106 1.
Memperketat ijin mendirikan bangunan dan kebijakan pembangunan rusunawa atau rumah vertikal dengan tujuan untuk mengurangi kepadatan
bangunan pada jalur hijau sempadan pantai. 2.
Penataan dan pengaturan terhadap pengembangan kawasan pesisir seperti permukiman dan bangunan lainnya, terutama yang teratur dan sesuai
dengan estetika lingkungan pesisir serta zonasi penggunaannya sehingga sesuai dengan rencana penggunaan lahan yang terdapat dalam RTRW.
3. Perlu disediakan unit pengolahan limbah baik cari maupun padat pada
lokasi aktivitas padat permukiman, perdagangan, jasa dan perhotelan sebagai bagian untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada
kawasan tersebut dan menghindari resiko rusaknya ekosistem pesisir.
4. Pelestarian lahan pertanian produktif dan hutan bakau dengan membatasi
alih fungsi lahannya mengingat masing-masing jenis penggunaan lahan tersebut memiliki peranan yang sangat penting. Berdasarkan hasil analisis
luas kedua jenis penggunaan lahan tersebut terus mengalami penurunan tiap tahunnya.
5. Mengendalikan dan mengatur aktivitas perdagangan. Mengingat aktivitas
perdagangan yang terkonsentrasi di Kota Lama sudah sangat padat.
5.3.2 Kebijakan Pengendalian Penyebaran Penduduk dan Volume Sampah
Tingginya alih fungsi lahan, dari lahan pertanian atau bukan pertanian menjadi lahan terbangun RTB merupakan fenomena yang terjadi begitu cepat
sejak pelaksanaan otonomi daerah diberlakukan. Pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi kota serta aksesibilitas yang semakin baik turut menjadi
faktor pendorong meningkat jumlah penduduk baik lokal ataupun pendatang ketempat tersebut baik berupa investasi maupun untuk mencari pekerjaan.
Dengan kata lain bahwa bentuk penggunaan lahan suatu wilayah memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin
meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin meningkatnya perubahan penggunaan lahan
dan lingkungannya terutama permasalahan pengelolaan limbah atau sampah. Pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi terutama terjadi di daerah
perkotaan, sehingga daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat.
Pertumbuhan penduduk kawasan pesisir Kota Kupang pada Tahun 2030 telah mencapai batas optimal yakni sebesar 207.251,74 jiwa, pertumbuhan
penduduk tersebut turut berdampak terhadap meningkatnya volume sampah sebesar 145.076,21 kg dan permintaan lahan permukiman yakni sebesar 3.337,05
ha atau telah melebihi batas optimal luas lahan eksisting yang ada di kawasan pesisir yakni sebesar 3.163,48 ha
Berdasarkan hasil analisis simulasi model pertumbuhan penduduk dan kaitannya dengan keterbatasan lahan di kawasan pesisir dapat dibuat beberapa
arahan kebijakan terkait dengan pengendalian jumlah penduduk dan volume sampah sebagai berikut;
1. Tertib RTRW sesuai arahan kebijakan penggunaan lahan
2. Menambah fasilitas penampungan sampah dan peningkatan pelayanan dan
pengangkutan sampah yang terdapat pada permukiman pesisir, serta melaksanakan pengelolaan sampah secara Zero Waste berbasis masyarakat
107 melalui tahap 3 R Reduce, Reuse, Recycle sehingga sesuai dengan Perda
Kota Kupang No 3 dan No 4 Tahun 2011 tentang pengurangan sampah di Kota Kupang.