88
memberikan keuntungan yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan penangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak
yang dilakukan khususnya oleh nelayan tradisional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan karang yang banyak,
digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing. Karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan
tersebut, dan berdampak kerusakan untuk ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk
kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman,
penangkapan dengan menggunakan racun serta penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang.
Kegiatan penangkapan dengan menggunakan bahan peledak merupakan cara yang sering digunakan oleh nelayan tradisional di dalam memanfaatkan
sumberdaya perikanan khususnya di dalam melakukan penangkapan ikan-ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan peledak
dapat memberikan akibat yang kurang baik, baik bagi ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi penangkapan.
Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan di sekitar daerah terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu
karang yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan.
b. Atribut yang berpengaruh tidak sensitif Terdapat 8 delapan atribut yang tidak berpengaruh terhadap peningkatan
atau penurunan status keberlanjutan nilai indeks keberlanjutan ekonomi, artinya memiiki peranan yang kecil dalam penentuan status keberlanjutan. Atribut yang
paling tidak berpengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan kelembagaan dan etika yaitu : 1 kapasitas instansi pemerintah urusan perikanan dan kelautan
RMS = 0,04. 1. Kapasitas instansi pemerintah urusan perikanan dan kelautan
Kapasitas instansi pemerintah mencakup hal-hal yang berkaitan dengan kreativitas untuk memperkuat instansi pemerintah sehingga mampu berkontribusi
terhadap kemampuan organisasi dari kemampuan individual menjadi kemampuan kolektif institusi. Peninjauan kapasitas instansi pemerintah ini akan
mencakup ulasan atas kerangka pengembangan kapasitas, penilaian kinerja,
89
maupun mekanisme manajerial lain yang memungkinkan instansi pemerintah mengembangkan kapasitas urusan perikanan dan kelautan secara baik.
Berdasarkan hasil pengamatan di Sulawesi Selatan, belum memiliki kapasitas instansi pemerintah untuk perikanan dan kelautan. Hal ini ditunjukkan
dengan belum adanya kebijakan yang mendukung bagi pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan, Lebih lanjut, melalui pelatihan pola pikir dan
birokrasi kewirausahaan dalam rangka merubah pola pikir, pola laku dan pola tindak aparatur menjadi lebih inovatif, fasilitatif, dan berjiwa kewirausahaan
diperlukan untuk menciptakan koordinasi antar instansi sebagai atribut penting dalam mewujudkan keberlanjutan kelembagaan dan etika.
5.6 Tingkat Keberlanjutan Multidimensi Perikanan Tangkap
Berdasarkan hasil analisis Rapfish yang dilakukan secara parsial pada setiap dimensi diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk masing-masing dimensi,
sebagai berikut : a. Dimensi ekologi sebesar 49,07 berarti kurang berkelanjutan indeks terletak
antara 25,00 - 50,00. b. Dimensi ekonomi sebesar 53,13 berari cukup berkelanjutan indeks di antara
nilai 50,00 - 74,99. c. Dimensi sosial sebesar 60,92 berarti cukup berkelanjutan indeks terletak
antara 50,00 - 74,99. d. Dimensi kelembagaan dan etika sebesar 46,93 berarti kurang berkelanjutan
indeks terletak antara 25,00 - 49,99. e. Dimensi teknologi dan infrastruktur sebesar 48,35 berarti kurang
berkelanjutan indeks terletak antara 25,00 - 50,00. Dua dimensi secara parsial menunjukkan cukup berkelanjutan Ekonomi
dan dimens Sosial, dan tiga dimensi yang lain menunjukkan kurang berkelanjutan dimensi Ekologi, Kelembagaan dan Etika, serta dimensi Teknologi
dan Infrastruktur. Hasil analisis Rapfish perikanan tangkap Sulawesi Selatan secara parsial disajikan pada Gambar 32.
90
Gambar 32 Layang-layang indeks keberlanjutan parsial perikanan tangkap Provinsi Sulawesi Selatan
Berdasarkan hasil pembobotan antar dimensi keberlanjutan diperoleh bahwa tingkat keberlanjutan multidimensi Perikanan Tangkap Sulawesi Selatan
adalah tidak berkelanjutan. Faktor yang menyebabkan tingkat keberlanjutan perikanan tangkap di Sulawesi Selatan dalam kategori tidak berkelanjutan adalah
tidak terpenuhi salah satu dari tiga dimensi penentu keberlanjutan perikanan tangkap, yaitu dimensi ekologi 49,07 berarti kurang berkelanjutan.
Nilai indeks keberlanjutan ini menunjukkan bahwa apabila pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tetap seperti saat ini maka kegiatan
perikanan tangkap, dilihat dari aspek ekologinya tidak akan berkelanjutan dan akan menyebabkan degradasi kualitas kawasan perairan. Karena itu, atribut-
atribut yang mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan aspek ekologi yang berdampak positif tetap harus dijaga atau bahkan ditingkatkan dan atribut yang
berdampak negatif ditekan. Salah satu yang harus dikendalikan adalah praktek penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap illegal.
Illegal fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan
bertanggung jawab Illegal fishing termasuk kegiatan yang dilarang dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merupakan kegiatan pelanggaran
hukum. Kegiatan illegal fishing umumnya bersifat merugikan bagi sumberdaya perairan yang ada. Kegiatan ini semata-mata hanya akan memberikan dampak
yang kurang baik baik ekosistem perairan akan tetapi memberikan keuntungan
91
yang besar bagi nelayan. Dalam kegiatan panangkapan yang dilakukan nelayan dengan cara dan alat tangkap yang bersifat merusak yang dilakukan oleh
nelayan khususnya nelayan traditional. Untuk menangkap sebanyak-banyaknya ikan-ikan karang yang banyak digolongkan kedalam kegiatan illegal fishing
karena kegiatan penangkapan yang dilakukan semata-mata memberikan keuntungan hanya untuk nelayan tersebut dampak berdampak kerusakan untuk
ekosistem karang. Kegiatan yang umumnya dilakukan nelayan dalam melakukan penangkapan dan termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah penggunaan
alat tangkap yang dapat merusak ekosistem seperti kegiatan penangkapan dengan pemboman, penangkapan dengan menggunakan racun serta
penggunaan alat tangkap trawl pada daerah yang memiliki karang
5.7 Faktor Pengungkit leverage factor
Faktor pengungkit leverage factor perubahannya dapat mempengaruhi tingkat sensitivitas terhadap perubahan indeks tingkat keberlanjutan dari kelima
dimensi adalah sebanyak 16 faktor. Ke-16 faktor ini berasal dari dimensi ekologi tiga faktor, dimensi ekonomi tiga faktor, dimensi sosial empat faktor, dimensi
kelembagaan dan etika tiga faktor, dan dimensi teknologi dan infrastruktur tiga faktor. Atribut sebanyak enam belas faktor pengungkit tersebut agar dipelihara
secara baik dan merupakan kunci sukses untuk meningkatkan keberlanjutan sumberdaya kelautan di Provinsi Sulawesi Selatan. Faktor pengungkit tersebut
adalah disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Faktor pengungkit perdimensi keberlanjutan perikanan tangkap
Provinsi Sulawesi Selatan
No Dimensi
Faktor Pengungkit Leverage Factor RMS
1 Ekologi 3
1. Tingkat penutupan karang. 2,18
2. Tingkat pemanfaatan perikanan tangkap. 1,45
3. Kecepatan arus laut 1,09
2 Ekonomi 3
4. Orientasi pasar produk hasil perikanan tangkap
2,64 5. Sumber pendapatan perikanan bagi
ekonomi keluarga nelayan 2,28
6. Kepemilikan peralatan tangkap 0,64
3 Sosial 4
7. Usia kepala keluarga nelayan tangkap. 5,37
8. Jumlah rumah
tangga nelayan
pemanfaat sumberdaya perikanan. 4,79
9. Ketergantungan rumah tangga nelayan pada perikanan tangkap.
4,79 10. Pengetahuan nelayan tentang peralatan
tangkap ramah lingkungan. 3,75