GDP per kapita Negara Tujuan Yj

ekonomi negara importir akan menentukan besarnya jumlah komoditi ekspor yang dapat dijual oleh negara eksportir. Variabel GDP per kapita negara tujuan mewakili ukuran ekonomi serta daya beli masyarakat di negara tersebut. Semakin besar daya beli dan ukuran ekonomi suatu negara tentu semakin besar pula permintaan pasar di negara tersebut. Gambar 3. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2001-2010 Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia cenderung mengalami peningkatan GDP per kapita setiap tahunnya. GDP per kapita negara tujuan ekspor kepiting berpengaruh secara nyata dalam mempengaruhi besar kecilnya volume ekspor kepiting Indonesia. Koefisien slope pada variabel GDP per kapita negara tujuan yang bertanda positif, mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya GDP per kapita negara tujuan akan cenderung memiliki jumlah impor kepiting yang semakin banyak. Sebaliknya, negara dengan GDP per kapita yang lebih rendah memiliki jumlah impor kepiting yang lebih sedikit. Nilai koefisien variabel GDP per kapita negara tujuan dari hasil analisis regresi gravity model ekspor kepiting Indonesia adalah sebesar 0,421746. Hal ini menunjukkan bahwa, jika secara kolektif GDP per kapita ketujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia meningkat sebesar satu persen maka ekspor kepiting 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 37068.3894 Singapura Malaysia China Japan Belanda Korea Indonesia ke negara-negara tujuan akan meningkat sebesar 0,42 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Hasil pengolahan data juga menunjukkan bahwa nilai probabilitas variabel GDP per kapita negara tujuan masih lebih rendah dari taraf nyata sebesar sepuluh persen sehingga faktor tersebut dapat dinyatakan sebagai faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting Indonesia. Tabel 18. Perkembangan GDP per Kapita Negara Tujuan dan Volume Ekspor Kepiting Indonesia Tahun 2001-2010 Negara GDP Negara Tujuan US Laju GDP per kapita tahun Laju Volume Ekspor tahun Standar Deviasi Mean Median Max Min Amerika Serikat 4.258 42.280 42.810 47.254 36.258 0,28 -0,12 Singapura 14.836 37.722 30.007 62.092 23.581 0,98 0,60 Malaysia 2.654 12.116 12.424 15.205 8.997 0,58 0,47 RRC 1.265 5.912 5.792 7.739 4.005 0,66 0,72 Jepang 2.838 31.080 32.119 34.009 26.425 0,27 -2,68 Belanda 5.897 33.230 31.214 40.371 25.729 0,48 9,27 Korea 4.542 23.124 23.611 29.998 17.697 0,59 4,23 Sumber : www.indexmundi.com, www.uncomtrade.com diolah Berdasarkan Tabel 18, telihat bahwa pertumbuhan volume ekspor cenderung meningkat ke negara-negara tujuan ekspor yang memiliki pertumbuhan GDP per kapita yang relatif besar. Pada tabel tersebut juga terlihat bahwa dua negara yang memiliki pertumbuhan GDP per kapita terendah yakni Amerika Serikat dan Jepang memiliki pertumbuhan volume ekspor yang negatif. Hal ini sesuai dengan Lipsey et al. 1995 yang menyatakan bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan pula permintaan terhadap suatu barang atau jasa dan sebaliknya. Hal ini juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi 2009 dan Widianingsih 2009 dalam penelitiannya berturut-turut mengenai aliran perdagangan komoditas pisang dan biji kakao. Pada studi yang dilakukan oleh keduanya variabel GDP memiliki pengaruh positif terhadap volume ekspor komoditas tersebut. Kondisi demikian membuat Indonesia sebagai negara pengekspor kepiting harus lebih giat memasarkan produk kepiting Indonesia di negara yang memiliki pendapatan per kapita yang besar untuk dijadikan negara tujuan ekspornya. Selain itu, Indonesia juga perlu melihat tren pertumbuhan GDP per kapita pada negara-negara tujuannya karena tidak semua negara tujuan memiliki kecenderungan GDP per kapita yang meningkat setiap tahunnya.

6.2.3 Jarak Indonesia dengan Negara Tujuan Dij

Jarak akan mempengaruhi perdagangan bilateral antar dua negara atau beberapa negara dalam bentuk penurunan perdagangan. Semakin jauh jarak yang harus ditempuh akan semakin memperbesar biaya transportasi yang harus dikeluarkan sehingga semakin rendah volume ekspor produknya semakin rendah aliran perdagangan. Pada dasarnya jarak antar negara relatif konstan sehingga pada penelitian ini kedinamisan pengaruh variabel jarak akan diwakilkan oleh biaya transportasi. Sebagai bentuk penyederhanaan, biaya transportasi yang dipergunakan merupakan hasil dari perkalian antara jarak pelabuhan terbesar antar negara dengan harga minyak dunia pada tahun tersebut. Keberadaan biaya pengangkutan tidak merubah prinsip-prinsip dasar keunggulan komparatif atau keunggulan perdagangan. Pada kondisi riil, biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta berbagai pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara transit. Selain itu, risiko penyusutan ataupun rusaknya barang akan meningkat seiring dengan semakin jauhnya jarak yang harus ditempuh. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjelaskan mengapa sebagian besar barang dan jasa yang ada di masing-masing negara tidak diperdagangkan secara internasional diekspor atau diimpor. Akan tetapi dewasa ini biaya dan teknologi transportasi telah banyak berkembang berkat adanya berbagai metode pengangkutan massal yang relatif murah seperti truk berukuran besar, fasilitas kontainer dan kapal- kapal raksasa, serta pesawat berbadan lebar yang mampu menekan waktu dan biaya transportasi. Perkembangan ini pula yang menyebabkan banyak komoditi yang awalnya tidak dapat diperdagangkan secara internasional kini menjadi komoditi perdagangan antar negara yang lazim. Tabel 19. Statistik Deskriptif Jarak Biaya Transportasi Negara Tujuan Ekspor Kepiting Indonesia Negara Biaya Transportasi US Standar Deviasi Mean Median Maximum Minimum Amerika Serikat 364540 795969 844567 1423653 356971 Singapura 26597 58075 61620 103871 26045 Malaysia 34604 75558 80171 135141 33886 RRC 112970 246668 261728 441185 110624 Jepang 146377 319613 339128 571654 143338 Belanda 393070 858264 910666 1535072 384908 Korea 128201 279925 297016 500669 125539 Sumber : www.searates.com, www.uncomtrade.com diolah Berdasarkan hasil analisis regresi gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia, menunjukkan bahwa koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan justru memiliki slope yang positif. Dengan demikian, apabila jarak antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor semakin jauh, maka volume ekspor kepiting yang diperdagangkan akan semakin besar, ceteris paribus. Nilai koefisien variabel jarak antara Indonesia dengan negara tujuan adalah sebesar 0,628985. Hal ini menunjukkan bahwa, jika jarak antara Indonesia dengan salah satu negara tujuan ekspor kepiting Indonesia bertambah sebesar satu persen maka ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan akan bertambah sebesar 0,628985 persen dari jumlah sebelumnya, ceteris paribus. Variabel jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia signifikan dan berbeda nyata dengan nol pada pengujian hipotesis statistik-t dengan taraf sepuluh persen. Temuan ini inkonsisten baik dengan hipotesis maupun studi yang dilakukan oleh Hadi 2009 dalam penelitiannya mengenai aliran perdagangan mangga, Setyo 2009 dalam penelitiannya mengenai aliran perdagangan komoditas pisang, dan Hadianto 2010 mengenai komoditi hasil hutan bukan kayu. Ketiga penelitian tersebut menyatakan bahwa pertambahan jarak antara Indonesia dengan negara tujuan akan cenderung mengurangi volume perdagangannya. Perbedaan pada hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh fakta bahwa sejauh ini negara-negara yang mengimpor kepiting Indonesia dalam jumlah besar adalah negara yang terletak jauh dari Indonesia. Mengingat bahwa komoditas