118 potensial bagi output industri tersebut. Selain itu, pelabuhan Panjang di Kota Bandar
Lampung mempermudah akses menuju pasar ekspor-impor bagi industri pakan ternak, pengolahan karet, dan industri-industri lain.
6.2. Kekuatan Aglomerasi
Ellison and Glaeser 1997 mengemukakan peranan knowledge spillover dan eksternalitas yang disebabkan oleh natural advantages dalam mendorong terjadinya
konsentrasi spasial sebagai kekuatan aglomerasi. Kontribusi natural advantages berdasarkan factor endowment secara simultan mempengaruhi dan mendorong skala
ekonomi internal perusahaan. Ellison and Glaeser 1997 membuat suatu indeks
EG
γ dengan standard pengukuran sebagai berikut : di bawah 0.02 menunjukkan dispersi, sedangkan di atas 0.05 menunjukkan terjadinya aglomerasi, di mana kedua-
duanya disebabkan oleh pengaruh natural advantage dan knowledge spillover. Tabel 20. Indeks Ellison-Glaeser Sektor Agroindustri Provinsi Lampung
2000 2005
No. Sektor Agroindustri
EG
γ
Klasifikasi Pering- kat
EG
γ
Klasifikasi Pering- kat
1 Industri Buah
dan Sayur
0.244708 Aglomerasi 3 0.24741368 Aglomerasi 3
2 Industri Ikan,
Daging Udang
0.132928 Aglomerasi 5 0.22424705 Aglomerasi 5
3 Industri Tapioka
Tepung Lain 0.230377 Aglomerasi 4
0.23278537 Aglomerasi 4 4 Industri
Kopra Kelapa
0.021578 Dispersi
0.02190139 Dispersi
5 Industri Minyak
Lemak 0.013836
Dispersi 0.01356651
Dispersi 6
Industri Padi
0.116101 Aglomerasi 6 0.11748674 Aglomerasi 6
7 Industri
Gula 0.424831 Aglomerasi 2
0.39360045 Aglomerasi 2 8 Industri
Kopi 0.059059
Aglomerasi 8
0.05894218 Aglomeras
9 9
Industri Pakan
Ternak 0.093962 Aglomerasi 7 0.09033555 Aglomerasi 7
10 Industri Makanan
Lainnya 0.547666 Aglomerasi 1
0.56691352 Aglomerasi 1 11
Industri Minuman 0.018969
Dispersi 0.01927654
Dispersi 12 Industri
Pengolahan Karet
0.050537 Aglomerasi 9 0.082884
Aglomerasi 8
119 Berdasarkan Tabel 20, nilai Indeks Ellison-Glaeser
EG
γ atau terbesar pada sektor agroindustri di Provinsi Lampung tahun 2005 adalah industri makanan lainnya,
diikuti industri gula, industri buah sayur, industri tapioka dan tepung lain, industri ikan, daging, dan udang, industri padi, industri pakan ternak, industri karet, dan
industri kopi. Sektor agroindustri yang mempunyai nilai indeks Ellison-Glaeser
EG
γ di atas 0.05 dinyatakan beraglomerasi. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan indeks Ellison-Glaeser pada tahun 2000, namun pada tahun 2005 industri
kopi yang menempati peringkat 8 pada tahun 2000 turun menjadi peringkat 9 terendah pada tahun 2005.
Industri makanan lainnya mempunyai nilai indeks Ellison-Glaeser sebesar 0.5669. Nilai indeks Ellison-Glaeser pada industri makanan lainnya tersebut
merupakan indeks terbesar di antara sektor agroindustri di Provinsi Lampung pada tahun 2005. Industri makanan lainya terkonsentrasi pada kota Metro. Besarnya nilai
indeks tersebut menjelaskan terjadinya MAR Marshall-Arrow-Romer eksternalitas knowledge spillover
dan eksternalitas yang disebabkan oleh natural advantage. Faktor
natural advantage berkaitan dengan potensi kawasan budidaya yang
dimanfaatkan untuk budidaya pertanian sebagai bahan baku agroindustri. Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung Tahun 2006, 70 dari luas wilayah Provinsi
Lampung yaitu sebesar 3 301 545 ha dimanfaatkan untuk kawasan budidaya. Mayoritas penggunaan budidaya digunakan untuk budidaya pertanian lahan kering
dan lahan basah sesuai dengan kesesuaian lahannya. Nilai indeks Ellison-Glaeser
EG
γ untuk industri kopra dan kelapa sebesar 0.02190139, industri minyak lemak sebesar 0.0135665, dan industri minuman
sebesar 0.01927654. Ketiga sektor tersebut memiliki nilai indeks Ellison-Glaeser dibawah 0.02 yang menunjukkan adanya dispersi penyebaran atau tidak adanya
aglomerasi. Pada ketiga sektor agroindustri tersebut juga tidak ditemukan peranan
120 eksternalitas knowledge spillover dan peranan eksternalitas yang disebabkan oleh
natural advantage. Dinamika nilai indeks Ellison-Glaeser
EG
γ tahun 2000 dan tahun 2005 dipengaruhi pula oleh dinamika pada nilai Indeks Gini Lokasional gEG dan
indeks kekuatan aglomerasi G
EG
. Terjadi penurunan gEG pada industri minyaklemak pada tahun 2000 sebesar 0.0158 menjadi sebesar 0.0156 pada tahun
2005. Penurunan gEG menunjukkan bahwa keanekaragaman karakteristik antar wilayah pada industri minyaklemak semakin berkurang. Penurunan gEG pada
industri minyaklemak menunjukkan penurunan eksternalitas yang disertai dengan penurunan kekuatan aglomerasi terlihat dari penurunan gEG dari 0.015913 pada
tahun 2000 menjadi 0.015645 pada tahun 2005. Penurunan nilai gEG terjadi pula pada industri kopra kelapa dan industri minuman.
Pada industri buah dan sayur di Provinsi Lampung terjadi peningkatan gEG dari 0,2712 pada tahun 2000 menjadi 0,2739 pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan
peningkatan perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah sektor tersebut. Hal ini diikuti oleh peningkatan kekuatan aglomerasi tersebut peningkatan kekuatan
aglomerasi terlihat dari kenaikan G
EG
dari 0.27231 tahun 2000 menjadi 0.27485 pada tahun 2005. Kenaikan dorongan aglomerasi disebabkan oleh peningkatan
eksternalitas yang disebabkan knowledge spillover natural advantage diperlihatkan oleh kenaikan
EG
γ dari sebesar 0.244708 pada tahun 2000 menjadi 0.247413 pada tahun 2005.
Industri buah dan sayur di Provinsi Lampung mengalami peningkatan gEG dari 0,2712 pada tahun 2000 menjadi 0,2739 pada tahun 2005 menujukkan peningkatan
perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah subsektor tersebut. Hal ini diikuti oleh peningkatan kekuatan aglomerasi tersebut peningkatan kekuatan
aglomerasi terlihat dari kenaikan G
EG
dari 0.27231 tahun 2000 menjadi 0.27485 pada
121 tahun 2005. Kenaikan dorongan aglomerasi disebabkan oleh peningkatan eksternalitas
yang disebabkan knowledge spillover natural advantage diperlihatkan oleh kenaikan
EG
γ dari sebesar 0.244708 pada tahun 2000 menjadi 0.2474137 pada tahun 2005. Industri ikan, daging dan udang, industri tapioka dan tepung lainnya, industri
padi, industri gula, industri kopi, industri pakan ternak, industri makanan lainnya, dan industri pengolahan karet, dalam kurun waktu tahun 2000 ke 2005 mengalami
peningkatan gEG. Peningkatan gEG ini menunjukkan peningkatan perbedaan kerakteristik dan spesialisasi antar wilayah sektor tersebut.
Menurut Ellison and Glaeser 1999, jumlah penduduk sebagai pasar yang potensial dan pelabuhan laut yang mendukung industri merupakan natural
advantages wilayah yang berperan penting dalam proses aglomerasi. Fujita and Mori
1996 menyatakan bahwa adanya pelabuhan laut memperbesar skala kota dan meningkatkan ektemalitas positif dari konsentrasi spasial. Pendapat ini didukung oleh
Porter 1990 yang menyatakan bahwa demand condition dan factor condition termasuk di dalamnya akses transportasi dan infrastruktur merupakan determinan keunggulan
industri suatu wilayah. Provinsi Lampung memiliki enam pelabuhan laut, meliputi satu pelabuhan
umum yang diusahakan dan lima pelabuhan yang tidak diusahakan, serta satu pelabuhan khusus yang dikelola oleh agroindustri udang PT Dipasena Citra Darmaja
di Pantai Timur Provinsi Lampung. Pelabuhan laut yang diusahakan di Provinsi Lampung adalah Pelabuhan Panjang yang dikelola oleh PT Persero PELINDO II
Cabang Panjang. Kelima pelabuhan yang tidak diusahakan adalah Kota Agung, Teluk Betung, Labuhan Maringgai, Menggala, dan Mesuji.
Penghematan urbanisasi terjadi ketika efisiensi perusahaan meningkat akibat meningkatnya produksi dan efisiensi seluruh perusahaan dalam wilayah yang sama.
Penghematan karena berlokasi di wilayah yang sama ini terjadi akibat skala
122 perekonomian kota dan wilayah yang besar serta beranekaragam, dan bukan akibat
skala suatu jenis industri. Penghematan urbanisasi memunculkan fenomena yang disebut dengan aglomerasi perkotaan yang menyebabkan terjadinya perluasan
wilayah metropolitan extended metropolitan regions dan mendorong industrialisasi pada suatu wilayah Kuncoro, 2000. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah
tenaga kerja pada sektor agroindustri di Provinsi Lampung, yaitu sebesar 37 042 pekerja pada tahun 2000 menjadi 61 522 pekerja pada tahun 2005. Peningkatan
jumlah tenaga kerja pada sektor agroindustri tersebut didorong oleh perkembangan industri di Provinsi Lampung akibat penghematan urbanisasi.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang nasional Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008, kawasan perkotaan Bandar Lampung merupakan
pusat kegiatan nasional PKN. PKN merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional dan beberapa provinsi atau
pelayanan primer Departemen Pekerjaan Umum, 2008. Sedangkan kota-kota lain di Provinsi Lampung yaitu Metro, Kalianda, Liwa, Menggala, Kotabumi dan
Kotaagung merupakan pusat kegiatan wilayah atau pelayanan sekunder yang melayani kegiatan provinsi atau kabupatenkota Bappeda Provinsi Lampung, 2006.
Konfigurasi sistem perkotaan yang berpengaruh pada aglomerasi secara spasial dapat dilihat pada Lampiran 24.
Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri-industri yang sama atau sejenis. Penetapan klaster tersebut didasarkan pada Indeks Spesialisasi Krugman,
Indeks Ellison-Gleaser, dan pemetaan agroindustri. Pemetaan agroindustri dilakukan untuk mengelompokkan sektor agroindustri berdasarkan kedekatan lokasi dalam
kabupaten atau kabupaten yang berdekatan lihat Gambar 7. Berdasarkan kriteria- kriteria tersebut, pengelompokkan sektor agroindustri yang berklaster dan yang tidak
berklaster dapat dilihat pada Tabel 21.
123
Gambar 7. Pemetaan Klaster Agroindustri Provinsi Lampung
124 Tabel 21. Penetapan Klaster Agroindustri di Provinsi Lampung
Agroindustri Indeks Spesialisasi
Krugman 2005 Indeks
Ellison Gleaser
2005 Pemetaan Agroindustri
Penetapan Klaster
Industri Buah dan Sayur
Terspesialisasi Aglomerasi
Ada klaster di Kab. LampungTengah
Tulang Bawang Klaster
Industri Ikan, Daging Udang
Terspesialisasi Aglomerasi
Ada klaster di Kab. Tulang Bawang
Klaster Industri Tapioka
Tepung Lain Terspesialisasi
Aglomerasi Ada klaster di Kab
Lampung Tengah dan Tulang Bawang
Klaster
Industri Kopra Kelapa
Kurang terspesialisasi
Dispersi Tidak ada klaster
Tidak Berklaster
Industri Minyak Lemak
Kurang terspesialisasi
Dispersi Tidak ada klaster
Tidak Berklaster
Industri Padi Kurang
terspesialisasi Aglomerasi
Ada Klaster di Kab Lampung Tengah
Tanggamus Klaster
Industri Gula Terspesialisasi
Aglomerasi Ada klaster di Kab.
Lampung Tengah Tulang Bawang
Klaster
Industri Kopi Kurang
terspesialisasi Aglomerasi
Ada Klaster di Kota Bandar Lampung
Klaster Industri Pakan
Ternak Kurang
terspesialisasi Aglomerasi
Ada Klaster di Kota Bandar Lampung
Klaster Industri Makanan
Lainnya Terspesialisasi
Aglomerasi Ada Klaster di Kota Metro
Klaster Industri Minuman
Kurang terspesialisasi
Dispersi Tidak Ada
klaster Tidak
Berklaster Industri
Pengolahan Karet Kurang
terspesialisasi Aglomerasi
Ada Klaster di Bandar Lampung dan Lampung
Selatan Klaster
Sektor agroindustri yang berklaster adalah adalah industri makanan lainnya, industri gula, industri buah sayur, industri tapioka dan tepung lain, industri ikan,
daging, dan udang, industri padi, industri pakan ternak, industri karet, dan industri kopi. Sektor agroindustri yang tidak berklaster adalah industri kopra dan kelapa,
industri minyaklemak, dan industri minuman.
125
6.3. Sumber-sumber Aglomerasi