Arahan dan Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap
115
2. Tingkat penutupan karang T Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas di
kawasan pesisir, tidak terkecuali di Sulawesi Selatan, yang peran dan fungsinya sangat penting bagi pembangunan ekonomi pada umumnya dan masyarakat
pesisir pada khususnya. Namun demikian, akibat pengelolaan yang tidak memadai dengan tingkat eksploitasi yang begitu intensif pada beberapa
dasawarsa belakang ini, maka ekosistem terumbu karang kita pada umumnya termasuk dalam kategori kurang baik dan semakin terancam oleh pengaruh
berbagai aktifiats manusia anthropogenic, seperti penangkapan berlebih dan penggunaan alat tangkap. Lebih lanjut, DKP Sulsel 2008 menyebutkan khusus
Kepuluan Spermonde hanya ditemukan terumbu karang dengan kondisi sangat bagus 2; kondisi bagus 19,24; kondisi sedang 63,38 dan kondisi rusak
15,38 . Kombinasi destructif fishing dengan penangkapan berlebih tentunya akan
mengarah pada degradasi habitat yang berkepanjangan yang pada gilirannya bukan hanya akan berdampak pada penurunan kualitas lingikungan secara
umum, tapi juga pada hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat nelayan. Gejala ini telah sangat dirasakan sendiri oleh masyarakat pesisir
dengan penurunan secara drastis hasil tangkapan yang mereka peroleh dari kawasan terumbu karang dibandingkan dengan pada saat sebelumnya.
Oleh karena itu, demi menyelematkan terumbu karang di Sulawesi Selatan yang masih tersisa sekaligus membantu masyarakat nelayan, perlu ada tindakan
yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam tersebut secara bijaksana. Upaya yang perlu dipertimbangkan adalah
melalui pelibatan masyarakat dalam rehabilitasi terumbu karang berupa transplantasi terumbu karang dan pembuatan terumbu buatan artificial reef.
Upaya rehabilitasi terumbu karang lebih lanjut merupakan upaya untuk meningkatkan fungsi ekologi terumbu karang sekaligus meningkatkan daya
dukung ekologi bagi kegiatan perikanan tangkap. Lebih lanjut untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang, pada beberapa lokasi yang memiliki tutupan
terumbu karang yang baik, perlu menggunakan pendekatan kawasan konservasi laut, termasuk penutupan beberapa area tertentu terhadap aktifitas perikanan
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.
116
Keberadaan kawasan konservasi laut berdampak positif bagi sumberdaya perikanan di kawasan pesisir, yaitu memelihara sumber induk brood stocks
agar jumlah dan ukurannya bisa meningkat sehingga produksi benihnya akan lebih baik dan melimpah serta untuk melindungi habitat dan stok ikan agar dapat
tumbuh dengan baik tanpa gangguan di kawasan perlindungan Dalton 2004. Limpahan ikan-ikan dewasa dan juga ikan-ikan kecil akan berpindah tempat
spill-over effect keluar kawasan perlindungan Kamukuru et al. 2004, sehingga sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
3. Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap P Wilayah Sulawesi Selatan masuk dalam WPP IV meliputi Selat Makassar
dan Laut Flores. Pada WPP tersebut sumberdaya ikan yang masih dalam kategori dapat dimanfaatkan adalah ikan demersal, pelagis dan pelagis besar
KKP 2010. Berangkat dari hal tersebut, tingkat pemanfaatan sejumlah suberdaya ikan lainnya yang ada harus mulai dibatasi dan diawasi.
Jenis ikan pelagis kecil umumnya ditangkap dengan menggunakan purse seine, rawai, maupun huhate. Ketiga jenis alat tangkap ini sudah sesuai dengan
standar penggunaan alat tangkap yang tertulis pada pasal 8.5.1 CCRF code of conduct for responsible fisheries
“Negara-negara harus mensyaratkan bahwa alat, metode, dan praktek penangkapan ikan, sejauh bisa dilaksanakan, agar
cukup selektif sedemikian rupa sehingga meminimumkan limbah, ikan buangan, hasil tangkapan spesies bukan target baik spesies ikan maupun spesies bukan
ikan serta dampak terhadap spesies yang terkait atau tergantung dan bahwa maksud dari peraturan terkait tidak diabaikan oleh peranti teknis. Sehubungan
dengan ini, para nelayan harus bekerjasama dalam pengembangan alat dan metode penangkapan yang selektif. Negara harus menjamin bahwa informasi
tentang perkembangan dan persyaratan yang terbaru tersedia bagi semua nelayan”.
Untuk jenis ikan peruaya jauh pelagis besar, pengelolaannya harus merujuk pada CCRF dimana pada pasal 7.1.3 dituliskan “Bagi stok ikan pelintas
batas, stok ikan straddling, stok ikan peruaya jauh dan stok ikan laut lepas, yang
diusahakan oleh dua Negara atau lebih, maka Negara bersangkutan, termasuk negara pantai yang relevan dalam hal stok yang straddling dan ikan peruaya jauh
tersebut, harus bekerjasama untuk menjamin konservasi dan pengelolaan sumber daya yang efektif. Upaya ini harus dicapai, jika perlu, melalui
pembentukan sebuah organisasi atau tatanan bilateral, subregional atau
117 regional.” WPP yang sudah mengupayakan penangkapan ikan pelagis besar
secara berlebih adalah Samudra Pasifik dan Laut Sulawesi. Kelebihan upaya
penangkapan ini akan menyebabkan laju pengambilan ikan melebihi laju penambahan alamiah ikan yang berdampak pada berkurangnya kemampuan
stok ikan untuk memulihkan diri. Untuk mengatur tingkat pemanfaatan ikan serta untuk mencapai tujuan-
tujuan eksploitasi yang telah ditetapkan, semua pihak hanya bisa berperan secara langsung melalui dua cara yaitu dengan mengatur upaya tangkap total,
atau dengan melakukan perubahan sebaran usaha tangkap menurut kelas umur dan spesies yang membentuk stok sediaan alami ikan. Untuk WPP yang telah
mengalami kelebihan upaya penangkapan, pembatasan penangkapan harus ketat dilakukan. Jika masih ada WPP yang bisa menampung upaya
penangkapan dari WPP yang overfished, seharusnya segera mengalihkan penangkapan ke WPP yang masih dalam tingkat moderate.
4. Pelanggaran hukum H Konflik pemanfaatan sumberaya perikanan di Sulawesi Selatan salah
satunya disebabkan adanya sejumlah pelanggaran. Pelanggaran – pelanggaran
yang terjadi berupa wilayah operasi bagi alat tangkap tertentu, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan serta penggunaan bahan berbahaya.
Pengaturan wilayah operasi bagi alat tangkap tertentu diperlukan untuk mencegah menumpuknya nelayan pada suatu perairan, mengatur pemanfaatan
sumberdaya ikan tertentu, perlindungan terhadap ekosistem laut dan perlindungan bagi nelayan kecil. Lebih lanjut pengaturan wilayah pemanfaatan
atau mempermudah pengawasan pelanggaran terkait pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Terkait dengan maraknya pelanggaran hukum di perairan Sulawesi Selatan juga disebabkan oleh belum adanya pengawasan dari stakeholders terkait dalam
melindungi keberlanjutan perikanan tangkap. Salah satu hal yang mendesak untuk dilakukan di Sulawesi Selatan adalah penerapan undang
– undang dan peraturan terkait perikanan tangkap, Pembentukan Komite Penasehat Perikanan
Lokal KPPL dan adaptasi budaya lokal dalam pengelolaan perikanan tangkap. Budaya lokal mempunyai hak khusus dalam melakukan pengelolaan
perikanan demi terciptanya keberlanjutan sumberdaya dan menghindari konflik. Di antara hak ulayat laut yang masih berlangsung dan mampu menciptakan
perikanan yang berkelanjutan di Sulawesi Selatan adalah Rompong. Adopsi nilai
118 – nilai lokal dalam mengatasi pelanggaran hukum yang terjadi, diharapkan lebih
diterima oleh masyarakat nelayan
5. Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap J Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan berupa
regulasi dan kelembagaan pendukung diperlukan dalam mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan.
Di dalam masyarakat pesisir peran kelembagaan merupakan hal yang sangat penting demi tercapainya kehidupan masyarakat yang sejahtera.
Lembaga dalam suatu komunitas masyarakat pesisir terdiri dari organisasi pada tingkat nelayan serta kelembagaan masyarakat desa yang diartikan sebagai
norma lama atau aturan-aturan sosial yang telah berkembang secara tradisional dan terbangun atas budaya lokal sebagai komponen dan pedoman pada
beberapa jenistingkatan lembaga sosial yang saling berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat untuk mempertahankan nilai. Norma
lama yang dimaksud yaitu aturan-aturan sosial yang merupakan bagian dari lembaga sosial dan simbolisasi yang mengatur kepentingan masyarakat di masa
lalu Arief 2009. Fungsi dari lembaga masyarakat pesisir adalah untuk memberikan
pedoman pada anggota masyarakat bagaimana bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang
menyangkut kebutuhan-kebutuhan masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat dan memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system
pengendalian social terhadap tingkah laku anggota-anggotanya Idianto 2004. Berangkat dari hal tersebut dalam mewujudkan pengelolaan tangkap
berkelanjutan di Sulawesi Selatan, kelembagaan diperlukan pembentukan Komite Penasehat Perikanan Lokal KPPL untuk memastikan perikanan tangkap
di Sulawesi Selatan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan. 6. Koordinasi instansi pemerintah K
Aturan dari pusat hingga daerah sebenarnya sudah ada untuk membahas pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, namun apakan dijabarkan
dan diimplementasikan dengan baik yang disesuaikan dengan keunikan daerah masing-masing. Tumpang tindih antar lembaga yang sama-sama memanfaatkan
laut juga sering ditemukan. Inti dari kelembagaan adalah bagaimana pengelolaan memastikan aturan, pembagian peran dan target pembangunan berjalan saling
119
bersinergi, melengkapi dan menguatkan, bukan dimaksudkan untuk bersaing berdasarkan ego masing-masing lembaga.
Lebih lanjut, koordinasi instansi pemerintah diperlukan untuk harmonisasi segenap permasalahan pada perikanan tangkap sebagai kegiatan multisektoral
dan multisistem. Untuk itu di Sulawesi Selatan, dalam mewujudkan perikanan tangkap berkelanjutan menjadi tanggung jawab bersama beberapa instansi
terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lingkungan Hidup dan instansi lainnya. Koordinasi yang
dilakukan dapat dilakukan dalam sebuah wadah atau forum semisal pembentukan Komite KelautanPerikanan di tiap wilayah kabupaten. Harapannya
akan terjalin sinergitas perencanaan perikanan tangkap di tiap wilayah kabupaten pesisir di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan penjelasan diatas, secara ringkas arahan dan strategi kebijakan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 20 Arahan dan strategi kebijakan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan
Faktor Kunci Kendala
Strategi dan Kebijakan
O : Orientasi pasar
hasil o
Fasilitas pemasaran o
Pengoptimalan PPI Pusat Pendaratan
Ikan dan TPI Tempat Pendaratan Ikan
o Media promosi
o Melengkapai sarana
penunjang pemasaran produk perikanan
angkutan, transportasi menuju
dan pasar
o Jaringan pemasaran
o Penyediaan
media informasi
harga produk
perikanan tangkap
o Stabilitas harga
produk perikanan
o Perlindungan produk
perikanan tangkap o
Produk olahan perikanan tangkap
o Pelatihan
kelompok usaha dan
o budidaya
o Kredit
dan usaha
mikro o
Pendampingan KUB
Kelompok Usaha
Bersama dalam
mengelola usaha
120
Faktor Kunci Kendala
Strategi dan Kebijakan
T : Tingkat
penutupan karang o
Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah
o Rehabilitasi terumbu
karang o
Pemusatan daerah
tangkapan ikan o
Mitigasi terhadap habitat
o Menjaga kebersihan
lingkungan pesisir dan laut
o Pengaturan alat
tangkap o
Pengaturan jalur penangkapan
disesuaikan dengan kapasitas perahu
o Perbaikan lingkungan
dan pusat pendaratan ikan Environmental
Improvement and Fish Landing Centres IFLC
P : Tingkat
Pemanfaatan perikanan
tangkap o
Keterbatasan pengetahuan masyarakat
o Pelatihan ketrampilan
bagi masyarakat o
Pelibatan masyarakat dalam pengawasan
pemanfaatan sumberdaya perikanan
o Pengaturan
usaha perikanan tangkap
o Pengaturan
usaha perikanan tangkap
H : Pelanggaran hukum
o Pengetahuan perundangan
perikanan o
Penerapan undang –
undang dan peraturan terkait perikanan
tangkap o
Pengawasan terhadap
pelanggaran illegal fishing 1. Pembentukan Komite
Penasehat Perikanan Lokal KPPL
2. Adaptasi budaya lokal dalam pengelolaan
perikanan tangkap J
: Kebijakan pengelolaan
perikanan tangkap
o Lemahnya
kelembagaan yang
mengatur pemanfaatan sumberdaya
perikanan tangkap 3.
Pembentukan Komite Penasehat Perikanan
Lokal KPPL K
: Koordinasi instansi
pemerintah Lemahnya koordinasi
o Pembentukan KKPK
Komite Kelautan Perikanan Kabupaten
o KPPL Komite
Pengelolaan Perikanan Laut di tingkat
kawasan dan desa. 4. Pembentukan Komite
Penasehat Perikanan Lokal KPPL
Tabel 17. Atribut penilaian keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan
No. Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Ekologi
1 Tingkat pemanfaatan perikanan
tangkap 0 = collapsed over fishing
1 = tangkap lebih pemanfaatan daya dukung
2 = tangkap penuh pemanfaatan 50-100 daya
dukung 3 = kurang
pemanfaatan 0-50 daya dukung FAO dan Rapfish
Peman-faatan 70,50
50-100 1
Tingkat pemanfaatan mencapai 70,50 Bappeda 2006.
Produksi 223.258 ton terdiri dari perikanan laut 216.459 ton dan
perairan umum 6.799 ton Bappeda 2011
2 Tingkat penutupan karang
0 = rusak 0-24 1 = sedang 25-49,9
2 = baik 50-74,9 3 = sangat baik 75-100;
Gomez and Yap 1988 24, baik
Dari 200 stasiun pengamatan sudah mengalami rusak, 36 kritis, 22 bagus, 2
sangat bagus DKP 2008 : Terumbu Karang, CITES dan Kawasan
Konservasi Prov. Sulsel. Kriteria sangat bagus : penutupan karang
hidupnya berkisar 74-100, bagus : 50-75; kritis : 25-50, rusak : 0-25
3 Tingkat pencemaran perairan
laut 0 = tinggi
1 = sedang 2 = rendah sd tidak ada
Ada, sedang 1
Berdasarkan pengamatan di pantai terdapat pencemaran dari sumber
rumah tanggapermukiman, restoran, hotel, pelabuhan, dan kapal
penangkapan ikan
4 Tingkat kedewasaan ikan yang
tertangkap persentase ikan tertangkap sebelum dewasa
0 = tidak ada 30 1 = sedikit 30-60
2 = banyak 60 Sedikit
1 Hasil penangkapan ikan sebagian
berupa anakan yang belum dewasa mencapai 30 atau lebih kuesioner
No. Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
5 Jumlah keragaman spesies ikan
yang tertangkap 0 = rendah 10 spesies
1 = sedang 10- 100 spesies
2 = tinggi 100 spesies Rapfish
Sedang 1
92 jenis ikan yang tertangkap Bappeda 2007-2011
6 Penangkapan jenis-jenis ikan
yang dilindungi 0 = banyak terjadi
1 = kurang sedang 2 = tidak ada kejadian
Kurang 1
Dalam penangkapan ikan masih terdapat jenis-jenis ikan yang dilindungi
kuesioner di DKP 2011
Dimensi Ekonomi
1 Tingkat keuntungan usaha
penangkapan ikan 0 = kurang menguntungkan
atau negatif 1 = rendah tingkat
keuntungannya 2 = sedang tingkat
keuntungannya 3 = tinggi tingkat
keuntungannya Rendah tingkat
keuntung-annya 1
-
2 Kontribusi pendapatan sektor
perikanan terhadap PDRB KabupatenProvinsi
0 = rendah 5 1 = sedang 5-10
2 = tinggi10 Rapfish, 2000
6,78 1
Kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB Prov. Sulsel 6,78 Bappeda
2011. 2007 = sektor perikanan Rp.2.961,42
milyar, PDRB: Rp.41.332,43 milyar; 2008 = perikanan Rp.3.178,42 milyar,
PDRB:44.549,82; 2009 = perikanan Rp.3.272,77 milyar,
PDRB : 47.326,08; 2010 = perikanan Rp.3.472,89 milyar,
PDRB : 51.197,03 milyar. Bappeda 2011
No. Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
3 Orientasi pasar produk ikan hasil
tangkapan 0= pasar lokal
1 = pasar lokal dan nasional 2 = pasar lokal, nasional dan
ekspor Lokal sd interna-
sional 2
Pasar lokal, kabupaten, provinsi, nasional dan internasional Bappeda
2011
4 Tingkat penghasilan nelayan
dibandingkan dengan UMR Provinsi Sulse
0 = dibawah UMR 1 = hampir sama dengan UMR
+ 5 dari UMR 2 = lebih tinggi 5 ke atas drpd
UMR Rp. 825.000
hapir sama dengan UMR
1 Pendapatan rata2 = Rp 825.000
kuesioner. UMR Prov Sulsel 2008 Rp.679.000,-
2009 Rp. 950.000,- dan 2010 sebesar Rp.1.000.000,- Bappeda 2011
5 Tingkat penyerapan tenaga kerja
pada sektor perikanan 0 = rendah 5
1 = sedang 5-10 2 = tinggi 10
8 1
Tingkat penyerapan tenaga di sektor perikanan 8 Bappeda 2011
6 Akses nelayan terhadap
sumberdaya permodalan 0 = tidak ada
1 = sedang 2 = tinggi
Cukup tersedia akses ke lembaga
keuangan 1
Banyak lembaga perkreditan yang menawarkan modal pinjaman kepada
nelayan wawancara
7 Alternatif mata pencaharian
tambahan selain sebagai nelayan penangkap ikan
0 = tidak ada 1 = sedikit
2 = banyak Ada, terbatas
1 Ada tersedia alternatif mata
pencaharian selain nelayan tetapi terbatas pengamatan dan wawancara
8 Sumber pendapatan perikanan
bagi rumah tangga nelayan tangkap
0 = pendapatan utama full time
1 = musiman seasonal 2 = tambahan
part time 3 = bukan utama casual
Pendapatan utama
1 Kegiatan tangkap ikan merupakan
sumber penghasil utama bagi rumah tangga nelayan
9 Kepemilikan peralatan tangkap
0 = masyarakat luar 1 = campuran lokal dan masy
luar 2 = lokal
1 milik masya- rakat lokal dan
luar 1
Kepemilikan modal berasal dari berbagai daerah yaitu masyarapat
lokal, antar kabupaten ataupun antar provinsi
No Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Sosial
1 Tingkat pendidikan formal
masyarakat 0=minim tidak tamat SD dan
tamat SD 1=kurang tamat SMP dan ke
bawah 2=sedang tamat SMA dan ke
bawah 3=baik 0-10 tidak tamat PT
dan tamat PT Minim
1 Tingkat pendidikan nelayan umumnya
tidak tamat SD sd tamat SD
2 Pengetahuan nelayan tentang
pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan
0=minim 1=kurang
2=sedang 3=baik
Minim Umumnya tidak mengenal wawancara
mendalam
3 Pengetahuan nelayan tentang
alat tangkap ramah lingkungan 0=minim
1=kurang 2=sedang
3=baik Kurang
1 Nelayan mengenal secara terbatas
tentang alat tangkap yang tidak merusak ekosistem, tetapi tidak mau
menggunakan
4 Jumlah anggota keluarga nelayan
0=kecil 3 orang 1=cukup 4-5 orang
2=sedang 6-7 orang 3=sangat besar 7 orang
Kecil Keluarga kecil nelayan dengan 1 anak
kuesoner
5 Usia kepala keluarga nelayan
0=belum produktif 18 tahun 1=kurang produktif 50 tahun
2=produktif 18-56 tahun Produktif
2 Umumnya usia produktif 18-56 tahun
kuesioner 6
Tingkat konflik pemanfaatan perikanan laut
0=banyak 1=sedikt
2=tidak ada Ada, sedikit
jarang terjadi 1
Ada. Terbatas, lokal, antara nelayan tradisional dengan nelayan lebih maju
No Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Sosial
7 Jumlah rumah tangga pemanfaat
sumberdaya perikanan 0=kecil 13 populasi nelayan
1=sedang 23 populasi nelayan
2=tinggi 23 popuasi nelayan skala Rapfish
Tinggi, lebih dari 23 populasi
nelayan 2
Jumlah rumah tangga yang terlibat di kegiatan perikanan tangkap sebesar
32.275 unit berperahu sd berkapal motor. Bappeda 2011
8 Upayaprogram pemberdayaan
dari pemerintah daerah setempat 0=tidak ada
1=sedikitterbatas 2=banyak
Sedikit terbatas 1
Ada program pemberdayaan masyarakat namun dengan jumlah
yang terbatas 9
Waktu nelayan yang dialokasikan untuk menangkap ikan
0=hobi dan paruh waktu 1=musiman
2=penuh waktu Musiman
1 Kegiatan penangkapan ikan dilakukan
dengan mempertimbangkan musim. Di luar musim baik maka hanya sekedar
memancing saja
10 Tingkat ketergantungan ekonomi
rumah tangga nelayan dari perikanan tangkap
0=50 rendah 1=50-80 sedang
2=805 tinggi Tinggi
2 Lebih 80 ekonomi nelayan
bergantung pada kegiatan perikanan tangkap. kuesioner
Dimensi Teknologi
1 Jenis alat tangkap
0=mayoritas pasif 1=seimbang
2=mayoritas aktif skala Rapfish
Mayoritas pasif 1
Kondisi tahun 2010 yaitu jumlah alat tangkap 2.885.762 unit; terbesar
berupa jaring insang hanyut 520.191 unit, jarring insang tetap set gillnet
641.780 unit dan bagan tancap 100.619 unit. Tidak ada jenis pukat tarik ikan
fishnet sd pukat tarik udang double riggs shrimp tawl. DKP 2011
No Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Teknologi
2 Selektivitas alat tangkap
0=kurang selekif 1=agak selektif
2=selektif 3=sangat selektif
Selektif 2
Kondisi tahun 2010 yaitu jumlah alat tangkap 2.885.762 unit; terbesar
berupa jaring insang hanyut 520.191 unit, jarring insang tetap set gillnet
641.780 unit dan bagan tancap 100.619 unit. Tidak ada jenis pukat
tarik ikan fishnet sd pukat tarik udang doubleriggs shrimp tawl. DKP 2011
3 Tipe kapal
0=1-5 GT 1=5-10 GT
2=10 G 5-10 GT
1 Jumlah motor 2010 :0-5 GT=9.371 unit,
5-10 GT=2.359 unit, 10-20 GT=391 unit, 20-30 GT=103 unit, dan 30-50
GT=13 unit. DKP 2011
4 Teknologi penanganan
pascapanen 0=tidak ada
1=sedang 2=baik
Cukup baiksedang
1 Penanganan pasca panen cukup baik
diawetkan dengan menggunakan es atau dibuat ikan keringasin.
wawancara
5 Tingkat ketersediaan prasarana
pendaratan ikan 0=terpusat terbataskurang
merata 1=sedang agak terbatascukup
tersebar 2=tersebar
Jumlah agak cukup dan cukup
tersebar 1
Prasarana pendaratan ikan TPI cukup tersedia untuk pendaran ikan
6 Penggunaan teknologi atau alat
yang destruktif 0=banyak atau dominan
1=sedang 2=tidak ada
skala Rapfish Banyak atau
dominan Banyak terjadi penggunaan bom ikan
maupun menggunakan racun ikan
7 Penanganan hasil ikan
tangkapan di atas kapalperahu 0=tidak ada
1=sedang cukup baik 2=banyak dan dominan baik
Cukup baik 1
Penanganan pasca panen cukup baik dengan menggunakan es dan freezer
sebagai media pengawet. wawancara
No Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Teknologi
8 Penanganan pasca
penangkapan sebelum dipasarkan
0=tidak ada 1=sedang
2=banyak dan dominan skala Rapfish
Sedang 1
Ada penanganan pasca panen sebelum dipasarkan cukup baik
dengan menggunakan es atau freezer sebagai media pengawet pada kapal.
wawancara
9 Mobilitas alat tangkap
0=mayoritas pasif 1=sedang
2=mayoritas aktif skala Rapfish
Paduan antara pasif dan aktif
1 Perpaduan antara alat tangkap pasif
hingga aktif tetapi didomiasi oleh alat tangkap pasif
10 Jumlah ikan terbuang
0=banyak 1=sedikit
2=tidak ada Sedikit terbuang
1 Hasil tangkapan ikan ada yang
terbuang tidak sesuai dengan permintaan pasar, sehingga sebagian
terbuang atau dikonsumsi rumah tangga. pengamatan
11 Ketersediaan sarana dan prasarana penegakan hukum
instansi pemerintah 0=tidak memadai
1=kurang memadai 2=cukup
memadai 3=sangat memadai
Tidak memadai Prasarana yang ada berupa kapal
patroli
Dimensi Kelembagaan dan Etika
1 Kebijakan pemerintah dalam
pengaturan perikanan tangkap 0=tidak ada
1=kurang memadai 2=cukup memadaitersedia
3=banyak dan memadai Kurang memadai
1 Kebijakan lengkap, namun
implementasinya lemah di lapangan. Analisis Kebijakan Perikanan
Tangkap
No Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Kelembagaan dan Etika
2 Kebijakan pemerintah dalam
peningkatanpemberdayaan ekonomi nelayan
0=tidak ada 1=kurang
2=cukup 3=banyak
Kurang memadai 1
Kebijakan kurang menyentuh sebagian besar nelayan
3 Kapasitas instansi pemerintah
urusan perikanan dan kelautan 0=rendah
1=sedang 2=kuat
3=sangat kuat Sedang
1 Kerebatasan SDM dan sarana
prasarana pengamanan perairan
4 Tingkat koordinasi antar instansi
pemerintah 0=buruk
1=kurang baik 2=sedangcukup baik
3=baik buruk
Tingkat koordinasi antar instansi penegak hukum di perairan masih
buruk. Penanganan illegal fishing sering dilepaskan kembali
5 Kelompok nelayan perikanan
tangkap 0=tidak ada
1=sedikit 2=banyak
Ada, sedikit 1
Ada kelompok-kelompok nelayan tetapi masih dalam jumlah terbatas
6 Lembaga LSM konservasi SD
kelautan dan perikanan 0=tidak ada
1=ada, sedang 2=ada, banyak
Ada, sedikit 1
Ada kelompok LSM dalam bidang konservasi perikanan dan
pemberdayaan masyarakat, namun jumlahnya masih terbatas
7 Ketersediaan pasar input dan
output perikanan 0=tidak ada
1=cukup tersedia 2=banyak
Cukup tersedia 1
Cukup tersedia bagi nelayan untuk memenuhi kebutuhan alat tangkap baik
berupa perahu, motor, maupun alat pancing
8 Penyuluhan hukum dan teknik
perikanan berkelanjutan 0=tidak pernah sd sangat jarang
1=jarang 2=sering
Hampir tidak pernah
adasangat jarang Berdasarkan informasi dari masyarakat
belum ada kegiatan penyuluhan hukum dan penyuluhan tenik perikanan
berkelanjutan
No Dimensi dan Atribut
Kriteria Kondisi
Skor Keterangan
Dimensi Kelembagaan dan Etika
9 Tingkat pelanggaran hukum
dalam pemanfaatanpenangkapan sumberdaya ikan
0=sangat tinggi 1=tinggi
2=kurang 3=tidak ada
Sangat tinggi Pelanggaran hukum yang terjadi sangat
tinggi, diantaranya dalam proses penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangakap yang tida diperbolehkan
10 Mitigasi terhadap ekosistem perikanan tangkap
0=tidak ada 1=kurang
2=ada, cukup Ada, tetapi hanya
terbatas 1
Kegiatan mitigasi yang dilakukan masih terbatas
11 Sikap masyarakat nelayan terhadap praktek penangkapan
yang destruktif dan illegal 0=tidak peduli
1=rendah kepeduliannya 2=peduli dengan memperingat-
kan terhadap sesama nelayan Rendah
kepeduliannya 1
Sikap masyarakat rendah hanya melalui himbauan atau hanya perasaan
keberatan saja, belum melakukan pelanggaran
7 KESIMPULAN