5.4 Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak
Wilayah perairan Indonesia memiliki hutan bakau yang sangat banyak dan tersebar. Keadaan laut Indonesia penuh kekayaan alam menciptakan habitat untuk
kepiting bisa bertahan hidup. Produksi kepiting di Indonesia sebagian besar masih berasal dari hasil tangkap laut dan hanya sebagian kecil saja yang dihasilkan dari
budidaya tambak. Permintaan kepiting yang terus meningkat setiap tahunnya, menyebabkan sistem produksi yang berbasi pada penangkapan menjadi tidak lagi
sustainable . Menurunnya kualitas dan ukuran kepiting hasil tangkap setiap tahunnya
menjadi pertanda telah terjadi penangkapan berlebih. Kondisi ini menyebabkan beberapa tahun Indonesia mengalami penurunan produksi pada sektor penangkapan
kepiting di laut. Cara budidaya tambak diharapkan dapat memberi solusi untuk mengatasi masalah ini, sehingga total produksi kepiting Indonesia setiap tahunnya
dapat kembali meningkat. Tabel 9 menunjukkan luas lahan yang digunakan untuk budidaya tambak di
Indonesia. Lahan tersebut tiap tahunnya terus meningkat, namun sebagian besar lahan tersebut masih digunakan untuk budidaya tambak udang dan bandeng. Hal ini
disebabkan teknik pembudidayaan kepiting yang masih tergolong baru dan belum dikenal secara luas oleh masyarakat seperti halnya budidaya tambak udang ataupun
bandeng. Tabel 9.
Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak Tahun 1997-2010
Tahun Luas Lahan Ha
Tahun Luas Lahan Ha
1997 390.182
2004 489.811
1998 357.331
2005 512.524
1999 393.196
2006 612.530
2000 390.182
2007 611.889
2001 438.010
2008 613.175
2002 458.107
2009 -
2003 480.762
2010 682.857
Laju tahun 4,63
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP pada tahun 2007 telah mengembangkan klaster industri perikanan khusus komoditi kepiting di beberapa
kabupaten diseluruh Indonesia guna mengangkat komoditas perikanan unggulan di wilayah tersebut. Pengembangan klaster industri perikanan sebenarnya sudah
diterapkan pula di negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang menggunakan sistem satu desa satu komoditas. Beberapa daerah yang mengembangkan sistem klaster
industri kepiting dan rajungan antara lain di Medan Sumatera Utara, Sambas Kalimantan Barat, Makassar Sulawesi Selatan, Pemalang Jawa Tengah, dan
Gresik Jawa Timur.
5.5 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia
Perkembangan produksi subsektor perikanan Indonesia selama ini dapat dikatakan dalam kondisi baik. Permintaan hasil perikanan Indonesia tiap tahunnya
meningkat setelah Indonesia melakukan pemasaran ke pasar dunia. Aneka macam komoditi hasil laut dikirim ke negara lain sesuai kebutuhan tiap negara. Konsumsi
akan sumber daya laut masyarakat global mengalami peningkatan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan
meningkatnya pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat healthy good sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red
meat ke white meat. Terakhir, karena berjangkitnya penyakit pada hewan yang
menjadi sumber protein hewani lainnya selain ikan dan sumberdaya laut sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik.
Produksi kepiting dari hasil tangkap laut sejauh ini tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Pada Tabel 10 terlihat lokasi produksi kepiting tangkap di Indonesia yang dihasilkan tidak tersebar
secara merata dari seluruh provinsi yang ada. Hanya terdapat beberapa provinsi yang berpotensi menghasilkan komoditi kepiting tangkap yaitu provinsi yang memiliki
perairan dengan hutan mangrove.
Tabel 10.
Delapan Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun 2008-2010
Nama Provinsi 2008
2009 2010
Laju tahun Jawa Timur
5.649 8.832
10.886 39,80
Bangka Belitung 6.363
6.209 7.547
9,56 Jawa Barat
8.666 4.077
6.718 5,91
Sulawesi Tenggara 6.483
6.658 6.410
-0,51 Kalimantan Timur
3.935 4.080
5.053 13,77
Sumatera Utara 4.309
4.564 4.809
5,64 Kalimantan Selatan
5.549 2.635
2.160 -35,27
Sumatera Barat 1.788
1.486 901
-28,13 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011
Produksi kepiting di Indonesia awalnya lebih dari 70 berasal dari hasil tangkap kekayaan laut, tetapi dalam beberapa tahun terakhir telah diberlakukan usaha
budidaya kepiting di Indonesia. Pada tahun 1994 dan 1998, terjadi penurunan produksi kepiting karena terdapat beberapa permasalahan seperti penurunan hasil
tangkapan nelayan karena keadaan laut yang tidak terurus serta adanya keterbatasan dalam hal teknologi maupun dalam hal pengelolaan penangkapan. Oleh sebab itu,
budidaya tambak kepiting masih merupakan solusi terbaik untuk permasalahan produksi tersebut. Usaha untuk menggalakan budidaya tambak kepiting ini
sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an, namun perluasan wilayah tangkap masih lebih banyak dipiih oleh para pelaku bisnis ini pada masa itu karena dinilai relatif
lebih mudah, murah, dan cepat menghasilkan. Kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya kepiting antara lain kurangnya
minat para investor menanamkan modal karena biaya operasionalnya yang tinggi, risiko kerugian dianggap besar, serta ketersediaan teknologi yang belum mendukung.
Namun usaha budidaya ini sangatlah potensial dan menguntungkan mengingat terus menurunnya kualitas dan jumlah kepiting hasil tangkap. Hal ini dibuktikan dengan
semakin pesatnya pertumbuhan usaha budidaya tambak kepiting pada beberapa tahun terakhir seperti di daerah pantai utara Pantura Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, serta
Cilacap.
5.6 Negara Pesaing Indonesia dalam Ekspor Kepiting
Filipina, Vietnam, dan Thailand merupakan beberapa negara pengekspor produk perikanan di kawasan Asia Tenggara. Letak geografis yang berdekatan serta
sumberdaya alam yang hampir sama dengan Indonesia menjadikan kedua negara