesimpulan.

B. Pendidikan Matematika Realistik

1. Pengertian dan Sejarah Pendidikan Matematika Realistik a. Sejarah Pendidikan Matematika Realistik

Pernyataan “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” menunjukkan bahwa Freudenthal tidak menempatkan

matematika sebagai suatu produk jadi, melainkan sebagai suatu bentu aktivitas atau proses. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengonstruksi konsep matematika. Freudenthal mengenalkan istilah guided reinvention sebagai proses yang dilakukan siswa secara aktif untuk menemukan kembali suatu konsep matematika dengan bimbingan guru. Selain itu Freudenthal tidak menempatkan matematika sekolah

18Fimatesa Windari, Fitrani Dwina, Suherman, “Meningkatkan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa Kelas Viii Smpn 8 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 Dengan Menggunakan Strategi Pembelajaran Inkuiri”, Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Vol. 3 No. 2 2014, h. 25.


(38)

19

sebagai suatu sistem tertutup (closed system) melainkan sebagai suatu aktivitas yang disebut matematisasi.19

Pernyataan Frudenthal bahwa “matematika merupakan suatu bentuk aktivitas manusia” melandasi pengembangan Pendidikan

Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education). Pendidikan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan dalam matematika

di Belanda. Kata “realistik” sering disalahartikan sebagai “real-word”,

yaitu dunia nyata. Banyak pihak yang menganggap bahwa Pendidikan Matematika Realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah sehari-hari.

Penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa belanda “zich realiseren” yang berarti untuk “dibayangkan” atau “to imagine

Pengetahuan informal siswa dapat berkembang menjadi suatu pengetahuan formal (matematika) melalui proses pemodelan. Secara umum, dalam Pendidikan Matematika Realistik dikenal dua macam

model, yaitu “model of” dan “model for”. Ketika bekerja dalam permasalahan realistik, siswa akan mengembangkan alat dan pemahaman matematika (mathematical tools and understanding). Pertama siswa akan mengembangkan alat matematis (mathematical tools) yang masih memiliki keterkaitan dengan konteks masalah. Alat matematis (matematical tools) tersebut bisa berupa strategi atau prosedur penyelesaian. Pemahaman matematis (matematical understanding) terbentuk ketika suatu stategi bersifat general dan tidak terkait pada konteks situasi masalah realistik.20

b. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik

PMR merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa, bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata

19

Ariyadi Wijaya, Op. Cit., hlm. 20.

20


(39)

terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata).21

Matematika realistik merupakan pendekatan belajar mengajar matematika yang memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep matematika. Siswa tidak belajar konsep matematika dengan cara langsung dari guru atau orang lain melalui penjelasan, tetapi siswa membangun sendiri pemahaman konsep matematika melalui sesuatu yang diketahui oleh siswa itu sendiri. Matematika realistik memberi kesempatan siswa mengkonstruk sendiri konsep-konsep matematika melalui sesuatu yang diketahuinya. Dari sesuatu yang diketahui, siswa melakukan, berbuat, mengerjakan, menginterpretasikan, dan semacamnya, yang akhirnya siswa memahami konsep matematika.

Erna dan Tiurlina menjelaskan dalam praktek pembelajaran pendekatan realistik di kelas sangat memperhatikan aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan pemahaman siswa pada matematika formal. De Lange dalam Erna dan Tiurlina mengistilahkan informal mathematics sebagai horizontal mathematization sedangkan matematika formal sebagai vertical mathematization. Menurut Treffers dan Goffree dalam Erna dan Tiurlina dalam proses pematematikaan kita membedakan dua komponen proses matematisasi yaitu horizontal mathematization dan

vertical mathematization. Menurutnya bahwa mula-mula kita dapat mengidentifikasi bagian dari matematisasi bertujuan untuk mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang dinyatakan secara matematika. Melalui penskemaan dan mengidentifikasi matematika khusus ke dalam konteks umum.

Beberapa aktifitas dalam matematisasi horizontal antara lain: 1) Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum. 2) Penskemaan.

21


(40)

21

3) Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda. 4) Penemuan relasi (hubungan).

5) Penemuan keteraturan.

6) Pengenalan aspek isomorphic dalam masalah-masalah yang berbeda.

7) Pentransferan real world problem ke dalam mathematical problem.

8) Pentransferan real world problem ke dalam suatu model matematika yang diketahui.

Segera setelah masalah ditransfer ke dalam masalah matematika, kemudian masalah ini dapat diuji dengan alat-alat matematika, sehingga proses dan pelengkapan matematika dari real worl problem

ditransfer ke dalam matematika.

Beberapa aktifitas yang memuat komponen vertikal matematisasi adalah:

1) Menyatakan suatu hubungan dalam suatu rumus. 2) Pembuktian keteraturan.

3) Perbaikan dan penyesuaian model. 4) Penggunaan model-model yang berbeda.

5) Pengkombinasian dan pengintegrasian model-model. 6) Perumusan suatu konsep matematika baru.

7) Penggeneralisasian.22

2. Prinsip Utama Pendidikan Matematika Realistik

Prinsip-prinsip pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik menurut Gravemeijer adalah:

a. Reinvention

Reinvention adalah prinsip belajar matematika realistik dimana siswa menemukan kembali konsep-konsep matematika melalui

22

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: Upi Press, 2008), h. 134-135.


(41)

bimbingan guru. Siswa memecahkan masalah konteks (contextual problem) dengan cara-cara informal melalui pembuatan model-model kemudian dibimbing oleh guru sampai siswa menemukan konsep-konsep matematika formal. Model adalah jembatan yang menghubungkan siswa dari dunia real (contextual problem) ke konsep-konsep yang akan ditemukannya. Prinsip reinvention menuntut siswa doing mathematics sehingga siswa dapat mempelajari matematika secara aktif dan bermakna.

b. Fenomena didaktik

Fenomena didaktik adalah adanya pemanfaatan konteks sebagai media belajar siswa. Melalui konteks yang dikenal siswa mengembangkan model-model, mulai dari model level rendah atau sederhana (model of) sampai model level tinggi (model for), yang akhirnya siswa sampai menemukan konsep formal matematik. Pemilihan konteks sebagai media awal siswa dalam belajar harus benar-benar nyata atau dipahami siswa. Guru harus memeriksa soal-soal kontekstual yang akan dijadikan media belajar siswa, karena hal ini terkait dengan:

1) Berbagai prosedur informal yang mungkin akan dibuat siswa dan 2) Sesuai tidaknya dengan matematisasi vertical.

c. Model yang dikembangkan searah dengan falsafah constructivisme. Erna dan Tiurlina menjelaskan terdapat lima strategi utama dalam “kurikulum” matematika realistik:23

a. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika b. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi,

skema, dan simbol-simbol

c. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif, artinya siswa memproduksi sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin

23


(42)

23

berupa algoritma, rule, atau aturan), sehingga dapat membimbing para siswa dari level matematika informal menuju matematika formal

d. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika, dan

e. “Intertwinning” (membuat jalinan) antar topik atau antar pokok

bahasan

Kelima prinsip belajar (dan mengajar) menurut filosofi “realistic

diatas inilah yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran matematika.

Dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendekatan matematika realistik berikut ini merupakan rambu-rambu penerapannya:

a. Bagaimana “guru” menyampaikan matematika kontekstual sebagai starting pada pembelajaran.

b. Bagaimana “guru” menstimulasi, membimbing, dan memfasilitasi agar proses algoritma, simbol, skema dan model, yang dibuat oleh siswa mengarahkan mereka untuk sampai kepada matematika formal.

c. Bagaimana “guru” memberi atau mengarahkan kelas, kelompok, maupun individu untuk menciptakan free production,

menciptakan caranya sendiri dalam menyelesaikan soal.

3. Langkah-langkah Pendidikan Matematika Realistik

Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR di bawah ini:24

a. Mempersiapkan kelas

1) Persiapkan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan, misalnya buku siswa, LKS, alat peraga dan lain sebagainya.

24R. Soedjadi, “Inti Dasar–Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia”,

Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 1, No.2, Juli 2007, h. 9-10.


(43)

2) Kelompokkan siswa jika perlu (sesuai dengan rencana).

3) Sampaikan tujuan atau kompetensi dasar yang diharapkan dicapai serta cara belajar yang akan dipakai hari itu.

b. Kegiatan pembelajaran

1) Berikan masalah kontekstual atau mungkin berupa soal cerita. (secara lisan atau tertulis) Masalah tersebut untuk dipahami siswa.

2) Berilah penjelasan singkat dan seperlunya saja jika ada siswa yang belum memahami soal atau masalah kontekstual yang diberikan. Mungkin secara individual ataupun secara kelompok. (Jangan menunjukkan selesaian, boleh mengajukan pertanyaan pancingan. 3) Mintalah siswa secara kelompok ataupun secara individual, untuk

mengerjakan atau menjawab masalah kontekstual yang diberikan dengan caranya sendiri. Berilah waktu yang cukup siswa untuk mengerjakannya.

4) Jika dalam waktu yang dipandang cukup, siswa tidak ada satupun yang dapat menemukan cara pemecahan, berilah guide atau petunjuk seperluya atau berilah pertanyaan yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa LKS ataupun bentuk lain.

5) Mintalah seorang siswa atau wakil dari kelompok siswa untuk menyampaian hasil kerjanya atau hasil pemikirannya (bisa lebih dari satu orang).

6) Tawarkan kepada seluruh kelas untuk mengemukakan pendapatnya atau tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya didepan kelas. Bila ada selesaian lebih dari satu, uangkaplah semua. 7) Buatlah kesepakan kelas tentang selesaian manakah yang diangap

paling tepat. Terjadi suatu negosiasi. Berikanlah penekanan kepada selesaian yang dipilih atau benar.

8) Bila masih tidak ada selesaian yang benar, mintalah siswa memikirkan cara lain.


(44)

25

4. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistis mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang

1) Keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan nyata) dan kegunaan umumnya bagi manusia.

2) Matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.

3) Cara penyelesaian tidak harus tunggal

4) Mengutamakan proses untuk menemukan penyelesaian problem matematika

b. Kekurangan

1) Upaya mengimplementasika PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan.

2) Sebagai contoh siswa tidak lagi mempelajari barang yang sudah jadi, tetapi siswa dengan keaktifan sendiri mengkonstruksi konsep-konsep matematika.

3) Penyelesaian soal-soal kontekstual tidak selamanya mudah, kadang-kadang

4) Dibutuhkan cara yang beragam.

5) Upaya guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara penyelesaian sering mengalami kendala.

C. Pembelajaran FPB dan KPK, Bilangan Prima

1. FPB (Faktor Persekutuan Terbesar)

Jika bilanagn bulat positif r merupakan faktor bilangan bulat posyif p dan q, maka r disebut faktor persekutuan p dan q. Selanjutnya diantara faktor persekutuan dua bilangan bulat tersebut terdapat bilangan yang terbesar, disebut faktor perseketuan terbesar (FPB)


(45)

Contoh

Tentukan FPB dari 14, 28, dan 42. Jawaban

Faktor dari 14 adalah 1, 2, 7, 14 Faktor dari 28 adalah 1, 2, 4, 7, 14, 28 Faktor dari 42 adalah 1, 2, 3, 6, 7, 14, 21, 42 Jadi FPB dari 14, 28, dan 42 adalah 14.

Bilangan 14 adalah bilangan terbesar yang habis membagi 14, 28, dan 42 Berdasarkan contoh tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih adalah bilangan terbesar yang merupakan faktor persekutuan bilangan-bilangan tersebut.

Teknik lain untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih adalah dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima yang dimaksud disini adalah perkalian antar bilangan prima.

Petunjuk untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih dapat dilakukan dengan cara berikut.

a. Faktor bilangan-bilangan yang akan dicari FPB-nya dalam faktor prima.

b. Pilih faktor yang sama.

c. Jika faktor yang sama mempunyai pangkat berbeda-beda, pilihlah faktor dengan pangkat terkecil.

Contoh

Tentukan FPB dari 36 dan 81 Jawaban

36 = 22 x 32 81 = 34

Faktor yang sama, dengan pangkat terkecil 2 Jadi, FPB dari 36 dan 81 adalah 32 = 9


(46)

27

Tentukan FPB dari 45, 75, dan 120 Jawaban

45 = 32 x 5 81 = 3 x 52 120 = 23 x 3 x5

Faktor yang sama 3 dan 5, dengan pangkat terkecilnya 1 Jadi, FPB dari 45, 75 dan 120 adalah 3 x 5 = 15

Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan :

FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih diperoleh dari hasil kali faktor-faktor prima yang sama dengan pangkat terendah. Untuk menentukan FPB bilangan-bilangan yang besar, diperlukan cara lain yang lebih praktis yang didasarkan pada algoritma pembagian dengan berulang.

Contoh

Tentukan FPB dari 7286 dan 1684 Jawaban

7286 = 4 x 1684 + 550, FPB (7286,1684) = FPB (1684, 550) 1684 = 3 x 550 + 34, FPB (1684, 550) = FPB (550, 34) 550 = 16 x 34 + 6, FPB (550, 34) = FPB (34, 6) 34 = 5 x 6 + 4, FPB (34, 6) = FPB (6, 4) 6 = 1 x 4 + 2, FPB (6, 4) = FPB (4, 2)

4 = 2 x 2, FPB (4, 2) = 2

Dengan demikian FPB (7286, 1684) = FPB (4, 2) = 2

Menurut Algoritma pembagian bilangan positif a dan b , a b selalu dapat ditulis sebagai : a = bq + r dengan q bilangan bulat positif, r

bilangan cacah, dari 0  r < b

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita menjumpai soal-soal cerita yang harus menggunakan FPB untuk penyelesaiannya. Soal cerita yang berkaitan dengan FPB dapat berbentuk seperti contoh dibawah ini.


(47)

Tentukan perbandingan luas milik pak sukri dan ibu wati jika luas tanah pak sukri adalah 110m2 dan luas tanah ibu wati 150m2 .

Jawaban

Luas tanah pak sukri ; 110 = 2 x 5 x 11 Luas tanah pak jajang ; 150 = 2 x 3 x 52

Perbandingan luas tanah pak sukri dan luas tanah ibu wati adalah :

150 110

=

10 : 150

10 : 110

=

15 11

atau 11 : 15 2. KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil)

Untuk KPK diperlukan dua bilangan atau lebih. Selanjutnya diantara kelipatan tersebut terdapat kelipatan persekutuan terkecil (KPK).

Contoh

Tentukan kpk dari 6 dan 8 Jawaban

Kelipatan 6 adalah 6, 12, 18, 24, …

Kelipatan 8 adalah 8, 16, 24, … Jadi KPK dari 6 dan 8 adalah 24.

Bilangan 24 adalah bilangan terkecil yang habis dibagi oleh bilangan 6 dan 8

Berdasarkan contoh diatas kita dapat mencari KPK dari dua bilangan atau lebih dengan cara sebagai berikut :

a. Tentukan kelipatan masing-masing bilangan yang akan kita cari KPK-nya.

b. Tentukan kelipatan persekutuan dari bilangan-bilangan itu.

c. Tentukan bilangan terkecil dari kelipatan persekutuan tadi. Bilangan ini merupakan KPK dari bilangan-bilangan tersebut.

KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih adalah bilangan terkecil yang habis dibagi oleh bilangan-bilangan tersebut


(48)

29

Teknik lain untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih adalah dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima yang dimaksud di sini adalah perkalian antarbilangan prima.

Untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Faktorkan bilangan-bilangan yang akan dicari KPK-nya dalam faktor prima.

b. Ambil semua faktor yang ada.

c. Jika ada faktor yang sama dan faktor tersebut mempunyai pangkat yang berbeda-beda ambil faktor yang mempunyai pangkat terbesar. Agar lebih jelas, perhatikan contoh-contoh berikut.

Contoh

Tentukan KPK dari 42 dan 18 Jawaban

42 = 2 x 3 x 7 18 = 2 x 32

KPK dari 42 dan 18 adalah 2 x 3 x 7 = 126 Contoh

Tentukan KPK dari 45, 75, dan 120 Jawaban

45 = 32 x 5 81 = 3 x 52 120 = 22 x 3 x 5

KPK dari 45, 75, 120 adalah 22 x 32 x 52 = 1.800

Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan :

KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih adalah hasil kali semua faktor-faktor prima pada kedua bilangan, jika ada faktor yang sama pilih faktor dengan pangkat tertinggi.

Salah satu cara lain yang dapat digunakan untuk menenutukan KPK pasangan bilangan bulat positif adalah dengan menentukan terlebih dahulu FPB pasangan bilangan tersebut. Setelah itu, KPK ditentukan


(49)

dengan cara membagi hasil kali pasangan bilangan tersebut dengan FPB-nya.

Sesecara singkat dapat kita tulis sebagai : KPK(p,q) =

) , (p q FPB

pxq

Contoh

Tentukan KPK dari 146 dan 124 Jawaban

Kita dapat menghitung dengan cepat seperti berikut. KPK(146,124) = ) 124 , 146 ( 124 146 FPB x = 2 18104 = 9052

Penggunaan KPK sering kita jumpai dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Soal-soal cerita yang berkaitan dengan KPK dapat berbentuk seperti contoh dibawah ini.

Contoh

Tiga orang warga desa mustika jaya bernama supardi, mpmpn, dan toyib diberi tugas ronda (siskamling) oleh ketua RW, supardi bertugas tiap 3 hari sekali, momon tiap 4 hari sekali dan toyib tiap 6 hari sekali. Saat pertama kali pak RW memanggil dan memberi tugas, mereka meronda bersama-sama pada tanggal 17 oktober 2004, pada tanggal berapa mereka bertugas secara bersama-sama lagi untuk kedua kalinya?

Jawaban

Dalam menjawab soal cerita diatas, lita dapat menerapkan prinsip KPK dari 3, 4, dan 6

Ronda pak supardi : 3 = 3 Ronda pak momon : 4 = 22 Ronda pak toyib : 6 = 2 x 3

KPK dari 3. 4, dan 6 adalah 2 x 3 = 12. Hal ini berarti ketiga warga tersebut akan ronda bersama selama 12 hari. Jadi, mereka akan ronda bersama-sama lagi pada tanggal 29 oktober 2004.


(50)

31

Bilangan prima adalah suatu bilangan yang mempunyai tepay dua pembagi, yaitu dirinya sendiri dan satu. Kegunaan mengetahui suatu bilangan prima diantaranya untuk menentukan FPB dan KPK dari satu bilangan atau lebih. Contoh tujuh bilangan prima pertama adalah

2, 3, 5, 7, 11, 13, 17.

Bilangan prima adalah bilangan bulat positif > 1 yang hanya habis dibagi 1 dari bilangan itu sendiri.

Untuk menguji apakah n merupakan bilangan prima atau bukan, kita cukup membagi n dengan sejumlah bilangan, mulai dari 2, 3, .. , bilangan prima 

n

jika n tidak habis dibagi semua bilangan prima tersebut, maka n adalah bilangan prima.

Contoh

Tunjukkan apakah bilangan-bilangan ini merupakan bilangan prima atau bukan

a. 171 b. 199 Jawaban

a. Untuk memeriksa apakah 171 merupakan bilangan prima atau bukan, maka perlu mencoba membagi 171 dengan bilangan-bilangan prima yang kurang dari

171

= 13.077 bilangan-bilangan prima itu adalah 2, 3, 5, 7, 11, dan 13. Karena 171 habis dibagi 3, maka 171 bukan merupakan bilangan prima.

b. Untuk memeriksa apakah 199 merupakan bilangan prima atau bukan, maka perlu mencoba membagi 199 dengan bilangan-bilangan prima yang kurang dari 199 dengan bilangan-bilangan prima yang kurang dari

199

= 14, 107 bilangan-bilangan prima adalah 2, 3, 5, 7, 11, dan 13. Karena tidak ada bilangan-bilangan prima tersebut yang membagi 199, maka 199 merupaka bilangan prima.


(51)

Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan :

Jika bilangan bulat positif n . 1 tidak mempunayi faktor prima yang urang dari atau sama dengan

n

, maka n suatu bilangan prima.25

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu hasil penelitian yang berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan pendidikan matematika realistik diantaranya adalah hasil penelitian yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP” pada tahun 2007 oleh Diyah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa PMR lebih efektif daripada pembelajaran konvensional pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP.26

Penelitian Effie Effrida Muchlis pada tahun pelajaran 2010/2011

dengan judul “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI) Terhadap Perkembangan Kemampuan Pemecahan Masalah

Siswa Kelas II SD Kartika 1.10 Padang”. Berdasarkan hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan dalam bentuk quasy experiment yang didukung dengan data kualitatif, dapat diambil kesimpulan bahawa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang belajar dengan pendekatan PMRI lebih baik secara signifikan dari pada siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional.27

Penelitian yang dilakukan Hanny Fitriana pada tahun 2010 dengan judul “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik terhadap

25

Esti Yuli Widayanti dkk, Pembelajaran Matematika MI, (Surabaya: Aprinta, 2009), h. 7-8 – 7-12

26 Diyah, “Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) Pada Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMP”, Skripsi pada Universitas Negeri

Semarang, Semarang, 2007, h. 86.

27Effie, Efrida Muchlis, “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMRI)

Terhadap Perkembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas II SD Kartika 1.10


(52)

33

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”. Berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata nilai hasil belajar siswa dengan menggunaka pendidikan matematika realistik yaitu 31,00 lebih besar dari rata-rata nilai hasil belajar siswa dengan menggunakan model konvensial yaitu 19,50. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok eksperimen lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok kontrol.28

Dari beberapa penelitian diatas dengan penelitian ini memiliki perbedaan yaitu pada metodologi penelitian yang dilakukan. Effie Efrida Muchlis dan Hanny Fitriana menggunakan jenis penelitian kuantitatif yang dilakukan dalam bentuk quasy experiment yang didukung dengan data kualitatif sedangkan persamaannya terletak pada kemampuan pemecahan masalah dan pendekatan yang dilakukan menggunakan pendidikan matematika realistik.

E. Kerangka Berpikir

Hakikat pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan oleh guru kepada siswa-siswi untuk membangun pemahaman terhadap matematika. Proses pembangunan pemahaman inilah yang lebih penting dari hasil belajar sebab pemahaman akan lebih bermakna kepada materi yang akan dipelajari.

Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai oleh siswa adalah kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan memecahkan masalah ini sangat penting bagi siswa sebab dapat membantu siswa dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan memecahkan masalah ini lebih kompleks dibandingkan dengan kemampuan intelektual lainnya

28

Hanny Fitriana, “Pengaruh Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2010, h. 60.


(53)

sehingga diperlukan suatu aturan yang kompleks sebagai pendukung upaya penyelesaiannya. Aturan ini diperoleh melalui pengembangan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Siswa SD/MI berada pada tahap Operasional Konkret. Berdasarkan usia perkembangan kognitif ini, siswa SD masih terikat dengan objek konkrit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media, dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan guru. Selain itu, untuk membuat suatu materi mengendap lama dalam memori siswa, diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian.

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) menghadirkan suatu proses membangun pemahaman siswa terhadap materi matematika dengan menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Pada proses pembelajaran dengan PMR, siswa menjadi fokus dan lebih aktif dari semua aktivitas dalam proses belajar mengajar di kelas. Pengalaman belajar yang diperoleh siswa melalui kegiatan bertindak, mencari dan menemukan sendiri tidak mudah dilupakan. Selain memberikan ilmu pengetahuan, guru juga menciptakan situasi belajar yang mengarahkan siswanya untuk berani bertanya, berani mengemukakan pendapat, menghargai pendapat temannya, dan menemukan sendiri fakta atau konsep yang dipelajari. Dengan demikian, pendekatan PMR dapat memberikan pengalaman kepada siswa untuk menemukan kembali atau jika mungkin menemukan hal-hal baru dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan penalaran yang telah dimiliki sebelumnya.


(54)

35

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa salah satunya adalah melalui pendidikan matematika realistik. Berikut adalah diagramnya:

Penelitian Tindakan Kelas melalui

Pendidikan Matematika Realistik

Reinvention

Fenomena didaktik

Konstruktivisme Interkatif Intertwining

Diagram 2.2 Kerangka Berpikir

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dijabarkan diatas maka dalam penelitian dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut:

Memahami masalah

Merencanakan penyelesaian

Melakukan pengerjaan

Membuat kesimpulan 1. Pembelajaran tidak bervariasi

2. Penerapan matematika yang kurang 3. Penguasaan matematika yang rendah 4. Kemampuan pemecahan masalah

yang kurang diasah

Kemampuan pemecahan masalah yang masih rendah


(55)

1. Melalui penerapan pendidikan matematika realistik maka kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada konsep FPB dan KPK dapat ditingkatkan.

2. Melalui penerapan pendidikan matematika realistik maka aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat ditingkatkan.


(56)

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di SD Islam Al Syukro Universal Ciputat yang beralamat di Jl. Otista Raya Gg. H. Maung No. 30 Ciputat Timur Tangerang Selatan dan dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih proposional.1 Metode ini berusaha mengkaji dan merefleksikan suatu pendekatan atau strategi pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan proses dan produk pelajaran di kelas.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian kelas yaitu mencoba mengatasi kesulitan yang dialami oleh studi tindakan (action research) dengan menjaga pekerjaan tetap konsistensi terhadap dasar teori tertentu dan mengembangkan penelitian yang tidak terjangkau oleh penelitian standar yaitu kehidupan nyata didalam kelas sebagai dunia mikro pendidikan yang dicoba diungkapkan menggunakan metodologi tertentu dengan melihatnya sebagai upaya mengkonstruksi pengetahuan.2

PTK dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri empat tahap yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan melakukan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk merevisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum berhasil memecahkan masalah yang menjadi kerisauan guru. Setelah siklus ini berlangsung beberapa kali barangkali perbaikan

1

Ruswandi Hermawan, Metode penelitian sekolah dasar, (Bandung: UPI Press, 2007), h. 79.

2


(57)

yang diinginkan sudah terjadi. Dalam hal ini daur PTK dengan tujuan perbaikan yang direncanakan sudah berakhir namun biasanya akan muncul kembali masalah atau kerisauan baru dari guru. Masalah ini akan kembali dipecahkan dengan mengikuti daur PTK. Jika guru melakukan hal ini berarti guru sedang mengembangkan kemampuan profesionalnya secara sistematis.

Langkah merencanakan merupakan langkah pertama dari setiap kegiatan. Tanpa rencana, kegiatan yang kita lakukan tidak akan terarah atau sering disebut

“ngawur” atau sembarangan. Rencana akan menjadi acuan dalam melaksanakan

tindakan. Melakukan tindakan sebagai langkah yang kedua merupakan realisasi dari rencana yang kita buat. Tanpa tindakan, rencana hanya merupakan angan-angan yang tidak pernah menjadi kenyataan. Selanjutnya, agar tindakan yang kita lakukan dapat kita ketahui kualitasnya (misalnya apakah sudah sesuai dengan rencana), kita perlu melakuakan pengamatan. Berdasarkan pengamatan ini kita akan dapat menentukan apakah ada hal-hal yang harus segera diperbaiki agar tindakan dapat mencapai tujuan yang kita inginkan. Jika pengamatan dilakukan selama proses tindakan berlangsung, maka refleksi sebagai tindakan keempat kita lakukan setelah tindakan berakhir. Kita akan mencoba melihat/merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan dan apa dampaknya bagi proses belajar siswa. Yang lebih penting pula kita akan merenungkan alasan kita melakukan satu tindakan dikaitkan dengan dampaknya. Dengan cara ini kita akan dapat mengenal kekuatan dan kelemahan dari tindakan yang kita lakukan.

Keempat tahap diatas merupakan satu siklus atau daur. Oleh karena itu, setiap tahap akan berulang kembali. Setiap tahap dapat terdiri dari atau didahului oleh beberapa langkah, misalnya langkah merencanakan didahului oleh munculnya masalah yang diidentifikasi oleh guru.3

Prosedur pelaksanaan PTK terdiri dari rangkaian beberapa siklus yang berulang. Siklus adalah suatu putaran kegiatan yang beruntun yang kembali ke langkah semula.4 Setiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action), pengamatan/observasi (observation),

3

Ibid, h. 87-88.

4

Suharsimi Arikunto dkk., Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), Cet. XII, h. 20.


(58)

39

dan refleksi (reflection). Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai berdasarkan indikator keberhasilan kerja. Berikut ini deskripsi dari empat tahap kegiatan tersebut:

1. Perencanaan (planning)

Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan.5Setelah mengamati kondisi real pembelajaran yang terjadi di kelas kemudian peneliti mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang terjadi di kelas. Selanjutnya peneliti merencanakan tindakan apa yang hendak dikenakan terhadap subjek penelitian. Pada tahap perencanaan melalui kegiatan:

a. Mengembangkan perangkat pembelajaran, merancang skenario pembelajaran, merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). b. Merancang instrumen penelitian.

2. Pelaksanaan Tindakan (Action)

Pada tahap pelaksanaan tindakan, rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran akan diterapkan. Rincian tindakan itu menjelaskan langkah demi langkah kegiatan yang akan dilakukan, kegiatan yang seharusnya dilakukan guru, kegiatan yang diharapkan siswa, rincian jenis media pembelajaran yang akan digunakan dan cara menggunakannya dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk pengumpulan data atau pengamatan.

3. Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini peneliti bekerja sama dengan guru kolaborator. Guru kolaborator melakukan pengamatan dan mendokumentasikan semua proses yang terjadi dalam tindakan pembelajaran, baik kelemahan dan model pembelajaran, kesesuaian antara tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang berbeda dengan yang diharapkan. Selain itu guru kolaborator memberikan penilaian terhadap instrumen penelitian.

5


(59)

4. Refleksi (Reflection)

Peneliti berserta guru kolaborator mengevaluasi tindakan penelitian yang telah dilakukan, baik itu kelemahan model pembelajaran, ketidaksesuaian antara tindakan dengan skenario pembelajaran, maupun respon subjek penelitian yang berbeda dengan yang diharapkan. Hasil yang diperoleh dalam siklus ini dibandingkan dengan indikator keberhasilan kinerja, apakah sudah mencapai keberhasilan kinerja yang diharapkan atau belum, jika belum hasil evaluasi ini menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan hal apa saja yang perlu diperbaiki dalam siklus selanjutnya Adapun bagan dari desain penelitian di atas adalah sebagai berikut:6

Diagram 3.1 Alur PTK

6

Ibid., h. 74.

Permasalahan Perencanaan

tindakan I

Pelaksanaan tindakan I

Pengamatan / pengumpulan data Refleksi I

Permasalahan baru hasil

refleksi

Perencanaan tindakan II

Pelaksanaan tindakan II

Pengamatan / pengumpulan

data Refleksi II

Permasalahan


(1)

ini tidak kurang dari 800 anak bersekolah di TK, SD dan SMP Islam Al Syukro Universal.

SEKILAS JEJAK PERGURUAN ISLAM AL SYUKRO UNIVERSAL “Belanjakanlah sebagian hartamu di jalan Allah” adalah amanah yang disampaikan oleh Rasulullah ini telah membangun kesadaran keluarga almarhum Bapak Drs. H. Oskar Suryaatmadja untuk mewakafkan sebagain harta titipan Allah, guna memfasilitasi pembangunan mental spiritual generasi muda Islam dan umat Islam pada umumnya.

Diawali dengan mengadakan pengajian bulanan yang dilaksanakan di Jalan Puri Mutiara 1/9 Cipete Jakarta Selatan, timbul niat untuk melaksanakan dan mengembangkan pendidikan berwawasan Islam. Pada tahun 1996 niat ini diwujudkan dengan mendirikan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) dan Taman Bermain (Kelompok Bermain – KB) untuk anak-anak prasekolah di Jalan Puri Mutiara 1/9 Cipete Jakarta Selatan. Pendidikan prasekolah ini berkembang dengan baik di bawah bimbingan Ibu Hj. O. Salim, banyak orang tua yang mempercayakan putra-putrinya untuk mengikuti pendidikan prasekolah di tempat ini.

Banyak orang tua yang sudah percaya dengan pelaksanaan pendidikan yang dilakukan, dan atas desakan orang tua siswa untuk kelanjutan pendidikan putra-putrinya maka setahun kemudian didirikanlah Taman Kanak-kanak Islam (TK), Sekolah Dasar Islam (SD) dan Sekolah Menengah Pertama Islam (SMP) di atas tanah seluas 2,8 Ha yang berlokasi di Gg. H. Maung Jalan Otto Iskandardinata Ciputat dengan nama AL SYUKRO.

TK, SD dan SMP Islam Al Syukro di Ciputat terus berkembang menjadi lembaga pendidikan Islam yang menjadi pilihan bagi masyarakat di sekitar Ciputat, Pamulang, Pondok Cabe, Lebak Bulus, Sawangan, Bintaro, dan sekitarnya. Dalam setiap penilaian yang dilaksanakan Dinas Pendidikan setempat, Sekolah Islam Al Syukro Universal selalu mendapatkan akreditasi “A”.


(2)

218 Lampiran 37


(3)

(4)

(5)

(6)

222 Lampiran 38

RIWAYAT PENULIS

Rohayatun, Lahir di Pemalang 19 September 1994. Anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Saapi dan Ibu Kusnaeni. Ia memiliki dua orang kakak bernama Asrori dan Saefudin dan satu orang adik bernama Muzaki. Pada umur yang ke lima tahun, gadis yang biasa dipanggil “Atun” ini disekolahkan di TK Putra III Randudongkal. Diumurnya yang keenam tahun bersekolah di SDN XI Randudongkal Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang Jawa Tengah. Saat duduk di bangku Sekolah Dasar, gadis ini adalah seorang yang pendiam. Tamat dari Sekolah Dasar ia meneruskan sekolahnya ke SMP Islam Randudongkal yang letaknya tidak jauh dari SDN XI Randudongkal. Kemudian lulus dari SMP Islam Randudongkal ia melanjutkan ke SMA N 1 Randudongkal yang letaknya bersampingan dengan SMP Islam Randudongkal. Semasa sekolah ia tidak diizinkan oleh Ibunya sekolah jauh, hanya boleh sekolah di lingkungan kecamatan Randudongkal saja. Setelah lulus SMA ibunya baru memberi izin untuk sekolah di luar kecamatan, bahkan jauh dari tempat tinggalnya yaitu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ia mengemban ilmu di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Demi menggapai gelar sarjana, mahasiswi ini gigih dalam menuntut ilmu selama masa perkuliahan dan saat melakukan penelitian tak mengenal lelah dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pendidikan Matematika Realistik pada Konsep FPB dan KPK.