Dinamika Permasalahan Kawasan Pesisir

14 b. Kerusakan Fisik Habitat. Terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, dan rumput laut atau padang lamun. Kebanyakan rusaknya habitat di daerah pesisir adalah akibat aktivitas manusia seperti konversi hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastruktur, dan perikanan tambak. Ekosistem lainnya yang mengalami kerusakan cukup parah adalah ekosistem terumbu karang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rusaknya terumbu karang antara lain adalah : 1 penambangan batu karang untuk bahan bangunan, jalan, dan hiasan, 2 penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, racun, dan alat tangkap ikan tertentu, 3 pencemaran perairan oleh limbah industri, pertanian, dan rumah tangga, 4 pengendapan dan peningkatan kekeruhan perairan akibat erosi tanah di darat, penggalian dan penambangan, 5 eksploitasi berlebihan sumber daya perikanan karang Dahuri 2001. Bengen 2000 menjelaskan bahwa ekosistem padang lamun secara khusus rentan terhadap degradasi lingkungan yang di akibatkan oleh aktivitas manusia. Beberapa aktivitas manusia yang merusak ekosistem padang lamun adalah 1 pengerukan dan pengurugan untuk pembangunan pemukiman pinggir laut, pelabuhan, industri dan saluran navigasi, 2 pencemaran logam industri terutama logam berat, senyawa organoklorin, pembuangan sampah organik, pencemaran oleh limbah indutri, pertanian, dan minyak. c. Eksploitasi Sumber Daya Secara Berlebihan. Sumber daya perikanan yang lebih dieksploitir secara berlebihan overfishing, termasuk udang, ikan demersal, palagis kecil, dan ikan karang. Menipisnya stok sumber daya tersebut, selain karena overfishing juga dipicu oleh aktivitas ekonomi yang baik secara langsung atau tidak merusak ekosistem dan lingkungan sehingga perkembangan sumber daya perikanan terganggu. Disamping itu, kurangnya apreasiasi dan pengetahuan manusia untuk melakukan konservasi sumber daya perikanan, seperti udang, mangrove, terumbu karang, dan lain-lain. d. Abrasi Pantai. Faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : 1 proses alami karena gerakan gelombang pada pantai terbuka, 2 aktivitas manusia. Kegiatan manusia tersebut misalnya kegiatan penebangan hutan HPH atau pertanian di lahan yang tidak mengindahkan konsep konservasi telah menyebabkan erosi tanah dan kemudian sedimen tersebut dibawa ke aliran sungai serta diendapkan di kawasan pesisir. Aktivitas manusia lainnya adalah menebang atau merusak ekosistem mangrove digaris pantai baik untuk keperluan kayu, bahan baku arang, maupun dalam rangka pembuatan tambak. e. Konversi Kawasan Lindung ke Penggunaan Lainnya. Terjadinya pergeseran penggunaan lahan, misalnya dari lahan pertanian menjadi lahan industri, properti, perkantoran, dan lain sebagainya yang terkadang kebijakan pergeseran tersebut tanpa mempertimbangkan efek ekologi, tetapi hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi jangka pendek. Demikian juga halnya yang terjadi di kawasan pesisir, banyak terjadi pergeseran lahan pesisir dan bahkan kawasan lindung sekalipun menjadi lahan pemukiman, industri, pelabuhan, perikanan tambak, dan pariwisata. Akibatnya terjadi kerusakan ekosistem di sekitar pesisir, terutama ekosistem mangrove. Jika ekosistem mangrove rusak dan bahkan punah, maka hal yang 15 akan terjadi adalah 1 regenerasi stok ikan dan udang terancam, 2 terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh hutan mangrove, 3 pedangkalan perairan pantai, 4 erosi garis pantai dan instrusi garam. Sugandhy 1999 menyebutkan bahwa permasalahan-permasalahan pengelolaan lingkungan hidup yang ada di kawasan pesisir adalah sebagai berikut: 1. Perubahan fungsi dan tatanan lingkungan. 2. Penurunan daya dukung lingkungan pesisir. 3. Penurunan mutu lingkungan pesisir. 4. Penyusutan keanekaragaman flora dan fauna pesisir. 5. Adanya ketidak terpaduan pengelolaan sumberdaya manusia, alam, dan buatan dalam pengelolaan lingkungan di pesisir 6. Kurang optimalnya pemanfaatan ruang kawasan. 7. Perusakan dan pencemaran lingkungan. 8. Rendahnya peran serta masyarakat. 9. Kurang lengkap dan konsistennya sistem informasi lingkungan 10. Belum terintergrasinya ekonomi lingkungan dalam perhitungan investasi pembagunan. 11. Belum berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan lingkungan 12. Lemahnya penegakan hukum dalam mendukung pengelolaan lingkungan

2.6 Peranan Sistem Informasi Geografis SIG dalam Penataan dan

Pengelolaan Wilayah Pesisir. Sistem informasi geografi SIG di Indonesia sudah populer dan penerapannya tidak hanya di kalangan lembaga pemerintahan saja tetapi di dunia swasta. Ada yang memakai SIG sebagai sarana tool, sebagai teknologi atau sebagai database untuk berbagai penerapan dalam pengelolaan sumber daya alam, sosial, ekonomi dalam perencanaan yang bersifatberbasis spasial keruangan dan sebagai sistem pendukung keputusan decision support system berdasarkan kriteria tunggal atau kriteria banyak multicriteria. Sama halnya dalam penataan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dalam penataan dan pengelolaan wilayah pesisir peranan SIG sangat lah penting dalam mengkaji dan memantau setiap perkembangan yang dialami oleh wilayah pesisir, karna wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat rentan terhadap gangguan dan memiliki kompleksitas yang tinggi. Perkembangan wilayah pesisir merupakan daerah yang terpadat penduduknya. Sekitar 140 juta jiwa atau 60 penduduk Indonesia tinggal diwilayah pesisir DKP 2008. Selain faktor dari manusia, perubahan iklim global juga meningkatkan tekanan terhadap wilayah pesisir melalui semakin meningkatnya muka air laut akibat pemanasan global. Pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara cepat dan tepat dengan memanfaatkan data yang kontinyu dan teknologi yang mampu menggambarkan wilayah pesisir dengan baik. Sistem Informasi Geografi SIG merupakan salah satu cara untuk mengelola wilyah pesisr dengan data yang kontinyu dan sebaran spasial yang bisa menampilkan secara sederhana bentuk kawasan peisisir. Secara 16 sederhana SIG dapat memetakan kondisi wilayah pesisir sehingga dapat dipantau kondisinya. Barus dan Wiradisastra 2000 SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Sedangkan menurut Prahasta 2005 SIG merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena- fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Menurut Aronoff 1989 SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan dalam menganalisis data yang bereferensi geografis, yaitu masukan, keluaran,manajemen data penyimpanan dan pemanggilan data serta analisis dan manipulasi data. SIG memungkinkan pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi,posisi, koordinat, peta, ruang dan permodelan spasial secara mudah. Selain itu dengan SIG pengguna dapat membawa, meletakkan dan menggunakan data yang menjadi miliknya sendiri kedalam sebuah bentuk model representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan atau dianalisis baiksecara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya analisis melalui query atribut dan spasial, hingga akhirnya disajikan dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna Prahasta 2005. Prahasta 2001 terdapat tiga komponen yang dapat diperoleh dari informasi kenampakan geografis yaitu posisi geografis, atribut, dan hubungan keruangan. Kekuatan utama dari SIG terletak pada kemampuannya memadukan berbagai jenis data, baik data spasial yang berkaitan dengan keruanganposisilokasi maupun data tekstualatribut non-geografis, menjadi suatu informasi yang dapat membantu memecahkan masalah secara terorganisasi dalam kaitan keruangan posisilokasi. Adanya SIG memungkinkan beberapa keperluan yang kompleks dapat dilakukan menjadi lebih mudah dan cepat, dibandingkan jika dilakukan dengan cara konvensional. Ada tiga tugas utama yang diharapkan dapat dilakukan oleh SIG yaitu, teknologi SIG akan mempermudah para perencana dalam mengakses data,menampilkan informasi-informasi geografis terkait dengan substansi perencanaandan meningkatkan keahlian para perencana serta masyarakat dalam menggunakan sistem informasi spasial melalui komputer. SIG dapat membantu para perencana dan pengambil keputusan dalam memecahkan masalah-masalah spasial yang sangat kompleks. Dalam penelitian ini, penggunaan SIG lebih diprioritaskan pada fungsinya untuk melakukan teknik tumpang tindih overlay dari beberapa peta yang digunakan. Jika pengolahan data dilakukan secara manual, pengguna harus bekerja dengan beberapa peta analog dan beberapa informasi atribut yang diperlukan. Selanjutnya pengguna dapat menganalisis kedua data tersebut petadan data atribut untuk kemudian memplotkan hasil akhirnya kedalam peta. Untuk tumpang tindih overlay peta juga dapat dilakukan hal yang sama. Beberapa kelemahan dari proses tersebut adalah selain membutuhkan waktu yang relatif lama, tingkat ketelitian dan akurasinya sangat bergantung pada kemampuan dan ketelitian penggunanya dalam melakukan proses olah data tersebut. Dengan