Faktor Pengungkit leverage factor Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS

93 Tabel 15 Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Rapfish perikanan tangkap Provinsi Sulawesi dan analisis Monte Carlo Dimensi Nilai Indeks Keberlanjutan MDS Monte Carlo MC Perbedaan MDS-MC Perbedaan MDS-MC Ekologi 49,07 49,30 0,23 0,51 Ekonomi 53,13 53,38 0,25 0,47 Sosial 60,92 60,78 0,14 0,23 Kelembagaan dan Etika 46,93 46,05 0,88 1,87 Teknologi dan Infrastruktur 48,35 49,92 1,57 3,14 Rata-rata 0,61 1,24 Uji ketepatan analisis MDS goodness of fit berdasarkan hasil analisis Rapfish perikanan tangkap Provinsi Sulawesi diperoleh koefisien determinasi R 2 antara 94,17 - 95,05 atau lebih besar dari 80 atau mendekati 100 berarti model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai digunakan Kavanagh 2001. Nilai stres antara 0,13 – 0,14. Nilai determinasi ini mendekati nilai 95 -100 dan nilai stres lebih kecil dari 25 sehingga model analisis MDS yang diperoleh memiliki ketepatan yang tinggi goodness of fit untuk menilai indeks keberlanjutan prikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan Fisheries 1999. Nilai stres, koefisien determinasi hasil analisis Rapfish disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Nilai stres dan nilai determinasi R 2 hasil analisis Rapfish Parameter Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi dan Infrastruktur Kelembagaan dan Etika Nilai Stress 0,13 0,14 0,13 0,14 0,14 Nilai R 2 94,26 95,05 94,17 94,78 94,99 Jumlah Iterasi 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 5.9 Rekapitulasi Atribut Penilaian Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan Atribut penilaian pada keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari beberapa atribut dari berbagai dimensi. Beberapa dimensi yang digunakan terdiri dari dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi serta dimensi kelembagaan dan etika. Rekapitulasi dari berbagai atribut penilaian terhadap keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan pada Tabel 17. 94 95 96 97 98 99 100 101 102 6 MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP BERKELANJUTAN Model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan disusun berdasarkan atas faktor kunci dengan pengaruh yang tinggi dan memiliki ketergantungan yang rendah maupun tinggi terhadap sistem yang dikaji, dalam hal ini sistem pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan. Model pengelolaan perikanan merupakan fungsi dari beberapa faktor yang saling berinteraksi sehingga perlu dikelola secara baik. Faktor yang dikelola adalah faktor memiliki pengaruh tinggi terhadap tingkat keberlanjutan sehingga mampu mendorong kinerja sistem pengelolaan untuk mencapai tujuan sistem. Faktor ini memiliki kekuatan yang kuat dan mampu mempengaruhi pencapaian terhada kinerja sistem. Faktor ini juga memilki ketergantungan yang rendah terhadap sistem sehingga mampu mencapai kinerja tanpa tergantung terhadap faktor lainnya. Di lain pihak, faktor faktor dengan ketergantungan yang tinggi terhadap sistem yang tinggi maka perlu dikelola secara lebih hati-hati karena dapat mengakibatkan ketidak-stabilan di dalam sistem yang dikaji. Penyusunan model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif. Analisis prospektif ini dilakukan dengan memberikan skor penilaian tingkat pengaruh langsung maupun tidak langsung antar elemen faktor di dalam sistem perikanan tangkap yang dikaji. Pemberian nilai tingkat pengaruh antar elemen dimulai dari tidak ada pengaruh 0; berpengaruh kecil 1; berpengaruh sedang 2; dan berpengaruh sangat kuat 3. Hasil analisis prospektif merupakan rumusan model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga dicapai kondisi yang efektif dan efisien di masa yang akan datang melalui berbagai skenario yang mungkin terjadi. Analisis prospektif ini akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor dominan kunci yang berpengaruh terhadap kinerja sistem pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan. Semua faktor di dalam model pengelolaan perikanan tangkap memiliki pengaruh mulai dari berpengaruh lemah sampai dengan kuat terhadap kinerja sistem. Skenario model pengelolaan perikanan yang dibangun untuk melalui intervensi terhadap faktor dominan kunci di dalam sistem pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan dan dengan 104 menggabungkan hasil analisis morfologis terhadap berbagai kemungkinan perubahan membaik atau memburuk atas faktor-faktor pengungkit leverage factor dari setiap dimensi keberlanjutan.

6.1 Identifikasi Faktor Dominan

Identifikasi faktor dominan dalam sistem pengelolaan perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan terhadap faktor pengungkit leverage factor dari setiap dimensi keberlanjutan yang diperoleh dan beberapa faktor lainnya yang mempunyai peluang mempengaruhi kinerja sub-sistem dari hasil analisis leverage dengan menggunakan Rapfish. Faktor pengungkit leverage dari kelima dimensi keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 16 faktor, yaitu : 1. Tingkat penutupan karang. 2. Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap. 3. Kecepatan arus laut. 4. Orientasi pasar produk hasil perikanan tangkap. 5. Sumber pendapatan perikanan bagi ekonomi keluarga nelayan. 6. Kepemilikan peralatan tangkap. 7. Usia kepala keluarga nelayan tangkap. 8. Jumlah rumah tangga nelayan pemanfaat sumberdaya perikanan. 9. Ketergantungan rumah tangga nelayan pada perikanan tangkap. 10. Pengetahuan nelayan tentang peralatan tangkap ramah lingkungan. 11. Koordinasi antar instansi pemerintah. 12. Tingkat pelanggaran hukum dalam aktivitas perikanan tangkap. 13. Kebijakan pengaturan perikanan tangkap. 14. Ketersediaan sarana prasarana sarpras dalam rangka penegakan hukum instansi pemrintah. 15. Penggunaan teknologi atau alat tangkap ikan yang destruktif terhadap ekosistem kawasan perikanan tangkap. 16. Selektivitas alat tangkap. Leverage factor yang diperoleh dari analisis leverage tersebut kemudian dilakukan tingkat pengaruh antar faktor yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Analisis dilakukan menggunakan analisis prospektif. Pengaruh faktor terhadap faktor yang lain dapat bersifat kuat, sedang, lemah, sampai dengan tidak ada pengaruhnya. Penilaian tingkat pengaruh ini maka karakter faktor 105 memiliki tingkat pengaruh maupun tingkat ketergantungan terhadap faktor lainnya di dalam sistem pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan. Hasil dari analisis prospektif adalah pengelompokan faktor kedalam 4 empat kuadran yaitu kuadran I disebut sebagai input atau faktor penentu driving varables, kuadran II disebut sebagai stake atau faktor penghubung leverage variables, kuadran III disebut output atau faktor terikat output variables, dan kuadran IV disebut unused atau faktor bebas marginal variables. Hasil analisis prospektif dalam sistem pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan Provinsi Sulawesi Selatan disajikan pada Gambar 33. Gambar 33 Hasil analisis prospektif dalam sistem pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan Provinsi Sulawesi Selatan Hasil analisis prospektif pada Gambar 29 diperoleh bahwa faktor yang memiliki pengaruh kuat dan ketergantungan lemah sebanyak 1 satu faktor yaitu orientasi pasar hasil perikanan tangkap. Faktor-faktor dengan pengaruh kuat dan ketergantungan kuat yaitu sebanyak lima faktor yaitu 1 Tingkat penutupan karang; 2 Pemanfaatan perikanan tangkap; 3 Tingkat pelanggaran hukum dalam pemanfaatan perikanan tangkap; 4 Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap; dan 5 Koordinasi instansi pemerintah. Memperhatikan hal tersebut maka faktor yang dominan kunci di dalam Sistem Pengelolaan Perikanan Tangkap Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja sistem sebanyak enam faktor yaitu 1 Orientasi pasar hasil perikanan tangkap; 2 Tingkat penutupan karang; 3 Pemanfaatan perikanan 106 tangkap; 4 Pelanggaran hukum dalam pemanfaatan perikanan tangkap; 5 Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap; dan 6 Koordinasi instansi pemerintah. Keenam faktor tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja sistem pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di provinsi Sulawesi Selatan. Keenam faktor ini perlu dikelola dengan lebih baik. Analisis morfologis dipergunakan dalam memprediksi perubahan yang mungkin terjadi di masa depan state, sehingga model pengelolaan berkelanjutan diarahkan kepada kondisi yang lebih baik ke dapan. Faktor dengan kondisi kinerja yang sudah baik dipertahankan kinerjanya, sedangkan faktor dengan kondisi kinerja yang kurang baik kecenderungan perubahannya maka perlu diintervensi agar perubahannya ke arah yang lebih baik. a. Orientasi pasar hasil perikanan tangkap. Hasil perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dipasarkan baik di pasar lokal, kabupaten, provinsi, lintas provinsi, maupun secara nasional maupun nasional. Pasar lokal dan kabupaten umumnya hasil perikanan dengan jenis ikan yang kurang diminati oleh pasar provinsi maupun pasar internasional ekspor. Pasar lokal dan antar kabupaten biasa dipasarkan dengan menggunakan kendaraan roda dua, mobil pickup maupun dengan kapal motor jika jarak ke kota kabupaten lainnya berdekatan. Lebih lanjut untuk pasar provinsi umumnya didistribusikan dengan menggunakan modil pick-up dan dengan perlakuan pengawetan yang baik. Pengiriman pasar nasional sampai dengan pasar internasional ekspor dilakukan dengan menggunakan teknik pengemasan yang sangat baik dan dikirim dengan menggunakan pesawat udara. Memperhatkan pasar ikan Sulawesi Selatan di luar daerah atau luar negeri yang terjamin kontinyuitasnya maka mendorong para nelayan dan pemanfaatan perikanan tangkap untuk melakukan eksploitasi secara optimal. Jaminan pemasaran yang baik ini dapat mendorong nelayan untuk memburu jenis-jenis yang laku dipasaran dengan harga tinggi, dan yang hidup di perairan dangkal. Kondisi ini mendorong eksploitasi pemanfaatan ikan pada jenis tertentu pada wilayah yang dapat dijangkau. Pemanfaatan ikan secara berkelanjutan terkait dengan kondisi ekologi pada suatu kawasan. Pada kawasan dengan ekosistem yang memiliki fungsi ekologi yang mendukung bagi perkembangan sumberdaya ikan, akan mampu menyediakan stok bagi usaha perikanan tangkap. Untuk itu upaya perikanan tangkap harus disertai dengan upaya pelestarian ekosistem