perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 20
banyak seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan obyek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Dalam proses belajar
konstruktivistik ini, guru tidak menstransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Peran utama
dalam kegiatan belajar konstruktivistik ini adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga siswa akan terbiasa dan terlatih
untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional.
3. Model Pembelajaran CTL
Di zaman reformasi dewasa ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis dan imajinatif, kemampuan menganalisis fakta, menilai logika, dan melahirkan
kemungkinan-kemungkinan imajinatif atas ide-ide tradisional. Berpikir kritis dan kreatif memungkinkan siswa mengkaji masalah-masalah secara sistematis, ditantang
untuk mencari cara-cara yang terorganisasi dengan baik dalam memecahkan suatu masalah, dapat merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang inovatif dan dapat
merancang pemecahan masalah secara tepat. Berpikir kritis bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang paling lengkap. Berpikir kritis membantu siswa
memahami bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri, bagaimana mereka melihat dunia yang seluas ini, dan bagaimana mereka berhubungan dengan orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 21
lain. Itulah sebabnya, berpikir kritis menjadi salah satu prinsip yang mendasar dalam pembelajaran kontekstual.
Contextual teaching and learning is defined as a conception of teaching and learning that helps teachers relate subject matter content to real world situations
United Stated Departement of Education Office of Vocational and Adult Education, 2001. Pembelajaran kontekstual CTL adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
ketrampilan baru ketika ia belajar. USA Today 2006 has teamed with the Ohio State University’s College of
Education to help prepare teachers to use Contextual Teaching And Learning strategies. The three benefits as given on USA Todays website are as follows:
a students are more responsive when using their knowledge and skills in real world situations; 2 students are more likely to engage in their own learning if
it applies directly to their lives as family members, citizens, and presentfuture workers; and c parents, students, and community members can all use and
relate to these ideas. Pembelajaran kontekstual merupakan bagian dari kerangka pendidikan yang
dapat digunakan untuk membantu siswa membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Guru memiliki konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa
dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan dimana anak itu hidup serta budaya yang berlaku dalam masyarakat. Jadi penyajian
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, dan sikap yang ada dalam silabus dilakukan dalam keterkaitan apa yang dipelajari dalam kelas dengan kehidupan
sehari-hari siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 22
Pembelajaran berbasis CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran produktif, yakni:
a. Konstruktivisme Constructivism Konstruktivisme constructivism merupakan landasan berpikir filosofi.
Model CTL yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit dan tidak secara tiba-
tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu memberi
makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan
dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain,
dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan
“menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa menjadi
pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum
obyektifitas, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, “Strategi memperoleh pengalaman dan pengetahuan” lebih diutamakan
dibandingkan banyaknya pengetahuan yang diperoleh siswa. Untuk itu, tugas guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 23
adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: 1 Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, 2 Memberikan kesempatan siswa menemukan dan
menerapkan idenya sendiri, 3 Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Secara umum peran guru dalam pembelajaran yang konstruktif sebagai fasilitator dalam penyusunan pengetahuan siswa. Siswa dimotivasi untuk menyusun
sendiri pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Menurut DEPDIKNAS 2002:20-22 peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme sebagai: 1 presenter,
2 pengamat, 3 pengaju pertanyaan dan masalah, 4 pengorganisasi lingkungan, 5 koordinator hubungan kemasyarakatan, 6 pencatat kegiatan belajar siswa, dan 7
penyusun teori. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman
berkembang semakin kuat, apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak
yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak struktur pengetahuan dalam
otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur
pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasikan
untuk menampung dan menyesuaikan dengan lahirnya pengalaman baru. Pada umumnya, para pendidik telah menerapkan filosofi ini dalam
pembelajaran sehari-hari, yaitu pada saat merancang pembelajaran dalam bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 24
siswa bekerja, praktek mengerjakan sesuatu, berlatih secara fisik, menulis karangan, mendemonstrasikan, menciptakan ide dan sebagainya.
b. Menemukan Inquiry Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang menunjuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
Ada beberapa pendapat tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri, diantaranya pendapat Bruner yang dikutip oleh Tabrani Rusyan
1989:177 adalah: 1 Stimulation, guru memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, mengajukan persoalan atau menyuruh peserta didik membaca dan
menguraikan hal-hal yang terkait dengan permasalahan, 2 Problem statement, peserta didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan sebanyak
mungkin, memilihnya yang dipandang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan yang dipilih ini selanjutnya dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan atau hipotesis, 3 Data collection, untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis itu, peserta didik diberi kesempatan
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati obyeknya, mewawancarai nara sumber dan sebagainya, 4 Data
processing, semua informasi hasil pengamatan, bacaan, wawancara, dan sebagainya tersebut diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasikan, dan jika perlu
dilakukan hitungan dengan cara tertentu, serta ditafsirkan dengan taraf kepercayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 25
tertentu, 5 Verification, berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada tersebut, pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan dahulu itu dicek,
apakah terjawab atau tidak, 6 Generalization, tahap selanjutnya berdasarkan berdasarkan hasil verifikasi tersebut, siswa belajar menarik generalisasi atau
kesimpulan tertentu. c. Bertanya Questioning
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari “bertanya”. Sebelum tahu tentang bahan kimia, seseorang bertanya” apa yang dimaksud dengan
bahan kimia itu?”. Questioning bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru
untuk mendorong, membimbing, dan menilai kreatifitas siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
berbasis inquiry, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
Dalam pembelajaran, bertanya bermanfaat untuk: 1 menggali informasi, baik administrasi maupun akademis, 2 mengecek pemahaman siswa, 3 membangkitkan
respon kepada siswa, 4 mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5 mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6 memfokuskan perhatian siswa
pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7 untuk membangkitkan lebih banyak pertanyaan yang lain dari siswa, 8 untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Hampir semua aktifitas belajar, questioning dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang
didatangkan ke kelas dan sebagainya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 26
berdiskusi, bekerja kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati dan lain- lain. Kegiatan-kegiatan itu akan menumbuhkan dorongan untuk “bertanya”.
d. Masyarakat belajar Learning Community Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seseorang anak tidak tahu cara menggunakan suatu alat di laboratorium, ia bertanya kepada temannya “Bagaimana
caranya menggunakan alat ini?Tolong beritahu aku”. Lalu temannya yang sudah tahu, menunjukkan cara memakai alat itu. Dari contoh tersebut diatas, dua anak
tersebut sudah membentuk masyarakat belajar learning community. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara
yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang kelas, orang-orang yang ada diluar kelas, anggota masyarakat belajar. Di kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen. “Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses
komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok atau lebih yang terlihat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat
dalam kegiatan masyarakat belajar, informasi yang diperoleh teman berbicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada yang merasa segan bertanya, atau hanya mendengarkan. Setiap
pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Kalau setiap orang mau belajar dari
orang lain, maka setiap orang lain bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 27
orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Metode pembelajaran dengan teknik “learning community” ini sangat membantu proses pembelajaran dikelas.
Prakteknya dalam pembelajaran terwujud dalam hal: 1 pembentukan kelompok kecil dan kelompok besar, 2 mendatangkan “ahli” ke kelas tokoh, dokter, petani, tukang
dan sebagainya, 3 bekerja dengan kelas sederajat, 4 bekerja kelompok dengan kelas diatasnya, 5 bekerja dengan masyarakat.
e. Pemodelan Modelling Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu berlangsung,
sebaiknya ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan demikian guru
memberi “model” tentang bagaimana cara belajar. Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberi contoh mendemonstrasikan keahliannya. Siswa “contoh” tersebut dikatakan sebagai
model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai “standar” kompetensi yang harus dicapainya, model juga dapat didatangkan dari luar.
f. Refleksi Reflection Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima,
dengan demikian siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa: rangkuman tentang apa yang dipelajari,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 28
catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran tentang pembelajaran dan lain- lain.
g. Penilaian yang sebenarnya Authentic Assesment Tes tetap dilaksanakan, sebagai salah satu sumber untuk melihat kemajuan
belajar siswa, termasuk ujian nasional. Tetapi untuk mengumpulkan data kemajuan belajar dalam CTL tidak hanya menggunakan tes. Nilai siswa yang utama diperoleh
dari penampialn siswa sehari-hari ketika belajar. Apakah ia sudah belajar dengan keras? Bagaimana hasil karyanya? Bagaimana cara menyampaikan ide, berdiskusi,
mengerjakan tugas-tugas? Bagaimana partisipasinya dalam bekerja kelompok? Bagaimana hasil kerja kelompoknya? Bagaimana buku catatan sekolahnya? Semua
itu adalah sumber penilaian yang autentik dan nyata. Jadi model pembelajaran CTL yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran yang mengacu pada ke tujuh pilar pembelajaran berbasis CTL, yaitu: 1 Konstruktivisme Constructivism, 2 Menemukan Inquiry, 3 Bertanya Questioning,
4 Masyarakat Belajar Learning Community, 5 Pemodelan Modelling, 6 Refleksi reflection, 7 Penilaian yang sebenarnya Authentic Assesment.
4. Media Pembelajaran