114
VI. KONSENTRASI SPASIAL DAN PENGHEMATAN AKIBAT AGLOMERASI
6.1. Konsentrasi Spasial
Menurut Fujita
et al. 1999 konsentrasi spasial merupakan pengelompokan
setiap industri dan aktivitas ekonomi yang secara spasial berlokasi pada suatu wilayah tertentu. Aiginger and Hansberg 2003 menyatakan bahwa konsentrasi
spasial dapat didefinisikan sebagai pangsa output regional yang menunjukkaan distribusi lokasional dari suatu industri.
Komposisi dan besaran produk domestik regional bruto PDRB sektor agroindustri berdasarkan sebaran sektor dan kabupaten kota tahun 2000 dan 2005
dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 21. Berdasarkan lampiran tersebut, urutan besarnya PDRB Provinsi Lampung adalah industri gula sebesar Rp 992 872 juta
atau 20.86, industri pengolahan ikan dan udang sebesar Rp 646 442 juta atau 14.39, industri tapioka dan tepung lain sebesar Rp 627 400 juta atau 13.18,
industri makanan lainnya Rp 465 961 juta atau 9.79, industri pengolahan karet Rp 378 668 juta atau 7.96, industri pakan ternak Rp 312 024 juta atau 6.55,
industri kopi Rp 285 965 juta atau 6.00, industri padi Rp 262 152 juta atau 5.50, industri buah dan sayur Rp 256 626 juta atau 5.39, industri minyaklemak Rp 124
188 juta atau 2.60, industri koprakelapa Rp 97 094 juta atau 2.04, dan industri minuman Rp 43 266 juta atau 0.90. Besaran PDRB per sektor agroindustri dari
urutan pertama hingga urutan dua belas di Provinsi Lampung menunjukkan ketidakseimbangan kontribusi antara beberapa agroindustri tersebut.
Apabila ditinjau dari kontribusi kabupatenkota terhadap PDRB sektor agroindustri di Provinsi Lampung, kabupaten yang memberikan kontribusi output
terbesar pada tahun 2005 adalah Kabupaten Tulang Bawang sebesar Rp 1 207 738 juta atau 26.88, diikuti Kabupaten Lampung Tengah Rp 870 839 juta atau
115 19.38, dan Kota Bandar Lampung Rp 836 951 juta atau 18.63. Ketiga
kabupatenkota tersebut merupakan sentra produksi utama agroindustri di Provinsi Lampung lihat Lampiran 20, 21, 22 dan 23.
Kontribusi kabupatenkota lainnya dalam PDRB sektor agroindustri Provonsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Selatan sebesar Rp 571 285 juta atau 12.72,
Kabupaten Lampung Utara Rp 414 662 juta atau 9.23, Kabupaten Lampung Timur Rp 264 840 juta atau 5.89, Kabupaten Tanggamus Rp 202 177 juta atau
4.50, Kabupaten Way Kanan Rp 77 971 juta atau 1.74, Kabupaten Lampung Barat Rp 29 621 juta atau 0.66, dan Kota Metro Rp 16 572 juta atau 0.37.
Besaran PDRB Sektor Agroindustri per kabupaten kota di Provinsi Lampung menunjukkan ketidakmerataan kontribusi antara beberapa kabupatenkota.
Indeks Gini Lokasional gEG merupakan tingkat spesialisasi suatu sektor dan konsentrasi spasial antara beberapa wilayah. Nilai Gini Lokasional Sektor
Agroindustri di Provinsi Lampung atau indeks ketidakmerataan lokasi disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Indeks Gini Lokasional Sektor Agroindustri di Provinsi Lampung
2000 2005 No. Sektor
Agroindustri gEG Klasifikasi gEG Klasifikasi
1 Industri Buah dan Sayur
0.2712 Terkonsentrasi 0.2739
Terkonsentrasi 2
Industri Ikan, Daging Udang 0.1469 Terkonsentrasi
0.2511 Terkonsentrasi
3 Industri Tapioka Tepung Lain
0.2702 Terkonsentrasi 0.2738
Terkonsentrasi 4 Industri
Kopra Kelapa
0.0249 Menyebar 0.0252
Menyebar 5
Industri Minyak Lemak 0.0158 Menyebar
0.0156 Menyebar
6 Industri Padi
0.1351 Terkonsentrasi 0.1364
Terkonsentrasi 7 Industri
Gula 0.4517 Terkonsentrasi
0.4181 Terkonsentrasi
8 Industri Kopi
0.0695 Menyebar 0.0695
Menyebar 9 Industri
Pakan Ternak
0.1039 Terkonsentrasi 0.1004
Terkonsentrasi 10
Industri Makanan Lainnya 0.6143 Terkonsentrasi
0.6295 Terkonsentrasi
11 Industri Minuman
0.0215 Menyebar 0.0218
Menyebar 12
Industri Pengolahan Karet 0.0629 Menyebar
0.0974 Menyebar
116 Pada Tabel 18, terlihat bahwa sebagian besar sektor agroindustri di Provinsi
Lampung pada tahun 2005 terkonsentrasi secara spasial. Nilai Gini Lokasional sektor agroindustri terbesar adalah industri makanan lainnya sebesar 0.6295, diikuti
industri gula sebesar 0.4181, industri buah sayur sebesar 0.2739, industri tapioka dan tepung lain sebesar 0.2738, serta industri ikan, daging dan udang sebesar
0.2511. Hasil nilai Gini Lokasional menunjukkan ketidakmerataan lokasi agroindustri di Provinsi Lampung.
Indeks Spesialisasi Krugman K
Spe
c menunjukkan perbedaan struktur
industri pada suatu wilayah dengan struktur industri pada suatu wilayah lain maupun seluruh wilayah, yang akan mempengaruhi daya saing wilayah yang menjadi
standar. Hasil penilaian menunjukkan tingkat spealisasi wilayah yang dianalisis. Indeks Spesialisasi Krugman pada tahun 2000 dan 2005 disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Indeks Spesialisasi Krugman K
Spe
c Sektor Agroindustri di Provinsi
Lampung
2000 2005 No.
Sektor Agroindustri K
spe
c
Klasifikasi Kspec Klasifikasi 1
Industri Buah dan Sayur 1.041829
Terspesialisasi 1.004104
Terspesialisasi 2
Industri Ikan, Daging Udang 1.164160
Terspesialisasi 1.507187
Terspesialisas 3
Industri Tapioka Tepung Lain 1.375592
Terspesialisasi 1.390984
Terspesialisas 4 Industri
Kopra Kelapa
0.355566 Kurang
terspesialisasi 0.353130 Kurang
terspesialisasi 5
Industri Minyak Lemak 0.327284
Kurang terspesialisasi
0.312591 Kurang terspesialisasi
6 Industri Padi
0.681447 Kurang
terspesialisasi 0.689609 Kurang
terspesialisasi 7 Industri
Gula 2.111491 Terspesialisasi 2.034469 Terspesialisasi
8 Industri Kopi
0.774254 Kurang
terspesialisasi 0.766481 Kurang
terspesialisasi 9 Industri
Pakan Ternak
0.835137 Kurang
terspesialisasi 0.786864 Kurang
terspesialisasi 10
Industri Makanan Lainnya 1.752682
Terspesialisasi 1.688222
Terspesialisasi 11 Industri
Minuman 0.301427 Kurang
terspesialisasi 0.299717 Kurang
terspesialisasi 12
Industri Pengolahan Karet 0.718105
Kurang terspesialisasi
0.828129 Kurang terspesialisasi
117 Hasil analisis menunjukkan bahwa industri gula mempunyai nilai Indeks
Spesialisasi Krugman terbesar, yang berarti bahwa Provinsi Lampung mempunyai tingkat spesialisasi yang tinggi pada industri gula. Urutan selanjutnya terhadap nilai
Indeks Spesialisasi Krugman adalah industri makanan lainnya, industri pengolahan ikan dan udang, industri tapioka dan tepung lain, serta industri buah dan sayur.
Menurut Marshal 1920 dalam McCann 1991, ketersediaan tenaga kerja spesialis akan menguntungkan perusahaan yang terspesialisasi di wilayah tersebut.
Sedangkan Porter 1990 menyatakan bahwa tenaga kerja yang terspesialisasi merupakan bagian dan faktor determinan dalam keunggulan ekonomi suatu wilayah.
Adanya tenaga kerja yang terspesialisasi akan mendorong perusahaan yang terspesialisasi untuk terkonsentrasi pada wilayah tersebut Lafourcade and Mion,
2003. Graham 2007 melihat perlunya penggunaan kedekatan lokasi co-location untuk mengidentifikasi industri yang teraglomerasi dan berklaster. Oleh karena itu,
klaster agroindustri yang berbasis bahan baku layak dikembangkan di Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Tulang Bawang karena Kabupaten Lampung
Tengah dan Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang lokasinya berdekatan. Industri berorientasi ekspor-impor cocok untuk dikembangkan di Kota
Bandar Lampung karena kedekatannya dengan pelabuhan ekspor-impor. Pada sisi lain, konsentrasi spasial pada agroindustri di Kota Bandar Lampung
terjadi akibat adanya aglomerasi yang disebabkan oleh upaya mengurangi biaya transportasi. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Krugman 1991 yang
menyatakan bahwa aglomerasi yang disebabkan oleh upaya mengurangi biaya transportasi berlokasi di sekitar local demand yang besar serta upaya memperoleh
akses pasar yang luas. Industri-industri yang mengalami konsentrasi spasial tersebut adalah industri pengolahan kopi, industri minyak lemak, dan industri minuman.
Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung yang cukup banyak merupakan pasar yang
118 potensial bagi output industri tersebut. Selain itu, pelabuhan Panjang di Kota Bandar
Lampung mempermudah akses menuju pasar ekspor-impor bagi industri pakan ternak, pengolahan karet, dan industri-industri lain.
6.2. Kekuatan Aglomerasi