108
paramedis adalah pelamar perempuan. Sementara karyawan laki-laki yang bekerja di RSIA. Stella Maris ditempatkan di bagian non-medis seperti bagian IT,
Finance, HRD, Marketing, dll.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut ini, yaitu:
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir Jumlah orang
Persentase
AkademiDiploma 112
81,2 S1
26 18,8
Total 138
100
Sumber: Hasil Pengolahan data primer kuesioner, data diolah 2016.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki pendidikan terakhir AkademiDiploma sebanyak 112 orang 81,2 dan jumlah
responden yang memiliki pendidikan S1 sebanyak 26 orang 18,8. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar paramedis RSIA. Stella Maris kota Medan
memiliki pendidikan terakhir AkademiDiploma. Hal ini dikarenakan para responden sebagian besar berprofesi sebagai perawat dan bidan yang berasal dari
akademi keperawatan dan kebidanan. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya presentase paramedis yang berpendidikan terakhir
AkademiDiploma dikarenakan tingkat pendidikan AkademiDiploma merupakan syarat minimal pendidikan yang dibutuhkan oleh paramedis RSIA. Stella Maris
kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
109
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Karakteristik responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini, yaitu:
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja Jumlah orang
Persentase
1 tahun 17
12,3 1
≤ 2 tahun 21
15,2 2
≤ 4 tahun 18
13,0 4
≤ 6 tahun 46
33,3 6 tahun
36 26,1
Total 138
100
Sumber: Hasil Pengolahan data primer kuesioner, data diolah 2016.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki masa kerja 1 tahun sebanyak 17 orang 12,3, masa kerja 1
≤ 2 tahun sebanyak 21 orang 15,2, masa kerja 2
≤ 4 tahun sebanyak 18 orang 13,0, masa kerja 4 ≤ 6 tahun sebanyak 46 orang 33,3, dan masa kerja 6 tahun sebanyak 36 orang
26,1. Hal ini menunjukkan bahwa paramedis yang telah bekerja antara 4 sampai dengan 6 tahun yang memiliki jumlah paling banyak, yang berarti bahwa
paramedis RSIA. Stella Maris memiliki loyalitas yang cukup tinggi untuk tetap bekerja di rumah sakit tersebut dalam jangka waktu yang lumayan lama.
Universitas Sumatera Utara
110
4.2.2 Metode Analisis Statistik
Analisis ini bertujuan untuk melihat persentase responden dalam memilih kategori tertentu.
4.2.2.1 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Seleksi X
1
Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Seleksi X
1
No 1
STSS 2
3 4
5 6
7 SSS
Total Rata-
rata F F
F F
F F
F F
1 2
1,4 17 12,3 54 39,1 50 36,2 15 10,9 138 100
5,43 2
9 6,5
33 23,9 48 34,8 37 26,8 11 8,0
138 100 5,06
3 6
4,3 36 26,1 70 50,7 26 18,8 138 100
5,84 4
9 6,5
42 30,4 46 33,3 41 29,7 138 100 5,86
5 54 39,1 62 44,9 22 15,9 138 100
5,77 6
11 8,0
50 36,2 59 42,8 18 13,0 138 100 5,61
7 14 10,1 44 31,9 41 29,7 31 22,5
8 5,8
138 100 4,82
8 2
1,4 5
3,6 29 21,0 69 50,0 33 23,9 138 100
5,91 9
4 2,9
50 36,2 73 52,9 11 8,0
138 100 5,66
10 1
0,7 7
5,1 45 32,6 64 46,4 21 15,2 138 100
5,70
Total Rata-rata 5,56
Sumber: Hasil Pengolahan data primer kuesioner, data diolah 2016.
Berdasarkan data pada Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa: 1.
Pada pernyataan “umur para pelamar menjadi pesryaratan utama untuk diterima bekerja”, sebagian besar responden sebanyak 54 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari lebih banyaknya paramedis yang diterima bekerja yaitu sebanyak 106 orang yang berusia antara 20 tahun
sampai dengan 30 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa rumah sakit lebih memilih tenaga kerja yang memiliki usia produktif yaitu dibawah 30 tahun.
Sementara, 2 orang responden menyatakan kurang setuju karena masih terdapatnya paramedis yang berusia 41-50 tahun sebanyak 4 orang, yang
Universitas Sumatera Utara
111
berarti bahwa rumah sakit bisa saja menerima tenaga kerja yang tergolong tidak muda lagi namun memiliki kualifikasi yang sangat baik.
2. Pada pernyataan “jenis kelamin seseorang sangat mempengaruhi diterima atau
tidaknya para pelamar”, sebagian besar responden sebanyak 48 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari jumlah seluruh paramedis di
rumah sakit tersebut yang berjenis kelamin perempuan, karena pihak rumah sakit merasa bahwa paramedis perempuan cenderung lebih rapi, sabar, dan
teliti dalam bekerja sehingga mereka lebih memilih calon karyawan perempuan untuk diterima bekerja. Sementara, 9 orang responden
menyatakan kurang setuju karena mereka berpendapat bahwa lebih banyaknya paramedis perempuan yang diterima dikarenakan hampir seluruh pelamar
perempuan memenuhi kualifikasi pekerjaan dibandingkan pelamar pria, bukan semata-mata ditentukan berdasarkan jenis kelamin.
3. Pada pernyataan “pendidikan terakhir saya menjadi persyaratan dasar untuk
diterima bekerja”, sebagian besar responden sebanyak 70 orang setuju dengan pernyataan tersebut, karena untuk paramedis pendidikan terakhir yang mereka
syaratakan adalah AkademiDiploma maka dari itu sebagian besar paramedis berpendidikan AkademiDiploma. Sementara, 6 orang responden menyatakan
netral karena mereka berpendapat bahwa ada beberapa paramedis yang diterima memiliki pendidikan S1 yang justru menjadi bahan pertimbangan
tambahan bagi pelamar tersebut untuk diterima bekerja. 4.
Pada pernyataan “saya diterima bekerja di rumah sakit ini karena keadaan fisik saya yang baik”, sebagian besar reponden sebanyak 46 orang setuju dengan
Universitas Sumatera Utara
112
pernyataan tersebut, hal itu terlihat dari sangat sedikitnya paramedis yang tidak masuk bekerja karena sakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
paramedis memiliki kondisi fisik yang sangat baik sehingga sangat jarang berhalangan hadir untuk bekerja. Sementara, 9 orang responden menyatakan
netral karena mereka berpendapat bahwa sangat jarang sekali terjadi penolakan calon tenaga kerja dikarenakan kondisi atau keadaan fisik mereka
yang kurang baik. 5.
Pada pernyataan “saya diterima bekerja karena keahlian yang saya miliki di suatu bidang tertentu”, hampir seluruh responden setuju dengan pernyataan
tersebut karena sebagai paramedis yang mana pekerjaan mereka berhubungan langsung dengan manusia, sehingga sangat diperlukannya keahlian-keahlian
dalam bidang pekerjaan mereka masing-masing seperti technical skills yaitu kemampuan untuk mengaplikasikan metode, atau teknik sepesifik dalam
bidang spesialisasi tertentu contohnya seorang ahli bedah, kemudian conceptual skills yaitu kemampuan untuk memandang dan memahami suatu
persoalan, issue, atau organisasi secara keseluruhan dan mengkoordinasikan serta memadukan semua bagian-bagian yang saling terkait untuk kepentingan
atau kegiatan organisasi, dan yang terakhir soft skills yaitu kemampuan mengelola diri sendiri dan bersosialisasi dengan orang lain, demi terhindarnya
kesalahan yang mungkin terjadi diakibatkan karena kurangnya keahlian seseorang.
6. Pada pernyataan “pengalaman menjadi salah satu persyaratan khusus yang
yang harus dipenuhi para pelamar”, sebagian besar responden sebanyak 59
Universitas Sumatera Utara
113
orang setuju dengan pernyataan tersebut, karena cukup banyak responden yang sudah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya minimal selama 1
tahun. Sementara, 11 orang menyatakan netral karena cukup banyak juga paramedis yang tidak memiliki pengalaman bekerja fresh graduate diterima
di rumah sakit tersebut karena dinilai paramedis yang memiliki pengalaman sebelumnya pasti menuntut gaji yang lebih besar dibandingkan yang tidak
berpengalaman. 7.
Pada pernyataan “saya diterima di rumah sakit ini karena keterampilan yang saya miliki”, sebagian besar responden sebanyak 44 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari semakin berkurangnya kesalahan- kesalahan saat bekerja yang dilakukan paramedisnya yang berarti bahwa
rumah sakit lebih memilih pelamar yang memiliki keterampilan seperti keterampilan teknis yaitu kecekapan melakukan aktivitas pekerjaan yang
berhubungan dengan bidang khusus, keterampilan konseptual yaitu kemampuan memandang dan memahami suatu perosoalan, dan keterampilan
non-teknis yaitu kemampuan dalam mengelola diri sendiri yang meliputi pola pikir, sistem kepercayaan, kematangan emosi, dan kepercayaan diri seseorang,
dibandingkan yang tidak memiliki keterampilan. Sementara, 14 orang menyatakan kurang setuju karena mereka menyatakan bahwa mereka
mendapatkan keterampilan yang diinginkan pihak rumah sakit justru dari pelatihan yang diselenggarakan oleh rumah sakit.
8. Pada pernyataan “penampilan yang baik merupakan salah satu faktor
diterimanya saya bekerja”, sebagian besar responden sebanyak 69 orang setuju
Universitas Sumatera Utara
114
dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari paramedis yang bekerja disitu selalu memiliki penampilan yang rapi, bersih, dan wangi karena pekerjaan
mereka yang berhadapan langsung dengan pasien mengharuskan mereka memiliki penampilan yang baik sehingga pasien tidak ragu terhadap kualitas
pekerjaan mereka. Sementara, 2 orang menyatakan kurang setuju karena banyak faktor lain yang mereka anggap lebih diutamakan dalam penerimaan
calon paramedis dibandingkan faktor penampilan. 9.
Pada pernyataan “kemampuan mengendalikan emosi merupakan persyaratan khusus dalam seleksi”, sebagian besar responden sebanyak 73 orang setuju
dengan pernyataan tersebut, karena pengendalian emosi yang baik sangat dibutuhkan pada pekerjaan yang memiliki resiko tingkat kesalahan terjadi
yang sangat tinggi seperti di rumah sakit tersebut sehinnga paramedisnya diharapkan dapat mengendalikan emosi secara baik agar kesalahan yang
mungkin terjadi dapat dihindari. Sementara, 4 orang menyatakan netral karena bukan hanya seorang paramedis yang membutuhkan pengendalian
emosi yang baik namun seluruh pekerja pada posisi apapun memang sudah seharusnya mengendalikan emosi mereka saat bekerja.
10. Pada pernyataan “karakter pelamar menjadi salah satu persyaratan khusus
diterima atau tidaknya calon karyawan”, sebagian besar responden sebanyak 64 orang setuju dengan pernyataan tersebut, karena dengan pekerjaan mereka
yang mengharuskan berhubungan langsung dengan para pasien menuntut mereka memiliki karakter yang mampu bersosialisasi antar karyawan, menjadi
pribadi yang ramah, baik, dan sopan keada pasien. Sementara, 1 orang
Universitas Sumatera Utara
115
menyatakan kurang setuju karena karakter seseorang tidak dapat terlihat secara jelas, karakter seseorang baru dapat dilihat dengan jelas dalam kurun
waktu yang cukup lama sehingga tidak cukup akurat jika digunakan sebagai persyaratan penerimaan calon tenaga kerja.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui rata-rata jawaban responden terhadap variabel seleksi. Agar lebih mempermudah penilaian dari rata-rata
tersebut, maka perlu dibuat interval. Dalam penelitian ini, banyak kelas interval sebesar 7 tujuh. Rumus yang digunakan menurut Sudjana 2000:47 adalah
sebagai berikut: Panjang Kelas Interval =
������� ������ ����� ��������
Berdasarkan rumus di atas maka panjang kelas interval adalah : Panjang Kelas Interval =
7 −1
7
= 0,85 Maka kriteria dari penilaian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6 Interpretasi Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap Seleksi
X
1
Nilai Keterangan
1,00 - 1,85 Sangat Rendah Sekali
1,86 – 2,71 Sangat Rendah
2,72 – 3,57 Rendah
3,58 – 4,43 Sedang
4,44 – 5,29 Tinggi
5,30 – 6,14 Sangat Tinggi
6,15 – 7,00 Sangat Tinggi Sekali
Sumber : Sudjana 2000:47, data diolah 2016.
Dari hasil jawaban responden dapat dilihat bahwa rata-rata jawaban responden mengenai seleksi sebesar 5,56 yang artinya bahwa semua paramedis
RSIA. Stella Maris menganggap pemenuhan kualifikasi seleksi sudah sangat
Universitas Sumatera Utara
116
tinggi, yang dapat dilihat dari tingginya rata-rata perolehan pada persyaratan pendidikan, yang mana pendidikan yang disyaratkan untuk seorang paramedis
yaitu AkademiDiploma, tingginya rata-rata perolehan yang juga didapat yaitu pada persyaratan keadaan fisik, dimana rumah sakit lebih mengutamakan pelamar
dengan kondisi fisik yang baik sehingga ketika bekerja akan terhindar dari seringnya absen karena sakit. Pada persyaratan keahlian juga memperoleh rata-
rata yang cukup tinggi dimana rumah sakit memerlukan keahlian-keahlian seperti technical skills, conceptual skills, dan soft skills. Kemudian, pengalaman untuk
menjadi seorang paramedis juga sering diperhitungkan seperti pada divisi kebidanan dan keperawatan yang mengharuskan paramedisnya memiliki
pengalaman minimal 1 tahun. Penampilan seorang paramedis juga sangat dituntut untuk rapi, bersih, dan wangi karena pekerjaan mereka berhubungan langsung
dengan pasien maka ketika seseorang memiliki penampilan yang baik, secara tidak langsung akan timbul kepercayaan pada paramedis tersebut. Seorang
paramedis juga harus memiliki pengendalian emosi yang baik karena pekerjaan yang mereka miliki sangat rentan dengan resiko sehingga paramedis harus sebaik
mungkin dalam mengendalikan emosi mereka sewaktu bekerja. Terakhir, perolehan rata-rata yang tinggi yaitu berkaitan dengan karakter seseorang, dimana
paramedis harus memiliki karakter mampu bersosialisasi antar karyawan, mampu menjadi pribadi yang ramah, baik, dan sopan kepada pasien. Maka, dapat
diartikan bahwa semua kualifikasi tersebut dapat mempengaruhi kesalahan- kesalahan saat bekerja yang mungkin terjadi yang disebabkan oleh pekerjanya.
Universitas Sumatera Utara
117
4.2.2.2 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Penempatan X
2
Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Penempatan X
2
No 1
STSS 2
3 4
5 6
7 SSS
Total Rata-
rata F F
F F
F F
F F
1 1
0,7 6
4,3 32 23,2 48 34,8 51 37,0 138 100
6,03 2
10 7,2 26 18,8 54 39,1 43 31,2 5
3,6 138 100
5,05 3
1 0,7 3
2,2 26 18,8 38 27,5 52 37,7 18 13,0 138 100 5,38
4 9
6,5 31 22,5 45 32,6 39 28,3 14 10,1 138 100 5,13
5 32 23,2 73 52,9 33 23,9 138 100
6,01 6
2 1,4
31 22,5 54 39,1 51 37,0 138 100 6,12
7 7
5,1 21 15,2 48 34,8 38 27,5 24 17,4 138 100 5,37
8 8
5,8 29 21,0 57 41,3 37 26,8 7
5,1 138 100
5,04 9
4 2,9 16 11,6 41 29,7 61 44,2 16 11,6 138 100
5,50 10 0
2 1,4 14 10,1 35 25,4 71 51,4 16 11,6 138 100
5,62
Total Rata-rata 5,52
Sumber: Hasil Pengolahan data primer kuesioner, data diolah 2016.
Berdasarkan data pada Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa: 1.
Pada pernyataan, “penempatan saya sesuai dengan pendidikan yang disyaratakan”, sebagian besar responden sebanyak 51 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari pendidikan yang disyaratkan untuk seorang paramedis yaitu minimal berpendidikan AkademiDiploma.
Sementara, 1 orang menyatakan kurang setuju karena penempatan seseorang tidak hanya dilihat dari pendidikan saja, namun banyak faktor lain yang dapat
dilihat. 2.
Pada pernyataan “penempatan pekerjaan saya mempertimbangkan pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti”, sebagian besar responden sebanyak 54
orang setuju dengan pernyataan tersebut, karena keahlian-keahlian seseorang dalam bekerja tidak hanya diperoleh dari pendidikan saja, tapi dengan
seringnya mengikuti pelatihan seperti pelatihan manajemen asuhan
Universitas Sumatera Utara
118
keperawatan maternitas dan manajemen asuhan keperawatan anak, maka keahlian seseorang dalam bekerja akan semakin tinggi lagi. Sementara, 10
orang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena justru sering kali rumah sakit yang menyelenggarakan pelatihan-pelatihan kepada
calon paramedisnya sebelum ditempatkan. 3.
Pada pernyataan “posisi dan pekerjaan yang dibebankan pada saya dilihat dari pengalaman kerja sebelumnya”, sebagian besar responden sebanyak 52 orang
setuju dengan pernyataan tersebut, karena cukup banyak paramedis yang sudah pernah menjadi paramedis juga sebelum bekerja di rumah sakit tersebut.
Sementara, 1 orang tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena masih ada beberapa paramedis yang diterima bekerja namun belum memiliki
pengalaman bekerja sebelumnya. 4.
Pada pernyataan “lamanya masa kerja sebelumnya menjadi salah satu syarat penempatan” sebagian besar responden sebanyak 45 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari masa kerja yang disyaratkan untuk bagian keperawatan dan kebidanan minimal 1 tahun. Sementara, 9 orang
kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena pada bagian farmasi dan laboratorium pelamar yang belum memiliki pengalaman fresh graduate
dapat diterima bekerja. 5.
Pada pernyataan “tingkat kecerdasan saya sesuai dengan posisi yang diberikan pada saya”, hampir seluruh responden setuju dengan pernyataan tersebut
karena sebagai seorang paramedis sangat diharuskan memiliki banyak kecerdasan seperti kecerdasan mengolah kata yaitu kecerdasan dalam
Universitas Sumatera Utara
119
menggunakan bahasa lisan maupun tulisan dan kemampuan berbahasa dengan baik dan efektif, kecerdasan logika yaitu kecerdasan yang mengacu pada
penalaran, logika, dan mengolah angka dengan baik, kecerdasan intrapersonal yaitu kecerdasan dalam memahami perasaan orang lain, kecerdasan
interpersonal yaitu keceradasan dalam mengenali emosi diri sendiri, dan kecerdasan intuitif yaitu keceradasan yang dimiliki seseorang dengan tingkat
insting yang baik. 6.
Pada pernyataan “kemampuan saya dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan posisi saya saat ini”, sebagian besar responden sebanyak 54 orang
menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari efektivitas pekerjaan yang selalu mereka capai, sangat jarang terjadi kelalaian atau
keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan. Sementara, 2 orang menyatakan netral pada pernyataan tersebut karena mereka merasa bahwa
antara tugas, waktu, target, dan realisasi pekerjaan mereka sudah sangat sesuai sehingga sangat jarang ada pekerjaan yang tidak terselesaikan dengan baik.
7. Pada pernyataan “saya ditempatkan di posisi sekarang karena sesuai dengan
kemampuan berkomunikasi saya yang baik”, sebagian besar responden sebanyak 48 orang menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut, dapat
dilihat dari paramedis yang sangat ramah dan sopan dalam berkomunikasi dengan para pasiennya. Sementara, 7 orang menyatakan kurang setuju karena
mereka berpendapat bahwa ada faktor-faktor lain yang lebih dipertimbangkan dalam penempatan selain kemampuan dalam berkomunikasi.
Universitas Sumatera Utara
120
8. Pada pernyataan “jabatan saya sekarang didasarkan pada riwayat kesehatan
yang saya miliki”, sebagian besar responden sebanyak 57 orang menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut karena sebelum paramedis ditempatkan di
posisi masing-masing, mereka akan dicek kesehatannya sehingga posisi yang diberikan pada mereka juga akan sesuai dengan riwayat kesehatan mereka.
Sementara, 8 orang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena persyaratan riwayat kesehatan yang diberikan pihak rumah sakit
kepada paramedisnya hampir sama dengan persyaratan-persyaratan kesehatan dimanapun sehingga persyaratan tersebut tidak terlalu berperan dalam
menggagalkan pelamarnya untuk ditempatkan di posisi masing-masing. 9.
Pada pernyataan “jabatan saya saat ini sesuai dengan kepribadian yang saya miliki”, sebagian besar responden sebanyak 61 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari paramedis-paramedis yang baru ditempatkan selalu cepat beradaptasi baik dengan rekan kerjanya maupun
dengan lingkungan sekitar. Sementara, 4 orang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena sebelum bekerja sering kali kepribadian
asli seseorang tidak terlihat, jadi pada saat proses penempatan kepribadian tidak dapat dinilai atau dilihat dengan jelas.
10. Pada pernyataan “usia saya yang sekarang sesuai dengan kriteria jabatan
saya”, sebagian besar responden sebanyak 71 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari lebih banyaknya paramedis yang beusia produktif
antara 20 sampai 30 tahun yaitu sebanyak 106 orang. Sementara, 2 orang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena masih
Universitas Sumatera Utara
121
terdapatnya paramedis yang memiliki usia diatas usia produktif namun masih memiliki keahlian dan keterampilan yang sangat baik saat bekerja.
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui rata-rata jawaban responden terhadap variabel penempatan. Agar lebih mempermudah penilaian dari rata-rata
tersebut, maka perlu dibuat interval. Dalam penelitian ini, banyak kelas interval sebesar 7 tujuh. Rumus yang digunakan menurut Sudjana 2000:47 adalah
sebagai berikut: Panjang Kelas Interval =
������� ������ ����� ��������
Berdasarkan rumus di atas maka panjang kelas interval adalah : Panjang Kelas Interval =
7 −1
7
= 0,85 Maka kriteria dari penilaian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.8 Interpretasi Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap
Penempatan X
2
Nilai Keterangan
1,00 - 1,85 Sangat Rendah Sekali
1,86 – 2,71 Sangat Rendah
2,72 – 3,57 Rendah
3,58 – 4,43 Sedang
4,44 – 5,29 Tinggi
5,30 – 6,14 Sangat Tinggi
6,15 – 7,00 Sangat Tinggi Sekali
Sumber : Sudjana 2000:47, data diolah 2016.
Dari hasil jawaban responden dapat dilihat bahwa rata-rata jawaban responden mengenai seleksi sebesar 5,52 yang artinya bahwa semua paramedis
RSIA. Stella Maris menganggap kesesuaian penempatan mereka dengan semua kriteria sudah sangat tinggi, yang dapat dilihat dari tingginya perolehan rata-rata
pada kesesuaian pendidikan yang disyaratkan dengan penempatan, yang mana
Universitas Sumatera Utara
122
hampir seluruh paramedis memiliki pendidikan minimal AkademiDiploma sesuai dengan persyaratan penempatan pihak rumah sakit. Tingginya perolehan rata-rata
berikutnya yaitu pada kesesuaian tingkat kecerdasan dengan posisi yang diberikan. Seluruh paramedis diharuskan memiliki banyak kecerdasan agar
mampu menempati posisi yang akan diberikan pada mereka nantinya seperti kecerdasan mengolah kata yaitu kecerdasan dalam menggunakan bahasa lisan
maupun tulisan dan kemampuan berbahasa dengan baik dan efektif, kecerdasan logika yaitu kecerdasan yang mengacu pada penalaran, logika, dan mengolah
angka dengan baik, kecerdasan intrapersonal yaitu kecerdasan dalam memahami perasaan orang lain, kecerdasan interpersonal yaitu keceradasan dalam mengenali
emosi diri sendiri, dan kecerdasan intuitif yaitu keceradasan yang dimiliki seseorang dengan tingkat insting yang baik. Kemudian, kesesuain dalam
kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan posisi mereka juga memperolah rata-rata yang sangat tinggi karena hampir seluruh paramedis dapat
melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif dan efisien yang dapat dilihat dari sangat jarangnya terjadi kelalaian atau keterlambatan dalam menyelesaikan
pekerjaan. Kesesuaian kepribadian dengan jabatan juga memperoleh rata-rata yang cukup tinggi karena setiap paramedis yang ditempatkan hampir selalu
mudah dan cepat beradaptasi dengan rekan kerja dan lingkungan sekitarnya. Terakhir, kesesuaian usia dengan jabatan juga memperoleh rata-rata yang cukup
tinggi, dapat dilihat dari lebih banyaknya paramedis yang berusia produktif antara 20 sampai 30 tahun yang berarti bahwa rumah sakit lebih memilih calon
paramedis yang berusia produktif. Maka dapat diartikan bahwa, semua
Universitas Sumatera Utara
123
kesesuaian dalam penempatan tanaga kerja tersebut dapat mempengaruhi kesalahan-kesalahan saat bekerja yang mungkin terjadi yang disebabkan oleh
pekerjanya.
4.2.2.3 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Pelatihan X
3
Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Pelatihan X
3
No 1
STSS 2
3 4
5 6
7 SSS
Total Rata-
rata F F F
F F
F F
F
1 6 4,3 19 13,8 46 33,3 53 38,4 14 10,1 138 100
5,36 2
10 7,2
38 27,5 63 45,7 27 19,6 138 100 5,78
3 1
0,7 27 19,6 57 41,3 53 38,4 138 100
6,17 4
4 2,9 19 13,8 46 33,3 62 44,9 7
5,1 138 100
5,36 5
1 0,7 0 5
3,6 32 23,2 73 52,9 27 19,6 138 100
5,86 6
9 6,5 26 18,8 35 25,4 46 33,3 22 15,9 138 100 5,33
7 1 0,7
8 5,8
39 28,3 69 50,0 21 15,2 138 100 5,73
8 5 3,6
8 5,8
44 31,9 64 46,4 17 12,3 138 100 5,58
9 2 1,4 14 10,1 54 39,1 61 44,2
7 5,1
138 100 5,41
10 18 13,0 52 37,7 58 42,0 10
7,2 138 100
5,43
Total Rata-rata 5,60
Sumber: Hasil Pengolahan data primer kuesioner, data diolah 2016.
Berdasarkan data pada Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa: 1.
Pada pernyataan “saya selalu merasa antusias selama mengikuti program pelatihan”, sebagian besar responden sebanyak 53 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari tingkat kehadiran peserta pelatihan yang selalu tinggi, tingkat antusias peserta dalam bertanya dan menjawab
pertanyaan, dan seringnya peserta beromunikasi dengan insturktur perihal pelatihan yang diselenggarakan. Sementara, 6 orang menyatakan kurang
setuju dengan pernyataan tersebut karena tidak jarang pelatihan diselenggarakan di luar negeri atau luar kota dan kerap kali memakan waktu
Universitas Sumatera Utara
124
yang cukup lama sehingga peserta cenderung merasa lelah karena terlalu lamanya pelatihan.
2. Pada pernyataan “saya selalu aktif pada sesi tanya-jawab selama proses
pelatihan”, sebagian besar responden sebanyak 63 orang setuju dengan pernyataan tersebut karena penyelenggaraan pelatihan biasanya dibuat
senyaman mungkin sehingga peserta sangat antusias dan tidak sungkan bertanya kepada instruktur pelatihan ketika mereka tidak memahami
materinya. Sementara, 1 orang menyatakan netral pada pernyataan tersebut yang berarti bahwa hampir seluruh paramedis cukup antusias ketika mengikuti
program pelatihan. 3.
Pada pernyataan “saya dapat mengkuti program pelatihan karena kemampuan instruktur yang sangat baik dalam menyampaikan materi”, sebagian besar
responden sebanyak 57 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari hampir seluruh peserta pelatihan dapat mengikuti program pelatihan
dengan baik karena instruktur yang memberikan pelatihan adalah orang-orang yang memang sudah berkompeten di bidangnya, misalnya pelatihan yang
diselenggarakan oleh pihak rumah sakit biasanya Kepala Departemen atau Direktur yang menjadi instrukturnya. Sementara, 1 orang menjawab netral
pada pernyataan tersebut yang berarti bahwa pelatihan cukup bisa diikuti karena kamampuan instruktur yang sangat baik dalam menyampaikan materi.
4. Pada pernyataan “isi materi yang disampaikan selama program pelatihan
sudah sesuai dengan kebutuhan saya”, sebagian besar responden sebanyak 62 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari contohnya bagian
Universitas Sumatera Utara
125
keperawatan pasti membutuhkan pelatihan manajemen bidang keperawatan, pelatihan manajemen keperawatan maternitas, pelatihan manajemen asuhan
keperawatan anak, dll. Sementara, 4 orang menyatakan kurang setuju karena terkadang materi yang disampaikan sudah diketahui oleh peserta sebelum
mengikuti pelatihan. 5.
Pada pernyataan “saya akan mengalami perubahan perilaku setelah mengikuti pelatihan”, sebagian besar responden sebanyak 73 orang setuju dengan
pernyataan tersebut, dapat dilihat dari adanya perubahan seperti lebih semangatnya paramedis dalam bekerja, lebih mampu mengontrol emosi saat
menghadapi masalah. Sementara, 1 orang menyatakan tidak setuju dengan penyataan tersebut karena perubahan perilaku sangat sulit terlihat dan sulit
untuk dinilai. 6.
Pada pernyataan “setelah program pelatihan, saya lebih mampu menghilangkan kesalahan saat bekerja”, sebagian besar responden sebanyak
46 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari semakin berkurangnya kesalahan yang disebabkan oleh paramedis setelah mengikuti
pelatihan seperti kesalahan yang bersifat emosional atau kesalahan saat pemasangan infus pada anak-anak. Sementara, 9 orang menyatakan kurang
setuju pada pernyataan tersebut karena tingkat kesalahan yang terjadi di rumah sakit lebih sulit dikurangi sehingga membutuhkan pelatihan-pelatihan lebih
lanjut lagi. 7.
Pada pernyataan “saya tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengalami perubahan positif setelah pelatihan”, sebagian besar responden sebanyak 69
Universitas Sumatera Utara
126
orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari semakin menurunnya kesalahan saat bekerja di rumah sakit tersebut dari sejak awal
berdiri sampai sekarang yang hampir jarang sekali terjadi kesalahan yang disebabkan oleh paramedisnya. Sementara, 1 orang menyatakan kurang setuju
dengan pernyataan tersebut karena tingkat kemampuan seseorang dalam mengalami perubahan berbeda-beda, terkadang untuk pekerjaan tertentu
membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengalami perubahan. 8.
Pada pernyataan “saya mengalami peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan sikap setelah pelatihan”, sebagian besar responden sebanyak 64 orang setuju
dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari semakin berkembangnya pengetahuan paramedis tentang perkembangan ilmu medis dan cara
mengontrol tingkat emosi, peningkatan kemampuan juga terjadi secara emosional dan peningkatan sikap juga terlihat dari perilaku paramedis yang
lebih baik setelah pelatihan. Sementara, 5 orang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan tersebut karena mereka terkadang mengalami kesulitan
dalam mengukur tingkat perkembangan pengetahuan, kemampuan, dan sikap mereka setelah pelatihan.
9. Pada pernyataan “pola pikir atau mind set saya lebih berkembang setelah
mengikuti pelatihan”, sebagian besar responden sebanyak 61 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari wawasan mereka yang semakin
berkembang setelah mengikuti pelatihan sehingga pekerjaan mereka dapat terselesaikan lebih efektif dan efisien. Sementara, 2 orang menyatakan kurang
setuju dengan pernyataan tersebut karena mereka merasa bahwa pola pikir
Universitas Sumatera Utara
127
atau mind set mereka dapat berkembang tidak hanya didapat dari mengikuti pelatihan tetapi bisa juga dari pengalaman dalam bekerja.
10. Pada pernyataan “hasil kerja saya mengalami peningkatan setelah pelatihan”,
sebagian besar responden sebanyak 58 orang setuju dengan pernyataan tersebut, dapat dilihat dari semakin berkurangnya kesalahan-kesalahan kerja
yang pernah terjadi dan semakin meningkatnya hasil kerja mereka dilihat dari semakin bertambahnya jumlah pasien. Sementara, 18 orang menyatakan netral
pada pernyataan tersebut yang berarti bahwa setidaknya selalu ada peningkatan hasil kerja setelah pelatihan.
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui rata-rata jawaban responden terhadap variabel pelatihan. Agar lebih mempermudah penilaian dari rata-rata
tersebut, maka perlu dibuat interval. Dalam penelitian ini, banyak kelas interval sebesar 7 tujuh. Rumus yang digunakan menurut Sudjana 2000:47 adalah
sebagai berikut: Panjang Kelas Interval =
������� ������ ����� ��������
Berdasarkan rumus di atas maka panjang kelas interval adalah : Panjang Kelas Interval =
7 −1
7
= 0,85 Maka kriteria dari penilaian adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
128
Tabel 4.10 Interpretasi Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap Pelatihan
X
3
Nilai Keterangan
1,00 - 1,85 Sangat Rendah Sekali
1,86 – 2,71 Sangat Rendah
2,72 – 3,57 Rendah
3,58 – 4,43 Sedang
4,44 – 5,29 Tinggi
5,30 – 6,14 Sangat Tinggi
6,15 – 7,00 Sangat Tinggi Sekali
Sumber : Sudjana 2000:47, data diolah 2016.
Dari hasil jawaban responden dapat dilihat bahwa rata-rata jawaban responden mengenai seleksi sebesar 5,60 yang artinya bahwa semua paramedis
RSIA. Stella Maris menganggap pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan memiliki manfaat yang sangat tinggi. Hal tersebut terlihat dari tingginya rata-rata
yang diperoleh pada keaktifan peserta pelatihan pada sesi tanya-jawab selama pelatihan. Dimana hampir seluruh peserta selalu aktif selama pelatihan karena
program pelatihan dibuat senyaman dan semenarik mungkin. Bahkan, pelatihan juga kerap kali diselenggarakan di luar kota atau di luar negeri agar paramedis
lebih bersemangat dalam mengikuti pelatihan, sehingga mereka akan mendapatkan banyak manfaat dari pelatihan yang diselenggarakan baik untuk
pekerjaannya maupun untuk kehidupannya sehari-hari. Kemudian, kemampuan instruktur pelatihan dalam menyampaikan materi juga sangat baik dan
memperoleh rata-rata yang sangat tinggi, dimana pelatihan biasanya dilakukan di luar perusahaan dan di dalam perusahaan. Apabila pelatihan dilakukan di luar
perusahaan biasanya di lakukan di luar kota atau luar negeri dengan instruktur dari pihak penyelenggara yang sangat berkompeten di bidangnya, sementara pelatihan
yang dilakukan di dalam perusahaan biasanya Kepala Departemen atau Direktur
Universitas Sumatera Utara
129
yang menjadi instruktur pelatihan. Perolehan rata-rata yang cukup tinggi juga didapat dari adanya perubahan perilaku setelah pelatihan. Dimana, setelah
program pelatihan peserta lebih bersemangat dalam bekerja, mereka juga lebih mampu mengontrol emosinya saat menghadapi masalah sehingga kesalahan-
kesalahan yang mungkin terjadi disebabkan karena pengendalian perilaku yang kurang baik dapat diminimalkan sebaik mungkin. Terakhir, perolehan rata-rata
yang cukup tinggi juga didapat dari peserta pelatihan yang tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengalami perubahan positif setelah pelatihan. Dimana,
rumah sakit tersebut masih tergolong cukup baru namun kesalahan-kesalahan saat bekerja sudah sangat jarang terjadi. Hal itu disebabkan karena paramedis yang
terus mengalami perubahan positif setelah mengikuti pelatihan, peserta juga biasanya cenderung mudah mengaplikasikan apa yang mereka dapat dari pelatihan
ke dalam pekerjaan mereka karena mereka dapat mengikuti pelatihan dengan sangat baik. Maka dapat diartikan bahwa, banyak dari elemen pelatihan yang
sangat membantu paramedis dalam meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan mereka dan
menurunkan kesalahan-kesalahan kerja yang pernah terjadi sedemikian rupa.
Universitas Sumatera Utara
130
4.2.2.4 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Human Error Y
Tabel 4.11 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel
Human Error Y
No 1
STSS 2
3 4
5 6
7 SSS
Total Rata-
rata F
F F
F F F F F
1 51 37,0 58 42,0 28 20,3 1 0,7 0
138 100 1,85
2 27 19,6 73 52,9 37 26,8 1 0,7 0
138 100 2,09
3 25 18,1 72 52,2 41 29,7 0
138 100 2,12
4 41 29,7 65 47,1 30 21,7 2 1,4 0
138 100 1,95
5 14 10,1 50 36,2 66 47,8 8 5,8 0
138 100 2,49
6 39 28,3 62 44,9 36 26,1 1 0,7 0
138 100 1,99
7 89 64,5 49 35,5
138 100 1,36
8 88 63,8 49 35,5
1 0,7
138 100 1,37
9 30 21,7 70 50,7 38 27,5 0
138 100 2,06
10 24 17,4 71 51,4 43 31,2 0
138 100 2,14
Total Rata-rata 1,94
Sumber: Hasil Pengolahan data primer kuesioner, data diolah 2016.
Berdasarkan data pada Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa: 1.
Pada pernyataan “saya kadang-kadang tidak melakukan Standard Operating Procedure SOP dalam memberikan diagnosa”, sebagian besar responden
sebanyak 58 orang tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena mereka hampir selalu menerapkan dan melakukan SOP, seperti SOP untuk
diagnostikterapi, SOP pemeriksaan teknis laboratorium, SOPStandar keperawatan, dan SOP persiapan pasien operasi. Sementara, 1 orang
menyatakan setuju dengan pernyatakan tersebut karena mereka mengatakan bahwa dengan tuntutan pekerjaan mereka yang begitu banyak dan kesibukan
yang hampir tidak berhenti selama bekerja, terkadang secara tidak sengaja mereka lupa menerapkan atau melakukan SOP tersebut.
2. Pada pernyataan “saya pernah melakukan kesalahan dalam membaca atau
menginterpratasikan hasil pemeriksaan”, sebagian besar responden sebanyak
Universitas Sumatera Utara
131
73 orang tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena dalam membaca atau menginterpretasikan hasil pemeriksaan yaitu hasil laboratorium yang meliputi
hasil darah lengkap, pemeriksaan virus, gula darah, hasil radiologi yang meliputi hasil USG, CT Scan, foto rontgen, dan hasil MRI, mereka sudah
sangat terbiasa dan sangat jarang melakukan kesalahan. Sementara, 1 orang menjawab netral yang berarti jika terjadi kesalahan dalam membaca atau
menginterpretasikan hasil pemeriksan, hal itu sangat jarang sekali terjadi, apabila terjadi maka itu secara tidak sengaja dan tidak pernah menimbulkan
akibat yang fatal. 3.
Pada pernyataan “saya pernah melakukan kesalahan saat menuliskan diagnosa dalam formulir resume medis”, seluruh responden tidak setuju dengan
pernyataan tersebut karena hampir tidak pernah terjadi kesalahan saat menuliskan diagnosa dalam formulir resume medis seperti kesalahan dalam
menuliskan Anamnesa keluhan pada saat pertama kali pasien berkonsultasi, kesalahan dalam menuliskan keadaan fisik pasien, kesalahan dalam
menuliskan terapi yang harus diberikan obat-obatan, dan kesalahan dalam memberikan anjuran-anjuran.
4. Pada pernyataan “saya pernah melakukan kesalahan saat pemberian obat”,
sebagian besar responden sebanyak 65 orang tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena mereka hampir tidak pernah melakukan kesalahan saat
pemberian obat seperti kesalahan dalam meracik obat ataupun kesalahan dalam peresepan obat. Sementara, 2 orang menyatakan netral pada pernyataan
tersebut yang berarti bahwa mereka hampir selalu memberikan obat yang tepat
Universitas Sumatera Utara
132
dan sesuai, jika terjadi kesalahan sekalipun tidak pernah menimbulkan kesalahan yang fatal dan berbahaya bagi pasien.
5. Pada pernyataan “saya kadang-kadang melakukan kesalahan saat prosedur
penginfusan pasien”, sebagian besar responden sebanyak 66 orang tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena prosedur penginfusan merupakan suatu
keahlian yang harus dimiliki oleh semua paramedis sehingga kesalahan penginfusan terutama yang tejadi pada anak-anak sebisa mungkin harus
dihindari. Sementara, 8 orang menyatakan netral pada pernyataan tersebut karena akibat yang terjadi dari kesalahan penginfusan pasien sebatas
pembengkakan dan alergi tapi tidak pernah menimbulkan akibat yang fatal. 6.
Pada pernyataan “saya kadang-kadang melakukan kesalahan saat pemberian diet makanan”, sebagian besar responden sebanyak 62 orang tidak setuju
dengan pernyataan tersebut karena hampir tidak pernah terjadi kesalahan saat pemberian diet seperti kesalahan dalam memberikan makanan untuk pasien
darah tinggi yang harus diberikan makanan rendah garam atau pasien yang menderita diabetes harus diberi makanan rendah gula. Sementara, 1 orang
menyatakan netral pada pernyataan tersebut karena kesalahan dalam pemberian diet hampir tidak pernah menimbulkan akibat yang fatal dan
berbahaya bagi pasien. 7.
Pada pernyataan “saya pernah melakukan kesalahan saat pemberian transfusi darah”, seluruh responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena
kesalahan dalam memberikan transfusi darah cukup memberikan dampak yang berbahaya maka dari itu paramedis harus sangat berhati-hati dalam
Universitas Sumatera Utara
133
memberikan transfusi darah sehingga tidak terjadi tindakan medis yang fatal seperti menimbulkan penyakit yang lebih serius.
8. Pada pernyataan “saya pernah melakukan kesalahan saat pengambilan sarah”,
seluruh responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena kurangnya kejelian atau kurangnya kehati-hatian paramedis dalam mengambil pembuluh
darah akan minimbulkan pembengkakan, maka dari itu sangat perlu dihindari kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul saat pengambilan darah.
9. Pada pernyataan “saya kadang-kadang melakukan kesalahan dalam pemberian
terapi medis”, seluruh responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena sangat jarang sekali terjadi kesalahan dalam pemberian terapi medis
seperti kesalahan pemberian obat, dan hampir tidak pernah menimbulkan kesalahan yang fatal dan berbahaya kepada pasien seperti .
10. Pada pernyataan “saya pernah melakukan kesalahan saat pemberian tindakan
operasi tindakan medis lainnya”, seluruh responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut karena akibat dari kesalahan di meja operasi akan sangat
berbahaya dan fatal maka dari itu diharuskan untuk melakukan pengidentifikasian pasien secara benar dan tepat sebelum melakukan tindakan
operasi agar terhindarnya kesalahan yang mungkin terjadi saat pemberian tindakan operasi.
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui rata-rata jawaban responden terhadap variabel human error. Agar lebih mempermudah penilaian dari rata-rata
tersebut, maka perlu dibuat interval. Dalam penelitian ini, banyak kelas interval
Universitas Sumatera Utara
134
sebesar 7 tujuh. Rumus yang digunakan menurut Sudjana 2000:47 adalah sebagai berikut:
Panjang Kelas Interval =
������� ������ ����� ��������
Berdasarkan rumus di atas maka panjang kelas interval adalah : Panjang Kelas Interval =
7 −1
7
= 0,85 Maka kriteria dari penilaian adalah sebagai berikut :
Tabel 4.12 Interpretasi Nilai Rata-Rata Jawaban Responden Terhadap
Human Error Y
Nilai Keterangan
1,00 - 1,85 Sangat Rendah Sekali
1,86 – 2,71 Sangat Rendah
2,72 – 3,57 Rendah
3,58 – 4,43 Sedang
4,44 – 5,29 Tinggi
5,30 – 6,14 Sangat Tinggi
6,15 – 7,00 Sangat Tinggi Sekali
Sumber : Sudjana 2000:47, data diolah 2016.
Dari hasil jawaban responden dapat dilihat bahwa rata-rata jawaban responden mengenai seleksi sebesar 1,94 yang artinya bahwa semua paramedis
RSIA. Stella Maris berpendapat human error di rumah sakit tersebut sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya rata-rata karena tidak
melakukan Standard Operating Procedure SOP. Dimana paramedis di rumah sakit tersebut selalu melakukan SOP yang meliputi SOP untuk diagnostikterapi,
SOP pemeriksaan teknis laboratorium, SOPStandar keperawatan, dan SOP persiapan pasien operasi. Perolehan rata-rata yang rendah juga didapat pada
kesalahan saat pemberian transfusi darah. Dimana akibat dari kesalahan pemberian transfusi darah dapat menimbulkan dampak yang cukup fatal dan
Universitas Sumatera Utara
135
mungkin dapat menimbulkan penyakit yang lebih serius, maka dari itu paramedis membutuhkan ketelitian yang sangat tinggi untuk menghindari kesalahan yang
mungkin terjadi akibat dari kesalahan pemberian transfusi darah. Terakhir, peroehan rata-rata yang rendah juga didapat dari kesalahan saat pengambilan
darah. Dimana sangat diperlukannya kehati-hatian dan kejelin saat mengambil pembuluh darah agar tidak terjadinya kesalahan yang mungkin timbul saat
pengambilan darah seperti pembengkakan. Maka dapat diartikan bahwa, paramedis harus memiliki pengetahuan, keahlian, ketelitian, keterampilan, dan
kesabaran yang sangat tinggi guna menghindari kesalahan saat bekerja yang disebabkan oleh paramedisnya karena sebagai seorang paramedis sangat rentan
terhadap kesalahan yang bisa berdampak sangat buruk.
4.2.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya estimasi yang bias,
mengingat tidak semua data dapat diterapkan regresi.
Kriteria pengujian asumsi klasik yang harus dipenuhi, yaitu:
4.2.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi mengikuti atau mendekati distribusi normal. Untuk mengetahui distribusi sebuah data
normal atau tidak, dilakukan dengan pendekatan histogram, grafik, dan Kolmogorov-Smirnov.
Universitas Sumatera Utara
136
1. Pendekatan Histogram
Pada grafik histogram, dikatakan variabel berdistribusi normal pada grafik histogram yang berbentuk lonceng apabila distribusi data tersebut tidak menceng
kekiri atau menceng kekanan.
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Gambar 4.2 Uji Normalitas Histogram
Pada Gambar 4.2 diatas, dapat dilihat bahwa variabel berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan oleh distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau
menceng ke kanan. 2.
Pendekatan Grafik Cara lainnya melihat uji normalitas dengan pendekatan grafik. PP plot
akan membentuk plot antara nilai-nilai teoritis sumbu x melawan nilai-nilai yang didapat dari sampel sumbu y. Apabila plot keduanya berbentuk linier dapat
didekati oleh garis lurus, maka hal ini merupakan indikasi bahwa residual menyebar normal.
Universitas Sumatera Utara
137 Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Gambar 4.3 Uji Normalitas Grafik PP Plot
Pada Gambar 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data
yang diperoleh berdistribusi normal.
3. Pendekatan Kolmogorov-Smirnov
Tabel 4.13 Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize d Residual
N 138
Normal Parameters
a,b
Mean 0E-7
Std. Deviation
3.35400365 Most Extreme
Differences Absolute
.063 Positive
.063 Negative
-.045 Kolmogorov-Smirnov Z
.735 Asymp. Sig. 2-tailed
.653 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data. Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Universitas Sumatera Utara
138
Menurut Situmorang Lufti 2014:121 apabila pada hasil uji Kolmogorov-Smirnov, nilai Asymp Sig 2-tailed lebih besar dari nilai signifikan
0,05, dan nilai Kolmogorov-Smirnov Z lebih kecil dari 1,97 maka data dikatakan normal. Pada Tabel 4.13 dapat dilihat nilai Asymp Sig 2-tailed 0,653 lebih besar
dari 0,05 dan nilai Kolmogorov-Smirnov Z 0,735 lebih kecil dari 1,97, sehingga model regresi yang diperoleh adalah berdistribusi normal.
4.2.3.2 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah grup mempunyai varians yang sama di antara anggota grup tersebut. Jika varians sama,
dan yang seharusnya tidak terjadi maka dikatakan ada homokedastisitas, sedangkan jika varians tidak sama dikatakan heteroskedastisitas Situmorang
Lufti , 2014 : 121-122. Gejala heterokedastisitas dapat dideteksi dengan dua cara yaitu:
a. Analisis Grafik
Gejala heterokedastisitas dapat dilihat dengan menggunakan grafik Scatterplot. Apabila data yang berbentuk titik-titik tidak membentuk suatu pola
atau menyebar, maka model regresi tidak terkena heteroskedastisitas. Kriteria pengambilan keputusan:
- Jika diagram pencar yang ada membentuk pola-pola tertentu yang teratur
maka regresi mengalami gangguan heteroskedastisitas. -
Jika diagram pencar yang ada tidak membentuk pola-pola tertentu yang teratur maka regresi tidak mengalami gangguan heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
139 Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Gambar 4.4 Uji Heteroskedastisitas
Scatterplot
Pada Gambar 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka nol pada sumbu Y, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
b. Analisis Statistik
Kriteria keputusan adalah: -
Jika probabilitas0,05 maka tidak mengalami gangguan heterokedastisitas -
Jika probabilitas0,05 maka mengalami gangguan heterokedastisitas. Gejala heterokedastisitas dapat juga dideteksi melalui uji Glejser. Tabel
4.14 berikut ini menampilkan hasil pengujian heterokedastisitas dengan uji Glejser.
Universitas Sumatera Utara
140
Tabel 4.14 Hasil Uji Glejser
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
2.778 2.399
1.158 .249
Seleksi .056
.068 .132
.826 .410
Penempatan .073
.077 .155
.947 .346
Pelatihan -.129
.087 -.264
-1.479 .142
a. Dependent Variable: absut Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Pada Tabel 4.14 diatas, dapat dilihat bahwa kolom Sig. pada tabel koefisien regresi untuk variabel independen adalah 0,410, 0,346, 0,142, atau
probabilitas lebih besar dari 0,05 maka tidak terjadi gangguan heterokedastisitas. Hal ini menunjukkan semua variabel independent yang terdiri dari seleksi,
penempatan, dan pelatihan, signifikan secara statisik mempengaruhi variabel dependent, yaitu human error.
4.2.3.3 Uji Multikolinearitas
Artinya variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi berganda tidak saling berhubungan secara sempurna. Untuk mengetahui
ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai tolerance dan VIF Variance Inflation Factor melalui program SPSS. Tolerance mengukur
variabilitas variabel terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai umum yang bisa dipakai adalah nilai Tolerance 0,1 atau nilai VIF
5, maka tidak terjadi multikolinearitas Situmorang Lufti, 2008:147, 153. Pengujian multikoliniearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
141
Tabel 4.15 Uji Multikolinearitas
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity Statistics
B Std. Error
Beta Tolerance
VIF 1
Constant 57.890
4.097 14.129
.000 Seleksi
-.267 .116
-.283 -2.291
.024 .287
3.490 Penempatan
-.034 .131
-.033 -.258
.797 .272
3.678 Pelatihan
-.389 .149
-.360 -2.605
.010 .230
4.349 a. Dependent Variable: Human_Error
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Pada Tabel 4.15 diatas, dapat dilihat bahwa variabel Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan memiliki nilai Tolerance 0,287, 0,272, 0,230 0,1 dan nilai
VIF 3,490, 3,678, 4,349 5 maka variabel tersebut tidak terkena multikolinearitas.
4.2.4 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda karena jumlah variabel yang diteliti lebih dari satu.
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian
asumsi klasik, ternyata data telah lulus uji asumsi klasik, sehingga data siap untuk diregresi linear berganda. Berikut Tabel 4.16 menunjukkan hasil estimasi regresi
melalui pengolahan data dengan SPSS:
Universitas Sumatera Utara
142
Tabel 4.16 Uji Regresi Linier Berganda
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
57.890 4.097
14.129 .000
Seleksi -.267
.116 -.283
-2.291 .024
Penempatan -.034
.131 -.033
-.258 .797
Pelatihan -.389
.149 -.360
-2.605 .010
a. Dependent Variable: Human_Error Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditunjukkan dalam Tabel 4.16, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
3
X
3
+ e Y = 57,890 + -0,267 X
1
+ -0,034 X
2
+ -0,389 X
3
+ e Y = 57,890 - 0,267 X
1
- 0,034 X
2
- 0,389 X
3
+ e
Dimana: Y
= Human Error a
= Konstanta b
1
b
2
b
3
= Koefisien regresi berganda X
1
= Seleksi X
2
= Penempatan X
3
= Pelatihan e
= Standard error 1.
Konstanta a = 57,890 , ini menunjukkan harga constant, dimana jika
variabel seleksi X
1
, penempatan X
2
, dan pelatihan X
3
= 0, maka human error = 57,890.
Universitas Sumatera Utara
143
2. Koefisien X
1
b
1
= -0,276 , ini berarti bahwa variabel seleksi X
1
berpengaruh negatif terhadap human error, atau dengan kata lain jika seleksi X
1
ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka human error akan mengalami penurunan sebesar 0,276. Koefesien bernilai negatif artinya terjadi hubungan
tidak searah antara variabel seleksi dengan human error, semakin meningkat seleksi maka akan semakin menurun pula human error paramedis di RSIA.
Stella Maris kota Medan. 3.
Koefisien X
2
b
2
= -0,034 , ini berarti bahwa variabel penempatan X
2
berpengaruh negatif terhadap human error, atau dengan kata lain jika penempatan X
2
ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka human error akan mengalami penurunan sebesar 0,034. Koefesien bernilai negatif artinya terjadi
hubungan tidak searah antara variabel penempatan dengan human error, semakin meningkat penempatan maka akan semakin menurun pula human
error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan. 4.
Koefisien X
3
b
3
= -0,389 , ini berarti bahwa variabel pelatihan X
3
berpengaruh negatif terhadap human error, atau dengan kata lain jika pelatihan X
3
ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka human error akan mengalami penurunan sebesar 0,389. Koefesien bernilai negatif artinya terjadi
hubungan tidak searah antara variabel pelatihan dengan human error, semakin meningkat pelatihan maka akan semakin menurun pula human error
paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
144
4.2.5 Pengujian Hipotesis 4.2.5.1 Uji Simultan Uji F
Hasil Uji Simultan Uji-F menunjukkan seberapa besar hubungan dan pengaruh variabel Seleksi X
1
, variabel Penempatan X
2
, dan variabel Pelatihan X
3
secara bersama-sama atau serempak terhadap variabel Human Error Y. Kriteria pengujian adalah:
1. H
: b
1
, b
2
= 0, artinya secara bersama-sama tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
2. H
: b
1
, b
2
≠ 0, artinya secara bersama-sama terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Untuk menentukan nilai F, maka diperlukan adanya derajat bebas pembilang dan derajat bebas penyebut, dengan rumus sebagai berikut:
df Pembilang = k-1 df Penyebut = n-k
Keterangan: n = jumlah sampel penelitian
k = jumlah variabel bebas dan terikat Pada penelitian ini diketahui jumlah sampel n 138 dan jumlah
keseluruhan variabel k adalah 4, sehingga diperoleh: 1.
df pembilang = 4-1 = 3 2.
df penyebut =138-4 = 134
Universitas Sumatera Utara
145
Nilai F hitung akan diperoleh dengan menggunakan bantuan software SPSS for windows,
kemudian akan dibandingkan dengan F tabel pada tingkat α = 5, 4:134 = 2,673. Dengan kriteria uji sebagai berikut:
H diterima jika F
hitung
F
tabel
pada α = 5 H
a
diterima jika F
hitung
F
tabel
pada α = 5 Hasil Uji F dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut:
Tabel 4.17 Hasil Uji Simultan Uji F
ANOVA
a
Model Sum of
Squares df
Mean Square F
Sig.
1 Regression
1084.116 3
361.372 31.420
.000
b
Residual 1541.160
134 11.501
Total 2625.275
137 a. Dependent Variable: Human_Error
b. Predictors: Constant, Pelatihan, Seleksi, Penempatan Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Berdasarkan Tabel 4.17 diatas dapat diketahui bahwa nilai F
hitung
adalah sebesar 31,420 dan nilai F
tabel
pada alpha 5 adalah 2,673 dengan demikian nilai F
hitung 31,420
F
tabel 2,673
, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 0,05. Dengan demikian, secara bersama-sama atau simultan variabel Seleksi X
1
, variabel Penempatan X
2
, dan variabel Pelatihan X
3
, berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Human Error Y. Maka, berdasarkan kriteria
pengujian hipotesis, H
a
diterima dan H ditolak.
Universitas Sumatera Utara
146
4.2.5.2 Uji Parsial Uji t
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suatu variabel bebas secara parsial individual terhadap variasi variabel terikat.
Kriteria pengujiannya adalah: H
: b
1
= 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
H : b
1
≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Kriteria pengambilan keputusan adalah: H
diterima jika t
hitung
t
tabel
pada α= 5 H
ditolak jika t
hitung
≥ t
tabel
pada α= 5 Hasil pengujian adalah:
Tingkat kesalahan α = 5 dan derajat kebebasan df = n-k n = jumlah sampel, n = 138
k = jumlah variabel yang digunakan, k = 4 Derajat kebebasan degree of freedomdf =n-k = 138-4 = 134
Uji-t yang dilakukan adalah uji satu arah, maka ttabel yang digunakan adalah t
0,05
134 = 1,657
Universitas Sumatera Utara
147
Tabel 4.18 Hasil Uji Parsial Uji t
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
57.890 4.097
14.129 .000
Seleksi -.267
.116 -.283
-2.291 .024
Penempatan -.034
.131 -.033
-.258 .797
Pelatihan -.389
.149 -.360
-2.605 .010
a. Dependent Variable: Human_Error Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat dilihat bahwa: 1.
Variabel seleksi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap human error hal ini terlihat dari nilai signifikan 0,024 dibawah lebih kecil dari
0,05 dan nilai t
hitung -2,291
t
tabel 1,657
artinya jika variabel seleksi meningkat sebesar satu satuan unit maka human error Y akan menurun sebesar 0,267
satuan unit.
Nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel seleksi mempunyai hubungan yang tidak searah dengan human error dan signifikan terhadap human
error.
2. Variabel penempatan berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap
human error Y hal ini terlihat dari nilai signifikan 0,797 di atas lebih besar dari 0,05 dan nilai t
hitung -0,258
t
tabel 1,657
artinya walaupun ditingkatkan variabel penempatan sebesar satu satuan unit maka human
error tidak akan mengalami peningkatan atau penurunan.
Nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel penempatan mempunyai hubungan yang tidak
searah dengan human error dan tidak signifikan terhadap human error.
3. Variabel pelatihan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap human
error hal ini terlihat dari nilai signifikan 0,010 dibawah lebih kecil dari
Universitas Sumatera Utara
148
0,05 dan nilai t
hitung -2,605
t
tabel 1,657
artinya jika variabel pelatihan meningkat sebesar satu satuan unit maka human error Y akan menurun sebesar 0,389
satuan unit.
Nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel pelatihan mempunyai hubungan yang tidak searah dengan human error dan signifikan terhadap human
error .
4.2.5.3 Uji Koefisien Determinasi R
2
Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika determinan R
2
semakin mendekati satu, maka pengaruh variabel bebas besar terhadap variabel terikat. Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan
pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Derajat pengaruh variabel X
1
, X
2
, dan X
3
terhadap variabel Y dapat dilihat pada hasil berikut ini:
Tabel 4.19 Hasil Uji Koefisien Determinasi R
2
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate 1
.643
a
.413 .400
3.391 a. Predictors: Constant, Pelatihan, Seleksi, Penempatan
b. Dependent Variable: Human_Error Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016.
Berdasarkan hasil pengujian indentifikasi determinasi pada Tabel 4.19 menunjukkan bahwa :
a. R = 0,643 berarti hubungan antara Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan
terhadap Human Error sebesar 64,3. Yang berarti hubungannya erat.
Universitas Sumatera Utara
149
Semakin besar R semakin erat hubungannya. Untuk memastikan tipe hubungan dapat melihat Tabel 4.20 dibawah ini.
Tabel 4.20 Hubungan Antar Variabel
Nilai Interpretasi
0,0 – 0,19 Sangat tidak erat
0,2 – 0,39 Tidak erat
0,4 – 0,59 Cukup erat
0,6 – 0,79 Erat
0,8 – 0,99 Sangat erat
Sumber: Situmorang dan Lufti 2014:170
b. R Square sebesar 0,413 atau 41,3, Human Error dapat dijelaskan oleh
Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan. Sedangkan sisanya sebesar 58,7 dijelaskan oleh faktor–faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
c. Adjusted R Square sebesar 0,400 atau 40,0 Human Error dapat dijelaskan
oleh Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan. Sedangkan sisanya 60,0 dapat dijelaskan oleh faktor–faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
d. Standar Error of Estimated mengukur variasi dari nilai yang diprediksi.
Standar Error of Estimated juga biasa disebut standar deviasi. Dari Tabel 4.15 Standart Error of Estimated adalah
3.391
. Semakin kecil standar deviasi semakin baik.
Universitas Sumatera Utara
150
4.3 Pemabahasan 4.3.1 Pengaruh Seleksi Terhadap
Human Error
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik yaitu normalitas, heterokedastisitas, dan multikolinearitas menunjukkan bahwa data yang dipergunakan dalam
penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, tidak terindikasi adanya heterokedastisitas, dan tidak memiliki masalah multikolinearitas sehingga layak
untuk diuji dengan model regresi. Melalui Uji-t diketahui bahwa seleksi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap human error paramedis di
RSIA. Stella Maris kota Medan. Artinya, bahwa semakin meningkat atau semakin baik proses seleksi paramedis yang meliputi persyaratan umum dan
persyaratan khusus yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, keadaan fisik, keahlian, pengalaman, keterampilan, penampilan, kemampuan, dan karakter pelamar maka
kemungkinan terjadinya human error seperti kelalaian karena tidak melakukan Standard Operating Procedure SOP, kesalahan membaca hasil pemeriksaan,
kesalahan menulis diagnosa, kesalahan penginfusan, kesalahan pemberian obat, kesalahan pemberian diet makanan, kesalahan pemberian dan pengambilan
darah, kesalahan pemberian terapi medis, dan kesalahan tindakan operasi akan semakin menurun atau semakin rendah. Nilai t negatif tersebut menunjukkan
bahwa variabel seleksi mempunyai hubungan yang tidak searah dengan human error namun berpengaruh siginifikan terhadap human error.
Seperti yang dikemukakan oleh Peters 2011 bahwa fenomena human error dapat diantisipasi dengan kualifikasi persyaratan perekrutan tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
151
yang semakin ketat. Pada tahap ini petugas seleksi perlu mengkaji ulang cara-cara yang dipakai dalam menyeleksi pegawai demi mencegah masalah-masalah yang
mungkin timbul setelah pegawai diterima bekerja. Maksud dari pengkajian ulang tersebut yaitu untuk melihat apakah cara-cara menyeleksi karyawan yang selama
ini digunakan sudah efektif dan efisien atau belum. Jika selama menyeleksi karyawan adanya ketidakefektifan atau ketidakefisienan, maka disitulah perlunya
pengkajian ulang guna memilih lagi cara-cara penyeleksian karyawan yang lebih baik agar kedepannya karyawan yang diterima bekerja adalah karyawan yang
berkompeten dan ahli di bidangnya sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahan bekerja yang disebabkan karena kurangnya kemampuan
karyawan dapat diantisipasi. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Harnadini
2012 tentang pengaruh rekrutmen dan seleksi terhadap tingkat kesalahan dalam upaya meminimasi human error Studi Kasus Pada RS Tologorejo Semarang
yang menyimpulkan bahwa proses rekrutmen dan seleksi tenaga kerja keperawatan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kesalahan dalam
upaya meminimasi human error. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 138 responden,
mayoritas responden menjawab setuju akan persyaratan umum dari seleksi yang berupa usia, jenis kelamin, pendidikan, dan keadaan fisik sebagai kualifikasi dasar
untuk menjadi paramedis di rumah sakit tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persyaratan umum seleksi sangat berpengaruh terhadap
human error, terutama jika dilihat dari tingginya rata-rata yang diperoleh pada
Universitas Sumatera Utara
152
persyaratan umum pendidikan, karena khususnya paramedis minimal harus berpendidikan AkademiDiploma. Hal tersebut dikarenakan mengingat pekerjaan
mereka yang burhubungan langsung dengan nyawa manusia sehingga akan sangat rentan terhadap resiko maka dari itu seorang paramedis setidaknya harus memiliki
pendidikan minimal AkademiDiploma. Perolehan rata-rata yang tinggi berikutnya pada persyaratan umum yaitu
pada persyaratan keadaan fisik paramedis yang harus baik. Dimana rumah sakit sering kali lebih mengutamakan pelamar dengan kondisi fisik yang baik sehingga
ketika bekerja akan terhindar dari seringnya absen karena sakit. Hal tersebut juga dikarenakan seseorang yang memiliki keadaan fisik yang baik biasanya memiliki
hasil kerja yang lebih baik dibandingkan mereka yang bekerja pada saat sedang sakit atau dengan kondisi fisik yang kurang baik. Keadaan fisik seseorang yang
kurang baik atau lemah biasanya cenderung lebih rentan dalam melakukan kesalahan saat bekerja karena kurangnya ketelitian dan tidak fokusnya dalam
bekerja. Sebagian besar responden juga setuju bahwa persyaratan khusus berupa
keahlian, pengalaman, keterampilan, penampilan, kemampuan mengandalikan emosi, dan karakter menjadi persyaratan seleksi yang harus dipenuhi untuk
diterima bekerja. Terutama, tingginya rata-rata yang diperoleh pada persyaratan khusus keahlian paramedis. Dimana rumah sakit memerlukan keahlian-keahlian
seperti technical skills, conceptual skills, dan soft skills. Diharapkan dengan terpenuhinya persyaratan-persyaratan keahlian yang harus dimiliki seorang
Universitas Sumatera Utara
153
paramedis akan lebih mudah dalam mengurangi tingkat kesalahan kerja karena kurangnya keahlian.
Begitu juga dengan pengalaman yang mendapat perolehan rata-rata cukup tinggi. Dapat dilihat dari beberapa divisi kebidanan dan keperawatan memiliki
persyaratan minimal pengalaman masa kerja sebelumnya sebanyak 1 tahun karena dianggap pekerjaan yang cukup sulit dan sangat dekat dengan kesalahan maka
paramedis yang dapat diterima bekerja setidaknya memiliki pengalaman sebagai paramedis juga minimal 1 tahun demi terhindarnya kesalahan-kesalahan saat
bekerja karena kurangnya pengalaman di bidang tersebut. Pada persyaratan khusus penampialn paramedis juga memeproleh rata-rata
yang sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan paramedis yang memiliki pekerjaan berhubungan langsung dengan para pasien maka diharuskan memiliki penampilan
yang rapi, bersih, dan wangi agar dengan penampilan yang baik tersebut para pasien akan lebih percaya dengan kemampuan paramedis yang dapat menghindari
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi saat bekerja. Persyaratan kemampuan dalam mengendalikan emosi juga memperoleh
rata-rata yang cukup tinggi karena dengan pengendalian emosi yang baik, kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi saat bekerja dapat dihindari. Namun,
sebaliknya ketika seseorang mengalami perubahan emosi yang tidak dapat dikendalikan, maka ia cenderung tidak fokus dan akan lebih sering melakukan
kesalahan-kesalahan saat bekerja. Oleh karena itu, paramedis harus sebaik mungkin dalam mengendalikan emosinya ketika bekerja sehingga kesalahan-
kesalahan saat bekerja dapat diantisipasi.
Universitas Sumatera Utara
154
Terakhir, persyaratan khusus yang juga memperoleh rata-rata cukup tinggi adalah karakter paramedis. Dimana paramedis diharapkan memiliki karakter
mampu bersosialisasi antar karyawan, mampu menjadi peribadi yang lebih ramah, baik, dan sopan kepada pasien.
Maka, dapat disimpulkan bahwa seleksi memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap human error. Dengan semakin baik dan akuratnya pemenuhan
persyaratan umum dan persyaratan khusus yang dapat dipenuhi oleh paramedis, maka tingkat kejadian human error yang mungkin terjadi juga dapat dihindari.
4.3.2 Pengaruh Penempatan Terhadap Human Error
Melalui Uji-t diketahui penempatan berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan.
Artinya, bahwa variabel penempatan tidak memiliki pengaruh terhadap human error karena walaupun variabel penempatan yang meliputi pendidikan,
pengalaman, keahlianketerampilan kerja, dan kesesuaian karakteristik individu ditingkatkan atau dilakukan seefektif dan seefisien mungkin, tidak akan
mempengaruhi peningkatan atau penurunan human error seperti kelalaian karena tidak melakukan Standard Operating Procedure SOP, kesalahan membaca hasil
pemeriksaan, kesalahan menulis diagnosa, kesalahan penginfusan, kesalahan pemberian obat, kesalahan pemberian diet makanan, kesalahan pemberian dan
pengambilan darah, kesalahan pemberian terapi medis, dan kesalahan tindakan operasi. Nilai t negatif tersebut menunjukkan bahwa variabel penempatan
Universitas Sumatera Utara
155
mempunyai hubungan yang tidak searah dengan human error dan tidak berpengaruh signifikan terhadap human error.
Seperti yang dikemukakan oleh Cahaya 2011 dalam penelitannya yang berjudul “Pengaruh Seleksi dan Penempatan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan
Dalam Menurunkan Tingkat Kesalahan Kerja Pada Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik”, menyatakan bahwa seleksi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
prestasi kerja karyawan dalam menurunkan tingkat kesalahan kerja di rumah sakit. Sementara, penempatan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap prestasi
kerja karyawan dalam menurunkan tingkat kesalahan kerja di rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 138 responden,
diketahui bahwa penempatan kerja yang dilakukan oleh rumah sakit sudah cukup baik namun tidak memiliki pengaruh apapun terhadap human error. Hal ini dapat
terlihat berdasarkan pendidikan, keahlianketerampilan kerja, dan kesesuaian karakteristik individu. Rata-rata yang diperoleh pada pertimbangan pendidikan
dan pelatihan yang pernah diikuti cukup rendah jika dibandingkan dengan rata- rata keseluruhan pernyataan karena setelah proses seleksi dan calon paramedis
sudah tahu akan ditempatkan dimana, rumah sakit akan memberikan pelatihan lagi yang sesuai dengan kebutuhan paramedis tersebut. Maka dari itu, pelatihan yang
pernah diikuti oleh calon paramedis sebelumnya tidak terlalu berpengaruh terhadap human error karena seringkali pelatihan yang sebelumnya mereka ikuti
kurang sesuai dengan posisi dan kebutuhan pekerjaan mereka yang sekarang. Penempatan pekerjaan juga tidak terlalu memperhatikan kriteria
pengalaman dan lamanya masa kerja calon paramedis sebelumnya karena
Universitas Sumatera Utara
156
persyaratan tersebut sudah diberikan pada tahap proses penyeleksian paramedis sehingga pada tahap penempatan, paramedis yang akan ditempatkan pasti sudah
sesuai dengan kriteria yang dicari oleh rumah sakit. Oleh karena itu, pengalaman paramedis sebelumnya tidak terlalu berpengaruh terhadap human error karena di
rumah sakit tersebut masih sering menerima calon paramedis yang belum memiliki pengalaman bekerja sebelumnya fresh graduate.
Kesesuaian kemampuan berkomunikasi yang baik juga memperoleh rata- rata yang cukup rendah dalam proses penempatan karena jika seseorang memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik, maka dimana saja ditempatkan tidak akan mempengaruhi human error. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi
paramedis tidak terlalu berpengaruh terhadap human error karena pemilihan paramedis yang seluruhnya berjenis kelamin perempuan cukup mempengaruhi
kemampuan mereka dalam berkomunikasi sehingga ditempatkan di posisi mana pun tidak akan menimbulkan masalah karena baiknya dalam berkomunikasi.
Kesesuaian riwayat kesehatan dengan jabatan mereka juga memperoleh rata-rata yang cukup rendah dalam proses penempatan karena pekerjaan sebagai
paramedis yang sangat rentan terjadi penularan apabila paramedis yang menangani seorang pasien sedang menderita suatu penyakit. Maka dari itu, calon
paramedis tidak bisa ditempatkan di posisi mana pun jika ia memiliki riwayat kesehatan yang kurang baik. Sebaliknya, apabila seorang calon paramedis tidak
memiliki riwayat kesehatan yang buruk atau tidak sedang menderita suatu penyakit yang menular, maka ia dapat ditempatkan di posisi mana pun sebagai
paramedis sesuai dengan kulifikasi pekerjaannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan
Universitas Sumatera Utara
157
bahwa riwayat kesehatan calon paramedis tidak terlalu berpengaruh terhadap human error karena paramedis yang telah lolos proses seleksi sudah pasti
memiliki riwayat kesehatan yang sangat baik sehingga dapat ditempatkan diposisi mana pun sebagai paramedis.
Terakhir, kesesuaian kepribadian yang dimiliki paramedis dengan jabatan mereka juga memperoleh rata-rata yang cukup rendah karena sifat manusia yang
cenderung dapat berubah sewaktu-waktu tidak dapat dijadikan tolak ukur terjadinya human error di suatu rumah sakit. Maka dari itu, di posisi mana pun
pasti memiliki suatu tekanan masing-masing bagi paramedis sehingga perubahan kepribadian seperti sikap, perilaku, emosi, dan temperamen dapat berubah kapan
saja. Terlebih lagi, pekerjaan sebagai paramedis yang mengharuskan mereka berhadapan langsung dengan orang banyak setiap harinya sehingga diharapkan
paramedis memiliki kepribadian yang baik, ramah, jujur, dan sopan kepada pasien. Oleh karena itu, kepribadian paramedis tidak terlalu mempengaruhi human
error karena semua pekerjaan paramedis di rumah sakit mengharuskan mereka berhubungan langsung dengan pasien, jadi kepribadian manusia yang tidak tetap
dan dapat berubah kapan saja tidak cukup mampu mempengaruhi human error. Maka, dapat disimpulkan bahwa penempatan tidak memiliki pengaruh
terhadap human error. Meskipun pelaksanaan proses penempatan ditingkatkan keakuratannya, tidak akan terjadi perubahan atau pengaruh apapun terhadap
human error paramedis. Hal ini disebabkan karena sebelum proses penempatan, calon paramedis sudah diseleksi dengan sangat baik untuk mengisi posisi yang
dicari pihak rumah sakit sesuai dengan kualifikasi pekerjaan yang disyaratakan
Universitas Sumatera Utara
158
dan nantinya akan dilatih lagi oleh instruktur-instruktur pelatihan yang sangat berpengalaman dan berkompeten di bidangnya. Bahkan, setelah mengikuti
pelatihan, paramedis akan tetap dimonitor dan dilihat apakah terjadi perubahan- perubahan positif dari paarmedisnya atau tidak. Jadi, apabila paramedis tidak
dapat memenuhi harapan rumah sakit setelah mengikuti pelatihan, maka pihak rumah sakit akan kembali menyelenggarakan program pelatihan bagi
paramedisnya agar target rumah sakit terhadap paramedisnya dapat terwujud dan paramedis diharapkan akan lebih mampu mengurangi kesalahan saat bekerja
setelah mengikuti pelatihan.
4.3.3 Pengaruh Pelatihan Terhadap Human Error
Melalui Uji-t diketahui pelatihan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan.
Variabel yang paling dominan mempengaruhi human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan adalah variabel pelatihan. Artinya, bahwa semakin
ditingkatkan variabel pelatihan yang meliputi semakin tingginya tingkat antusias peserta selama mengikuti pelatihan, semakin baik kemampuan instruktur pelatihan
dalam menyampaikan materi, semakin berkembang pengetahuan, kemampuan, dan sikap paramedis dan semakin seringnya program pelatihan yang diikuti
seperti pelatihan bantuan hidup dasar, pelatihan identifikasi pasien, pelatihan manajemen keperawatan, pelatihan asuhan keperawatan maternitas, manajemen
asuhan keperawatan anak, pelatihan pijat bayi senam nifas lanjut, dan pelatihan emergency neonatus maka tingkat kejadian human error seperti kelalaian karena
Universitas Sumatera Utara
159
tidak melakukan Standard Operating Procedure SOP, kesalahan membaca hasil pemeriksaan, kesalahan menulis diagnosa, kesalahan penginfusan, kesalahan
pemberian obat, kesalahan pemberian diet makanan, kesalahan pemberian dan pengambilan darah, kesalahan pemberian terapi medis, dan kesalahan tindakan
operasi akan semakin menurun atau semakin rendah. Nilai t negatif tersebut menunjukkan bahwa variabel pelatihan mempunyai hubungan yang tidak searah
dengan human error namun berpengaruh siginifikan terhadap human error. Seperti yang dikemukakan oleh Ismail 2010 bahwa training dapat
meningkatkan kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian, pengetahuan dan kompetensi pekerja tersebut dapat mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh
faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kejadian yang membahayakan.
Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sukadarma 2015 tentang pengaruh coaching keperawatan terhadap kejadian
medication error di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang menyimpulkan bahwa coaching keperawatan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kejadian medication error. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 138 responden,
diketahui bahwa pelatihan kerja yang dilakukan oleh rumah sakit sudah baik. Hal ini dapat terlihat berdasarkan monitoring pelaksanaan program pelatihan dan
monitoring efektivitas pelatihan. Pada monitoring pelaksanaan program pelatihan dapat dilihat dari
tingginya rata-rata yang diperoleh pada keaktifan peserta pelatihan pada sesi
Universitas Sumatera Utara
160
tanya-jawab selama pelatihan. Dimana hampir seluruh peserta selalu aktif selama pelatihan karena program pelatihan dibuat senyaman dan semenarik mungkin,
bahkan pelatihan juga kerap kali diselenggarakan di luar kota atau di luar negeri agar paramedis lebih bersemangat dalam mengikuti pelatihan. Rumah sakit
berharap mereka akan mendapatkan banyak manfaat dari pelatihan yang diselenggarakan baik untuk pekerjaannya maupun untuk kehidupannya sehari-
hari. Bahkan, diharapkan dengan banyaknya manfaat yang diperoleh tersebut paramedis tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan
sebelumnya lagi. Perolehan rata-rata yang tinggi juga didapat dari kemampuan instruktur
yang baik dalam menyampaikan materi. Dimana pelatihan biasanya dilakukan di luar perusahaan dan di dalam perusahaan. Apabila pelatihan dilakukan di luar
perusahaan biasanya di lakukan di luar kota atau luar negeri dengan instruktur dari pihak penyelenggara yang sangat berkompeten di bidangnya, sementara pelatihan
yang dilakukan di dalam perusahaan biasanya Kepala Departemen atau Direktur yang menjadi instruktur pelatihan. Instruktur pelatihan yang berkompeten
diharapkan mampu menyampaikan materi pelatihan kepada peserta dengan sebaik-baiknya sehingga peserta dapat mengikuti proses pelatihan yang
diharapkan menjadi bekal mereka untuk diaplikasikan kedalam pekerjaan mereka. Bahkan dengan kemampuan instruktur yang baik dalam menyampaikan materi
diharapkan peserta memiliki peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam mengerjakan pekerjaan sehingga kesalahan yang mungkin terjadi dapat dihindari.
Universitas Sumatera Utara
161
Pada monitoring efektivitas pelatihan dapat dilihat dari tingginya rata-rata jawaban responden yang diperoleh pada perubahan perilaku setelah mengikuti
pelatihan. Dimana perubahan perilaku tersebut yaitu lebih bersemangatnya paramedis dalam bekerja dan paramedis lebih mampun mengontrol emosi saat
sedang menghadapi masalah dalam pekerjaannya sehingga kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi disebabkan karena pengendalian perilaku yang kurang baik
dapat diminimalkan sebaik mungkin. Terakhir, perolehan rata-rata jawaban responden yang cukup tinggi juga
didapat dari peserta pelatihan yang tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengalami perubahan positif setelah pelatihan. Dimana rumah sakit tersebut
masih tergolong cukup baru namun kesalahan-kesalahan saat bekerja sudah sangat jarang terjadi. Hal itu disebabkan karena paramedis yang terus mengalami
perubahan positif setelah mengikuti pelatihan, perubahan positif tersebut sangat berhubungan dengan menurunnya kesalahan kerja yang pernah terjadi
sebelumnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa pelatihan memiliki pengaruh yang besar
terhadap human error. Dengan semakin baik dan tingginya intensitas penyelenggaraan pelatihan maka tingkat kejadian human error yang mungkin
terjadi juga lebih mampu dihindari.
Universitas Sumatera Utara
162
4.3.4 Pengaruh Seleksi, Penempatan, dan Pelatihan Terhadap Human Error
Berdasarkan uji hipotesis secara simultan uji-F yang telah dilakukan menunjukkan bahwa variabel seleksi, penempatan, dan pelatihan secara bersama-
sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan. Maka, dapat dikatakan semakin baik proses
seleksi paramedis yang meliputi persyaratan umum dan persyaratan khusus yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, keadaan fisik, keahlian, pengalaman,
keterampilan, penampilan, kemampuan, dan karakter pelamar, kemudian semakin baik dan semakin tinggi tingkat efektivitas dan efisiensi proses penempatan yang
dilakukan yang meliputi pendidikan, pengalaman, keahlianketerampilan kerja, dan kesesuaian karakteristik individu, dan semakin ditingkatkannya variabel
pelatihan yang meliputi semakin tingginya tingkat antusias peserta selama mengikuti pelatihan, semakin baik kemampuan instruktur pelatihan dalam
menyampaikan materi, semakin berkembang pengetahuan, kemampuan, dan sikap paramedis dan semakin seringnya program pelatihan yang diikuti seperti pelatihan
bantuan hidup dasar, pelatihan identifikasi pasien, pelatihan manajemen keperawatan, pelatihan asuhan keperawatan maternitas, manajemen asuhan
keperawatan anak, pelatihan pijat bayi senam nifas lanjut, dan pelatihan emergency neonates maka akan semakin rendah pula kemungkinan terjadinya
tindakan human error seperti kelalaian karena tidak melakukan Standard Operating Procedure SOP, kesalahan membaca hasil pemeriksaan, kesalahan
menulis diagnosa, kesalahan penginfusan, kesalahan pemberian obat, kesalahan
Universitas Sumatera Utara
163
pemberian diet makanan, kesalahan pemberian dan pengambilan darah, kesalahan pemberian terapi medis, dan kesalahan tindakan operasi.
Pada variabel seleksi, rata-rata seluruh jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan memperoleh nilai yang tinggi yang meliputi
persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan-persyaratan tersebut yaitu sebagian besar paramedis berusia produktif antara 20 sampai 30 tahun, seluruh
paramedis lebih diutamakan berjenis kelamin perempuan, pendidikan yang disyaratkan rumah sakit untuk paramedis yaitu minimal AkademiDiploma, rumah
sakit juga mengharapkan paramedis mempunyai keadaan fisik yang baik sehingga akan jarang berhalangan hadir untuk bekerja karena sakit, persyaratan keahlian
yang dibutuhkan seperti conceptual skills, technical skills, dan soft skills, pengalaman paramedis khususnya di bidang keperawatan dan kebidanan
diharapkan minimal 1 tahun pernah menjadi paramedis, keterampilan seorang paramedis juga sangat dibutuhkan seperti keterampilan teknis, keterampilan
konseptual, dan keterampilan non-teknis, penampilan paramedis juga sangat perlu diperhatikan yang mana harus rapi, bersih, dan wangi, pengendalian emosi
paramedis juga sangat penting karena ketika paramedis kurang mampu mengendalikan emosinya pekerjaan yang dikerjakan biasanya cenderung kurang
baik, dan karakter paramedis juga diharuskan mampu bersosialisasi dengan rekan kerja dan lingkungan, mampu menjadi pribadi yang baik, ramah, dan sopan.
Maka, semakin terpenuhinya kualifikasi seleksi yaitu persyaratan umum dan persyaratan khusus tersebut, maka akan mempengaruhi kondisi kerja paramedis
sehingga dapat mengurangi human error paramedis saat bekerja.
Universitas Sumatera Utara
164
Kemudian, pada variabel penempatan, rata-rata seluruh jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan memperoleh nilai yang tinggi yang
meliputi pendidikan, pengalaman kerja, keahlianketerampilan kerja, dan kesesuaian karakteristik individu. Dimana kriteria-kriteria penempatan tersebut
adalah paramedis diharapkan memiliki pendidikan minimal AkademiDiploma, sangat diharapkannya paramedis pernah mengikuti pelatihan-pelatihan seperti
pelatihan manajemen asuhan keperawatan maternitas dan manajemen asuhan keperawatan anak, paramedis diharapkan memiliki pengalaman bekerja di bidang
yang sama, lamanya masa kerja sebelumnya yang disyaratkan pada bagian kebidanan dan keperawatan diharapkan minimal 1 tahun, tingkat kecerdasan juga
sangat dibutuhkan seperti kecerdasan mengolah kata, kecerdasan logika, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan intuitif,
paramedis juga diharapkan memiliki kemampuan yang baik dalam bekerja sehingga tidak terjadinya kelalaian atau keterlambatan dalam menyelesaikan
pekerjaan, kemampuan berkomunikasi juga sangat dibutuhkan terutama dengan pasien harus ramah dan sopan, pengecekan riwayat kesehatan juga dilakukan
sebelum penempatan sehingga posisi yang diberikan pada mereka juga akan sesuai dengan riwayat kesehatan mereka, kepribadian paramedis juga mendapat
perhatian dan diharapkan paramedis memiliki kepribadian yang mampu beradaptasi baik dengan lingkungan maupun dengan rekan kerja, dan yang
terakhir usia paramedis juga cukup berpengaruh dimana paramedis lebih banyak yang berusia produktif yaitu antara 20 sampai 30 tahun. Maka, semakin baik dan
akuratnya proses penempatan yang dilakukan dengan memenuhi kriteria-kriteria
Universitas Sumatera Utara
165
tersebut diharapkan akan mempengaruhi kondisi kerja paramedis sehingga dapat mengurangi human error paramedis saat bekerja.
Terakhir, pada variabel pelatihan, rata-rata seluruh jawaban responden terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan memperoleh nilai yang tinggi yang
meliputi monitoring program pelatihan dan monitoring efektivitas pelatihan. Dimana, monitoring-monitoring tersebut adalah semakin antusias peserta
mengikuti pelatihan yang dilihat dari tingkat kehadiran, antusias dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, dan seringnya peserta berkomunikasi dengan instruktur
pelatihan, semakin aktifnya peserta pada sesi tanya-jawab, semakin baiknya kemampuan instruktur pelatihan dalam menyampaikan materi yang mana Kepala
Departemen, Direktur, atau orang-orang berkompeten lainnya yang menjadi instruktur, sesuainya materi pelatihan dengan kebutuhan paramedis contohnya
bagian keperawatan yang membutuhkan pelatihan manajemen bidang keperawatan, pelatihan manajemen keperawatan maternitas, dan pelatihan
manajemen asuhan keperawatan anak, adanya perubahan perilaku setelah mengikuti pelatihan menjadi lebih bersemangat dan lebih mampu mengontrol
emosi, kemudian lebih mampunya paramedis dalam menghilangkan kesalahan saat bekerja seperti kesalahan yang bersifat emosional atau kesalahan saat
pemasangan infus pada anak-anak, tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengalami perubahan positif yaitu dapat mengurangi kesalahan saat bekerja,
semakin meningkatnya pengetahuan, kemampuan, dan sikap seperti semakin meningkatnya pengetahuan tentang ilmu medis, terjadi peningkatan kemampuan
secara emosional, dan sikap paramedis yang menjadi pribadi lebih baik, semakin
Universitas Sumatera Utara
166
berkembangnya pola pikir yang dilihat dari wawasan yang semakin berkembang, dan yang terakhir terjadinya peningkatan hasil kerja yang dilihat dari
berkurangnya kesalahan-kesalahan kerja yang pernah terjadi dan bertambahnya jumlah pasien di rumah sakit. Maka, semakin efektifnya monitoring pelatihan
yang dilakukan tersebut, maka akan mempengaruhi kondisi kerja paramedis sehingga dapat mengurangi human error paramedis saat bekerja.
Universitas Sumatera Utara
167
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Uji-t variabel seleksi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan. Artinya bahwa seleksi memiliki hubungan yang tidak searah yaitu jika seleksi meningkat
maka human error akan menurun dan berpengaruh signifikan terhadap human error.
2. Berdasarkan Uji-t variabel penempatan berpengaruh negatif dan tidak
signifikan terhadap human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan. Artinya bahwa penempatan memiliki hubungan yang tidak searah yaitu jika
penempatan meningkat maka human error tidak akan mengalami peningkatan atau penurunan karena berpengaruh tidak signifikan terhadap human error.
3. Berdasarkan Uji-t variabel pelatihan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap human error paramedis di RSIA. Stella Maris kota Medan. Artinya bahwa pelatihan memiliki hubungan yang tidak searah yaitu jika pelatihan
meningkat maka human error akan menurun dan berpengaruh signifikan terhadap human error.
4. Berdasarkan Uji-F seleksi, penempatan, dan pelatihan memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan secara bersama-sama terhadap human error.
Universitas Sumatera Utara
168
5. Berdasarkan Uji Koefisien Determinasi R² pengaruh antara seleksi,
penempatan, dan pelatihan terhadap human error memiliki hubungan yang erat sebesar 0,643 artinya variabel seleksi, penempatan, dan pelatihan mampu
menjelaskan 64,3 terhadap variabel human error dan sisanya 35,7 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam penelitian
ini.
5.2 Saran