Arahan dan Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap

115 2. Tingkat penutupan karang T Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas di kawasan pesisir, tidak terkecuali di Sulawesi Selatan, yang peran dan fungsinya sangat penting bagi pembangunan ekonomi pada umumnya dan masyarakat pesisir pada khususnya. Namun demikian, akibat pengelolaan yang tidak memadai dengan tingkat eksploitasi yang begitu intensif pada beberapa dasawarsa belakang ini, maka ekosistem terumbu karang kita pada umumnya termasuk dalam kategori kurang baik dan semakin terancam oleh pengaruh berbagai aktifiats manusia anthropogenic, seperti penangkapan berlebih dan penggunaan alat tangkap. Lebih lanjut, DKP Sulsel 2008 menyebutkan khusus Kepuluan Spermonde hanya ditemukan terumbu karang dengan kondisi sangat bagus 2; kondisi bagus 19,24; kondisi sedang 63,38 dan kondisi rusak 15,38 . Kombinasi destructif fishing dengan penangkapan berlebih tentunya akan mengarah pada degradasi habitat yang berkepanjangan yang pada gilirannya bukan hanya akan berdampak pada penurunan kualitas lingikungan secara umum, tapi juga pada hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat nelayan. Gejala ini telah sangat dirasakan sendiri oleh masyarakat pesisir dengan penurunan secara drastis hasil tangkapan yang mereka peroleh dari kawasan terumbu karang dibandingkan dengan pada saat sebelumnya. Oleh karena itu, demi menyelematkan terumbu karang di Sulawesi Selatan yang masih tersisa sekaligus membantu masyarakat nelayan, perlu ada tindakan yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam tersebut secara bijaksana. Upaya yang perlu dipertimbangkan adalah melalui pelibatan masyarakat dalam rehabilitasi terumbu karang berupa transplantasi terumbu karang dan pembuatan terumbu buatan artificial reef. Upaya rehabilitasi terumbu karang lebih lanjut merupakan upaya untuk meningkatkan fungsi ekologi terumbu karang sekaligus meningkatkan daya dukung ekologi bagi kegiatan perikanan tangkap. Lebih lanjut untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang, pada beberapa lokasi yang memiliki tutupan terumbu karang yang baik, perlu menggunakan pendekatan kawasan konservasi laut, termasuk penutupan beberapa area tertentu terhadap aktifitas perikanan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. 116 Keberadaan kawasan konservasi laut berdampak positif bagi sumberdaya perikanan di kawasan pesisir, yaitu memelihara sumber induk brood stocks agar jumlah dan ukurannya bisa meningkat sehingga produksi benihnya akan lebih baik dan melimpah serta untuk melindungi habitat dan stok ikan agar dapat tumbuh dengan baik tanpa gangguan di kawasan perlindungan Dalton 2004. Limpahan ikan-ikan dewasa dan juga ikan-ikan kecil akan berpindah tempat spill-over effect keluar kawasan perlindungan Kamukuru et al. 2004, sehingga sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan 3. Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap P Wilayah Sulawesi Selatan masuk dalam WPP IV meliputi Selat Makassar dan Laut Flores. Pada WPP tersebut sumberdaya ikan yang masih dalam kategori dapat dimanfaatkan adalah ikan demersal, pelagis dan pelagis besar KKP 2010. Berangkat dari hal tersebut, tingkat pemanfaatan sejumlah suberdaya ikan lainnya yang ada harus mulai dibatasi dan diawasi. Jenis ikan pelagis kecil umumnya ditangkap dengan menggunakan purse seine, rawai, maupun huhate. Ketiga jenis alat tangkap ini sudah sesuai dengan standar penggunaan alat tangkap yang tertulis pada pasal 8.5.1 CCRF code of conduct for responsible fisheries “Negara-negara harus mensyaratkan bahwa alat, metode, dan praktek penangkapan ikan, sejauh bisa dilaksanakan, agar cukup selektif sedemikian rupa sehingga meminimumkan limbah, ikan buangan, hasil tangkapan spesies bukan target baik spesies ikan maupun spesies bukan ikan serta dampak terhadap spesies yang terkait atau tergantung dan bahwa maksud dari peraturan terkait tidak diabaikan oleh peranti teknis. Sehubungan dengan ini, para nelayan harus bekerjasama dalam pengembangan alat dan metode penangkapan yang selektif. Negara harus menjamin bahwa informasi tentang perkembangan dan persyaratan yang terbaru tersedia bagi semua nelayan”. Untuk jenis ikan peruaya jauh pelagis besar, pengelolaannya harus merujuk pada CCRF dimana pada pasal 7.1.3 dituliskan “Bagi stok ikan pelintas batas, stok ikan straddling, stok ikan peruaya jauh dan stok ikan laut lepas, yang diusahakan oleh dua Negara atau lebih, maka Negara bersangkutan, termasuk negara pantai yang relevan dalam hal stok yang straddling dan ikan peruaya jauh tersebut, harus bekerjasama untuk menjamin konservasi dan pengelolaan sumber daya yang efektif. Upaya ini harus dicapai, jika perlu, melalui pembentukan sebuah organisasi atau tatanan bilateral, subregional atau 117 regional.” WPP yang sudah mengupayakan penangkapan ikan pelagis besar secara berlebih adalah Samudra Pasifik dan Laut Sulawesi. Kelebihan upaya penangkapan ini akan menyebabkan laju pengambilan ikan melebihi laju penambahan alamiah ikan yang berdampak pada berkurangnya kemampuan stok ikan untuk memulihkan diri. Untuk mengatur tingkat pemanfaatan ikan serta untuk mencapai tujuan- tujuan eksploitasi yang telah ditetapkan, semua pihak hanya bisa berperan secara langsung melalui dua cara yaitu dengan mengatur upaya tangkap total, atau dengan melakukan perubahan sebaran usaha tangkap menurut kelas umur dan spesies yang membentuk stok sediaan alami ikan. Untuk WPP yang telah mengalami kelebihan upaya penangkapan, pembatasan penangkapan harus ketat dilakukan. Jika masih ada WPP yang bisa menampung upaya penangkapan dari WPP yang overfished, seharusnya segera mengalihkan penangkapan ke WPP yang masih dalam tingkat moderate. 4. Pelanggaran hukum H Konflik pemanfaatan sumberaya perikanan di Sulawesi Selatan salah satunya disebabkan adanya sejumlah pelanggaran. Pelanggaran – pelanggaran yang terjadi berupa wilayah operasi bagi alat tangkap tertentu, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan serta penggunaan bahan berbahaya. Pengaturan wilayah operasi bagi alat tangkap tertentu diperlukan untuk mencegah menumpuknya nelayan pada suatu perairan, mengatur pemanfaatan sumberdaya ikan tertentu, perlindungan terhadap ekosistem laut dan perlindungan bagi nelayan kecil. Lebih lanjut pengaturan wilayah pemanfaatan atau mempermudah pengawasan pelanggaran terkait pemanfaatan sumberdaya perikanan. Terkait dengan maraknya pelanggaran hukum di perairan Sulawesi Selatan juga disebabkan oleh belum adanya pengawasan dari stakeholders terkait dalam melindungi keberlanjutan perikanan tangkap. Salah satu hal yang mendesak untuk dilakukan di Sulawesi Selatan adalah penerapan undang – undang dan peraturan terkait perikanan tangkap, Pembentukan Komite Penasehat Perikanan Lokal KPPL dan adaptasi budaya lokal dalam pengelolaan perikanan tangkap. Budaya lokal mempunyai hak khusus dalam melakukan pengelolaan perikanan demi terciptanya keberlanjutan sumberdaya dan menghindari konflik. Di antara hak ulayat laut yang masih berlangsung dan mampu menciptakan perikanan yang berkelanjutan di Sulawesi Selatan adalah Rompong. Adopsi nilai 118 – nilai lokal dalam mengatasi pelanggaran hukum yang terjadi, diharapkan lebih diterima oleh masyarakat nelayan 5. Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap J Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan berupa regulasi dan kelembagaan pendukung diperlukan dalam mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Di dalam masyarakat pesisir peran kelembagaan merupakan hal yang sangat penting demi tercapainya kehidupan masyarakat yang sejahtera. Lembaga dalam suatu komunitas masyarakat pesisir terdiri dari organisasi pada tingkat nelayan serta kelembagaan masyarakat desa yang diartikan sebagai norma lama atau aturan-aturan sosial yang telah berkembang secara tradisional dan terbangun atas budaya lokal sebagai komponen dan pedoman pada beberapa jenistingkatan lembaga sosial yang saling berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat untuk mempertahankan nilai. Norma lama yang dimaksud yaitu aturan-aturan sosial yang merupakan bagian dari lembaga sosial dan simbolisasi yang mengatur kepentingan masyarakat di masa lalu Arief 2009. Fungsi dari lembaga masyarakat pesisir adalah untuk memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat dan memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian social terhadap tingkah laku anggota-anggotanya Idianto 2004. Berangkat dari hal tersebut dalam mewujudkan pengelolaan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan, kelembagaan diperlukan pembentukan Komite Penasehat Perikanan Lokal KPPL untuk memastikan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. 6. Koordinasi instansi pemerintah K Aturan dari pusat hingga daerah sebenarnya sudah ada untuk membahas pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, namun apakan dijabarkan dan diimplementasikan dengan baik yang disesuaikan dengan keunikan daerah masing-masing. Tumpang tindih antar lembaga yang sama-sama memanfaatkan laut juga sering ditemukan. Inti dari kelembagaan adalah bagaimana pengelolaan memastikan aturan, pembagian peran dan target pembangunan berjalan saling 119 bersinergi, melengkapi dan menguatkan, bukan dimaksudkan untuk bersaing berdasarkan ego masing-masing lembaga. Lebih lanjut, koordinasi instansi pemerintah diperlukan untuk harmonisasi segenap permasalahan pada perikanan tangkap sebagai kegiatan multisektoral dan multisistem. Untuk itu di Sulawesi Selatan, dalam mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan menjadi tanggung jawab bersama beberapa instansi terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lingkungan Hidup dan instansi lainnya. Koordinasi yang dilakukan dapat dilakukan dalam sebuah wadah atau forum semisal pembentukan Komite KelautanPerikanan di tiap wilayah kabupaten. Harapannya akan terjalin sinergitas perencanaan perikanan tangkap di tiap wilayah kabupaten pesisir di Sulawesi Selatan. Berdasarkan penjelasan diatas, secara ringkas arahan dan strategi kebijakan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 20 Arahan dan strategi kebijakan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan Faktor Kunci Kendala Strategi dan Kebijakan O : Orientasi pasar hasil o Fasilitas pemasaran o Pengoptimalan PPI Pusat Pendaratan Ikan dan TPI Tempat Pendaratan Ikan o Media promosi o Melengkapai sarana penunjang pemasaran produk perikanan angkutan, transportasi menuju dan pasar o Jaringan pemasaran o Penyediaan media informasi harga produk perikanan tangkap o Stabilitas harga produk perikanan o Perlindungan produk perikanan tangkap o Produk olahan perikanan tangkap o Pelatihan kelompok usaha dan o budidaya o Kredit dan usaha mikro o Pendampingan KUB Kelompok Usaha Bersama dalam mengelola usaha 120 Faktor Kunci Kendala Strategi dan Kebijakan T : Tingkat penutupan karang o Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah o Rehabilitasi terumbu karang o Pemusatan daerah tangkapan ikan o Mitigasi terhadap habitat o Menjaga kebersihan lingkungan pesisir dan laut o Pengaturan alat tangkap o Pengaturan jalur penangkapan disesuaikan dengan kapasitas perahu o Perbaikan lingkungan dan pusat pendaratan ikan Environmental Improvement and Fish Landing Centres IFLC P : Tingkat Pemanfaatan perikanan tangkap o Keterbatasan pengetahuan masyarakat o Pelatihan ketrampilan bagi masyarakat o Pelibatan masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan sumberdaya perikanan o Pengaturan usaha perikanan tangkap o Pengaturan usaha perikanan tangkap H : Pelanggaran hukum o Pengetahuan perundangan perikanan o Penerapan undang – undang dan peraturan terkait perikanan tangkap o Pengawasan terhadap pelanggaran illegal fishing 1. Pembentukan Komite Penasehat Perikanan Lokal KPPL 2. Adaptasi budaya lokal dalam pengelolaan perikanan tangkap J : Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap o Lemahnya kelembagaan yang mengatur pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap 3. Pembentukan Komite Penasehat Perikanan Lokal KPPL K : Koordinasi instansi pemerintah Lemahnya koordinasi o Pembentukan KKPK Komite Kelautan Perikanan Kabupaten o KPPL Komite Pengelolaan Perikanan Laut di tingkat kawasan dan desa. 4. Pembentukan Komite Penasehat Perikanan Lokal KPPL Tabel 17. Atribut penilaian keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan No. Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Ekologi 1 Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap 0 = collapsed over fishing 1 = tangkap lebih pemanfaatan daya dukung 2 = tangkap penuh pemanfaatan 50-100 daya dukung 3 = kurang pemanfaatan 0-50 daya dukung FAO dan Rapfish Peman-faatan 70,50 50-100 1 Tingkat pemanfaatan mencapai 70,50 Bappeda 2006. Produksi 223.258 ton terdiri dari perikanan laut 216.459 ton dan perairan umum 6.799 ton Bappeda 2011 2 Tingkat penutupan karang 0 = rusak 0-24 1 = sedang 25-49,9 2 = baik 50-74,9 3 = sangat baik 75-100; Gomez and Yap 1988 24, baik Dari 200 stasiun pengamatan sudah mengalami rusak, 36 kritis, 22 bagus, 2 sangat bagus DKP 2008 : Terumbu Karang, CITES dan Kawasan Konservasi Prov. Sulsel. Kriteria sangat bagus : penutupan karang hidupnya berkisar 74-100, bagus : 50-75; kritis : 25-50, rusak : 0-25 3 Tingkat pencemaran perairan laut 0 = tinggi 1 = sedang 2 = rendah sd tidak ada Ada, sedang 1 Berdasarkan pengamatan di pantai terdapat pencemaran dari sumber rumah tanggapermukiman, restoran, hotel, pelabuhan, dan kapal penangkapan ikan 4 Tingkat kedewasaan ikan yang tertangkap persentase ikan tertangkap sebelum dewasa 0 = tidak ada 30 1 = sedikit 30-60 2 = banyak 60 Sedikit 1 Hasil penangkapan ikan sebagian berupa anakan yang belum dewasa mencapai 30 atau lebih kuesioner No. Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan 5 Jumlah keragaman spesies ikan yang tertangkap 0 = rendah 10 spesies 1 = sedang 10- 100 spesies 2 = tinggi 100 spesies Rapfish Sedang 1 92 jenis ikan yang tertangkap Bappeda 2007-2011 6 Penangkapan jenis-jenis ikan yang dilindungi 0 = banyak terjadi 1 = kurang sedang 2 = tidak ada kejadian Kurang 1 Dalam penangkapan ikan masih terdapat jenis-jenis ikan yang dilindungi kuesioner di DKP 2011 Dimensi Ekonomi 1 Tingkat keuntungan usaha penangkapan ikan 0 = kurang menguntungkan atau negatif 1 = rendah tingkat keuntungannya 2 = sedang tingkat keuntungannya 3 = tinggi tingkat keuntungannya Rendah tingkat keuntung-annya 1 - 2 Kontribusi pendapatan sektor perikanan terhadap PDRB KabupatenProvinsi 0 = rendah 5 1 = sedang 5-10 2 = tinggi10 Rapfish, 2000 6,78 1 Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Prov. Sulsel 6,78 Bappeda 2011. 2007 = sektor perikanan Rp.2.961,42 milyar, PDRB: Rp.41.332,43 milyar; 2008 = perikanan Rp.3.178,42 milyar, PDRB:44.549,82; 2009 = perikanan Rp.3.272,77 milyar, PDRB : 47.326,08; 2010 = perikanan Rp.3.472,89 milyar, PDRB : 51.197,03 milyar. Bappeda 2011 No. Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan 3 Orientasi pasar produk ikan hasil tangkapan 0= pasar lokal 1 = pasar lokal dan nasional 2 = pasar lokal, nasional dan ekspor Lokal sd interna- sional 2 Pasar lokal, kabupaten, provinsi, nasional dan internasional Bappeda 2011 4 Tingkat penghasilan nelayan dibandingkan dengan UMR Provinsi Sulse 0 = dibawah UMR 1 = hampir sama dengan UMR + 5 dari UMR 2 = lebih tinggi 5 ke atas drpd UMR Rp. 825.000 hapir sama dengan UMR 1 Pendapatan rata2 = Rp 825.000 kuesioner. UMR Prov Sulsel 2008 Rp.679.000,- 2009 Rp. 950.000,- dan 2010 sebesar Rp.1.000.000,- Bappeda 2011 5 Tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor perikanan 0 = rendah 5 1 = sedang 5-10 2 = tinggi 10 8 1 Tingkat penyerapan tenaga di sektor perikanan 8 Bappeda 2011 6 Akses nelayan terhadap sumberdaya permodalan 0 = tidak ada 1 = sedang 2 = tinggi Cukup tersedia akses ke lembaga keuangan 1 Banyak lembaga perkreditan yang menawarkan modal pinjaman kepada nelayan wawancara 7 Alternatif mata pencaharian tambahan selain sebagai nelayan penangkap ikan 0 = tidak ada 1 = sedikit 2 = banyak Ada, terbatas 1 Ada tersedia alternatif mata pencaharian selain nelayan tetapi terbatas pengamatan dan wawancara 8 Sumber pendapatan perikanan bagi rumah tangga nelayan tangkap 0 = pendapatan utama full time 1 = musiman seasonal 2 = tambahan part time 3 = bukan utama casual Pendapatan utama 1 Kegiatan tangkap ikan merupakan sumber penghasil utama bagi rumah tangga nelayan 9 Kepemilikan peralatan tangkap 0 = masyarakat luar 1 = campuran lokal dan masy luar 2 = lokal 1 milik masya- rakat lokal dan luar 1 Kepemilikan modal berasal dari berbagai daerah yaitu masyarapat lokal, antar kabupaten ataupun antar provinsi No Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Sosial 1 Tingkat pendidikan formal masyarakat 0=minim tidak tamat SD dan tamat SD 1=kurang tamat SMP dan ke bawah 2=sedang tamat SMA dan ke bawah 3=baik 0-10 tidak tamat PT dan tamat PT Minim 1 Tingkat pendidikan nelayan umumnya tidak tamat SD sd tamat SD 2 Pengetahuan nelayan tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan 0=minim 1=kurang 2=sedang 3=baik Minim Umumnya tidak mengenal wawancara mendalam 3 Pengetahuan nelayan tentang alat tangkap ramah lingkungan 0=minim 1=kurang 2=sedang 3=baik Kurang 1 Nelayan mengenal secara terbatas tentang alat tangkap yang tidak merusak ekosistem, tetapi tidak mau menggunakan 4 Jumlah anggota keluarga nelayan 0=kecil 3 orang 1=cukup 4-5 orang 2=sedang 6-7 orang 3=sangat besar 7 orang Kecil Keluarga kecil nelayan dengan 1 anak kuesoner 5 Usia kepala keluarga nelayan 0=belum produktif 18 tahun 1=kurang produktif 50 tahun 2=produktif 18-56 tahun Produktif 2 Umumnya usia produktif 18-56 tahun kuesioner 6 Tingkat konflik pemanfaatan perikanan laut 0=banyak 1=sedikt 2=tidak ada Ada, sedikit jarang terjadi 1 Ada. Terbatas, lokal, antara nelayan tradisional dengan nelayan lebih maju No Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Sosial 7 Jumlah rumah tangga pemanfaat sumberdaya perikanan 0=kecil 13 populasi nelayan 1=sedang 23 populasi nelayan 2=tinggi 23 popuasi nelayan skala Rapfish Tinggi, lebih dari 23 populasi nelayan 2 Jumlah rumah tangga yang terlibat di kegiatan perikanan tangkap sebesar 32.275 unit berperahu sd berkapal motor. Bappeda 2011 8 Upayaprogram pemberdayaan dari pemerintah daerah setempat 0=tidak ada 1=sedikitterbatas 2=banyak Sedikit terbatas 1 Ada program pemberdayaan masyarakat namun dengan jumlah yang terbatas 9 Waktu nelayan yang dialokasikan untuk menangkap ikan 0=hobi dan paruh waktu 1=musiman 2=penuh waktu Musiman 1 Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan mempertimbangkan musim. Di luar musim baik maka hanya sekedar memancing saja 10 Tingkat ketergantungan ekonomi rumah tangga nelayan dari perikanan tangkap 0=50 rendah 1=50-80 sedang 2=805 tinggi Tinggi 2 Lebih 80 ekonomi nelayan bergantung pada kegiatan perikanan tangkap. kuesioner Dimensi Teknologi 1 Jenis alat tangkap 0=mayoritas pasif 1=seimbang 2=mayoritas aktif skala Rapfish Mayoritas pasif 1 Kondisi tahun 2010 yaitu jumlah alat tangkap 2.885.762 unit; terbesar berupa jaring insang hanyut 520.191 unit, jarring insang tetap set gillnet 641.780 unit dan bagan tancap 100.619 unit. Tidak ada jenis pukat tarik ikan fishnet sd pukat tarik udang double riggs shrimp tawl. DKP 2011 No Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Teknologi 2 Selektivitas alat tangkap 0=kurang selekif 1=agak selektif 2=selektif 3=sangat selektif Selektif 2 Kondisi tahun 2010 yaitu jumlah alat tangkap 2.885.762 unit; terbesar berupa jaring insang hanyut 520.191 unit, jarring insang tetap set gillnet 641.780 unit dan bagan tancap 100.619 unit. Tidak ada jenis pukat tarik ikan fishnet sd pukat tarik udang doubleriggs shrimp tawl. DKP 2011 3 Tipe kapal 0=1-5 GT 1=5-10 GT 2=10 G 5-10 GT 1 Jumlah motor 2010 :0-5 GT=9.371 unit, 5-10 GT=2.359 unit, 10-20 GT=391 unit, 20-30 GT=103 unit, dan 30-50 GT=13 unit. DKP 2011 4 Teknologi penanganan pascapanen 0=tidak ada 1=sedang 2=baik Cukup baiksedang 1 Penanganan pasca panen cukup baik diawetkan dengan menggunakan es atau dibuat ikan keringasin. wawancara 5 Tingkat ketersediaan prasarana pendaratan ikan 0=terpusat terbataskurang merata 1=sedang agak terbatascukup tersebar 2=tersebar Jumlah agak cukup dan cukup tersebar 1 Prasarana pendaratan ikan TPI cukup tersedia untuk pendaran ikan 6 Penggunaan teknologi atau alat yang destruktif 0=banyak atau dominan 1=sedang 2=tidak ada skala Rapfish Banyak atau dominan Banyak terjadi penggunaan bom ikan maupun menggunakan racun ikan 7 Penanganan hasil ikan tangkapan di atas kapalperahu 0=tidak ada 1=sedang cukup baik 2=banyak dan dominan baik Cukup baik 1 Penanganan pasca panen cukup baik dengan menggunakan es dan freezer sebagai media pengawet. wawancara No Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Teknologi 8 Penanganan pasca penangkapan sebelum dipasarkan 0=tidak ada 1=sedang 2=banyak dan dominan skala Rapfish Sedang 1 Ada penanganan pasca panen sebelum dipasarkan cukup baik dengan menggunakan es atau freezer sebagai media pengawet pada kapal. wawancara 9 Mobilitas alat tangkap 0=mayoritas pasif 1=sedang 2=mayoritas aktif skala Rapfish Paduan antara pasif dan aktif 1 Perpaduan antara alat tangkap pasif hingga aktif tetapi didomiasi oleh alat tangkap pasif 10 Jumlah ikan terbuang 0=banyak 1=sedikit 2=tidak ada Sedikit terbuang 1 Hasil tangkapan ikan ada yang terbuang tidak sesuai dengan permintaan pasar, sehingga sebagian terbuang atau dikonsumsi rumah tangga. pengamatan 11 Ketersediaan sarana dan prasarana penegakan hukum instansi pemerintah 0=tidak memadai 1=kurang memadai 2=cukup memadai 3=sangat memadai Tidak memadai Prasarana yang ada berupa kapal patroli Dimensi Kelembagaan dan Etika 1 Kebijakan pemerintah dalam pengaturan perikanan tangkap 0=tidak ada 1=kurang memadai 2=cukup memadaitersedia 3=banyak dan memadai Kurang memadai 1 Kebijakan lengkap, namun implementasinya lemah di lapangan. Analisis Kebijakan Perikanan Tangkap No Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Kelembagaan dan Etika 2 Kebijakan pemerintah dalam peningkatanpemberdayaan ekonomi nelayan 0=tidak ada 1=kurang 2=cukup 3=banyak Kurang memadai 1 Kebijakan kurang menyentuh sebagian besar nelayan 3 Kapasitas instansi pemerintah urusan perikanan dan kelautan 0=rendah 1=sedang 2=kuat 3=sangat kuat Sedang 1 Kerebatasan SDM dan sarana prasarana pengamanan perairan 4 Tingkat koordinasi antar instansi pemerintah 0=buruk 1=kurang baik 2=sedangcukup baik 3=baik buruk Tingkat koordinasi antar instansi penegak hukum di perairan masih buruk. Penanganan illegal fishing sering dilepaskan kembali 5 Kelompok nelayan perikanan tangkap 0=tidak ada 1=sedikit 2=banyak Ada, sedikit 1 Ada kelompok-kelompok nelayan tetapi masih dalam jumlah terbatas 6 Lembaga LSM konservasi SD kelautan dan perikanan 0=tidak ada 1=ada, sedang 2=ada, banyak Ada, sedikit 1 Ada kelompok LSM dalam bidang konservasi perikanan dan pemberdayaan masyarakat, namun jumlahnya masih terbatas 7 Ketersediaan pasar input dan output perikanan 0=tidak ada 1=cukup tersedia 2=banyak Cukup tersedia 1 Cukup tersedia bagi nelayan untuk memenuhi kebutuhan alat tangkap baik berupa perahu, motor, maupun alat pancing 8 Penyuluhan hukum dan teknik perikanan berkelanjutan 0=tidak pernah sd sangat jarang 1=jarang 2=sering Hampir tidak pernah adasangat jarang Berdasarkan informasi dari masyarakat belum ada kegiatan penyuluhan hukum dan penyuluhan tenik perikanan berkelanjutan No Dimensi dan Atribut Kriteria Kondisi Skor Keterangan Dimensi Kelembagaan dan Etika 9 Tingkat pelanggaran hukum dalam pemanfaatanpenangkapan sumberdaya ikan 0=sangat tinggi 1=tinggi 2=kurang 3=tidak ada Sangat tinggi Pelanggaran hukum yang terjadi sangat tinggi, diantaranya dalam proses penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangakap yang tida diperbolehkan 10 Mitigasi terhadap ekosistem perikanan tangkap 0=tidak ada 1=kurang 2=ada, cukup Ada, tetapi hanya terbatas 1 Kegiatan mitigasi yang dilakukan masih terbatas 11 Sikap masyarakat nelayan terhadap praktek penangkapan yang destruktif dan illegal 0=tidak peduli 1=rendah kepeduliannya 2=peduli dengan memperingat- kan terhadap sesama nelayan Rendah kepeduliannya 1 Sikap masyarakat rendah hanya melalui himbauan atau hanya perasaan keberatan saja, belum melakukan pelanggaran 7 KESIMPULAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disampaikan, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan : 1. Pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Sulawesi Selatan berada pada status kritis. Ditunjukkan dengan penurunan peningkatan produksi berdasarkan 7 tahun pengamatan dan pemanfaatan sejumlah sumberdaya perikanan mulai menuju pemanfaatan lebih.. 2. Keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan etika, dan dimensi teknologi dan infrastruktur berada pada status tidak keberlanjutan. Faktor yang menyebabkan tingkat keberlanjutan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dalam kategori tidak berkelanjutan adalah tidak terpenuhi salah satu dari tiga dimensi penentu keberlanjutan perikanan tangkap, yaitu dimensi ekologi 49,07 berarti kurang berkelanjutan. 3. Model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan model dengan fungsi dari enam faktor kunci, yaitu : M = f O, T, P, H, J, K, dimana O = Orientasi pasar hasil perikanan tangkap, T = Tingkat penutupan karang, P = Tingkat Pemanfaatan perikanan tangkap, H = Pelanggaran hukum dalam pemanfaatan perikanan tangkap, J = Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap, dan K = Koordinasi instansi pemerintah. 4. Skenario optimistis skenario pengembangan III merupakan skenario model yang memiliki keberlanjutan paling baik bagi pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan. Kebijakan yang perlu dilakukan berupa peningkatan kondisi ekologi untuk mencapai perikanan tangkap yang mampu memberikan manfaat baik secara ekonomi dan sosial dalam meningkatkan kesejahteraan masyarkat nelayan. 122

7.2 Saran

Mengingat rendahnya skenario yang dapat diterapkan dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, maka perlu adanya perhatian khusus mengenai kebijakan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap factor penghambat kelestarian pengelolaan seperti illegal fishing. Disamping itu kebijakan pengaturan yang ada harus dapat dimplementasikan untuk menjamin tercapainya tujuan pengelolaan perikanan yaitu pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan dan berkeadilan. Lampiran 1 Nilai peluang probability value dari pearson correlations Variabel Illegal Fishing 1. Pengalaman Nelayan 0.03 2. Rata-rata Produksi Ikan 0.01 3. Jumlah Total Ikan 0.01 4. Total Biaya Variabel 0.00 5. Total Biaya Tetap 0.00 6. Total Biaya Investasi 0.00 7. Pengetahuan Dasar Hukum 0.16 8. Pengetahuan Terumbu Karang 0.00