5.8.2 Regulasi dan Standar Internasional untuk Ekspor Produk Perikanan
Peno lakan yang dilakukan oleh beberapa negara importir tersebut dilakukan guna memproteksi konsumennya dari produk-produk impor yang tercemar. Dalam
konteks perdagangan Internasional, konsep proteksi ini dikenal dengan istilah Technical Barrier to Trade
TBT Agreement dan Sanitary and Phytosanitary SPS Agreement. Dalam impelementasi TBT dan SPS, terdapat mekanisme untuk menolak
bahkan memusnahkan produk-produk yang tidak sesuai dengan standar kualifikasi yang telah ditentukan oleh masing-masing negara. Standar tersebut diwujudkan
dalam bentuk regulasi teknis sebagai berikut: 1. Uni Eropa
• EC No.1782002 tentang persyaratan utama undang-undang pangan serta prosedur keamanan pangan
• EC No.8822004 tentang pengawasan oleh pemerintah • EC No.8522004 tentang keamanan bahan pangan
• EC No.8532004 tentang peraturan khusus untuk keamanan bahan
baku • EC No.8542004 tentang badan pengawas keamanan asal bahan pangan
• EC No.4462001 tentang batas maksimum kontaminasi dalam bahan pangan • EC No.20732005 tentang ktiteria mikrobiologi bagi bahan pangan
2. Amerika Serikat • Federal Food, Drug and Cosmetic Act FDA
• Code of Federal Regilation CFR 123 • Bioterorism Act TBA
3. Kanada • Food and Drug Act
• Canadian Food Inspection Agency Act • Fish Inspection Act
• Consumer and Labelling Act • Fish Inspection Regulation
4. Jepang • Food Sanitation law
5. China RRC • Food Hygine of the People’s Republic of China
Secara garis besar, poin penting yang tertera dari masing-masing regulasi teknis adalah bagaimana eksportir membuktikan bahwa produk yang dipasarkan telah
memenuhi persyaratan standar yang dibutuhkan. Biasanya masing-masing negara mengembangkan prosedur monitoring, pengujian maupun pemeriksaaan yang dapat
menjamin bahwa produk sesuai standar yang diinginkan. Umumnya pembuktian terhadap kesesuaian standar diwujudkan dalam bentuk sertifikasi.
Selain persyaratan yang bersifat wajib regulasi teknis, beberapa negara terkadang juga memiliki persyaratan pasar yang bersifat sukarela voluntary.
Beberapa persyaratan standar yang sifatnya sukarela adalah: 1. Marine Stewardship Council MSC, fokus pada isu lingkungan seperti chain of
custody produk perikanan dan fisheries management. Dipersyaratkan oleh
beberapa importir dari Amerika Serikat, Jepang maupun Australia. 2. Aquaculture Certification Council ACC, fokus pada isu praktek-praktek
budidaya perikanan yang baik mencakup aspek teknis, lingkungan dan sosial. Importir dari Amerika Serikat merupakan pendukung utama standar ini.
3. International Standardisation Organisation ISO, fokus pada isu kemanan pangan ISO 22000, lingkungan ISO 14001 serta kualitas ISO 9001. Standar
yang ditetapkan oleh skema ISO umumnya dipersyaratkan oleh masing-masing importir di banyak negara.
4. British Retail Consortium BRC, fokus pada keamanan pangan produk, pengemasan sampai penyimpanan dan distribusi. Dipersyaratkan terutama oleh
importir Uni Eropa. Meskipun bersifat sukarela, meningkatnya kepedulian konsumen di negara-
negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat dan Eropa terhadap konservasi habitat kepiting sering kali secara halus memaksa eksportir untuk memiliki berbagai
sertifikasi tersebut. Sebagian besar konsumen tidak mau membeli kepiting Indonesia jika cara penangkapannya merusak lingkungan. Bahkan terdapat wacana mulai tahun
2012, produk kepiting Indonesia baru diperbolehkan masuk ke pasar Amerika Serikat jika eksportir memiliki sertifikat Marine Stewardship Council MSC.
Saat ini komoditi kepiting Indonesia yang diekspor sudah merupakan hasil produksi yang tempat penangkapannya laut sudah diterapkan konservasi habitatnya
KKP, 2011. Pemerintah melakukan konservasi untuk mengatasi permasalahan penurunan produksi kepiting di laut. Pemberian label pada produk kepiting yang
berasal dari pengelolaan ramah lingkungan akan menyebabkan kepiting yang diperoleh sesuai standar internasional yang diminta negara importir utama.
Kondisi penerapan ecolabeling nantinya akan menguntungkan para nelayan dan pembudidaya ikan, karena pendapatan nelayan akan meningkat. Hal ini
disebabkan para nelayan akan menjual kepiting dengan ukuran yang besar saja. Nelayan dapat menjaga volume kepiting yang akan diproduksi dalam jangka waktu
yang panjang.
VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi
Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang
disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi yang disyaratkan, yakni uji asumsi normalitas, heteroskedastisitas, multikolinieritas, dan
autokorelasi. Terpenuhinya uji asumsi-asumsi tersebut akan membuat penaksir kuadrat terkecil dalam kelas penaksir linier tak bias menghasilkan variabel penduga
terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE Best Linier Unbiased Estimator. Sebaliknya, jika ada setidaknya satu asumsi dalam model regresi yang tidak dapat
dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan itu akan diragukan.
Secara umum, gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi normalitas. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil pengujian Jarque Bera Lampiran 3. Pada taraf nyata sepuluh persen diperoleh p-value sebesar 0,448810. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar
dari taraf nyata sepuluh persen atau 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi.
Pengujian asumsi
selanjutnya yang
harus dipenuhi
adalah uji
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ini dapat dilihat melalui gambar standardized residual graph Lampiran 4. Berdasarkan grafik
plot tersebut diketahui bahwa data tersebar di bawah dan di atas titik nol serta tidak
menggambarkan pola tertentu. Selain itu, hasil output pada lampiran 2 menunjukkan bahwa nilai sum square residual pada weighted statistic 66,3769 lebih besar
daripada pada unweighted statistic 59,12537 nya sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut terbebas dari heteroskedastisitas.
Berikutnya adalah pengujian asumsi multikolinearitas. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas yang sempurna antar variabel independen pada model
dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel independen pada model yang dibangun. Berdasarkan Lampiran 5 Uji Klein, model dapat dinyatakan terbebas dari
multikolinearitas karena seluruh koefisien korelasi antar variabel tidak ada yang melebihi koefisien determinasi R-square 0,968194. Hal ini juga didukung oleh uji
statistik t, F, dan p-value yang signifikan. Berdasarkan uji statistik-t dengan taraf sepuluh persen, terdapat empat variabel bebas pada model tersebut yang dinyatakan
memiliki pengaruh signifikan yaitu variabel GDP per kapita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia terhadap negara tujuan,
dan nilai tukar negara tujuan terhadap mata uang negara asal ekspor. Dengan demikian, secara umum seluruh variabel yang digunakan di dalam model regresi
tersebut sudah memenuhi asumsi multikolinieritas. Uji asumsi yang terakhir adalah uji yang mensyaratkan model terbebas dari
adanya autokorelasi. Untuk mendeteksi apakah model yang dibangun steril dari masalah autokorelasi dapat diketahui dengan melakukan uji Durbin-Watson
Lampiran 6.Setelah diuji dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai DW sebesar 1,962349. Nilai tersebut terletak di antara nilai DU
1,7683 dan 2 yang artinya masih berada di luar selang autokorelasi positif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada model
tersebut. Berdasarkan pengujian dari asumsi-asumsi yang telah dijelaskan di atas
tersebut maka regresi gravity model aliran perdagangan kepiting Indonesia sudah memenuhi asumsi-asumsi dan dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan antara
aliran perdagangan kepiting Indonesia dengan GDP per kapita Indonesia Yi, GDP per kapita negara tujuan Yj, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan Dij,
harga kepiting Indonesia di negara tujuan Pij, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah ERij.
Berdasarkan Tabel 16 Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang mean rata-rata jumlah volume ekspornya tertinggi.
Sedangkan, Malaysia menjadi negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang memiliki jumlah volume ekspor yang relatif paling stabil. Hal ini terlihat dari nilai standar
deviasi yang cukup kecil serta nilai mean, median maximum, dan minimumnya yang tidak terlalu berfluktuasi dibandingkan ketujuh negara lainnya.
Tabel 16.
Statistik Deskriptif Volume Ekspor Kepiting Indonesia
Negara Volume Ekspor kg
Standar Deviasi Mean
Median Maximum
Minimum Amerika Serikat
918.071 4.487.609
4.705.189 5.910.090
2.746.089 Singapura
921.127 1.814.898
2.017.791 3.149.530
719.348 Malaysia
328.291 1.422.022
1.424.489 1.840.712
1.015.151 RRC
546.003 1.065.088
1.034.423 2.033.325
240.199 Jepang
175.293 173.088
112.533 579.899
11.856 Belanda
71.718 99.557
105.396 204.152
208 Korea
17.763 15.122
10.293 60.729
300
6.2 Pengaruh Variabel-variabel Ekonomi dan Non Ekonomi terhadap
Ekspor Kepiting Indonesia
Aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia pada penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Model ini digunakan untuk menganalisis
pengaruh variabel-variabel ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia ke negara- negara tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Melalui model yang dibangun dapat
diketahui variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan. Hasil analisis pengaruh variabel-variabel ekonomi
dan non ekonomi terhadap ekspor kepiting Indonesia dengan metode fixed effect secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 2, dengan persamaan yang dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Output Model Analisis Regresi Gravity Model Ekspor Kepiting Indonesia
dengan Metode Fixed Effect
Variabel Koefisien
t-statistik Probabilitas
C -2,142126
-0,604037 0,5482
GDP per kapita Indonesia -0,317891
-0,440381 0,6613
GDP per kapita Negara Tujuan 0,421746
1,857473 0,0683
Nilai Tukar 0,970685
2,299674 0,0251
Harga Komoditas -1,107208
-7,632948 0,0000
Jarak 0,628985
3,918343 0,0002
R-squared 0,968194 F-statistik 160,5062
Adjusted R-squared 0,962162 Prob F-statistik 0,000000
Berdasarkan Tabel 17, diperoleh nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 96,82 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 96,82 persen keragaman aliran
perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebas dalam model. Sedangkan sebesar 3,18 persen sisa
keragaman aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model atau error.
Berdasarkan uji statistik-t pada taraf nyata sebesar sepuluh persen, terdapat empat variabel bebas di dalam model tersebut yang berpengaruh nyata terhadap besar
kecilnya ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya. Keempat variabel tersebut adalah GDP per kapita negara tujuan GDPj, harga kepiting
Indonesia di negara tujuan Pj, Jarak antara Indonesia terhadap negara tujuan Dij, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah ERij. Sedangkan variabel
GDP per kapita negara Indonesia dan GDP per kapita negara tujuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor kepiting Indonesia.
Berdasarkan pengujian statistik-F model, nilai probability F-statistik pada model ini juga lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen yang digunakan. Hal ini
mengindikasikan bahwa model dianggap mampu merepresentasikan permintaan ekspor kepiting Indonesia di negara tujuan. Regresi yang dihasilkan menunjukkan
bahwa secara bersama-sama seluruh variabel bebas dalam model dapat menjelaskan variasi perubahan ekspor kepiting Indonesia ke negara-negara tujuan ekspornya.
Analisis pengaruh variabel bebas pada hasil regresi gravity model terhadap ekspor kepiting Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:
6.2.1 GDP per kapita Indonesia Yi
GDP atau produk domestik bruto merupakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP menyatakan berapa
banyak uang yang mengalir mengelilingi aliran sirkuler perekonomian suatu negara per unit waktu atau juga nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi
dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian
pemerintah dan ekspor bersih. Sedangkan GDP per kapita menggambarkan tingkat kesejahteraan serta kemampuan ekonomi rata-rata setiap penduduk di negara tersebut.