Pengelolaan Sampah Pesisir Sistem Persampahan Kota Kupang

65 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Kota

Kupang Dinamika perubahan penggunaan lahan yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada perubahan penutupan lahan selama 14 tahun terakhir, yang dibagi dalam 3 masa rentang waktu mulai dari tahun 1999, 2006 dan 2013. Analisis ini dilakukan dengan tahapan interpretasi citra satelit pada 3 tiga titik tahun tersebut. Pertimbangan pemilihan tahun tersebut didasarkan pada kondisi Kota Kupang sebagai kota tepi pantai yang baru mengalami pemekaran serta terkonsentrasinya aktivitas jasa dan perdagangan yang cenderung terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut ditandai dengan pengembangan dan pembangunan pada sektor pariwisata yakni pembangunan hotel dan restoran. Berdasarkan hasil interpretasi visual citra Landsat kelas penggunaan lahan di kawasan pesisir Kota Kupang terdiri atas tujuh kelas, yaitu : hutan bakau, hutan kota, ladangtegalanbelukar, permukiman, perairantubuh air, sawah dan tanah kosong. Dinamika perubahan luas masing-masing kelas penggunaan lahan berbeda-beda seperti pada Tabel 12. Tabel 12 Dinamika Luas Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Periode Tahun 1999 – 2013 Penggunaan Lahan Luas Luas Luas Perubahan Perubahan Perubahan ha ha ha ha ha ha 1999 2006 2013 1999-2006 2006-2013 1999-2013 Hutan Bakau 18,96 0,60 14,26 0,45 7,19 0,23 -4,70 -7,07 -11,77 Hutan Kota 255,09 8,06 650,41 20,56 530,85 16,78 395,31 -119,55 275,76 Ladangtglnbkr 2.235,45 70,66 913,23 28,87 653,99 20,67 -1.322,21 -259,24 -1.581,46 Pemukiman 473,00 14,95 1.098,12 34,71 1.536,34 48,56 625,11 438,22 1.063,33 Perairantubuh air 57,61 1,82 61,68 1,95 65,04 2,06 4,07 3,36 7,43 Sawah 19,54 0,62 18,05 0,57 7,47 0,24 -1,49 -10,59 -12,08 Tanah Kosong 103,81 3,28 407,72 12,89 362,59 11,46 303,91 -45,13 258,78 Jumlah 3.163,48 100,00 3.163,48 100,00 3.163,48 100,00 Karakteristik masing-masing jenis penggunaan lahan berdasarkan hasil analisis citra Landsat, pengamatan dilapangan dan studi pustaka dapat digambarkan sebagai berikut: a Penggunaan Lahan Permukiman Kenampakan permukiman di lapang dipengaruhi oleh adanya aksesibilitas. Semakin dekat jaraknya dengan jalan-jalan utama maka luasan permukiman akan semakin besar. Konsentrasi pengembangan dan pembangunan Kota Kupang berada pada kawasan pesisirnya. Hal tersebut ikut mendorong meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman dan bangunan lainnya termasuk hotel dan restoran. Persebaran permukiman pada umumnya berkaitan dengan mata pencaharian umum masyarakat di lokasi penelitian yaitu di bidang perdagangan, 66 jasa, perikanan dan pertanian. Permukiman dalam hal ini meliputi ruang terbangun seperti : perumahan, sekolah, pasar, gedung layanan umum masyarakat dan bangunan lainnya. Kondisi permukiman di pesisir Kota Kupang yang pada umumnya terletak di sepanjang pinggiran pantai atau mengikuti garis pantai dan polanya tidak teratur. Pola bangunan di pesisir Kota Kupang sebagian besar tidak teratur karena membelakangi pantai dan sebagian besar berada pada jalur hijau sempadan pantai. Kondisi tersebut sangat tidak memenuhi aspek penataan maupun sanitasi lingkungan yang baik sehingga menimbulkan kesan yang kumuh. Kondisi permukiman di kawasan pesisir Kota Kupang sebagian besar permanen dan sebagian besar warganya memiliki sertifikat tanah sehingga sulit untuk dikembalikan pada keadaan semula. Dengan keadaan tersebut maka pemerintah setempat akan sulit untuk mencapai kota tepi pantai berbasis waterfront city berkelanjutan karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang sangat besar. Gambaran mengenai kondisi permukiman di kawasan pesisir Kota Kupang tertera dalam Gambar 21. Gambar 21 Kondisi Pola Permukiman di Kelurahan Namosain Tahun 2013 dan Kelurahan Fatubesi Tahun 2008 b Penggunaan Lahan Hutan BakauMangrove Kondisi hutan bakau di pesisir Kota Kupang dalam perkembangannya mengalami penurunan dan polanya sebagian besar sudah tidak mengikuti pinggir pantai karena sudah mengalami perubahan fungsi menjadi penggunaan lain serta tingginya erosi dan abrasi. Menurut masyarakat setempat bahwa berkisar tahun 1990-an sampai tahun 2000-an di kelurahan Lasiana dan Oesapa sebagian besar lahan hutan bakaunya di tebang untuk dijadikan sebagai tempat kegiatan off road kendaraan dan sebagiannya lagi adalah pemanfaatan kayu bakau oleh masyarakat. Hutan bakau sebagian besar terkonsentrasi di Kelurahan Oesapa. Meski bentuk hutan bakau masih tumbuh secara alami, namun jumlah luasannya semakin menurun. Hal tersebut didasarkan pada kenampakan bentuk hutan bakau di citra Landsat yang masih alami dan tidak berbentuk petak atau hasil budidaya. Jenis penggunaan lahan hutan bakau disajikan dalam Gambar 22.