Problem Solving Kajian Teoritis

1 Apakah kita mengetahui arti semua kata yang digunakan? Jika tidak, carilah di indeks, kamus, definisi dan lain sebagainya. 2 Apakah kita mengetahui yang dicari atau ditanya? 3 Apakah kita mampu menyajikan soal dengan menggunakan kata-kata sendiri? 4 Apakah soal dapat disajikan dengan cara lain? 5 Apakah kita dapat menggambar sesuatu yang dapat digunakan sebagai bantuan? 6 Apakah informasi cukup untuk dapat menyelesaikan soal? 7 Apakah informasi berlebihan? 8 Apakah ada yang perlu dicari sebelum mencari jawab dari soal? b. Tahap menyusun rencana strategi penyelesaian masalah planning Tahap menyusun suatu rencana strategi penyelesaian masalah, siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai dalam arti masalah yang dihadapi siswa bukan hal yang baru sama sekali tetapi sejenis atau mendekati. Yang harus dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa dapat: 1 Mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang. 2 Mencari rumus-rumus yang diperlukan. Pada jenjang kemampuan siswa tahap ini menempati urutan tertinggi. Hal ini didasarkan atas perkembangan bahwa pada tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa yang seharusnya dikerjakan. c. Melakukan strategi pemecahan masalah solving Tahap pelaksanaan rencana adalah siswa telah siap melakukan perhitungan dengan segala macam data yang diperlukan termasuk konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus dapat membentuk sistematika soal yang lebih baku, dalam arti rumus-rumus yang akan digunakan sudah merupakan rumus yang siap untuk digunakan sesuai dengan apa yang digunakan dalam soal, kemudian siswa mulai memasukkan data-data hingga menjurus ke rencana pemecahannya, setelah itu baru siswa melaksanakan langkah-langkah rencana sehingga akan diharapkan dari soal dapat dibuktikan atau diselesaikan. Tahap pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana. Pertimbangan yang diambil berkenaan dengan pernyataan tersebut bahwa pada tahap ini siswa melaksanakan proses perhitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi yang diperlukan, hingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik dan benar. d. Tahap memeriksa kembali checking Harapan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya. Tahap peninjauan kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat berpikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap ini subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil perhitungan yang telah dikerjakannya, serta mengecek sistematika dan tahap-tahap penyelesaiannya apakah sudah baik dan benar atau belum. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, model problem solving yang digunakan pada penelitian adalah model problem solving Polya. Hal ini didasari karena strategi problem solving Polya dianggap cocok untuk meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kokom Komariah yang menyatakan model problem solving Polya dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Model pembelajaran ini sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. 19 19 Kokom Komariah, Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas IX J di SMPN 3 Cimahi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA UNY, 2011, h. 182. Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G. Polya dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut: Gambar 2.1 Tahap-Tahap Pemecahan Masalah Menurut G. Polya

3. Model Cooperative Learning berbasis Problem Solving

Model pembelajaran Cooperative berbasis Problem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Setiap anggota dalam kelompok saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan permasalahan yang terdiri dari tahap klarifikasi masalah, menampilkan masalah secara fisika, merencanakan strategi pemecahan secara berkelompok, menjalankan rencana, mengkomunikasikan hasil dan mengevaluasi. Suprijono 2012 menyatakan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem solving dapat meningkatkan pemahaman konseptual fisika dan prestasi belajar siswa. Model pembelajaran Cooperative berbasis Problem Solving telah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada Memahami Masalah Understanding Menyusun Suatu Rencana Planning Melakukan Suatu Rencana Solving Memeriksa Kembali Checking para siswa secara berkelompok atau bekerjasama untuk mengembangkan dan mengintegrasikan suatu permasalahan fisika. 20 Model pembelajaran Cooperative berbasis problem solving merupakan model yang dirancang dengan menggunakan LKS berbasis problem solving tipe Polya. Tahapan pembelajaran Cooperative dilaksanakan selama penyampaian materi di kelas berbantukan bahan ajar LKS berbasis problem solving dalam memecahkan soal yang diberikan. Latihan soal yang dikerjakan oleh siswa didiskusikan bersama teman kelompoknya, sehingga semua siswa berpartisipasi dan saling membantu untuk memberi pemahaman materi dan dapat memecahkan permasalahan soal fisika baik secara konsep maupun penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah

a. Pengertian Masalah

Pada dasarnya masalah adalah situasi yang mengandung kesulitan bagi seseorang dan mendorongan ya untuk mencari solusi dari masalah tersebut. Tidak semua suatu pertanyaan dapat dikatakan suatu masalah oleh seseorang tetapi mungkin saja pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang rutin bagi orang lain. Menurut Cooney, et al:”....for a question to be a problem, it must present a challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the student ”. 21 Maknanya adalah suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui siswa. Karenanya, dapat terjadi dimana suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi pertanyaan bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya. Bell 1978 menyatakan bahwa suatu situasi merupakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari adanya persoalan dalam situasi tersebut, mengetahui 20 U. Kulsum, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Problem Solving untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Ilmiah Siswa pada Mata Pelajaran Fisika, Unnes Physics Educational Journal, 2014, h. 74. 21 Fajar Shadiq, “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah Disajikan Dalam Diklat InstrukturPengembang Matematika SMA Jenjang Dasar ”, Yogyakarta:PPPG Matematika, 2004, h. 10. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 20.15. bahwa persoalan tersebut perlu diselesaikan, merasa ingin berbuat dan menyelesaikannya, namun tidak dapat dengan segera menyelesaikannya. 22 Masalah sering juga disebut sebagai kesulitan, hambatan, gangguan, ketidak puasan atau kesenjangan. Secara umum dan hampir semua ahli psikologi kognitif seperti Anderson 1980, Evans 1991, Hayes 1978, Ellis dan Hunt 1993 sependapat bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara situasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Keadaan sekarang sering pula disebut present state, sedangkan keadaan yang diharapkan sering pula disebut finalgoal state. Jadi suatu masalah muncul apabila ada halangan atau hambatan yang memisahkan antara present state dengan final stategoal state. 23 Masalah merupakan hal yang paling dihindari oleh siswa bila siswa tersebut merasa masalah siswa tidak dapat diselesaikan, tetapi ada juga siswa yang menganggap masalah sebagai sebuah tantangan baru dalam pembelajaran, sehingga membutuhkan waktu untuk melatih menyelesaikan masalah, dengan adanya masalah, proses berpikir siswa akan berkembang dan memiliki pengalaman dalam mengatasi permasalahan, tidak hanya dalam pembelajaran fisika, matematika, kima, ataupun pembelajaran eksakta lainnya, siswa akan terbiasa menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya dengan solusi yang tepat.

b. Pemecahan Masalah

Pada hakikatnya masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia, tidak ada satu pun di dunia ini seseorang hidup tanpa memiliki masalah. Masalah yang sederhana dapat dijawab dengan sederhana, dan masalah yang kompleks tentunya dijawab lebih kompleks dari masalah sederhana. Telah diketahui bahwa masalah merupakan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Untuk itu, 22 Sugiman, Yaya S. Kusumah, dan Jozua Subandar, “Pemecahan Masalah Matematika dalamMatematikaRealistik”,2015,h.2.http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfiles1319301352009a_P M_dalam_PMR.Pdf. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016 pukul 20.50. 23 Desti Haryani, “Pembelajaran Matematika Dengan Pemecahan Masalah Untuk Menumbuhkembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa,” Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negri Yogyakarta, 14 Mei 2011, h. 121. seseorang harus dapat mengatasi dan menghadapi masalah yang dimiliki seseorang dengan pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. 24 Pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan proses penerimaan tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jadi aspek penting dari makna masalah adalah bahwa penyelesaian yang diperoleh tidak dapat dikerjakan dengan prosedur rutin. Lencher menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. 25 Problem solving pemecahan masalah adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematika yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. 26 Tipe-tipe soal yang berbeda dalam kejelasan spesifikasi dan struktur permasalahan. Pada satu ujung kontinum kejelasan dan struktur ini adalah soal yang jelas well-defined problem; dalam soal semacam ini tujuan soal jelas, seluruh informasi yang diperlukan untuk menjawab soal ada, dan hanya ada satu jawaban yang benar. Pada ujung lain terdapat soal yang tidak jelas ill-defined problem; dalam soal semacam ini, tujuan yang diinginkan tidak jelas, informasi yang dibutuhkan untuk menjawab soal tidak ada, dan ada banyak kemungkinan jawaban. Dikarenakan kemampuan siswa berbeda, maka kemampuan pemecahan masalah pun berbeda setiap individu. Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu 24 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 151. 25 Sri Wardhani, Sapon Suryo Pramono, dan Endah Wahyuningsih, “Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ma tematika”, 2010, h. 14. 26 Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar Suatu Pendekatan Baru dan Praktik Bandung: Insan Mandiri, 2001, h.19.