Latar Belakang Dinamika Penggunaan Lahan Di Kawasan Pesisir Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur

2 kebijakan utama pemerintah pusat mengenai program kemaritimin yaitu, pemanfaatan secara lebih maksimal potensi kelautan Indonesia dengan bijak. Hal tersebut beralasan karena paradigma pembangunan yang kita anut selama ini masih berorientasi pada wilayah daratnya saja. Wilayah pesisir mudah sekali berubah baik dalam skala temporal maupun dalam hal spasial. Perubahan dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dipicu oleh berbagai macam kepentingan dan kegiatan pembangunan yang berbeda-beda. Kegiatan tersebut diantaranya adalah pembangunan di bidang industri, pemukiman, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian dan perkembangan yang kini sedang tumbuh pesat adalah pembangunan di sektor pariwisata yaitu hotel dan restoran serta sarana penunjang yang lain dengan alasan pembangunan tersebut untuk menunjang sektor pariwisata dan meningkatkan pendapatan daerah. Faktor lain yang menyebabkan tingginya alih fungsi lahan adalah pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang mendorong tingginya aktivitas manusia dalam hal menciptakan ruang-ruang terbangun pada kawasan pesisir yang kemudian berdampak pada masalah limbah dan peningkatan sampah, bila tidak ada penanganan yang serius dalam pengelolaan limbah dan sampah, maka cepat atau lambat dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan ekositemnya. Sebagai Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur dan kota tepi pantai, Kota Kupang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat terutama pada kawasan pesisirnya dimana sebagian besar aktivitas jasa dan perdagangan terkonsentrasi pada kawasan tersebut. Letaknya berada di Wilayah Pesisir Teluk Kupang dengan luas kawasan pesisir 12.695 ha Sebagai konsekuensinya kawasan tersebut dihadapkan pada persoalan-persoalan yang kompleks dan dinamis, hal tersebut disebakan oleh sifat dari kawasan pesisir yang rentan terhadap berbagai macam gangguan. Menurut Baun 2008 perkembangan di kawasan pesisir Kota Kupang berpotensi menimbulkan permasalahan, oleh karena maraknya ruang- ruang terbangun pada kawasan tersebut diantaranya pembangunan hotel, restoran, permukiman, industri dan sebagainya. Sebagaimana dalam Perda RTRW No 11. tahun 2011, menyebutkan bahwa Kota Kupang merupakan kota tepi pantai atau waterfront city, akan tetapi beberapa aktivitas perdagangan dan jasa yang ada dalam kawasan tersebut mempunyai permasalahan tersendiri, karena sebagian bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan kuno yang terletak dalam kawasan jalur hijau sempadan pantai atau kawasan yang bebas bangunan dan tidak mempunyai garis sempadan bangunan atau langsung membelakangi laut, yang berarti semua limbah atau sampah yang dihasilkan langsung di buang ke laut. Sebagai kota pantai konsekuensi lain yang dihadapi adalah pembangunan dan pengembangan pada sektor pariwisata, diantaranya pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana, misalnya hotel, restoran dan lain-lain. Yang dalam perkembangannya dari tahun ketahun semakin meningkat dan turut meningkatkan alih fungsi lahan pada kawasan pesisir yang sebenarnya menyalahi undang-undang tata ruang wilayah pesisir, karena akan memberikan dampak langsung terhadap ekosistem kawasan tersebut. Meningkatnya ruang-ruang terbangun dalam hal ini permukiman merupakan indikator bahwa permintaan akan lahan untuk tempat tinggal semakin tinggi dan jumlah penduduk yang mengakses lahan tersebut juga turut meningkat, 3 namun karena persediaan lahan terbatas maka terjadilah proses alih fungsi lahan. Nalle 2012 menyatakan bahwa terjadinya alih fungsi lahan di Kota Kupang dari ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun tidak diikuti dengan upaya-upaya pelestarian lingkungan. Akibat yang muncul adalah ancaman kelestarian lingkungan semakin parah yang pada gilirannya berdampak pada kemunduran fungsinya. Menurut Djemalu 2012 pembangunan fisik di Kota Kupang menjadi persoalan yang sangat kompleks dimana pembangunan tersebut lebih cenderung mengurangi ruang terbuka hijau. Dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada kawasan pesisir Kota Kupang merupakan hal yang bertolak belakang dengan apa yang ingin dicapai oleh Kota Kupang dalam penataan ruang kawasan pesisirnya, dimana dalam tujuan pengembangan wilayah Kota Kupang masa depan disusun berdasarkan visi, misi dan tema penataan ruang wilayah Kota Kupang untuk rentang waktu 20 tahun ke depan yakni; “Mewujudkan Kota Kupang dengan konsep waterfront city yang berkelanjutan”. Berdasarkan kondisi dan alasan tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk melihat sejauh mana dinamika perubahan penggunaan lahan yang cenderung meningkat pada kawasan pesisir Kota Kupang dalam kurun beberapa titik tahun, serta bagaimana pola interaksi antara luas penggunaan lahan, jumlah penduduk dan jumlah timbunanan sampah dari waktu kewaktu pada kawasan tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh pengambil kebijakan dalam pengelolaan kawasan pesisir Kota Kupang.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa wilayah pesisir merupakan suatu kawasan yang khas sebagai interaksi ekosistem terrestrial daratan dan perairan laut. Pada dasarnya kondisi tersebut sangat rentan terhadap gangguan, sehingga membutuhkan perlindungan yang cukup untuk menjaga keberlanjutannya secara ekologis. Namun demikian, secara ekonomi wilayah ini memiliki daya tarik besar karena posisi geografis, kandungan sumberdaya, dan jasa lingkungan yang dimilikinya. Oleh karena itu, wilayah pesisir umumnya menjadi sentra bagi beragam aktivitas ekonomi, dan sebagai konsekuensi logisnya terjadinya pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan menimbulkan persoalan sosial, seperti halnya yang terjadi pada kawasan pesisir Kota Kupang. Kawasan pesisir Kota Kupang merupakan bagian dari kawasan hijau atau jalur hijau sempadan pantai yang seharusnya bebas dari segala bentuk bangunan. Dinamika penggunaan lahan yang terjadi di kawasan pesisir Kota Kupang sudah berlangsung sejak lama hingga sekarang memiliki kecenderungan meningkat sehingga permintaan akan lahan pun akan turut meningkat pula seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Seperti yang di atur dalam Perda No. 11 tahun 2011 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota Kupang menetapkan bahwa sebagian wilayah pesisir Kota Kupang peruntukkannya sebagai wilayah pengembangan sektor pariwisata, hal tersebut ditandai dengan pesatnya pembangunan sarana dan prasana pariwisata yakni hotel dan restoran. Menurut Baun 2008 meningkatnya pembangunan pada jalur hijau sempadan pantai dan ruang terbuka hijau yang tutupan lahannya telah melebihi 4 dari aturan yang ada 15 dan sebagian besar limbahnya dibuang langsung ke laut kemudian menurunnya luas lahan hutan bakau yang diakibatkan pembukaan tambak garam tradisional, limbah minyak dari kapal nelayan, dan pemanfaatan kayu bakau oleh masyarakat sekitar. Interaksi antara pertumbuhan ekonomi dan penduduk populasi secara simultan memberikan tekanan pada wilayah pesisir kota Kupang. Wujud tekanan tersebut berupa peningkatan kebutuhan ruang yang menimbulkan konflik pemanfaatan ruang antar berbagai kepentingan. Dengan kata lain terdapat kesenjangan gap antara rencana tata ruang dan kebutuhan ruang berbagai pemangku kepentingan, dapat saling bertentangan dan menimbulkan ekses negatif, dan akan berujung pada kerusakan sumberdaya pesisir dan jasa lingkungan pesisir Kota Kupang. Lebih singkat dijelaskan bahwa dalam kawasan pesisir Kota Kupang terdapat beberapa dimensi persoalan yang saling terkait satu sama lain. Masing-masing dimensi mengalami dinamika dalam perkembangannya, dimensi itu adalah: peningkatan jumlah penduduk, yang di ikuti dengan peningkatan penggunaan lahan yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan oleh karena tingginya kebutuhan akan lahan dan yang terakhir adanya konflik kepentingan dan pencemaran lingkungan yakni peningkatan sampah yang tidak dapat dikendalikan, oleh karena kurangnya kesadaran masyarakat dan peran serta pemerintah setempat dalam pengelolaan sampah. Tercatat pada tahun 2012, sampah yang dapat diangkut oleh dinas terkait hanya mencapai 52 dan sisanya yakni 48 tidak terangkut. Keempat dimensi itu pada dasarnya merupakan penjabaran dari tiga dimensi utama, yaitu: sosial, ekonomi dan lingkungan. Mengacu pada permasalahan di atas menunjukkan bahwa pengembangan pada kawasan pesisir kedepannya akan menghadapi permasalahan dalam pemanfaatan dan pengendalian ruangnya. Oleh karena itu kebijakan penataan ruang RTRW Kota Kupang diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal pemanfaatan dan pengendalian pembangunan, dengan tujuan agar pembangunan yang terjadi tidak melebihi daya tampung dan daya dukung lahan kawasan pesisir Dari uraian permasalahan yang terjadi, maka dapat di rumuskan beberapa pertanyaan, yang kemudian akan dikaji dalam penelitian, sebagai berikut : 1. Bagaimana dinamika perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kawasan pesisir Kota Kupang periode tahun 1999, 2006 dan 2013 ? 2. Bagaimana keterkaitan antara pertumbuhan jumlah penduduk, perubahan penggunaan lahan dan jumlah timbunan sampah di kawasan pesisir Kota Kupang periode tahun 1999 - 2030 melalui pendekatan sistem? 3. Bagaimana arahan kebijakan dalam pengembangan kawasan pesisir Kota Kupang? Dalam menjawab pertanyaan penelitian tersebut, maka diperlukan kajian ilmiah, dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan permasalahan yang akan dipecahkan. Dimana masing-masing kajian yang dilakukan memiliki keterkaitan dan merupakan satu kesatuan. 1.3 Tujuan Penelitian Dengan memperhatikan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :