111
6 Koordinasi
instansi pemerintah
Masih lemah 1
Kurang baik 2
Sedangcukup baik
Buruk Kurang
Cukup Baik
Keterangan : A
: kondisi eksisting skenario I pesimis
B :
skenario II moderat C
: skenario III optimis
0 - 2 :
nilai skoring atribut faktor kunci dominan atau kinerja saat ini.
Skenario ini merupakan kombinasi dari beberapa keadaan variabel kunci yang mungkin terjadi di masa mendatang dikurangi dengan kombinasi keadaan
yang tidak mungkin terjadi secara bersamaan. Skenario yang dibangun untuk pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan di Provinsi Sulawesi
Selatan dilakukan dengan menggunakan tiga skenario yaitu skenario I pesimis, II moderat, dan III optimis. Skenario pengembangan kebijakan dilakukan
dengan melakukan intervensi perbaikan kinerja faktor kunci. Perbaikan dilakukan dengan meningkatkan nilai skor terhadap faktor penting tersebut.
Selanjutnya pada faktor-faktor pengungkit leverage pada masing-masing dimensi keberlanjutan dibuat kondisi yang mungkin terjadi di masa depan.
Skenario kemudian disimulasikan melalui analisis MDS untuk menilai kembali peningkatan indeks keberlanjutannya. Hasil skenario pengembangan kebijakan
berkelanjutan disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Nilai indeks keberlanjutan perdimensi berdasarkan skenario
pengembangan kebijakan
No Dimensi
Tingkat Keberlanjutan
Skenario I Pesimis
Skenario II Moderat
Skenario III Optimis
1 Ekologi
49,07 51,11
52,37 2
Ekonomi 53,13
53,13 53,13
3 Sosial
60,92 60,92
60,92 4
Kelembagaan dan etika 46,93
52,21 55,46
5 Teknologi dan infrastruktur
48,35 48,35
48,35
Berdasarkan nilai indeks keberlanjutan per dimensi berdasarkan skenario pengembangan kebijakan diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Skenario I Pesimis merupakan skenario kebijakan berdasarkan kondisi eksisting tanpa melakukan intervensi terhadap faktor dominan. Pada
skenario I, tiga dimensi utama dalam penentuan keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi dan sosial, terdapat satu dimensi yaitu dimensi ekologi
yang memiliki nilai dibawah 50. Kondisi ini mengindikasikan pada skenario I pesimistis, perikanan tangkap di Sulawesi Selatan memiliki status tidak
berkelanjutan.
112
b. Skenario II Moderat. Pada skenario II Moderat, tiga dimensi utama dalam penentuan keberlanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi dan sosial memiliki
nilai di atas 50. Kondisi ini mengindikasikan pada skenario II moderat, perikanan tangkap di Sulawesi Selatan akan memiliki status cukup
berkelanjutan. Lebih lanjut pada skenario II dilakukan melalui perbaikan kinerja beberapa faktor dominan pada dimensi ekologi tingkat penutupan
karang, tingkat pemanfaatan perikanan tangkap, dimensi ekonomi mempertahankan orientasi pasar hasil prikanan tangkap, dan dimensi
kelembagaan dan etika tingkat pelanggaran hukum dalam aktivitas perikanan tangkap, kebijakan pengaturan perikanan tangkap, dan koordinasi
antar instansi pemerintah c. Skenario III Optimistis. Skenario IIII Optimistis dibandingkan dengan
skenario lainnya skenario I dan skenario II memiliki nilai pada tiga dimensi utama dimensi ekologi, ekonomi dan sosial lebih baik. Kondisi ini
mengindikasikan pada skenario III, perikanan tangkap di Sulawesi Selatan memiliki status keberlanjutan cukup berkelanjutan. Seperti halnya pada
skenario II Moderat, skenario III Optimis memiliki nilai pada tiga dimensi utama ekologi, ekonomi dan sosial diatas 50. Namun pada skenario III,
nilai dimensi ekologi lebih tinggi dibandingkan skenario II. Lebih lanjut, mengacu pada nilai dimensi ekologi yang lebih baik, skenario III dinilai
sebagai skenario paling baik bagi pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan di Sulawesi Selatan.
Pada setiap skenario yang digunakan, dimensi dimensi Teknologi dan Infrastruktur masih memiliki nilai dibawah 50. Hal ini mengindikasikan dimensi
Teknologi dan Infrastruktur pada setiap skenario merupakan dimensi pembatas pada setiap skenario.
6.3 Skenario Model Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan yang Realistis
Model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan model dengan fungsi dari enam faktor kunci, yang secara
matematik dapat disusun M = f O, T, P, H, J, K, dengan O = Orientasi pasar hasil perikanan tangkap, T = Tingkat penutupan karang, P = Tingkat
Pemanfaatan perikanan tangkap, H = Pelanggaran hukum dalam pemanfaatan perikanan tangkap, J = Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap, dan K =
Koordinasi instansi pemerintah.
113
Skenario model pengelolaan yang paling memungkinkan ditempuh untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan saat
ini adalah dengan Skenario III. sehingga mampu meningkatkan tingkat keberlanjutan semua dimensi diatas 50 cukup berkelanjutan kecuali dimensi
teknologi dan infrastruktur relatif masih masih rendah 48,35 kurang berkelanjutan. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat pemanfaatan perikanan
tangkap di Provinsi Sulawesi Selatan perlu segera dikendalikan agar daya dukung ekosistem perikanan tangkap tidak terus mengalami penurunan hingga
mengarah kepada tidak berkelanjutan.
6.4 Arahan dan Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap
Arahan dan strategi kebijakan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan disusun berdasarkan hasil penilaian skenario model pengelolaan yang paling
memungkinkan ditempuh. Hasil penilaian menunjukkan skenario model pengelolaan pada skenario III, sebagai skenario yang paling realistis untuk
dikembangkan, disusun implikasi dan strategi kebijakan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan. Model pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan di
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan model dengan fungsi dari enam faktor kunci, yang secara matematik dapat disusun M = f O, T, P, H, J, K, dengan O =
Orientasi pasar hasil perikanan tangkap, T = Tingkat penutupan karang, P = Tingkat Pemanfaatan perikanan tangkap, H = Pelanggaran hukum dalam
pemanfaatan perikanan tangkap, J = Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap, dan K = Koordinasi instansi pemerintah. Mengacu pada model yang dihasilkan,
berikut arahan dan strategi kebijakan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan 1. Orientasi pasar hasil O
Orientasi pasar hasil perikanan tangkap di Sulawesi Selatan masih mengedepankan produksi perikanan sebagai indikator pertumbuhan dalam
menilai kemajuan kinerja ekonomi dan pembangunan. Orientasi ini sejatinya tak luput paradigma mekanisme pasar yang menghegemoni ekonomi dunia. Bila
produksi perikanan meningkat, otomatis pembangunan perikanan dianggap berhasil. Padahal hal tersebut tak menjamin akan menyejahterakan nelayan.
Ironisnya, produksi perikanan meningkat tapi stok sumber daya ikan dan ekosistemnya mengalami degradasi. Terkait dengan hal tersebut, orientasi pasar
hasil perikanan tangkap di Sulawesi Selatan harus dirubah, yaitu selain mampu meningkatkan produksi juga harus mampu mempertahankan stok sumberdaya
114
ikan dan ekosistem. Lebih lanjut, peningkatan produksi perikanan di Sulawesi Selatan untuk berkelanjutan harus memperhatikan potensi pemanfaatan ikan
lestari, ketersediaan sarana prasarana penunjang bagi pengembangan perikanan tangkap, berupa ketersediaan tempat pelelangan ikan TPI, pangkalan
pendaratan ikan PPI dan lainnya. Peningkatan fasilitas maupun kapasitas sarana dan prasarana kelautan dan perikanan ini sangat strategis untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan, serta mendorong berkembangnya usaha perikanan rakyat dan membantu tercapainya iklim yang
kondusif begi pertumbuhan usaha perikanan. Produksi perikanan tangkap di Sulawesi Selatan saat ini hanya
mengandalkan penyediaan bahan baku berupa ikan, sekaligus menjadi aktifitas yang dominan. Padahal sistem perikanan tangkap masih terdapat sub sistem
pengolahan produk perikanan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Langkah yang dapat dilakukan berupa Pengembangan
Unit Pengolahan Ikan Berorientasi Ekspor. Menurut Elfindri dan Bachtiar 2004 pengembangan industri yang menghasilkan produk berorientasi ekspor
mempunyai dampak positif terhadap perluasan kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan industri-industri tersebut lebih tepat untuk mencapai skala ekonomi
karena luasnya pasar. Semakin luasnya pasar menyebabkan kegiatan usaha juga meningkat, sehingga keperluan terhadap tenaga kerja juga bertambah.
Potensi pasar ekspor untuk produk perikanan sangat luas. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya permintaan produk perikanan Indonesia di pasar
internasional. Sehingga program Pengembangan UPI, baik untuk skala usaha mikro, kecil dan menengah UMKM, yang berorientasi ekspor untuk perluasan
kesempatan kerja pada sektor perikanan dapat dilakukan. Kegiatan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan program ini dalam bentuk pembinaan, pelatihan
dan pengawasan menyangkut kualitas dan kuantitas produk, penerapan teknologi yang lebih baik serta penyediaan informasi pasar.
Selain itu pemanfaatan output sektor perikanan dalam bentuk olahan akan meningkatkan nilai tambah yang akan diterima. Beberapa kegiatan yang
dapat dilaksanakan dalam program ini berupa pelatihan pengolahaan ikan dalam berbagai bentuk bahan pangan maupun non pangan berbahan dasar
ikan. Setelah kegiatan pelatihan, agar program ini dapat berjalan dengan baik, harus dilanjutkan dengan pembinaan secara langsung dan terus
menerus.
115
2. Tingkat penutupan karang T Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas di
kawasan pesisir, tidak terkecuali di Sulawesi Selatan, yang peran dan fungsinya sangat penting bagi pembangunan ekonomi pada umumnya dan masyarakat
pesisir pada khususnya. Namun demikian, akibat pengelolaan yang tidak memadai dengan tingkat eksploitasi yang begitu intensif pada beberapa
dasawarsa belakang ini, maka ekosistem terumbu karang kita pada umumnya termasuk dalam kategori kurang baik dan semakin terancam oleh pengaruh
berbagai aktifiats manusia anthropogenic, seperti penangkapan berlebih dan penggunaan alat tangkap. Lebih lanjut, DKP Sulsel 2008 menyebutkan khusus
Kepuluan Spermonde hanya ditemukan terumbu karang dengan kondisi sangat bagus 2; kondisi bagus 19,24; kondisi sedang 63,38 dan kondisi rusak
15,38 . Kombinasi destructif fishing dengan penangkapan berlebih tentunya akan
mengarah pada degradasi habitat yang berkepanjangan yang pada gilirannya bukan hanya akan berdampak pada penurunan kualitas lingikungan secara
umum, tapi juga pada hilangnya sumber-sumber mata pencaharian masyarakat nelayan. Gejala ini telah sangat dirasakan sendiri oleh masyarakat pesisir
dengan penurunan secara drastis hasil tangkapan yang mereka peroleh dari kawasan terumbu karang dibandingkan dengan pada saat sebelumnya.
Oleh karena itu, demi menyelematkan terumbu karang di Sulawesi Selatan yang masih tersisa sekaligus membantu masyarakat nelayan, perlu ada tindakan
yang mengarah pada pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam tersebut secara bijaksana. Upaya yang perlu dipertimbangkan adalah
melalui pelibatan masyarakat dalam rehabilitasi terumbu karang berupa transplantasi terumbu karang dan pembuatan terumbu buatan artificial reef.
Upaya rehabilitasi terumbu karang lebih lanjut merupakan upaya untuk meningkatkan fungsi ekologi terumbu karang sekaligus meningkatkan daya
dukung ekologi bagi kegiatan perikanan tangkap. Lebih lanjut untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang, pada beberapa lokasi yang memiliki tutupan
terumbu karang yang baik, perlu menggunakan pendekatan kawasan konservasi laut, termasuk penutupan beberapa area tertentu terhadap aktifitas perikanan
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.