Validasi Kinerja Model Simulasi Model Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan

96 Gambar 37 Perbandingan Luas Lahan Permukiman Aktual dengan Luas Lahan Permukiman Hasil Simulasi. Demikian juga perilaku yang dihasilkan oleh model lainnya memiliki pola yang sama dengan perilaku sistem nyata maka model dapat dikatakan telah dapat digunakan. Gambar 38 menjelaskan perbandingan perilaku berdasarkan hasil jumlah penduduk simulasi dan kondisi pertumbuhan jumlah penduduk aktual. Gambar 38 Perbandingan Jumlah Penduduk Aktual dengan Jumlah Penduduk Hasil Simulasi Perilaku yang dihasilkan oleh model penduduk simulai memiliki pola yang sama dengan perilaku sistem nyata jumlah penduduk aktual, maka model ini dikatakan telah dapat digunakan. Pembuktian berdasarkan batas penyimpangan atau hasil uji validasi menunjukkan bahwa, AME menyimpang 8,79 dan AVE - 0,0022 untuk jumlah penduduk hasil simulasi dari data jumlah penduduk aktualnya. 5.2.5 Hasil Simulasi Model Pada model dinamika perubahan penggunaan lahan di pesisir Kota Kupang terdapat beberapa aspek yang dilihat perilaku sistemnya, dimana masing-masing aspek memiliki keterkaitan satu sama yang lain. Aspek-aspek tersebut adalah L ua s h a Tahun Tahun Tahun Tahun P en duduk Ji wa 97 penduduk dan jenis penggunaan lahan yang terdiri dari; hutan bakau, hutan kota, ladangtegalan, permukiman, perairantubuh air, sawah dan tanah kosong. Variabel penduduk merupakan salah satu komponen penting dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Jumlah penduduk yang selalu mengalami dinamika dalam jumlahnya, mengakibatkan kebutuhan ruang sebagai wadah kegiatan perkotaan juga berubah terus menerus. Ruang dalam hal ini adalah lahan, keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan kehidupan manusia, karena lahan merupakan wadah tempat berlangsungnya berbagai aktivitas untuk menjamin kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, dinamika kehidupan sejumlah penduduk di suatu daerah akan tercermin hubungan interaksi aktivitas penduduk dengan lingkungannya. Pertumbuhan penduduk yang tidak di kontrol dengan baik akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks Pertambahan jumlah penduduk bisa berasal dari penghuni kota maupun dari arus penduduk yang masuk dari luar kota, sehingga dengan sendirinya akan mengakibatkan tingginya permintaan akan lahan sebagai permukiman, baik itu permukiman masyarakat yang tidak teratur mampun permukiman teratur dan bangunan lainnya. Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, proses perubahan bentuk penggunaan lahan ini akan berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Secara keseluruhan penduduk merupakan obyek dan subyek dalam pembangunan oleh kerena itu sebagai salah satu unsur penting dalam pembangunan maka dinamika pertumbuhan penduduk baik itu penambahan dan pengurangan jumlahnya harus teridentifikasi dengan baik sebagai bahan dasar bagi pemerintah setempat dalam menyusun kebijakan, terutama dalam mengembangkan kawasan pesisir Kota Kupang sebagai kawasan yang rentan terhadap berbagai macam gangguan. Basis data yang kurang baik dalam pencatatan pertumbuhan penduduk akan berdampak sangat luas terutama dalam melaksanakan pembangunan dan pengembangan kawasan. Masalah-masalah dalam pengembangan kota adalah masalah perumahan, masalah sampah, masalah bidang lalu-lintas, masalah kekurangan gedung sekolah, masalah terdesaknya daerah persawahan di perbatasan luar kota dan masalah administratif pemerintahan Bintarto 1989. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan ruang-ruang kosong di dalam kota, sehingga mengakibatkan bentuk penggunaan lahan tidak hanya mengalami perubahan dari lahan kosong saja tetapi juga dari lahan yang sudah terbangun. Variabel penduduk dalam model ini merupakan variabel yang juga mengalami dinamika perubahan dalam jumlahnya, sehingga bisa mengalami penambahan dan pengurangan. Dinamika perubahan jumlah penduduk pada kawasan pesisir Kota Kupang disebabkan oleh 2 dua faktor utama yang saling mempengaruhi yakni; 1 pertambahan penduduk yang terdiri dari angka kelahiran dan migrasi masuk penduduk pertahun. 2 pengurangan penduduk yang terdiri dari angka kematian dan migrasi keluar penduduk pertahun. Kaitannya dengan model ini maka penambahan jumlah penduduk yakni terdiri dari faktor kelahiran dan migrasi masuk penduduk sebagai unsur rate penambah, sedangkan rate pengurangan jumlah penduduk diwakili oleh faktor kematian dan migrasi keluar penduduk. Konstruksi mengenai dinamika pertumbuhan penduduk pada kawasan pesisir Kota Kupang disajikan pada Gambar 39. 98 Gambar 39 Diagram Alir Dinamika Jumlah Penduduk dan Timbunan Sampah di Kawasan Pesisir Kota Kupang. Keterangan :  Fr_kel dan Migr masuk_pddk = Angka kelahiran dan migrasi masuk penduduk pertahun  Fr_kem dan Migr keluar_pddk = Angka kematian dan migrasi keluar penduduk pertahun  Fr_sampah = Angka sampah pertahun  Lj_pert_pddk = Laju pertambahan penduduk karena kelahiran dan migrasi masuk penduduk pertahun  Lj_pgrngan_pddk = Laju pengurangan penduduk karena kematian dan migrasi keluar penduduk pertahun  Lj_Tim_Smph = Laju penimbunan sampah karena pertambahan penduduk  Penduduk = Jumlah penduduk pesisir Kota Kupang tahun 1999 Berdasarkan diagram alir Gambar 39 hasil simulasi dapat di gambarkan berupa grafik pertumbuhan penduduk di pesisir Kota Kupang yang diawali tahun 1999 hingga tahun 2030. Jumlah penduduk maupun laju timbunan sampah di pesisir Kota Kupang terus meningkat secara eksponensial sejalan dengan bertambahnya waktu hingga tahun 2030. Kondisi sistem pengelolaan sampah di sebagian besar kelurahan pesisir Kota Kupang mengalami banyak permasalahan antara lain, kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dan kurangnya fasilitas sampah seperti tempat penampungan sampah sementara serta kurangnya pelayanan pengangkutan sampah oleh dinas terkait. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat pesisir dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat pesisir memilih untuk membuang sampahnya langsung kelaut, dengan alasan minimnya fasilitas dan pengelolaan sampah pada kawasan tersebut. Untuk menghitung dinamika volume sampah pada kawasan pesisir Kota Kupang digunakan asumsi jumlah sampah yang dihasilkan oleh masing-masing individu yaitu sebesar 1,02 kgoranghari DKPK 2014. Hasil simulasi pertumbuhan penduduk dan timbunan sampah pada kawasan tersebut disajikan pada Gambar 40. penduduk Lj_Pert_pddk Lj_Pgrngan_pddk Fr_kel dan Migr masuk_pddk timbunan_sampah Fr_sampah Fr_kem dan Migr keluar_pddk 99 Gambar 40 Hasil Simulasi Hubungan Antara Jumlah Penduduk dan Timbunan Sampah Keterkaitan antara jumlah penduduk dan timbunan sampah ditandai dengan laju pembangunan yang berdampak pada lingkungannya serta sistem pengelolaannya yang kurang baik. Begitu pula dengan yang terjadi pada kawasan pesisir Kota Kupang yang kini dihadapkan dengan persoalan sampah yang tidak dikelola dengan baik dimana tampak bahwa pada beberapa tempat di kawasan tersebut sampahnya langsung dibuang kelaut. Hasil simulasi menunjukkan bahwa jumlah penduduk pesisir Kota Kupang pada awal tahun 1999 adalah 65.733 jiwa. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk akan berjumlah dua kali jumlah penduduk awal pada waktu kira-kira 16 tahun tepat pada tahun 2017 sebesar 132.517,62 jiwa. Dan pada akhir tahun simulasi 2030 jumlah penduduk pesisir akan berjumlah 207.251,74 jiwa, peningkatan tersebut mencapai tiga kali lipat lebih dari jumlah penduduk awal. Timbunan sampah pada kawasan pesisir akan mengikuti trend meningkatnya jumlah penduduk pada kawasan tersebut, dimana pada awal tahun simulasi 1999 jumlahnya adalah 67.047,66 kg kemudian memasuki tahun 2017 atau kurang lebih 16 tahun kedepan jumlah timbunan sampah pada kawasan tersebut akan meningkat menjadi dua kali lipat dari tahun awal yaitu, 135.167,97 kg dan memasuki tahun akhir simulasi yakni tahun 2030 jumlah timbunan sampah pada kawasan pesisir mencapai 211.396,77 kg. Hasil simulasi yang menggambarkan antara laju pertumbuhan penduduk dengan jumlah timbunan sampah disajikan pada Tabel 17. 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 Tahun Penduduk Jiwa 76,954 83,987 104,158 123,707 146,925 174,500 207,252 Timbunan sampah Kg 78,493 85,666 106,241 126,181 149,863 177,990 211,397 - 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 P en d u d u k Jiwa T im b u n an S am p ah K g 100 Tabel 17 Jumlah Penduduk dan Laju Timbunan Sampah di Kawasan Pesisir Kota Kupang Periode Tahun 1999 – 2030 Dinamika yang terjadi pada jumlah penduduk selama periode tahun 1999 – 2030 terjadi juga pada jumlah timbunan sampah dan masing-masing jenis penggunaan lahan yang ada pada kawasan pesisir Kota Kupang. Masing-masing jenis penggunaan lahan yang terdapat pada kawasan pesisir akan terus mengalami perubahan seiring dengan waktu, ada yang luas lahannya bertambah pesat dan ada yang berkurang. Kontruksi dinamika perubahan penggunaan lahan yang terdapat pada kawasan pesisir ditunjukkan pada Gambar 41. Hasil simulasi pertumbuhan jenis penggunaan lahan yaitu hutan bakau, hutan kota, ladangtegalan, permukiman, perairantubuh air, sawah dan tanah kosong pada awal tahun 1999 sampai dengan tahun 2030 menunjukkan dinamika yang berbeda-beda disajikan pada Gambar 42. Tahun Penduduk Jiwa Timbunan Sampah Kg 1999 65.733,00 67.047,66 2000 76.953,62 78.492,70 2001 76.961,32 78.500,54 2002 77.076,76 78.618,30 2003 77.215,50 78.759,81 2004 78.698,04 80.272,00 2005 83.986,54 85.666,28 2006 83.902,56 85.580,61 2007 84.061,97 85.743,21 2008 87.676,64 89.430,17 2009 89.868,55 91.665,92 2010 104.157,65 106.240,81 2011 107.803,17 109.959,23 2012 111.576,28 113.807,81 2013 115.481,45 117.791,08 2014 119.523,30 121.913,77 2015 123.706,62 126.180,75 2016 128.036,35 130.597,08 2017 132.517,62 135.167,97 2018 137.155,74 139.898,85 2019 141.956,19 144.795,31 2020 146.924,66 149.863,15 2021 152.067,02 155.108,36 2022 157.389,37 160.537,15 2023 162.897,99 166.155,95 2024 168.599,42 171.971,41 2025 174.500,40 177.990,41 2026 180.607,92 184.220,08 2027 186.929,19 190.667,78 2028 193.471,72 197.341,15 2029 200.243,23 204.248,09 2030 207.251,74 211.396,77 101 Gambar 41 Diagram Alir Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Kota Kupang Semakin padatnya pertumbuhan penduduk di kawasan pesisir turut meningkatkan permintaan akan lahan untuk permukiman, dimana pada Gambar 42 terlihat trend grafik pertumbuhan jenis penggunaan lahan permukiman yang meningkat sangat pesat. Jenis penggunaan lahan tanah kosong dan hutan kota menunjukkan trend penurunan pada tahun 2006 - 2030 hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya lahan permukiman di kawasan tersebut. Jenis penggunaan lahan sawah dan hutan bakau juga menunjukkan keadaan yang mengkuatirkan, hal tersebut ditandai dengan trend penurunan luas lahan dari masing-masing jenis pengggunaan lahan tersebut. Hasil simulasi menunjukkan bahwa selama periode tahun 1999 – 2030 telah terjadi perubahan penggunaan lahan di kawasan pesisir Kota Kupang. Jika berpatokan pada hasil interpretasi sebelumnya maka peningkatan perubahan penggunaan lahan yang cukup pesat diawali pada tahun 2006, hal tersebut juga digambarkan pada grafik trend penggunaan lahan di kawasan tersebut yang menunjukkan bahwa pada tahun 2006 merupakan awal terjadinya peningkatan perubahan penggunaan lahan di kawasan pesisir Kota Kupang. Dinamika masing- masing jenis penggunaan lahan di kawasan pesisir Kota Kupang dapat digambarkan dalam grafik pertumbuhan seperti Gambar 42. permukiman LP_permukiman Fr_permukiman ladang LP_ladang Fr_ladang hutan_kota Lp_hutan_Kota Fr_hutan_kota tanah_kosong LP_tanah_kosong Fr_tanah_kosong saw ah LP_saw ah Fr_saw ah tubuh_air LP_tubuh_air Fr_tubuh_air hutan_bakau LP_hutan_bakau Fr_hutan_bakau luas lahan 102 Gambar 42 Dinamika Pertumbuhan Jenis Penggunaan Lahan di Pesisir Kota Kupang Periode Tahun 1999 – 2030 Berdasarkan hasil simulasi perbandingan pertumbuhan masing-masing jenis penggunaan lahan yang terdapat pada kawasan pesisir Kota Kupang terlihat bahwa pertumbuhan luas lahan permukiman meningkat sangat pesat dibandingkan pada awal tahun 1999. Sebagaimana pada pembahasan Bab 5 sebelumnya bahwa terjadinya peningkatan luas penggunaan lahan permukiman di kawasan tersebut juga diikuti dengan menurunnya trend grafik luas lahan sawah atau lahan pertanian, ladangtegalan dan tanah kosong serta sebagian lahan hutan kota yang diakibatkan oleh terjadinya alih fungsi lahan. Pada awal tahun 1999 luas lahan permukiman adalah 473,00 ha, memasuki tahun 2005 atau 5 tahun kedepan luas lahan tersebut menjadi dua kali lipat meningkat dari luas lahan awal yakni sebesar 982,36 ha. Dan memasuki akhir tahun simulasi 2030 luas lahan permukiman mencapai enam kali lipat dari tahun awal simulasi atau sebesar 3.337,05 ha. Kota Kupang pada umumnya memiliki musim kemarau yang sangat panjang hal tersebut menyebabkan banyak ladangtegalan masyarakat sekitar yang membiarkan lahannya tersebut menjadi kering dan tidak diusahakan dan akhirnya dalam perkembangannya sebagian besar lahan ladangtegalan tersebut dijual. Hasil simulasi pada Gambar 42 dan Tabel 18 tentang pertumbuhan luas lahan ladangtegalan memperlihatkan kecenderungan pertumbuhan negatif negative growth turun mengikuti kurva pada tahun simulasi 1999 sampai 2030. Pada awal tahun simulasi 1999 luas lahan ladangtegalan adalah 2.235,45 ha, kemudian pada tahun 2004 luas penggunaan lahan ini turun hingga dua kali lipat dari luas lahan awal yakni 1.179,56 ha, dan memasuki akhir tahun simulasi 2030 luas penggunaan lahan ini tersisa 380,55 ha atau tersisa 18,5. Mengacu pada hasil pola perubahan penggunaan lahan melalui interpretasi citra satelit dalam bab sebelumnya menunjukkan bahwa kontribusi terbesar yang menyebabkan turunnya luas lahan ladangtegalan adalah karena dialih fungsikan menjadi lahan 103 permukiman. Tabel 18 merupakan gambaran dinamika luas lahan dari masing- masing jenis penggunaan lahan dari awal tahun simulasi 1999 – 2030. Tabel 18 Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Pesisir Kota Kupang tahun 1999 – 2030 Tahun Permukiman ha Ladang ha Hutan Kota ha Tanah Kosong ha Sawah ha Tubuh Air ha Hutan Bakau ha 1999 473,00 2.235,45 255,09 103,81 19,54 57,61 18,96 2000 534,16 1.967,42 291,08 125,81 19,34 58,13 18,20 2001 603,23 1.731,33 332,07 152,70 19,15 58,66 17,48 2002 681,26 1.523,34 379,85 185,51 18,96 59,19 16,78 2003 769,40 1.340,41 433,91 225,22 18,77 59,73 16,11 2004 869,35 1.179,56 495,00 273,76 18,58 60,26 15,47 2005 982,36 1.037,66 565,09 333,41 18,39 60,81 14,85 2006 1.098,38 913,02 650,50 407,72 18,21 61,41 14,25 2007 1.152,42 868,10 631,51 403,73 16,08 61,97 12,92 2008 1.209,46 825,13 613,51 399,73 14,20 62,52 11,71 2009 1.269,45 784,21 595,47 395,73 12,54 63,09 10,61 2010 1.332,42 745,23 578,44 391,74 11,07 63,66 9,62 2011 1.398,37 708,27 561,44 387,74 9,77 64,23 8,72 2012 1.467,45 673,28 545,44 383,75 8,63 64,74 7,90 2013 1.535,98 652,27 530,87 362,56 7,53 65,04 7,12 2014 1.607,71 631,92 516,70 342,55 6,57 65,34 6,41 2015 1.682,79 612,21 502,90 323,64 5,74 65,64 5,77 2016 1.761,38 593,10 489,48 305,78 5,01 65,94 5,20 2017 1.843,63 574,60 476,41 288,90 4,37 66,24 4,69 2018 1.929,73 556,67 463,69 272,95 3,81 66,55 4,22 2019 2.019,85 539,30 451,31 257,88 3,33 66,86 3,80 2020 2.114,18 522,48 439,26 243,65 2,90 67,16 3,42 2021 2.212,91 506,18 427,53 230,20 2,53 67,47 3,08 2022 2.316,25 490,38 416,11 217,49 2,21 67,78 2,78 2023 2.424,42 475,08 405,00 205,49 1,93 68,09 2,50 2024 2.537,64 460,26 394,19 194,14 1,68 68,41 2,25 2025 2.656,15 445,90 383,66 183,43 1,47 68,72 2,03 2026 2.780,19 431,99 373,42 173,30 1,28 69,04 1,83 2027 2.910,02 418,51 363,45 163,74 1,12 69,36 1,65 2028 3.045,92 405,45 353,75 154,70 0,98 69,67 1,48 2029 3.188,17 392,80 344,30 146,16 0,85 70,00 1,34 2030 3.337,05 380,55 355,11 138,09 0,74 70,32 1,20 Berdasarkan Gambar 42 dan Tabel 18 terlihat bahwa luas lahan hutan kota pada kawasan pesisir mengalami dinamika dalam luasannya. Pada awal tahun simulasi 1999 luas lahan hutan kota adalah 255,09 ha, kemudian memasuki tahun 2005 luas lahannya telah lebih dua kali lipat dari tahun awal simulasi yakni sebesar 565,09 ha. Meski sempat mengalami peningkatan luas lahan dari awal tahun simulasi 1999 – 2006, namun setelah memasuki tahun simulasi 2007 luas lahannya menunjukkan trend penurunan hingga akhir tahun simulasi 2030 dengan luas lahan tersisa 380,55 ha. Meski pemerintah telah mengadakan program penghijauan sejak tahun 2006, namun dari hasil simulasi terlihat bahwa sejak 104 tahun tersebut luas lahan hutan kota terus mengalami penurunan, hal ini dimungkinkan adanya hubungan meningkatnya lahan permukiman pada kawasan tersebut. Dari hasil pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa beberapa tempat strategis yang juga merupakan populasi pohon Aren kini sudah dipersiapkan untuk menjadi lahan permukiman ekslusif, misalnya perumahan dan hotel. Meningkatnya luas lahan permukiman setiap tahunnya mempunyai hubungan dengan terus menurunnya luas lahan tanah kosong, hal tersebut dimungkinkan karena dari hasil pengamatan di lapangan dan hasil analisis interpretasi citra landsat menunjukkan bahwa sebagian besar tanah kosong yang terdapat pada kawasan tersebut telah dialih fungsikan dan sebagiannya lagi sudah dipersiapkan menjadi lahan permukiman. Meski sejak awal tahun simulasi 1999- 2006 luas lahannya meningkat namun memasuki periode tahun simulasi 2007- 2030 luas penggunaan lahan tanah kosong terus menurun, dimana pada awal tahun simulasi 1999 tercatat bahwa luas lahan tanah kosong sebesar 103,81 ha, kemudian pada tahun 2003 luas lahannya telah meningkat dua kali lipat lebih dari awal tahun simulasi yakni sebesar 225,22 ha kondisi peningkatan tersebut terus berlangsung dan bertambah hingga tahun 2006 dengan luas 407,72 ha, memasuki tahun 2007 luas lahannya menunjukkan penurunan dengan luas lahan 403,73 ha, kondisi tersebut berlangsung hingga akhir tahun simulasi sehingga tersisa luas lahannya 138,09 ha. Jenis penggunaan lahan sawah pada kawasan pesisir tergolong cukup sedikit luasannya, dan karakteristik lahan sawah terletak pada sekitar jalur DAS. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa pada tahun 1999 tercatat luas lahannya sebesar 19,54 ha, kemudian pada tahun simulasi 2011 luas jenis penggunaan lahan sudah mengalami penurunan dua kali lipat dari tahun awal simulasi sebesar 9,77 ha. Seiring waktu simulasi berjalan luas penggunaan lahan sawah mengalami penurunan yang sangat signifikan dimana pada tahun 2027 luas lahannya hanya tersisa 1,12 ha, memasuki akhir tahun simulasi 2030 luas lahan ini tersisa 0,74 ha. Jika laju penurunannya setiap tahunnya berkisar 0,01-0,13, maka dapat diperkirakan lahan sawah sudah akan habis. Dinamika penurunan lahan sawah merupakan salah satu akibat dari tekanan pembangunan permukiman dan jenis penggunaan lahan lain pada kawasan tersebut. Jenis penggunaan lahan tubuh air merupakan jenis penggunaan lahan yang dapat berubah karena adanya faktor alam dan campur tangan manusia. Faktor alam biasanya ditandai dengan adanya perubahan fisik lahan seperti terjadinya abrasi dan erosi, sedangkan perubahan yang disebabkan karena campur tangan manusia antara lain adanya program reklamasi pantai, tingginya pembalakan hutan bakau, sehingga luas tubuh air meningkat meski tidak signifikan. Mengacu pad kondisi eksisting maka luas lahan tubuh air mendekati luas aktuan. Dimana pada tahun awal simulasi 1999 luas lahannya 57,61 ha, kemudian pada tahun 2006 luasnya 61,41 ha, ada peningkatan sebesar 3,8 ha dan pada tahun 2013 luas lahannya menjadi 65,04 ha atau mengalami peningkatan dari tahun 2006 sebesar 3,63 ha. Jika laju perubahannya setiap tahun 0,01 maka pada akhir tahun simulasi 2030 luas lahannya meningkat menjadi 70,32 ha. Jenis penggunaan lahan hutan bakau merupakan salah satu penggunaan lahan yang setiap tahunnya menunjukkan trend menurun, seperti jenis penggunaan lahan yan lainnya. Dari pengamatan dilapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat menunjukkan bahwa sebagian besar konsentrasi populasi 105 hutan bakau saat ini hanya terdapat pada kecamatan Kelapa Lima, terutama pada kelurahan Oesapa dan Oesapa Barat. Penurunan luas lahan hutan bakau dalam pembahasannya sebelumnya disebabkan adanya pembalakan hutan bakau serta meningkatnya abrasi dan erosi. Dari hasil simulasi tahun 1999 luas lahannya adalah 18,96 ha, kemudian memasuki tahun 2009 luas lahannya telah menurun dua kali lipat dari tahun awal yakni sebesar 9,62 ha. Jika laju perubahan dan penurunan luas lahan setiap tahunnya berkisar 0,04-0,09 maka pada akhir tahun simulasi 2030 luas lahan populasi hutan bakau hanya tersisa 1,20 ha, dan tidak menutup kemungkinan populasi hutan bakau di kawasan pesisir Kota Kupang akan habis. 5.3 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Pesisir Berdasarkan analisis dan sintesis hasil penelitian maka rekomendasi kebijakan dikelompokkan menjadi dua yaitu arahan kebijakan penggunaan lahan dan arahan kebijakan pengendalian penyebaran penduduk serta volume sampah.

5.3.1 Kebijakan Penggunaan Lahan

Kebijakan yang baik dan konsisten merupakan penentu masa depan suatu wilayah begitu juga dengan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik dan sangat rentan terhadap berbagai perubahan yang terjadi disekitarnya. Oleh karena itu implementasi kebijakan yang pro terhadap wilayah pesisir sangat dibutuhkan untuk dapat mewujudkan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kota Kupang No 11 tahun 2011 mengenai pengembangan kawasan budidaya yang meliputi salah satunya pengembangan dan penataan kawasan pesisir yang berkelanjutan artinya pengelolaan pemanfaatan ruang pesisir dan laut harus sesuai dengan zonasi kawasan dan berorientasi pada penataan kota tepi pantai serta membatasi kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian kawasan pesisir. Perkembangan Kota Kupang sangat bergantung pada aktivitas yang berlangsung pada kawasan pesisirnya, yaitu kegiatan perekonomian dan perdagangan. Perkembangan fisik pada kawasan pesisir cepat atau lambat akan sangat berpengaruh terhadap ekosistem pesisir. Hal tersebut didasarkan oleh pertumbuhan lahan permukiman yang terus meningkat setiap tahunnya. Rencana luas lahan untuk kawasan terbangun dalam RTRW Kota Kupang periode tahun 2011 – 2030 sebesar 3.331,60 ha atau 20,15 dari total luas Kota Kupang. Hasil prediksi dengan sistem dinamik khususnya di kawasan pesisir Kota Kupang sampai pada tahun 2030 menunjukkan bahwa luas lahan permukiman dan bangunan lainnya mencapai 3.337,05 ha atau telah melebihi dari rencana luas kawasan terbangun. RTRW Kota Kupang menetapkan luas jenis penggunaan lahan permukiman sebesar 1.701,14 ha. Hasil overlay luas jenis penggunaan lahan permukiman di kawasan pesisir Kota Kupang pada tahun 2013 sebesar 1.536,34 ha. Hasil tersebut menunjukkan peningkatan luas jenis penggunaan lahan permukiman yang nyata dan terpusat pada kawasan tersebut. Berdasarkan hasil analisis simulasi model penggunan lahan serta kaitannya dengan keterbatasan lahan di kawasan pesisir maka dapat dibuat beberapa arahan kebijakan terkait dengan pengendalian dan pemanfaatan penggunaan lahan pada kawasan tersebut sebagai berikut; 106 1. Memperketat ijin mendirikan bangunan dan kebijakan pembangunan rusunawa atau rumah vertikal dengan tujuan untuk mengurangi kepadatan bangunan pada jalur hijau sempadan pantai. 2. Penataan dan pengaturan terhadap pengembangan kawasan pesisir seperti permukiman dan bangunan lainnya, terutama yang teratur dan sesuai dengan estetika lingkungan pesisir serta zonasi penggunaannya sehingga sesuai dengan rencana penggunaan lahan yang terdapat dalam RTRW. 3. Perlu disediakan unit pengolahan limbah baik cari maupun padat pada lokasi aktivitas padat permukiman, perdagangan, jasa dan perhotelan sebagai bagian untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada kawasan tersebut dan menghindari resiko rusaknya ekosistem pesisir. 4. Pelestarian lahan pertanian produktif dan hutan bakau dengan membatasi alih fungsi lahannya mengingat masing-masing jenis penggunaan lahan tersebut memiliki peranan yang sangat penting. Berdasarkan hasil analisis luas kedua jenis penggunaan lahan tersebut terus mengalami penurunan tiap tahunnya. 5. Mengendalikan dan mengatur aktivitas perdagangan. Mengingat aktivitas perdagangan yang terkonsentrasi di Kota Lama sudah sangat padat.

5.3.2 Kebijakan Pengendalian Penyebaran Penduduk dan Volume Sampah

Tingginya alih fungsi lahan, dari lahan pertanian atau bukan pertanian menjadi lahan terbangun RTB merupakan fenomena yang terjadi begitu cepat sejak pelaksanaan otonomi daerah diberlakukan. Pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi kota serta aksesibilitas yang semakin baik turut menjadi faktor pendorong meningkat jumlah penduduk baik lokal ataupun pendatang ketempat tersebut baik berupa investasi maupun untuk mencari pekerjaan. Dengan kata lain bahwa bentuk penggunaan lahan suatu wilayah memiliki keterkaitan dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas penduduk di suatu tempat berdampak pada makin meningkatnya perubahan penggunaan lahan dan lingkungannya terutama permasalahan pengelolaan limbah atau sampah. Pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi terutama terjadi di daerah perkotaan, sehingga daerah perkotaan pada umumnya mengalami perubahan penggunaan lahan yang cepat. Pertumbuhan penduduk kawasan pesisir Kota Kupang pada Tahun 2030 telah mencapai batas optimal yakni sebesar 207.251,74 jiwa, pertumbuhan penduduk tersebut turut berdampak terhadap meningkatnya volume sampah sebesar 145.076,21 kg dan permintaan lahan permukiman yakni sebesar 3.337,05 ha atau telah melebihi batas optimal luas lahan eksisting yang ada di kawasan pesisir yakni sebesar 3.163,48 ha Berdasarkan hasil analisis simulasi model pertumbuhan penduduk dan kaitannya dengan keterbatasan lahan di kawasan pesisir dapat dibuat beberapa arahan kebijakan terkait dengan pengendalian jumlah penduduk dan volume sampah sebagai berikut; 1. Tertib RTRW sesuai arahan kebijakan penggunaan lahan 2. Menambah fasilitas penampungan sampah dan peningkatan pelayanan dan pengangkutan sampah yang terdapat pada permukiman pesisir, serta melaksanakan pengelolaan sampah secara Zero Waste berbasis masyarakat